PENDAHULUAN
Gambar 1.1. Citra satelit wilayah pantai Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak
(a) Landsat 1989 komposit 432, (b) Landsat 1999 komposit 422, dan (c) ALOS 2010 komposit 432
(Sumber : Analisis data, 2014)
Gambar 1.2. Perubahan garis pantai wilayah kepesisiran Kabupaten Demak
Tahun 1931 - 2010 (Apriyantika, 2010)
Selain kenaikan muka air laut (Marfai, 2014), reklamasi pantai dan
bangunan jetty pelabuhan Tanjung Emas diduga merupakan salah satu faktor
penyebab besarnya erosi pantai di Kabupaten Demak (Marfai, 2012). Bangunan
pelindung pantai yang pada umumnya menjorok ke laut, termasuk jetty,
berpotensi mengakibatkan perubahan angin dan arus, serta menghambat aliran
litoral alami, sehingga mengganggu pasokan sedimen ke pantai bagian hilir dari
aliran litoral tersebut (US Army Corps of Engineers, 1984; Triatmodjo, 1999;
Dahuri et al. 1996). Penelitian yang dilakukan Apriyantika (2010) dan Marfai
(2012) menunjukkan terjadinya kemunduran garis pantai di Kecamatan Sayung.
Wilayah kepesisiran Kabupaten Demak juga mengalami genang pasang
air laut. Hingga tahun 2010, di wilayah kepesisiran Kecamatan Sayung, genang
pasang air laut telah masuk ke daratan hingga sejauh 1,5 km; 692,31 ha
pekarangan dan tambak terendam; dan 3 dusun telah hilang. Pada tahun 2012,
erosi pantai juga terjadi di pesisir Kecamatan Wedung (Anonim (a), 2012). Erosi
pantai dan genang pasang air laut tidak hanya merusak keanekaragaman hayati,
namun juga mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir
Kabupaten Demak.
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Demak 2011 -
2031, sepanjang wilayah pantai Kabupaten Demak memang telah ditetapkan
sebagai kawasan lindung (Gambar 1.3); baik kawasan lindung sempadan pantai,
rawan bencana (erosi pantai dan gelombang pasang), maupun suaka alam
(kawasan pantai berhutan bakau); dengan arahan pemanfaatan lahan utama untuk
hutan mangrove. Akan tetapi, perencanaan tersebut masih bersifat umum dan
belum mempertimbangkan kondisi fisik dan sosial ekonomi pada tingkat yang
lebih detil dan mikro, sehingga belum terdapat pula rincian tentang bentuk
pengelolaan dan/atau konservasi mangrove yang harus dilakukan serta area mana
saja yang diprioritaskan.
Penentuan lokasi kawasan konservasi pada dasarnya berkaitan dengan
keputusan penggunaan lahan. Keputusan penggunaan lahan sendiri merupakan
suatu permasalahan yang kompleks dan seringkali kontroversial karena
melibatkan banyak faktor dan banyak aktor. Banyaknya faktor berakibat pada
kompleksnya analisis, namun hal ini dapat diatasi dengan pemanfaatan Sistem
Informasi Geografis (SIG) yang merupakan salah satu bentuk dari sistem
pendukung keputusan berbasis keruangan atau spatial decision support
system/SDSS (Fauzi, 1997; Faturrohmah, 2014). Meskipun memiliki banyak
keunggulan (Yeh, 2000), penggunaan SIG saja untuk penentuan penggunaan
lahan dianggap masih memiliki kekurangan karena penilaian hanya berdasarkan
pada penilaian tunggal dari seseorang ataupun suatu institusi, padahal keputusan
penggunaan lahan melibatkan banyak aktor.
Gambar 1.3. Peta pola ruang wilayah kepesisiran Kabupaten Demak 2011 - 2031
(Sumber: Peta pola ruang Kabupaten Demak 2011 2031)
Tabel 1.1. Desa-desa di Kabupaten Demak yang terkena genang pasang air laut
No. Desa Luas (km2) * No. Desa Luas (km2) *
Kecamatan Sayung 56,80 14. Gebang 4,56
1. Banjarsari 5,40 15. Margolinduk 1,20
2. Bedono 7,61 16. Morodemak 4,04
3. Gemulak 4,06 17. Purworejo 7,00
4. Purwosari 4,31 18. Tridonorejo 5,08
5. Sidogemah 6,61 Kecamatan Wedung 83,56
6. Sidorejo 8,44 19. Babalan 7,86
7. Sriwulan 4,30 20. Berahan Kulon 18,27
8. Surodadi 6,55 21. Berahan Wetan 12,77
9. Timbulsloko 6,18 22. Bungo 14,73
10. Tugu 3,34 23. Kedungkarang 3,34
Kecamatan Karangtengah 11,60 24. Kedungmutih 3,55
11. Tambakbulusan 7,43 25. Kendalasem 2,37
12. Wonoagung 4,17 26. Mutih Kulon 7,61
Kecamatan Bonang 26,46 27. Wedung 13,06
13. Betahwalang 4,58 TOTAL 178,42
Sumber: Arifin, 2012
2. Analisis Hidayat, 2013 1. Menganalisis beberapa 1. Perumusan alternatifjalur, 1. Jalur yang direncanakan yaitu jalur A (melewati Stasiun
Pengembangan alternatif pengembangan dilakukan oleh peneliti Kedundang), jalurB (melewati Stasiun Wates),jalur C
Jalur Kereta jalur kereta menuju berdasarkan peta dan data (melewati Stasiun Kalimenur), jalur D (melewati Kota
Menuju Rencana bandara baru di pendukung lainnya Bantul).
Bandara Baru di Kabupaten Kulonprogo. 2. Pembobotan parameter 2. Pembobotan kriteria cagar alam budaya (14,12%),
Kulonprogo 2. Mengkaji alternatif jalur untuk setiap jalur, pengembangan kawasan (13,44%), manfaat ekonomi
Yogyakarta kereta api terbaik menuju dilakukan dengan (10,9%), konflik sosial (10,66%), kesesuaian RTRW
bandara ditinjau dari menggunakan kuesioner dan (10,56%), finansial (7,13%), fisik (6,99%), dampak lalu
aspek teknis, ekonomi, wawancara, kemudian lintas (6,56%), kebutuhan dana (5,895), kemudahan
lingkungan, dan tata ruang diolah dengan AHP pelaksanaan (4,875), desain jalur (4,51%), dan terakhir
Lanjutan Tabel 1.2
dengan melakukan kondisi geologi dan topografi (4,29%).
pembobotan nilai 3. Rincian responden: 3. Dari segi teknis, operasional, dan lingkungan; rute yang
menggunakan teknik 8 responden regulator, 4 terbaik adalah rute A.
AHP. operator, 55 pengguna 4. Rekomendasi jalur jangka pendek Rute A, dan jangka
transportasi. panjang Rute D.
3. Penataan Ulang Hapsari, 2013 1. Mengetahui aspek-aspek 1. Pembobotan parameter, 3. Analisis multikriteria dapat digunakan sebagai metode
Wilayah Kerja penting yang perlu dilakukan dengan untuk penataan wilayah kerja di TNGC yang mampu
Resort dipertimbangkan dalam menggunakan kuesioner dan mengakomodasi berbagai aspek penting, yaitu aspek
Menggunakan menyusun rancangan wawancara, kemudian fisik, ancaman, ekologi, ekonomi, dan sosial budaya
Spatial penataan wilayah kerja di diolah dengan AHP. masyarakat sekitar kawasan.
Multicriteria Taman Nasional Gunung 2. Rincian responden: 4 4. Kriteria ancaman dan fisik mempunyai pengaruh yang
Analysis (Studi Ciremai (TNGC). dosen, 3 praktisi dari eselon besar dalam penentuan jumlah dan luasan wilayah kerja
Kasus di Taman 2. Mengevaluasi pembagian 2 dan 3 kementrian di TNGC.
Nasioanl Gunung wilayah kerja resort di kehutanan, dan 2 eselon 4 5. Tingkat kesesuaian wilayah kerja di TNGC sangat
Ciremai) TNGC menggunakan kepala seksi pengelolaan rendah .
metode analisis TNGC 6. Alternatif wilayah kerja terpilih membagi kawasan
multikriteria keruangan. Analisis Data: TNGC menjadi 5 wilayah dengan luas yang bervariasi
1. AHP spasial yang dipengaruhi oleh tingkat intensitas pengolahan
2. Teknik tumpangsusun SDA.
4. Model Fauzi, 1997 1. Mengkaji kemampuan Pengumpulan data: 1. Keadaan biofisik yang dapat disadap Foto udara
Peruntukan foto udara untuk 1. Interpretasi citra pankromatik hitam putih skala 1:20000: bentuklahan,
Kawasan perolehan data biofisik penginderaan jauh penggunaan lahan, agihan mangrove. Kemiringan
Mangrove dengan pantai. 2. Survei lapangan lereng, batas daerah banjir oleh air pasang laut , batas
Citra 2. Membuat model Analisis data : daerah banjir oleh air hujan. Lapangan: salinitas, suhu,
Penginderaan peruntukan kawasan 1. Pembandingan antara pH. Laboratorium: tekstur tanah, pH tanah, kandungan
Jauh di Indragiri mangrove berdasarkan kondisi fisik lahan dengan bahan organik.
Hilir Riau data dari foto udara dan persyaratan tumbuh 2. Lahan yang cocok untuk kawasan lindung adalah unit
data lapangan. mangrove lahan rataan pasang surut, dataran aluvial pantai.
3. Formasi mangrove terdepan untuk kawasan lindung
pantai/sempadan sungai, tengah untuk tambak
perikanan, belakang untuk permukiman.
5. Strategi Yuniastuti, 1. Memetakan kondisi Pengumpulan data: 1. Luas hutan mangrove di zona kepesisiran Demak seluas
Pengelolaan 2013 eksisting dan perubahan 1. Interpretasi citra 1979 ha (1994), 1.077 ha (2002), 1.159 ha (2010).
Ekosistem kawasan mangrove penginderaan jauh 2. Persyaratan tumbuh dan berkembangnya ekosistem
Mangrove menggunakan citra multitemporal mangrove di zona kepesisiran Demak yaitu (i)
Menggunakan multitemporal di zona 2. Survei lapangan, dengan bentuklahan asal proses marin, (ii) curah hujan 1.000
Lanjutan Tabel 1.2
Citra kepesisiran Demak. metode sampling purposive 3.000 mm/tahun, (iii) rata-rata salinitas <= 33 , (iv)
Multitemporal di 2. Mendeskripsikan random sampling suhu perairan 25 33,3 oC, (v) substrat tanah
Zona Kepesisiran persyaratan tumbuh dan (karakteristik fisik lahan) didominasi debu (silt) dan lempung (clay), (vi) tekstur
Demak berkembangnya ekosistem dan simple random tanah yang mendominasi lempung berdebu, (vii) julat
mangrove di zona sampling (karakteristik pasang surut < 2 m termasuk mikropasut, (viii)tinggi
kepesisiran Demak yang masyarakat) genangan < 2m, (ix) penggunaan lahan yang sesuai
dijadikan prioritas dalam 3. Analisis data sekunder adalah tambak tambak ikan dan tambak garam.
penanganannya. 4. Observasi lapangan 3. Daerah prioritas program rehabilitasi mangrove di zona
3. Menentukan daerah yang 5. Wawancara kepesisiran Demak yaitu di (i) Kecamatan Wedung
perlu menjadi prioritas Analisis data: (pada sempadan pantai yang belum ditanami mangrove),
utama dalam rehabillitasi 6. Satuan lahan: bentuklahan (ii) Kecamatan Bonang dan Sayung (di daerah dengan
ekosistem mangrove di dan penggunaan lahan jarak 100 200 m serta> 200 m dari garis pantai dan
zona kepesisiran Demak. 7. Analisis buffer, merupakan daerah potensial yang termasuk kelas kurang
4. Menentukan strategi pengharkatan, dan potensial, (iii) Kecamatan Karangtengah (pada daerah >
pengelolaan ekosistem tumpangsusun. 200 m dari garis pantai dan belum ditumbuhi mangrove,
mangrove di zona pada 0 100 m dan sudah ditumbuhi mangrove, serta di
kepesisiran Demak. daerah potensial dengan kelas tidak potensial).
4. Strategi pengelolaan ekosistem mangrove di zona
kepesisiran Demak: (i) menentukan prioritas penanaman
mangrove yang disesuaikan dengan persyaratan tumbuh
mangrove dan tipologi zona kepesisiran Demak, (ii)
menanam mangrove di sepanjang zona greenbelt untuk
mengurangi terjadinya erosi pantai dan melindungi
pesisir dari ancaman kerusakan ekosistem pesisir
lainnya, (iii) memanfaatkan dan mengelola ekosistem
mangrove berbasis masyarakat .
6. Perencanaan Faturrohmah, 1. Mengidentifikasi Pengumpulan data: 1. Luas hutan mangrove di wilayah kepesisiran Demak
Pemanfaatan 2014 keterdapatan hutan - Survei lapangan seluas 1979 ha (1994), 1.077 ha (2002), 1.405 ha (2010).
Ruang Berbasis mangrove di wilayah - Uji laboratorium 2. Pada wilayah kepesisiran Demak, seluas 1.163 ha
Konservasi kepesisiran Kabupaten Analisis data: (83,29%) hutan mangrove dalam kategori rusak, 177 ha
Mangrove di Demak. - Pengolahan citra satelit (12,68%) rusak berat, dan 56 ha (4,04%) tidak rusak.
Wilayah 2. Menyusun rencana (ALOS 2010, Landsat TM 3. Arahan konservasi mangrove di wilayah kepesisiran
Kepesisiran konservasi hutan 1994 dan Landsat ETM Demak meliputi kawasan konservasi mangrove prioritas
Kabupaten mangrove di wilayah 2002) I seluas 3.058 ha pada wilayah sempadan pantai dan
Demak kepesisiran Kabupaten - Interpretasi visual citra sempadan sungai; prioritas II seluas 1.531,7 ha di
Demak. penginderaan jauh sebagaian besar wilayah Kecamatan Wedung dan sekitar
3. Mendeskripsikan - Transformasi NDVI sempadan sungai; serta prioritas III seluas 9.782,5 ha
kesesuaian lahan wilayah (kerapatan tanjuk) yang tersebar di seluruh wilayah penelitian.
Lanjutan Tabel 1.2
kepesisiran Kabupaten - Pengharkatan parameter, 4. Arahan rencana pemanfaatan ruang berbasis konservasi
Demak pada berbagai untuk pengkajian mangrove di wilayah kepesisiran Demak mencakup
peruntukan sektor (i) kekritisan mangrove, (i) kawasan konservasi mangrove prioritas I seluas 3.177
kegiatan. (ii) lahan potensial ha;(ii) kawasan konservasi mangrove prioritas II seluas
4. Menyusun rencana mangrove, (iii) arahan 166,2 ha; (iii) kawasan konservasi mangrove prioritas III
pemanfaatan ruang lokasi kawasan konservasi seluas 351,7 ha;(iv) lahan silvofishery (kawasan
berbasis konservasi mangrove, dan (iv) konservasi mangrove prioritas III dan tambak) seluas
mangrove di wilayah kesesuaian lahan untuk 9.444 ha; (v) lahan silvofishery (kawasan konservasi
kepesisiran Kabupaten berbagai peruntukan: mangrove prioritas II dan tambak) seluas 1.211 ha;
Demak. - Teknik analisis buffer , (vi) lahan silvofishery (kawasan konservasi mangrove
untuk pemodelan sempadan prioritas III dan tambak) seluas 9.444 ha; (vii) lahan
pantai (100 meter dari garis pertanian seluas 19.400 ha; (viii) lahan permukiman
pantai) dan sungai (50 m ke seluas 1.590 ha; dan (ix) lahan tambak seluas 40,28 ha.
kanan-kiri garis pasang Peta Hasil Analisis
tertinggi air sungai). 1. Peta perubahan tutupan lahan mangrove tahun 1994,
- Parameter yang 2002, dan 2010*.
diperhitungkan untuk 2. Peta kekritisan mangrove*.
mengkaji kesesuaian lahan 3. Peta kesesuaian lahan potensial mangrove (kategori:
untuk mangrove: sangat potensial, potensial, kurang potensial, dan tidak
bentuklahan, kemiringan potensial)
lereng, tekstur tanah, pasang 4. Peta sempadan pantai dan sungai*.
surut, genangan, salinitas, 5. Peta arahan spasial dan skala prioritas konservasi
penutup/penggunaan lahan. mangrove wilayah kepesisiran Kabupaten Demak
- Pengkajian kekritisan (kategori: prioritas I, II, III, di luar kawasan prioritas)*
mangrove menggunakan 6. Peta kesesuaian lahan untuk berbagai sektor di wilayah
parameter penggunaan kepesisiran Kabupaten Demak, terdiri atas kesesuaian
lahan, kerapatan tajuk lahan untuk (i) pelabuhan, (ii) tambak, (iii) industri,
mangrove, ketahanan tanah (iv) permukiman, (v) pariwisata.
terhadap erosi pantai. 7. Peta alternatif pemanfaatan ruang berbasis konservasi
mangrove wilayah kepesisiran Kabupaten Demak*.
8. Peta rencana pemanfaatan ruang berbasis konservasi
mangrove wilayah kepesisiran Kabupaten Demak*.
* Peta dibuat dalam 2 skala, yaitu skala 1:100.000
yangmencakupseluruh wilayah kepesisiran Demak dan
skala 1:50.000. Peta skala 1:50.000 terdiri atas 3 area,
setiap area dilayout dalam 1 lembar peta tersendiri). Area I
Wedung, area II Bonang dan Karangtengah, dan area III
Sayung.