Jawaban
Assalamu alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Secara
naluriah setiap orang mencintai tanah airnya karena ia adalah manusia yang memiliki ikatan
emosional dengan tanah kelahirannya tersebut. Ia bukan robot atau mesin-mesin industri yang
tidak memiliki pengalaman sebagai manusia.
Luapan cinta tanah air itu diekspresikan dengan pelbagai macam cara. Salah satunya adalah
mengikuti upacara hormat bendera merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Lalu bagaimana dengan gugatan sejumlah orang dan kelompok tertentu yang mengampanyekan
pengharaman terhadap penghormatan bendera merah putih dan pengharaman menyanyikan lagu
Indonesia Raya?
Sebenarnya tidak ada dalil agama yang mengharamkan ekspresi cinta tanah air seperti hormat
bendera dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal ini disinggung oleh Syekh Wahbah Az-
Zuhayli berikut ini.
:
.
.
Artinya, Saya bisa mengatakan, Lagu-lagu kebangsaan, atau lagu-lagu yang memotivasi anak
bangsa pada kemuliaan atau semangat perjuangan, tidak ada larangan (dalam agama) dengan
syarat tidak campur baur laki-perempuan, dan (syarat lain) tutup tubuh perempuan selain wajah
dan telapak tangan.
Sedangkan lagu-lagu yang mendorong orang pada akhlak tercela, jelas diharamkan sekalipun
menurut ulama yang menyatakan kemubahan lagu dan nyanyian, terutama sekali (lagu-lagu yang
mengandung) kemunkaran seperti ditayangkan stasiun radio dan televisi di zaman kita sekarang
ini, (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, cetakan kedua, 1985
M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz III, halaman 576).
Memang kita harus mengakui bahwa negara-bangsa (nation-state) adalah fenomena zaman
modern. Ia hadir baru beberapa abad belakangan ini karena pengaruh zaman industri modern dan
juga kolonialisme. Karenanya masalah ini belum ada dan belum menjadi pembahasan di
kalangan salafus saleh.
Meskipun ini adalah masalah baru seiring dengan negara-bangsa sebagai fenomena modern, kita
tidak bisa memaksakan diri untuk menghukumi penghormatan bendera dan menyanyikan lagu
kebangsaan sebagai sesuatu yang haram karena memang tidak ada larangannya dalam agama.
Pasalnya, kewajiban dan larangan agama sudah jelas. Sedangkan masalah penghormatan bendera
dan menyanyikan lagu kebangsaan merupakan bagian dari rahmat Allah SWT yang patut
disyukuri seperti sabda Rasulullah SAW pada Hadits Ke-30 yang dikutip dari Kitab Al-Arbain
Nawawiyah berikut ini.
- :
-
Artinya, Rasulullah SAW bersabda, Sungguh, Allah telah menentukan sejumlah kewajiban.
Jangan kalian menyia-siakannya. Ia juga telah membuat sejumlah batasan. Jangan kalian
melampaui batasan-Nya. Ia juga telah melarang beberapa hal. Jangan kalian melanggarnya. Ia
mendiamkan sejumlah masalah, bukan karena lupa, tetapi karena kasih sayang-Nya kepada
kalian. Oleh karena itu kalian jangan mempermasalahkannya, HR Daruquthni.
Dari pelbagai keterangan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa penghormatan bendera merah
putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya adalah mubah sebagai rahmat Allah SWT. Kita
tidak memegang hak untuk mempersempit rahmat-Nya. Di samping itu penghormatan bendera
merah putih dan menyanyikan lagu Indonesia Raya bukan bentuk fanatik buta dan rasialis
radikal (sauvinisme), tetapi ekspresi cinta tanah air sebagai fenomena modern atas rumah
bersama mereka.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam
menerima kritik dan saran dari para pembaca.
Seorang wanita dari Bani Israil pernah datang kepada Nabi Musa alaihissalam dan berkata, Wahai Nabi
Allah, aku telah melakukan dosa yang besar, aku telah bertobat kepada Allah SWT. Maka, mohonkanlah
kepada Allah agar Dia mengampuni dosa dan menerima tobatku!
Nabi Musa penasaran dengan dosa besar apa yang telah dilakukan. Wahai perempuan, apa dosa yang
engkau maksud itu?
Perempuan menjawab, Aku berzina dan melahrkan anak. Setelah lahir anak itu langsung aku bunuh.
Nabi Musa tidak habis pikir dengan perilaku perempuan itu. Keluarlah, wahai orang yang bejat (fajirah),
supaya tidak turun api dari langit yang dapat membakar kami semua akibat perilakumu!
Tak selang lama, Malaikat Jibril turun dan memperingatkan Nabi Musa, Wahai Musa, Tuhan Yang Maha
Luhur titip pesan. Apa gerangan engkau mengusir wanita yang bertobat tadi? Tahukah engkau
keburukan yang lebih parah dari yang dilakukan perempuan itu?
Perbuatan siapa yang lebih parah dari permpuan tadi? Tanya Nabi Musa.
Cerita tersebut memperingatkan dan menegaskan akan kedudukan shalat bagi umat Islam. Sudah jamak
kita dengar hadits: shalat ialah tiang agama. Barangsiapa menegakkan shalat sama dengan
meneguhkan agama, dan barangsiapa meninggalkan shalat sama dengan merobohkan agama itu
sendiri. Selain itu, tidak pantas bagi siapa pun memutus harapan seseorang yang memiliki niat berubah
menuju lebih baik. Sebab, kasih sayang dan pengampunan Allah melebihi keburukan-keburukan
manusia. (Ali Makhrus)
Cerita diolah dari kitab "Irsyadul 'Ibad" karya Syeikh Zainuddin bin Abdul Aziz bin Zainuddin Al Malibariy,
tt (Surabaya: al-Hidayah)
Jawaban
Assalamu alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Kami
mencoba untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Perintah ibadah lazimnya dipahami
oleh ulama sebagai masalah taabbudi, wujud penghambaan manusia kepada Allah tanpa bisa
dinalar mengapanya, yaitu mengapa shalat subuh terdiri atas dua rakaat, kenapa kita harus
menghadap kiblat, dan seterusnya.
Lain halnya dengan masalah agama di luar ibadah seperti muamalah yang bersifat taaqquli,
suatu masalah agama yang bisa dinalar penjelasannya.
Sebagaimana diketahui bahwa rukun-rukun shalat hanya diperintahkan sekali dalam satu rakaat
kecuali sujud. Kita diperintahkan untuk bersujud dua kali dalam satu rakaat. Kalau merujuk pada
karya-karya para ulama, kita akan mendapati perbedaan pendapat di kalangan ulama untuk
masalah ini. sebagian ulama mengatakan bahwa pengulangan sujud adalah perkara taabbudi.
Menurut mayoritas ulama Hanafi, pengulangan sujud adalah masalah taabbudi sebagaimana
keterangan Syekh Wahbah Az-Zuhayli berikut ini.
)(
Artinya, Pengulangan sujud termasuk kategori taabudi, sebuah perintah agama yang
maksudnya tidak bisa dinalar menurut mayoritas ulama Madzhab Hanafi, sebuah perwujudan
ujian atau cobaan (bagi hamba-Nya). (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa
Adillatuh, cetakan kedua, 1985 M/1305, Beirut, Darul Fikr, juz 1, halaman 661).
Meskipun demikian, di kalangan ulama Hanafi sendiri masalah ini masih menjadi perdebatan.
Ibnu Abidin, salah seorang pemuka ulama Hanafi belakangan, menyatakan bahwa pengulangan
sujud adalah masalah taaqquli sebagai keterangan berikut ini.
: :
.
:
Artinya, Pengulangan sujud termasuk kategori taabudi, sebuah perintah yang maksudnya tidak
bisa dinalar, sebuah perwujudan ujian (bagi hamba-Nya). Ibnu Abidin mengatakan, Sebagian
ulama mengartikan perintah sujud dua kali dalam satu rakaat sebagai penghinaan untuk setan di
mana ia diperintah sekali sujud saja tidak mau, sedangkan manusia sujud sebanyak dua kali,
(Lihat Al-Mausuatul Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, Kuwait, Wizaratul Awqaf was Syuunul
Islamiyah, Darus Salasil, juz XII, halaman 208).
Sedangkan KH Afifuddin Muhajir dari kalangan Syafiiyah dalam karyanya Fathul Mujibil
Qarib sependapat bahwa pengulangan sujud adalah masalah taaqquli. Hanya saja ia
menjelaskan makna pengulangan sujud itu dari aspek taaqquli yang berbeda dari penjelasan
Ibnu Abidin.
Demikian jawaban singkat kami. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam
menerima kritik dan saran dari para pembaca.