Anda di halaman 1dari 32

Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Episode Depresi Sedang

Oleh

Revyta Salsabila Rachmadi


1610029023

Pembimbing

dr. Denny, Sp. KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Laboratorium IlmuKesehatanJiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2017
Laboratorium Ilmu Kesehatan Jiwa Refleksi Kasus
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Episode Depresi Sedang

Oleh

Revyta Salsabila Rachmadi / 1610029023

Dipersentasikan pada tanggal April 2017


Mengetahui,
Pembimbing

dr. Denny, Sp. KJ


REFLEKSI KASUS

Dipresentasikan pada kegiatan Kepaniteraan Klinik, Lab. Kedokteran Jiwa. Pemeriksaan


dilakukan pada hari April 2017 Pukul 12.30 WITA, di IGD RS Jiwa Daerah Atma Husada
Samarinda, sumber Autoanamnesis dan Heteroanamnesis.

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. As
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 42 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Suku : Banjar
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Gelatik

STATUS PSIKIATRI

Keluhan Utama : berkurangnya rasa percaya diri

Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis
Pasien mengeluh rasa percaya diri yang berkurang sejak 3 bulan yang lalu, merasa takut
unutuk bepergian sendiri karena takut jatuh dan sesak napas. Pasien juga mengeluhkan bahwa ia
susah memulai tidur sejak tahun 2014 karena banyak pikiran yang terlintas mengenai keluarga.
Pasien merasa muncul rasa takut dan bersalah secara tiba-tiba sehingga pasien langsung terhenti
aktivitasnya saat itu juga. Pasien juga merasakan sakit kepala dan pusing berputar sejak 2 tahun
yang lalu yang dirasakan hilang timbul. Pasien kadang dapat merasakan kesedihan secara tiba-
tiba tanpa alasan yang jelas.

1
Heteroanamnesis
Menurut suaminya, pasien kadang terlihat sedih sendiri secara tiba-tiba. Pasien juga
sangat jarang menceritakan perasaan dan masalahnya kepada sang suami. Pasien masih dapat
melakukan kegiatan sehari-sehari seperti mandi, makan dan melakukan pekerjaan rumah tangga,
namun energinya terlihat menurun 3 bulan terakhir.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat operasi sesar dan apendisitis pada tahun 2015.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien ada yang mengalami kecacatan mental.

Gambaran Premorbid
Pasien merupakan orang yang pendiam dan tertutup terhadap keluarga.

Faktor Pencetus
Diduga karena masalah keluarga, mulai dari saudaranya yang mengalami kecacatan
mental hingga orang tua yang tinggalnya berjauhan dengan pasien sehingga pasien
merasakhawatir dan selalu kepikiran.

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien berasal dari keluarga ekonomi menengah.

Hubungan Dengan Keluarga Dan Lingkungan


Pasien memiliki hubungan baik dengan teman teman sekolahnya.

2
Genogram

Keterangan :

: Laki-laki tanpa gangguan jiwa

: Perempuan tanpa gangguan jiwa

: Pasien

STATUS PRAESENS

Status Internus
Tanda Vital :
Tekanan darah : 150/100
Nadi : 80 x/menit
Nafas : 20 x/menit
Suhu : 37, 1 OC
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : compos mentis, GCS E4 V5 M6
Sistem kardiovaskuler : tidak didapatkan kelainan
Sistem respiratorik : tidak didapatkan kelainan
Sistem gastrointestinal : tidak didapatkan kelainan

3
Sistem urogenital : tidak didapatkan kelainan
Kelainan khusus : tidak didapatkan kelainan
Status Neurologikus
Panca indera : tidak didapatkan kelainan
Tanda meningeal : tidak dilakukan pemeriksaan
Tekanan intrakranial : tidak dilakukan pemeriksaan
Mata
Gerakan : normal
Pupil : isokor; RefleksCahaya +/+
Diplopia : tidak ditemukan
Visus : tidak dilakukan pemeriksaan

Status Psikiatrik
Kesan umum : Pasin berpenampilan baik, rapi. Pasien kooperatif.
Kontak : verbal (+) visual (+)
Kesadaran : composmentis, atensi(+) menurun, orientasi tempat, waktu dan ruang (+)
baik, memori (+)
Emosi / afek : afek sesuai, stabil, mood appropriate
Proses berpikir : cepat, koheren, waham (-)
Intelegensi : cukup
Persepsi : halusinasi (-), ilusi (-), derealisasi (-),depersonalisasi (-)
Kemauan : ADL mandiri
Psikomotor : normal

DIAGNOSIS

Formulasi Diagnosis
Seorang perempuan berumur 42 tahun, agama Islam, berstatus sebagai Ibu Rumah Tangga,
datang pada hari Selasa, 4 April 2017 Pukul 11.30 WITA, di Poliklinik Jiwa RSJ Atma
Husada Mahakam Samarinda.

4
Pada proses awal autoanamnesis, pasien dapat diajak berkomunikasi.
Pada proses heteroanamnesa dikatakan pasien menjadi sering menyendiri, terkadang terlihat
tiba-tiba merasa sedih, penurunan aktivitas dan energy.
Pada pemeriksaan psikiatri, didapatkan penampilan baik dan rapi, tenang, kooperatif, kontak
verbal dan visual normal, emosi stabil, afek sesuai, orientasi baik, proses piker cepat, tidak
ada waham dan halusinasi, intelegensia cukup, ADL mandiri, psikomotor normal.
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan pada pasien.

Diagnosis Multiaksial
Aksis I : F32.1 Episode Depresif Ringan
Aksis II : tidak ada diagnosis untuk aksis ini
Aksis III : Hipertensi stage II
Aksis IV : Masalah dengan primary support group
Aksis V : GAF 70-61 beberapa gejala ringan dan menetap, diabilitas ringan dalam fungsi,
secara umum masih baik.

PENATALAKSANAAN

Psikoterapi

1. Dukungan keluarga yang baik untuk pasien sehingga dapat memberikan perhatian

yang lebih pada pasien.

2. Temantemannya mungkin bisa menjenguknya dan mengajaknya untuk bercerita

jika ada permasalahan, sehingga dapat memberikan suportif yang baik kedepannya

untuk penyembuhannya

Psikofarmakologi:

1. Risperidone 2mg 3x1

2. Paracetamol 500 mg 3x1

5
PROGNOSA

Dubia ad bonam jika:

Jika rutin dalam melakukan terapi dan dukungan keluarga untuk sering memberikan
perhatian kepada pasien.

6
PEMBAHASAN

EPISODE DEPRESIF

1.1 DEFINISI
Gangguan depresif merupakan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan
dengan alam perasaan yang sedih dengan gejala penyerta termasuk perubahan pola tidur, nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa, tak berdaya dan gagasan
bunuh diri (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).
Depresi adalah penyakit yang menyerang "keseluruhan hidup seseorang", meliputi seluruh
tubuh, suasana perasaan dan pikiran. ia juga mempengaruhi pola makan dan tidur. Gangguan ini
tidak sama dengan seorang yang dalam keadaan kelelahan atau malas. Seorang yang mengalami
gangguan depresi tidak dapat "menguasai diri" dan keadaaannya untuk dapat kembali pada
keadaannya seperti semula. Tanpa penanganan yang baik maka gejala-gejala tersebut
mengakibatkan terganggunya fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya dari seseorang
dan gejala tersebut berlangsungnya jadi lebih lama. Penatalaksanaan yang sesuai dapat menolong
seseorang yang mengalami depresi untuk cepat kembali seperti semula lebih baik. Definisi
gangguan depresi adalah gangguan mental yang dikarakteristikan dengan rasa sedih yang dalam
dan berkepanjangan. Penderita hilang minat (interest) pada sesuatu yang sebelumnya
menyenangkan baginya. Biasanya disertai dengan perubahan-perubahan lain pada dirinya
misalnya berkurangnya energi, mudah lelah dan berkurangnya aktivitas, konsentrasi dan
perhatian yang berkurang, harga diri dan kepercayaan diri yang berkurang, rasa bersalah dan
tidak berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan atau perbuatan
membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu, dan nafsu makan berkurang (Kaplan,
Sadock, & Grebb, 2010).

1.2 EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresi berat adalah suatu gangguan yang sering terjadi, dengan prevalensi
seumur hidup kira-kira 15% dan kemungkinan sekitar 25% terjadi pada wanita (Kaplan, Sadock,
& Grebb, 2010).
Terlepas dari kultur atau negara, prevalensi gangguan depresi berat dua kali lebih besar
pada wanita dibandingkan laki-laki. Rata-rata usia onset untuk gangguan depresi berat kira-kira

7
40 tahun, 50 % dari semua pasien mempunyai onset antara 20 dan 50 tahun (Kaplan, Sadock, &
Grebb, 2010).
Beberapa data epidemiologi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi gangguan depresi
berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun. Jika pengamatan
tersebut benar, mungkin berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol dan zat-zat lain
pada kelompok usia tersebut (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).
Pada umumnya gangguan depresi berat terjadi paling sering pada orang tua yang tidak
memiliki hubungan interpersonal yang erat atau berpisah (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).

1.3 ETIOLOGI
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga faktor-faktor
dibawah ini berperan (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010):

Faktor Biologis
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan depresi berat
adalah berhubungan dengan disregulasi pada amin biogenik (norepineprin dan serotonin).
Penurunan serotonin dapat mencetuskan depresi dan pada beberapa pasien yang bunuh diri
memiliki konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan serebrospinal yang rendah serta
konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di trombosit.
Faktor neurokimiawi lain seperti adenylate cyclase, phospotidylinositol dan regulasi
kalsium mungkin juga memiliki relevansi penyebab. Kelainan pada neuroendokrin utama yang
menarik perhatian dalam adalah sumbu adrenal, tiroid dan hormon pertumbuhan. Neuroendokrin
yang lain yakni penurunan sekresi nokturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin karena
pemberian tryptopan, penurunan kadar dasar folikel stimulating hormon (FSH), luteinizing
hormon (LH) dan penurunan kadar testoteron pada laki-laki (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).

Faktor Genetika
Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan
depresi berat kemungkinan 1,5 sampai 2,5 kali lebih besar daripada sanak saudara derajat
pertama subyek kontrol untuk penderita gangguan (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).

8
Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan angka kesesuaian pada kembar monozigotik
adalah kira-kira 50%, sedangkan pada kembar dizigotik mencapai 10 sampai 25% (Kaplan,
Sadock, & Grebb, 2010).

Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan, suatu pengamatan klinis yang telah lama
direplikasi bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode
pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya, hubungan tersebut telah dilaporkan untuk
pasien dengan gangguan depresi berat (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan
dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun.
Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset satu episode depresi adalah
kehilangan pasangan. Beberapa artikel teoritik dan dari banyak laporan, mempermasalahkan
hubungan fungsi keluarga dan onset dalam perjalanan gangguan depresi berat. Selain itu, derajat
psikopatologi didalam keluarga mungkin mempengaruhi kecepatan pemulihan, kembalinya gejala
dan penyesuaian pasca pemulihan (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).

Patofisiologi
Munculnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmitter aminergik.
Neurotransmitter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi impuls dapat terganggu
apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmitter di celah sinaps atau adanya gangguan
sensitivitas pada reseptor neurotransmitter tersbeut di post sinaps sistem saraf pusat .
Pada depresi telah diidentifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaiu reseptor 5HT1A
dan 5HT2A. kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme biokimiawi depresi dan
memberikan respon pada semua golongan antidepresan. Pada penelitian dibuktikan bahwa
terjadinya depresi disebabkan karena menurunnya pelepasan dan transmisi serotonin
(menurunnya kemampuan neurtransmisi serotogenik). Beberapa peneliti mengemukakan bahwa
selain serotonin terdapat pula sejumah neurotransmitter lain yang berperan pada timbulnya
depresi yaitu norepinferin, asetilkolin, dan dopamine. Sehingga depresi terjadi jika terdapat
defisiensi relative satu atau beberapa neurotransmitter aminergik pada sinaps neuron di otak,
terutama pada sistem limbic. Oleh karena itu, bikimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut :

9
a. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuan
neurotrnamisi serotogenik
b. Menurunnya pelepasan atau produksi epinferin, terganggunya regulasi ativitas
norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor presinaptik
c. Menurunnya aktivitas dopamine
d. Meningkatnya aktivitas asetilkolin

Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi adaah menurunnya neutransmisi akibat
kekurangan neurotransmitter di ceah sinaps. Ini didukung oleh bukti klinis yang menunjukkan
adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI (selective serotonin reuptake
inhibitor) dan trisklik yang menghambat reuptake dari neurotrnasmiter atau pemberian obat
MAOI (mono amin oksidase inhibitor) yang menghambat katabolisme neurotrnamsiter oleh
enzim monoamine oksidase.

Tanda dan Gejala


Episode depresi
Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energy adalah gejala
uama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai
harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya
berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal
Pikiran unuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua per tiga
pasien depresim dan 10 sampai 15 persen diantaranya melakukan bunuh diri. Mereka
yang dirawat di rumah sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai
umur hidup lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi
terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan
mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman, dan aktivitas yang sebelumnya
menarik bagi dirinya. Hamper semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan
energy. Mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas mengalami hendaya di
sekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan
baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur, khsusnya terjaga dini hari (terminal
insomnia) dan sering terbangun di malam hari karena memikirkan masalah yang
dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan

10
demikian pula dengan bertambah dan menurun berta badannya serta mengalami tidur
lebih lama dari yang biasanya
Pasien sering bangun dengan perasaan sangat depresi., dengan mood yang
meningkat secara bertahap selama seharian sampai mencapai keadaan terbaiknya di
malam hari, siklus diurnal ini dapat berulang berhari-hari dn disebut variasi durnal mood.
Biasanya terdapat penurunan libido yang bermakna dan pada perempuan yang
menstruasinya normal, dapat terjadi amenore.
Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90% pasien
depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapa menyebabkan timbulnya
penyakit lain secara bersamaan seperti diabetes, hipertensi, penyakit paru obstruktif
kronik dan penyakit jntung. Gejala lain termasuk haid yang tidak normal dan menurunnya
minat sera aktivitas seksual .

Diagnosis
a. Skala Penilaian Objektif untuk Depresi
Beberapa skala penilai objektif yang dapat digunakan dalam praktek dokter atau untuk
dokumentasi keadaan klinik depresi :
1. The Zung Self-Rating Depression Scale terdiri dari 20 butir skala pelaporan. Skor
normal adalah 34,skor depresi adalah 50. Skala tersebut meliputi indek global
intensitas gejala depresi pasien, termasuk kecenderungan ekspresi dari depresi.
2. The Raskin Depression Scale adalah suatu skala nilai yang mengukur beratnya
depresi, yang dilaporkan oleh pasien dan dokter pengamat, pada 5 poin skaladari
tiga dimensi meliputi pelaporan verbal, penampilan perilaku, dan gejala sekunder.
Skala berkisar antara 3 sampai 13,skor normaladalah 3, dan skor depresi adalah 7
atau lebih.
3. The Hamilton Rating Scale for Depression (Ham-D) adalah suatu skala depresi
yang terdri dari 24 item, tiap item berkisar antara 0 sampai 4 atau 0 sapai 2 dengan
total skor antara 0 sampai 76.dokter mengevaluasi jawaban pasien terhadap
pertanyaan tentang rasa bersalah pikiran bunuh diri, kebiasaan tidur dan gejala lain
dari depresi , dan penilaian diperoleh dari wawancara klinik.
b. Pemeriksaan status mental
1. Deskripsi umum:

11
Kemunduran psikomotor secara umum merupakan gejala yang paling
sering,meskipun agitasi psikomotor juga terlihat, terutama pada pasien usia lanjut.
Meremas tangan dan menarik rambut merupakan gejala dari agitasi. Secara
sederhana, pasien depresi mempunyai postur tubuh yang dibungkukkan, tidak ada
gerakan spontan,sedih, dan memalingkan wajah. Pada pemeriksaan klinis,pasien
depresi memperlihatkan keseluruhan gejala dari kemunduran psikomotor yang
tapak serupa dengan pasien skizofrenia katatonik
2. Mood, afek dan perasaan :
Gejala kunci adalah depresi, walaupun sekitar 50% pasien menyangkal perasaan
depresi dan tidak tampak depresi, anggota keluarga dan teman kerja sering
membawa pasien untuk terapi karena menarik diri dari lingkungan social dan
pengurangan aktifitas secara umum
3. Suara
Pengurangan jumlah dan volume bicara,mereka merespon pertanyaan dengan satu-
satu kata dan memperlihatkan perlambatan menjawab pertanyaan. Pemeriksa
dapat menunggu 2 atau 3 menit unutk pasien menjawab pertanyaan
4. Gangguan persepsi :
Gangguan depresi berat dengan cirri psikotik mempunyai delusi atau halusinasi.
Bahkan tanpa delusi atau halusinasi, beberapa dokter menyeut psychotic
depression, untuk kemunduran seara keseluruhan, membisu, tidak mandi, dan
kotor
Mood incongruent
Suatu kondisi yang pada saat bersamaan pada pasien depresi ditemukan adanya
delusi dan halusinasi yang menetap,selain itu juga ditemukan perasaan bersalah,
tidak berharga, kegagalan, penderitaan, dan keadaan terminal penyakit somatic
(seperti kanker dan kerusakan otak). Gambarannya adalah ketidaksesuaian antara
isi delusi atau halusinasi dengan mood depresi. Ketidaksesuain isi delusi dengan
mood pada pasien depresi meliputi tema grandiose tentang kemampuan yang
berlebihan, dan sesuatu yang berharga (sebagai contoh,pasien percaya bahwa
seseorang tersiksa karena dia adalah Messiah)
5. Pikiran

12
Pandangan negative terhadap dunia dan dirinya sendiri. Isi piker mereka sering
meliputi rasa kehilangan, rasa bersalah,pikiran bunuh diri, dan kematian. Sekitar
10% dari semua pasien depresi menunjukkan gejala gangguan pikiran, biasanya
dalam isi pikirnya adalah hambatan dan kemiskinan
6. Sensorium dan kognitif
Orientasi : kebanyakan pasien depresi tidak tergangguorientasinya baik
orang ,tempat, dan waktu, meskipun beberapadari mereka tidak
mempunyai tenaga atau minat untuk menjawab pertanyaan tentang subjk
tersebut selama wawancara
Memori Lsekitar 50% - 75% dari pasien depresi mempunyai hendaya
kognitif, kadnag-kadang ditunjukkan sebagai pseudodementia depresi.
Umumnya pasienmengeluhkan tidak mampu konsentrasi dan gampang
lupa.
7. Control impuls
Sekitar 10-15% melakukan bunuh diri dan dua pertiganya mempunyai ide untuk
bunuh diri. Pasien dengan ciri psikotik biasanya mempertimbangkan untuk
membunuh orang sebagai manifestasi delus, walaupun banyak pasien depresi
kurang tenaga atau motivasi untuk mengikuti suara hati untuk melakukan
kejahatan. Pasien dengan gangguan depresi meningkat risiko untuk bunuh diri
ketika energy mereka mulai meningkat dan menjalankan rencana untuk
menyelesaikan bunuh diri. Tidak bijaksana apabila dokter memberikan resep
antidepresan dalam jumlah besar, terutama obat trisklik, pada saat pasien keluar
dari rumah sakit

Pedoman Diagnostik (PPDGJ)


F.32 Episode depresif
Gejala utama pada gangguan depresif ringan, sedang dna berat :
Afek depresi
Kehilangan minat dan kegembiraan
Berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah
dan menurunnya aktivitas

13
Gejala lainnya adalah konsentrasi dan perhatian berkurang, harga dir dan
kepercayaan diri berkurang, pikiran rasa bersalahdan tidak berguna, pandangan
masa depan yang suram dan pesimistik,pikiran atau perbuatan yang
membahayakan diri atau bunuh diri, tidur terganggu dan nafsu makan terganggu

F. 32.0 Episode depresif ringan


Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif
seperti yang telah disebutkan di atas
Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan social yang
dilakukannya

F. 32.1 Episode depresif sedang


Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif
seperti yang disebutkan diatas
Ditambah sekurang-kurangnya 3 gejala lainnya
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya
Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2
minggu
Menghadapi kesulitan nyata dalam meneruskan kegiatan dan kegiatan
social,pekerjaan dan urusan rumah tangga

F. 32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik


Semua 3 gejala utama gangguan depresif harus ada
Ditambah sekurang-kuerangnya 3 dari gejala lainnya, dan beberapa
diantaranya harus berintensitas berat
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikomotor) yang
mencolok,maka penderita mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci. Dalam hal demikian, penliaian

14
secara menyeluruh terhadap episode gangguan depresif berat masih dapat
dibenarkan
Episode depresi biasanya harus berangsung sekurang-kurangnya 2 minggu,
akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,maka masih
dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2
minggu
Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan
social,pekerjaan, atau rumah tangga kecuali pada taraf yang sangat terbatas

F.32.3 Episode depresi berat dengan gejala psikotik


Episode depresi berat yang memenuhi kriteria D.32.2 tersebut diatas
disertai waham, halusinasi, atau stupor. Wahan biasnaya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan, aau malapetaka yang mengancam, dan pendrita
merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau
daging membusuk.retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada
stupor.
Jika diperlukan,waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afek.

F.33 Gangguan depresif berulang


Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari episode depresi ringan
(F.32.0), episode depresi sedang (F.32.1), dan episode depresi berat (F.32.3).
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan. Akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar.tanpa riwayat
adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan hiperaktvitas yang memenuhi
kriteria mania (F.30.1 dan F.30.2). Namun kategori ini tetap harus digunakan jika
ternyata ada episode singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang
memenuhi kriteria hipomania (F.30.0) segera setelah stuatu episode depresif
(kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan deperi.
Pemulihan keadaan biasnya sempurna di antara episode, namun sebagian kecil

15
pasienmungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia
lanjut (untuk keadaan ini , kategori ini harus tetap digunakan).

1.4 PENATALAKSANAAN
Dalam diagnosa depresi sudah perlu ditentukan berat sedangnya gejala depresi dan
besarnya kemungkinan bunuh diri. Informasi ini dapat diperoleh dengan menanyakan secara
bijkasana, biasanya penderita sering merasa lega bila ia dapat mengeluarkan pikiran-pikiran
bunuh diri kepada orang yang memahami masalahnya, tetapi pada beberapa penderita ada yang
tidak memberitahukan keinginan bunuh dirinya kepada pemeriksa karena takut di cegah. Bila
sering terdapat pikiran-pikiran atau rancangan bunuh diri, maka sebaiknya penderita dirawat di
rumah sakit dengan pemberian terapi elektrokonvulsi di samping psikoterapi dan obat anti
depresan(Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).
Sebagian besar klinisi dan peneliti percaya bahwa kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi
adalah pengobatan yang paling efektif untuk gangguan depresi berat. Tiga jenis psikoterapi
jangka pendek yaitu terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku, telah diteliti tentang
manfaatnya di dalam pengobatan gangguan depresi berat (Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).

Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku


Electro Convulsive Therapy (ECT)
ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak. Metode ini sering
digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan
respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik. Pada penderita dengan risiko bunuh
diri, ECT menjadi sangat penting karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan
dengan ECT lama rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek (Elvira, 2013).
Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada beberapa kondisi tindakan ECT
merupakan kontra indikasi. (Elvira, 2013):
a. Wanita hamil dan menyusui
b. Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )
c. Mempunyai riwayat kejang
d. Masih sekolah atau kuliah
e. Kondisi fisik kurang baik
f. Psikosis kronik

16
Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang menderita epilepsi,
tekanan tinggi intra kracial, kelainan infark jantung danTBC milier. Depresif berisiko
kambuh jika penderita tidak patuh, ketidaktahuan, pengaruh tradisi yang tidak percaya
dokter, dan tidak nyaman dengan efek samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan
yang paling efektif dan efek samping kecil. Terapi perubahan perilaku
dengancaramerupahpolahidupatauperikaluburukpasiendenganperilakusehat. Berbagai
metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive Behaviour Therapy) yang biasanya
dilakukan oleh konselor, psikolog dan psikiater (Elvira, 2013).

Psikoterapi
Psikoterapi merupakan terapi yang digunakan untuk menghilangkan atau
mengurangi keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya gangguan psikologik atau pola
perilaku maladaptif. Terapi dilakukan dengan cara membentuk hubungan profesional
antar terapis dengan penderita. Psikoterapi pada penderita gangguan depresif dapat
diberikan secara individu, kelompok, atau pasangan disesuaikan dengan gangguan
psikologik yang mendasarinya. Psikoterapi dilakukan dengan memberikan kehangatan,
empati, pengertian dan optimisme. Dalam pengambilan keputusan untuk melakukan
psikoterapi sangat dipengaruhi oleh penilaian dari dokter atau penderitanya (Sadock,
2014).
Penderita depresi biasanya menunjukkan penyimpangan kognitif yang spesifik.
Disebutkan ada trias kognitif yang mencakup (1) pandangan negative terhadap dirinya
sendiri, (2) pandangan terhadap lingkunganya ini menganggap dunia bermusuhan dengan
dirinya, (3) pandangan terhadap masa depan dengan bayangan penderitaan dan kegagalan.
Oleh sebab itu pentingnya dilakukan terapi perilaku kognitif (CBT) dengan cara merubah
pikiran-pikiran dan pandangan negative penderita (Elvira, 2013).

Terapi Farmakologi
Penting untuk menekankan kepada penderita bahwa ada beberapa fase pengobatan
sesuai dengan perjalanan gangguan depresif(Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010):
a. Fase akut bertujuan untuk meredakan gejala
b. Fase kelanjutan untuk mencegah kekambuhan

17
c. Fase pemeliharaan/rumatan untuk mencegah rekuren

Penggolongan Antidepresan
1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)
Mekanisme kerja : Obatobat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan
noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf (Arozal & Gan, 2013).
Efek samping :
Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung
dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia
berbahaya.
Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan
menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin,
tachycardia, serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat
berlebihan.
Sedasi
Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat
efek antinoradrenalin, hal ini sering terjadi pada penderita lansia,
mengakibatkan gangguan fungsi seksual.
Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan
bertambahnya nafsu makan dan berat badan.
Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit
Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat
timbul antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta
nyeri kepala dan otot.
Obat yang termasuk antidepresan klasik (Arozal & Gan, 2013):
a) Imipramin
Dosis : 75 atau 100 mg 2x seharipadaharipertama, kemudiandinaikkan 50
mg setiapharinyasampaisampai maksimum total harian200-250 mg sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard akut
Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat
penekan SSP

18
Perhatian : kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular, hipotensi,
gangguan untuk mengemudi, ibu hamil dan menyusui.

b) Klomipramin
Dosis : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis 250 mg
sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO,
gagal jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut sempit.
Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat neuro
adrenergik, dapat meningkatkan efek kardiovaskular dari noradrenalin atau
adrenalin, meningkatkan aktivitas dari obat penekan SSP, alkohol.
Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik,
kombinasi dengan beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik, penekan
SSP, anti kolinergik, penghambat reseptor serotonin selektif, antikoagulan,
simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi hati, gangguan untuk
mengemudi.

c) Amitriptilin
Dosis : 75 mgperharidan dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis
maksimum 150-300 mg seharisampaitimbulefekterapeutik.
Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, glaucoma, gangguan
depresif sumsum tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan
MAO.
Interaksi Obat : bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi,
bersama depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau analgetik
opiate mempotensiasi efek gangguan depresif SSP termasuk gangguan
depresif saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek antihipertensi
Perhatian : ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal
menurun,
glakuoma, kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan, menyusui,
epilepsi. Bola penderitasudahdiberikanpengobatan MAO
makaamitriptilinharusditunda minimal 2 minggu.

19
d) Lithium karbonat
Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum tidur
malam.
Kontra Indikasi : kehamilan atau berencana hamil, laktasi, gagal ginjal,
hati dan jantung, hipotyroid.
Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam,
metildopa,
tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin, indometasin.
Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan untuk evaluasi elektrolit,
penyakit infeksi, demam, influenza, gastroentritis, ISK, anak.

2. Antidepresan Generasi ke-2


Mekanisme kerja (Arozal & Gan, 2013):
SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini
secaraspesifikmenghambat resorpsi dari serotonin.
NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat ini tidak
berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin dan noradrenalin.
Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini lebih efektif daripada
SSRI.
Efek samping (Arozal & Gan, 2013):
Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri kepala,
gangguan tidur dan nervositas, agitasi atau kegelisahan yang sementara,
disfungsi seksual dengan ejakulasi dan orgasme terlambat.
Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan
menggigil, konvulsi, dan kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan
koordinasi. Kebanyakan terjadi pada penggunaan kombinasi obat-obat
generasi ke-2 bersama obat-obat klasik, MAO, litium atau triptofan,
lazimnya dalam waktu beberapa jam sampai 2- 3 minggu. Gejala ini
dilawan dengan antagonis serotonin (metisergida, propanolol).
Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang atau
sama sekali tidak ada.
Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :

20
a) Fluoxetin
Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam
dosistunggal atau terbagi.
Kontra Indikasi : Epelepsitidakstabil, hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal
ginjal yang berat, penggunaan bersama MAO.
Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP,
antidepresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein
plasma.
Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati dan
ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin, DM, hamil,
lansia.
b) Sertralin
Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.
Kontra Indikasi : Penggunaa bersama MAO dan hipersensitif terhadap
sertralin.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Perhatian : epilepsi tak stabil, hiponatremia, gangguan hati, terapi
elektrokonvulsi, hamil, menyusui, mengurangi kemampuan mengemudi dan
mengoperasikan mesin.
c) Citalopram
Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.
Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.
Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh
diri.
d) Fluvoxamine
Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,
maksimum dosis 300 mg.
Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.
Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi MAO,
insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi, hamil dan laktasi.
e) Mianserin

21
Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari
Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat : mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh diberikan dengan
atau dalam 2 minggu penghentian terapi.
Perhatian : dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi, diabetes,
insufiensi hati, ginjal, jantung.
f) Mirtazapin
Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.
Interaksi Obat : dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari alkohol, memperkuat
efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.
Perhatian : pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati, ginjal, jantung,
tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau gangguan psikotik lain, penghentian
terapi secara mendadak, lansia, hamil, laktasi, mengganggu kemampuan mengemudi
atau menjalankan mesin.
g) Venlafaxine
Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg 1x/hari.
Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak < 18 tahun.
Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.
Perhatian : riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal atau sirosis
hati, penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah jika penderita mendapat

3. Antidepresan MAO
Inhibitor Monoamin Oksidase (Monoamine Oxidase Inhibitor, MAOI)

Farmakologi
Monoamin oksidase merupakan suatu sistem enzim kompleks yang terdistribusi
luas dalam tubuh, berperan dalam dekomposisi amin biogenik, seperti norepinefrin,
epinefrin, dopamine, serotonin. MAOI menghambat sistem enzim ini, sehingga
menyebabkan peningkatan konsentrasi amin endogen (Arozal & Gan, 2013).
Ada dua tipe MAO yang telah teridentifikasi, yaitu MAO-A dan MAO-B. Kedua
enzim ini memiliki substrat yang berbeda serta perbedaan dalam sensitivitas terhadap

22
inhibitor. MAO-A cenderungan memiliki aktivitas deaminasi epinefrin, norepinefrin, dan
serotonin, sedangkan MAO-B memetabolisme benzilamin dan fenetilamin. Dopamin dan
tiramin dimetabolisme oleh kedua isoenzim. Pada jaringan syaraf, sistem enzim ini
mengatur dekomposisi metabolik katekolamin dan serotonin. MAOI hepatic
menginaktivasi monoamin yang bersirkulasi atau yang masuk melalui saluran cerna ke
dalam sirkulasi portal (misalnya tiramin) (Arozal & Gan, 2013).
Semua MAOI nonselektif yang digunakan sebagai antidepresan merupakan
inhibitor ireversibel, sehingga dibutuhkan sampai 2 minggu untuk mengembalikan
metabolism amin normal setelah penghentian obat. Hasil studi juga mengindikasikan
bahwa terapi MAOI kronik menyebabkan penurunan jumlah reseptor (down regulation)
adrenergic dan serotoninergik (Arozal & Gan, 2013)

Farmakokinetik
Absorpsi/distribusi Informasi mengenai farmakokinetik MAOI terbatas. MAOI
tampaknya terabsorpsi baik setelah pemberian oral. Kadar puncak tranilsipromin dan
fenelzin mencapai kadar puncaknya masing-masing dalam 2 dan 3 jam. Tetapi, inhibisi
MAO maksimal terjadi dalam 5 sampai 10 hari (Arozal & Gan, 2013)
Metabolisme/ekskresi metabolisme MAOI dari kelompok hidrazin (fenelzin,
isokarboksazid) diperkirakan menghasilkan metabolit aktif. Inaktivasi terjadi terutama
melalui asetilasi. Efek klinik fenelzin dapat berlanjut sampai 2 minggu setelah
penghentian terapi. Setelah penghentian tranilsipromin, aktivitas MAO kembali dalam 3
sampai 5 hari (dapat sampai 10 Hari). Fenelzin dan isokarboksazid dieksresi melalui urin
sebagian besar dalam bentuk metabolitnya. Populasi khusus asetilator lambat:
Asetilasi lambat dari MAOI hidrazin dapat memperhebat efek setelah pemberian dosis
standar (Arozal & Gan, 2013).
Indikasi
Depresi: Secara umum, MAOI diindikasikan pada penderita dengan depresi
atipikal (eksogen) dan pada beberapa penderita yang tidak berespon terhadap terapi
antidpresif lainnya. MAOI jarang dipakai sebagai obat pilihan (Arozal & Gan, 2013)
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap senyawa ini; feokromositoma; gagal jantung kongestif;
riwayat penyakit liver atau fungsi liver abnormal; gangguan ginjal parah; gangguan

23
serebrovaskular; penyakit kardiovaskular; hipertensi; riwayat sakit kepala; pemberian
bersama dengan MAOI lainnya; senyawa yang terkait dibenzazepin termasuk
antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan siklobenzaprin; bupropion; SRRI; buspiron;
simpatomimetik; meperidin; dekstrometorfan; senyawa anestetik; depresan SSP;
antihipertensif; kafein; keju atau makanan lain dengan kandungan tiramin tinggi (Arozal
& Gan, 2013)
Peringatan
Memburuknya gejala klinik serta risiko bunuh diri: Penderita dengan gangguan
depresif mayor, dewasa maupun anak-anak, dapat mengalami perburukan depresinya
dan/atau munculnya ide atau perilaku yang mengarah pada bunuh diri (suicidality), atau
perubahan perilaku yang tidak biasa, yang tidak berkaitan dengan pemakaian
antidepresan, dan risiko ini dapat bertahan sampai terjadinya pengurangan jumlah obat
secara signifikan. Ada kekhawatiran bahwa antidepresan berperan dalam menginduksi
memburuknya depresi dan kemunculan suicidality pada penderita tertentu. Antidepresan
meningkatkan risiko pemikiran dan perilaku yang mengarah pada bunuh diri (suicidality)
dalam studi jangka pendek pada anak-anak dan dewasa yang menderita gangguan depresif
mayor serta gangguan psikiatrik lainnya (Arozal & Gan, 2013)
Krisis hipertensif: reaksi paling serius melibatkan perubahan tekanan darah; tidak
dianjurkan untuk menggunakan MAOI pada penderita lanjut usia atau berkondisi lemah
atau mengalami hipertensi, penyakit kardiovaskular atau serebrovaskular, atau pemberian
bersama obat-obatan atau makanan tertentu. Karakteristik gejala krisis dapat berupa: sakit
kepala pada daerah oksipital (belakang) yang dapat menjalar ke daerah frontal (depan),
palpitasi (tidak beraturannya pulsa jantung), kekakuan/sakit leher, nausea, muntah,
berkeringat (terkadang bersama demam atau kulit yang dingin), dilatasi pupil, fotofobia.
Takhikardia atau bradikardia dapat terjadi dan dapat menyertai sakit dada. Pendarahan
intrakranial (terkadang fatal) telah dilaporkan berkaitan dengan peningkatan tekanan
darah paradoks. Harus sering diamati tekanan darah, tapi jangan bergantung sepenuhnya
pada pembacaan tekanan darah, melainkan penderita harus sering pula diamati. Bila krisis
hipertensi terjadi, hentikan segera penggunaan obat dan laksanakan terapi untuk
menurunkan tekanan darah (Arozal & Gan, 2013)
Jangan menggunakan reserpin parenteral. Sakit kepala cenderung mereda sejalan
dengan menurunnya tekanan darah. Berikan senyawa pemblok alfa adrenergik seperti

24
fentolamin 5 mg i.v. perlahan untuk menghindari efek hipotensif berlebihan. Tangani
demam dengan pendinginan eksternal (Arozal & Gan, 2013)
Peringatan kepada penderita: Peringatkan penderita agar tidak memakan
makanan yang kaya tiramin, dopamine, atau triptofan selama pemakaian dan dalam waktu
2 minggu setelah penghentian MAOI. Setiap makanan kaya protein yang telah disimpan
lama untuk tujuan peningkatan aroma diduga dapat menyebabkan krisis hipertensif pada
penderita yang menggunakan MAOI. Juga peringatkan penderita untuk tidak
mengkonsumsi minuman beralkohol serta obat- obatan yang mengandung amin
simpatomimetik selama terapi dengan MAOI. Instruksikan kepada penderita untuk tidak
mengkonsumsi kafein dalam bentuk apapun secara berlebihan serta malaporkan segera
adanya sakit kepala atau gejala lainnya yang tidak biasa (Arozal & Gan, 2013)
Risiko bunuh diri: Pada penderita yang mempunyai kecenderungan bunuh diri,
tidak ada satu bentuk penanganan pun, seperti MAOI, elektrokonvulsif, atau terapi
lainnya, yang dijadikan sandaran tunggal untuk terapi. Dianjurkan untuk melakukan
penanganan ketat, lebih baik dilakukan perawatan di rumah sakit (Arozal & Gan, 2013)
Pemberian bersamaan antidepresan: Pada penderita yang menerima suatu SRRI
dalam kombinasi dengan MAOI, telah dilaporkan reaksi serius yang terkadang fatal
termasuk hipertermia, kekakuan, mioklonus, instabilitas otonom disertai fluktuasi cepat
pada tanda vital, dan perubahan status mental termasuk agitasi hebat, yang meningkat
menjadi delirium dan koma. Reaksi ini telah terjadi pada penderita yang baru saja
menghentikan SRRI dan baru mulai menggunakan MAOI. Bila terjadi pengalihan dari
SRRI ke MAOI, maka harus ada selang 2 minggu diantara pergantian (Arozal & Gan,
2013)
Setelah penghentian fluoxetin, maka harus ada selang 1 atau 2 minggu sebelum
mulai menggunakan MAOI. Jangan memberikan MAOI bersama atau segera setelah
antidepresan trisiklik. Kombinasi ini menyebabkan seizure, koma, hipereksitabilitas,
hipertermia, takhikardia, takhipnea, sakit kepala, midriasis, kemerahan kulit,
kebingungan, koagulasi intravaskular meluas, dan kematian. Beri selang paling tidak 14
hari diantara penghentian MAOI dan mulainya antidepresan trisiklik (Arozal & Gan,
2013).

2.8. PROGNOSIS

25
Gangguan depresi berat bukan merupakan gangguan yang ringan. Keadaan ini cenderung
merupakan gangguan yang kronis dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Pasien yang
dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif memiliki kemungkinan 50 %
untuk pulih di dalam tahun pertama(Kaplan, Sadock, & Grebb, 2010).
Rekurensi episode depresi berat juga sering, kira-kira 30 sampai 50 % dalam dua tahun
pertama dan kira-kira 50 sampai 70 % dalam 5 tahun. Insidensi relaps adalah jauh lebih rendah
dari pada angka tersebut pada pasien yang meneruskan terapi psikofarmakologis profilaksis dan
pada pasien yang hanya mengalami satu atau dua episode depresi(Kaplan, Sadock, & Grebb,
2010).

26
PEMBAHASAN

Teori Fakta
pasienmengalami episode Dialami kurang lebihselama2 minggu
psikosisakut yang
berlangsunglebihdari 1 hari,
tetapikurangdari 2 minggu Pasien mengamuk hingga memukul orang yang ada di
Perubahanperilaku; dekatnya
menjadianehataumenakutka
nsepertimenyendiri,
kecurigaanberlebihan, Sering mondar-mandir di rumah
mengancamdirisendiri,
orang lain ataulingkungan,
bicaradantertawasertamarah Sering bicara sendiritidakterkontrol
-
marahataumemukultanpaala Sering marah-marah.
san.
Halusinasi (persepsiindera
yang salahatau yang
dibayangkan : misalnya,
mendengarsuara yang
takadasumbernyaataumeliha
tsesuatu yang
tidakadabendanya)
Waham (ide yang
dipegangteguh yang
nyatasalahdantidakdapatdite
rimaolehkelompoksosialpas
ien,
misalnyapasienpercayabah

27
wamerekadiracuniolehtetan
gga,
menerimapesandaritelevisi,
ataumerasadiamati/diawasio
leh orang lain) Risperidone 2mg 3x1
Agitasiatauperilakuaneh Paracetamol 500 mg 3x1
(bizar)

Pembicaraananehataukacau
(disorganisasi)
Keadaanemosional yang Psikoterapi
labildanekstrim (iritabel) 1) Memotivasipasienuntukmenjalani proses
Obat antipsikotik terapisehinggadapatterjadiperbaikankondisi.
Haloperidol 2-5 mg, 1 2) Memberikankepercayaandirikepadapasienbahwadiadapatbe
sampai 3 kali sehari, atau nar-benarsembuhdanmerubahperilakunya.
Chlorpromazine 100-200 3) Memberikanpenjelasankepadakeluargaterdekatmengenaikea
mg, 1 sampai 3 kali daanpasiensaatini.
sehari.Obat antiansietas 4) Menyarankankepadakeluargauntuksenantiasamemotivasida
juga bisa digunakan nmendukungpasienuntukdapatmenanganidanmeresponspasi
bersama dengan en.
neuroleptika untuk
mengendalikan agitasi akut.
Psikoterapi
1) Bantu keluarga mengenal
aspek hukum yang berkaitan
dengan pengobatan psikiatrik
antara lain : hak pasien,
kewajiban dan tanggung
jawab keluarga dalam
pengobatan pasien
2) Dampingi pasien dan

28
keluarga untuk mengurangi
stress dan kontak dengan
stressor
3) Motivasi pasien agar
melakukan aktivitas sehari-
hari setelah gejala membaik

Berdasarkan anamnesa yang diperoleh secara autoanamnesa dan heteroanamnesa, gejala


yang dialami pasien mencakup sebagian besar gejala-gejala gangguan psikotik akut. Hal ini
sesuai dengan literature yang menyatakan bahwa gejala utama dari Psikotik yang ditandai dengan
ketidak mampuan individu menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham
atau perilaku kacau/aneh. Perilaku yang diperlihatkan oleh pasien yaitu mendengar suara-suara
yang tidak ada sumbernya, keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal, kebingungan
atau disorientasi, dan perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri,
kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara dan tertawa
serta marah-marah atau memukul tanpa alasan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

Indonesia (PPDGJ). Edisi ke III. Jakarta.

Kaplan, Sadock. 2010. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Edisi 10. Alih

bahasa: Widjaja Kusuma. Jawa Barat: Binarupa Aksara.

Maslim, R. Buku Saku Diagnosis Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Bagian Ilmu

Kedokteran Jiwa Unika Atmajaya: Jakarta. 2003.

Maslim, R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik edisi ketiga. Bagian ilmu

Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.2007.

30

Anda mungkin juga menyukai