1
menerus dan semakin memberat. Sesak bertambah ketika pasien berjalan agak jauh dan
berkurang dengan istirahat duduk atau setengah duduk. Batuk (+) terutama ketika pasien
sedang tidur. Bengkak pada kedua kaki
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit:
Pasien pernah mengalami keluhan sesak nafas seperti ini sebelumnya. Keluarga pasien
mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit jantung.
Riwayat Hipertensi (+) selama + 10 tahun terakhir namun tidak rutin kontrol
3. Riwayat Pengobatan :
Pasien pernah berobat untuk mengatasi keluhan sesak nafas yang dialami sebelumnya,
namun untuk keluhan sesak nafas yang dirasakan saat ini pasien belum memeriksakannya.
4. Riwayat Keluarga :
Di keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan pasien.
5. Kondisi lingkungan sosial dan ekonomi :
Pasien tinggal bersama anak dan menantunya.
Sosial ekonomi cukup. Pasien melakukan pembayaran rawat inap di rumah sakit dengan
menggunakan BPJS.
Daftar Pustaka :
European Society of Cardiology (ESC), 2012. Guideline for the Diagnosis and Treatment of
Acute and Chronic heart Failure.
Karim, S. Kabo, P. 2002. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter
Umum. Jakarta : Balai Penerbit UI
Mann, D.L. 2010. Heart Failure and Cor Pulmonale. In : Harrisons Cardiovascular Medicine
Ed. 17th
Marantz et. al., 1998. The relationship between left ventricular systolic function and congestive
heart failure diagnosed by clinical criteria. In : Circulation. Ed. 77 : 607-612.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6.
Jakarta: EGC
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid I. Jakarta: FKUI
Hasil Pembelajaran :
Congestive Heart Failure
A. Definisi
B. Etiologi
C. Patogenesis
D. Manifestasi Klinis
2
E. Kriteria Diagnosis
F. Klasifikasi
G. Penatalaksanaan
3
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-)
8. Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-/-), tragus pain (-/-)
9. Tenggorok
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1
10. Leher
JVP (5+2)cm (meningkat), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran limfonodi
cervical (-), distensi vena-vena leher (-)
11. Thoraks
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kanan atas : SIC II linea sternalis dextra
Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dekstra
Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah : SIC VI linea medioklavicularis sinistra
konfigurasi jantung kesan melebar ke caudolateral
Auskultasi : BJ I-II intensitas takikardi, reguler, bising (-)
Pulmo : Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (+/+)
12. Abdomen
Inspeksi Dinding perut sejajar dari dinding thorak, distended (-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Timpani, pekak alih (-)
Palpasi Supel, nyeri tekan (-)
13. Genitourinaria
Ulkus (-), sekret (-), tanda-tanda radang (-)
14. Ekstremitas
Akral dingin Oedem
- - - -
- - + +
4
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan EKG
Sinus takhikardi
Tampak gambaran LVH dan RVH
5
Studi terbaru Waty tahun 2012 di Rumah Sakit Haji Adam Malik menyebutkan
bahwa 66.5% pasien gagal jantung memiliki riwayat hipertensi. Hipertensi
menyebabkan gagal jantung kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan
diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi
terjadinya infark miokard, aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan
berujung pada gagal jantung kongestif.
c. Cardiomyopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan kongenital.
Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated
cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya gagal
jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi dari ventrikel kiri
dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini disebabkan oleh
hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan penambahan jaringan
fibrosis.
Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis cardiomiopathy
yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik dari jenis ini ialah
abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak hanya miokardium tetapi
juga menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga terjadi obstruksi aliran darah ke
aorta (aortic outflow). Kondisi ini menyebabkan komplians ventrikel kiri yang
buruk, peningkatan tekanan diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel.
d. Kelainan Katup Jantung
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering
menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral. Regurgitasi
mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di jantung.
Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi lebih kuat
agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh tubuh. Kondisi ini jika
berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif.
e. Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung tanpa
perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi. Sebanyak
31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi dan
ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi setelah
dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya sebagai penyebab
gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis dengan meningkatkan
6
morbiditas dan mortalitas.
f. Faktor Sistemik
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam),
hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai
oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas
elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung dapat
terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan
efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
C. Patogenesis
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang tidak
bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan tekanan
hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti cardiomiopathy.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan kapasitas pompa jantung.
Namun, pada awal penyakit, pasien masih menunjukkan asimptomatis ataupun
gejala simptomatis yang minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi
tubuh yang disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri.
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi
ReninAngiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2)
peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac output tetap
normal dengan cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi penurunan cardiac
output maka akan terjadi perangsangan baroreseptor di ventrikel kiri, sinus
karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal aferen ke sistem syaraf sentral
di cardioregulatory center yang akan menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon
(ADH) dari hipofisis posterior. ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus
kolektivus sehingga reabsorbsi air meningkat.
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis yang
menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot skeletal. Stimulasi
simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin. Peningkatan renin meningkatkan
kadar angiotensin II dan aldosteron. Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan
dan garam melalui vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme kompensasi
neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan struktural
jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung kongestif yang lebih
lanjut.
7
Gambar 1. Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif
(Mann, 2010)
D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala gagal jantung mencerminkan derajat kerusakan
miokardium dan kemampuan serta besarnya respon kompensasi, antara lain
dispnea, oligouria, lemah, lelah, pucat dan berat badan bertambah. Pada auskultasi
didapatkan ronkhi basah, bunyi jantung ketiga (akibat dilatasi jantung dan
ketidaklenturan ventrikel waktu pengisian cepat). Pada elektrokardiogram
didapatkan takikardia. Dan pada radiologi dada didapatkan kardiomegali, kongesti
vena pulmonalis, serta redistribusi vaskular ke lobus atas.
Dispnea
Peningkatan tekanan pengisian bilik kiri (left ventricular filling pressure)
menyebabkan transudasi cairan ke jaringan paru. Penurunan regangan
(compliance) paru menambah kerja nafas. Sensasi dispnea juga disebabkan
penurunan aliran darah ke otot pernafasan. Awalnya, sesak nafas timbul saat
aktivitas, dan jika gagal jantung semakin berat sesak nafas bahkan timbul saat
8
istirahat.
Ortopnea
Kesulitan bernafas terjadi beberapa menit setelah berbaring. Pada saat posisi
berbaring, maka terdapat penurunan aliran darah di perifer dan peningkatan volume
darah di sentral (rongga dada). Pada penderita gagal jantung hal ini berakibat
peningkatan tekanan pengisian bilik kiri dan sembab paru. Kapasitas vital yang
menurun pada posisi berbaring juga menjadi salah satu faktor penyebab ortopnea.
Paroxysmal Nocturnal Dipnea (PND)
Yaitu dispnea yang timbul secara tiba-tiba pada saat tidur.PND terjadi karena
akumulasi cairan dalam paru ketika sedang tidur dan merupakan manifestasi
spesifik dari gagal jantung kiri.
Takikardia
Peningkatan denyut jantung terjadi akibat peningkatan tonus simpatik. Penurunan
curah jantung dan tekanan darah meningkatkan denyut jantung melalui
baroreseptor di aorta dan arteri karotis.
Rales
Rales terjadi akibat sembab paru pada gagal jantung. Pada jantung, intensitas suara
P2 akan meningkat jika terdapat hipertensi pulmonal. Suara S3 dan S4 terdengar
menunjukkan adanya insufisiensi mitral akibat dilatasi ventrikel kiri.
Edema
Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari
jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan
sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika
edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura
dan pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites.
Pada jantung terjadinya edema yang disebabkan terjadinya dekompensasi jantung
(pada kasus payah jantung), bendungan bersifat menyeluruh. Hal ini disebabkan
oleh kegagalan venterikel jantung untuk memopakan darah dengan baik sehingga
darah terkumpul di daerah vena atau kapiler, dan jaringan akan melepaskan cairan
ke intestisial. Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan jantung kanan
dalam mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi
semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
E. Kriteria Diagnosis
Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan
apabila terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor.
9
Adapun kriteria Framingham sebagai berikut:
Kriteria Mayor :
o Paroksismal nocturnal dispneu
o Distensi vena leher
o Ronki paru
o Kardiomegali
o Edema paru akut
o Gallop S3
o Peninggian tekanan vena jugularis
o Refluks hepatojugular
Kriteria minor :
o Edema ekstremitas
o Batuk malam hari
o Dispnea deffor
o Hepatomegali
o Efusi pleura
o Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
o Takikardia (>120 x/menit)
Kriteria mayor atau minor :
o Penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
F. Klasifikasi
New York Heart Association membagi klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik :
10
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif (European Society of Cardiology, 2012)
G. Penatalaksanaan
Terapi Farmakologis:
Terapi awal gagal jantung kongestif bertujuan untuk memperbaiki gejala dan
menstabilkan kondisi hemodinamik, yang meliputi:
- Oksigenasi, dengan target SaO2 94-96%
- Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume
berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan
volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban
kerja jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar
tekanan darah menurun.
- Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
- Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
- Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi.
- Vasodilator
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah
vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
11
kapasitas vena.
- Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi
aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air.
Inhibitor ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yang
menyebabkan peningkatan curah jantung.
Terapi Non Farmakologis
Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan.
Edukasi perubahan pola hidup seperti diet rendah garam, mengurangi berat badan,
mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, dan olahraga
teratur sesuai kemampuan.
4. Plan :
DIAGNOSIS KERJA
Observasi Dyspneu et causa Congestive Heart Failure
PENATALAKSANAAN
- O2 3lpm
- Infus RL 16 tpm
- Inj. Furosemid 20mg/12jam
- Inj. Ranitidin 1amp/12jam
- Digoksin 1x0.125mg
- Captopril 3x25mg
- Ambroxol syr 3x1cth
PEMERIKSAAN PENUNJANG TAMBAHAN
Foto rontgen thorax
EDUKASI
Edukasi perubahan pola hidup seperti membatasi aktivitas sesuai beratnya
keluhan, mengurangi berat badan, diet rendah garam, mengurangi lemak, mengurangi
stress psikis, menghindari rokok, dan olahraga teratur sesuai kemampuan. Serta
memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai penyakit gagal
jantung kongestif.
12