Anda di halaman 1dari 22

BAGIAN ILMU KESEHATAN JIWA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN 2 SEPTEMBER 2016


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

COGNITIVE BEHAVIOR THERAPY

OLEH
A. SITTI RAHMATULLAH
111 2015 2245

PEMBIMBING
dr. HAM F. SUSANTO, M.Kes, Sp.KJ.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2016
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:
Nama : A. Sitti Rahmatullah
NIM : 111 2015 2245
Judul Referat : Cognitive Behavior Therapy
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, September 2016

Pembimbing

dr. Ham F. Susanto, M.Kes, Sp.KJ

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
Latar Belakang ................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 3
A. Definisi Cognitive Behavioral Therapy ......................................... 3
B. Karakteristik Cognitive Behavior Therap ....................................... 5
C. Prinsip Dasar Cognitive Behavior Therapy .................................... 6
D. Tujuan Cognitive Behavior Therapy .............................................. 8
E. Teknik Cognitive Behavior Therapy.............................................. 9
F. Tahap Pelaksanaan Cognitive Behavior Therapy ......................... 13
BAB III PENUTUP ...................................................................................... 18
Kesimpulan. ...................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berfikir merupakan ciri khas dari manusia yang membedakannya dengan
makhluk lain. Ciri inilah membuat manusia disebut sebagai anima intelectiva.
Melalui berfikir, manusia memutuskan tindakannya, karena berfikir merupakan
fungsi kognitif manusia. Manusia tidak hanya menerima rangsangan dari apa yang
dilihatnya melalui pengindraannya, mengingat peristiwa, serta menghubungkan
satu peristiwa dengan peristiwa lainnya dengan landasan hukum asosiatif, namun
mengolah informasi yang diperolehnya melalui pengalaman hidup serta fungsi
kognitifnya. Hal ini membuat berbagai asumsi mengenai informasi yang diterima
manusia di dalam benaknya dengan mempertimbangkan berbagai hal melalui
proses berfikir dan mengambil keputusan atas dasar pertimbangan yang dipikirkan
secara matang. Inilah ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan salah satu pendekatan
psikoterapi yang paling banyak diterapkan dan telah terbukti efektif dalam
mengatasi berbagai gangguan, termasuk kecemasan dan depresi. CBT pertama
kali dicetuskan oleh Aaron Beck. Asumsi yang mendasari Cognitive Behavioral
Therapy CBT, terutama untuk kasus depresi yaitu bahwa gangguan emosional
berasal dari distorsi (penyimpangan) dalam berpikir. Perbaikan dalam keadaan
emosi hanya dapat berlangsung lama kalau dicapai perubahan pola-pola berpikir
selama proses terapi. Demikian pula pada pasien pola berpikir yang maladaptive
(disfungsi kognitif) dan gangguan perilaku. Dengan memahami dan merubah pola
tersebut, pasien diharapkan mampu melakukan perubahan cara berpikirnya dan
mampu mengendalikan gejala gejala dari gangguan yang dialami.
Monty P. Satiadarma mengatakan bahwa penyimpangan prilaku manusia
terjadi karena adanya penyimpangan fungsi kognitif. Untuk memberbaiki perilaku
manusia yang mengalami penyimpangan tersebut terlebih dahulu harus dilakukan
perbaikan terhadap fungsi kognitif manusia. Pernyataan ini menunjukan
pentingnya pengaruh aspek kognitif terhadap perilaku manusia. Peran kognitif

1
dalam mempertimbangkan keputusan untuk malakukan tindakan tertentu menjadi
fokus perhatian dalam pendekatan cognitive-behavior therapy.
CBT merupakan sebuah pendekatan yang memiliki pengaruh dari
pendekatan cognitive therapy dan behavior therapy. Oleh sebab itu, Matson &
Ollendick mengungkapkan bahwasanya CBT merupakan perpaduan pendekatan
dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior therapy. Sehingga
langkah-langkah yang dilakukan oleh cognitive therapy dan behavior therapy ada
dalam konseling yang dilakukan oleh CBT. Karakteristik CBT yang tidak hanya
menekankan pada perubahan pemahaman konseli dari sisi kognitif namun
memberikan konseling pada perilaku ke arah yang lebih baik dianggap sebagai
pendekatan konseling yang tepat untuk diterapkan di Indonesia.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Cognitive Behavior Therapy (CBT)


Cognitive behavior therapy adalah sebuah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan intervensi psikoterapeutik yang bertujuan untuk mengurangi
distres psikologis dan perilaku maladaptif dengan mengubah proses kognitif.
CBT memiliki asumsi dasar bahwa afek dan perilaku sebagian besar
merupakan produk kognisi, oleh karena itu intervensi kognitif dan perilaku
dapat membawa perubahan pada pemikiran, perasaan, dan perilaku.
Aaron T. Beck (1964) mendefinisikan CBT sebagai pendekatan
konseling yang dirancang untuk menyelesaikan permasalahan pasien pada saat
ini dengan cara melakukan restrukturisasi kognitif dan perilaku yang
menyimpang. Pedekatan CBT didasarkan pada formulasi kognitif, keyakinan
dan strategi perilaku yang mengganggu. Proses konseling didasarkan pada
konseptualisasi atau pemahaman pasien atas keyakinan khusus dan pola
perilaku pasien. Harapan dari CBT yaitu munculnya restrukturisasi kognitif
yang menyimpang dan sistem kepercayaan untuk membawa perubahan emosi
dan perilaku ke arah yang lebih baik.
Matson & Ollendick (1988: 44) mengungkapkan definisi cognitive-
behavior therapy yaitu pendekatan dengan sejumlah prosedur yang secara
spesifik menggunakan kognisi sebagai bagian utama konseling. Fokus
konseling yaitu persepsi, kepercayaan dan pikiran.
Para ahli yang tergabung dalam National Association of Cognitive-
Behavioral Therapists (NACBT), mengungkapkan bahwa definisi
dari cognitive-behavior therapy yaitu suatu pendekatan psikoterapi yang
menekankan peran penting berpikir bagaimana kita merasakan dan apa yang
kita lakukan.
Bush (2003) mengungkapkan bahwa CBT merupakan perpaduan dari
dua pendekatan dalam psikoterapi yaitu cognitive therapy dan behavior
therapy. Terapi kognitif memfokuskan pada pikiran, asumsi dan kepercayaan.

3
Terapi kognitif memfasilitasi individu belajar mengenali dan mengubah
kesalahan. Terapi kognitif tidak hanya berkaitan dengan positive thinking,
tetapi berkaitan pula dengan happy thinking. Sedangkan terapi tingkah laku
membantu membangun hubungan antara situasi permasalahan dengan
kebiasaan mereaksi permasalahan. Individu belajar mengubah perilaku,
menenangkan pikiran dan tubuh sehingga merasa lebih baik, berpikir lebih
jelas dan membantu membuat keputusan yang tepat.
Pikiran negatif, perilaku negatif, dan perasaan tidak nyaman dapat
membawa individu pada permasalahan psikologis yang lebih serius, seperti
depresi, trauma, dan gangguan kecemasan. Perasaan tidak nyaman atau negatif
pada dasarnya diciptakan oleh pikiran dan perilaku yang disfungsional. Oleh
sebab itu dalam konseling, pikiran dan perilaku yang disfungsional harus
direkonstruksi sehingga dapat kembali berfungsi secara normal.

B. Karakteristik Cognitive Behavior Therapy


Terdapat beberapa karakteristik dasar dalam CBT, yaitu:
1. Memiliki panduan teoritis
CBT didasarkan pada model yang telah terbukti secara empiris dan
memberikan dasar untuk rasional, fokus, dan sifat dari intervensi ini. Oleh
karena itu, CBT bersifat kohesif dan rasional, bukan sekedar kumpulan
teknikteknik yang terpisah.
2. Melibatkan kolaborasi antara terapis dan klien
CBT pada dasarnya merupakan sebuah proyek kolaborasi antara
terapis dan klien. Kedua pihak memiliki peran aktif dengan keahlian yang
berbeda. Terapis dianggap sebagai pihak yang memiliki keahlian untuk
menemukan cara yang efektif guna menyelesaikan masalah, sedangkan
klien merupakan pihak yang ahli dalam mengenali masalah berdasarkan
pengalamannya selama ini. Klien juga memiliki peran aktif dalam
mengidentifikasi tujuan, menetapkan target, bereksperimen, berlatih, dan
memonitor performa mereka.

4
Pembagian peran ini menuntut terapis dan klien untuk saling terbuka
dan jujur selama proses terapi berlangsung. Terapis harus menjelaskan
proses yang sedang berlangsung dan kenapa proses ini terjadi, selain itu
terapis juga dapat meminta klien untuk memberikan masukan mengenai
apa yang dirasa membantu dan tidak bagi klien. Pada dasarnya,
pendekatan CBT memang dirancang untuk memfasilitasi kontrol diri yang
lebih besar dan efektif dengan adanya terapis yang memberikan
framework dimana kontrol diri tersebut dapat terjadi.
3. Memiliki struktur dan berorientasi pada masalah
CBT merupakan terapi yang terstruktur dan berfokus pada
penyelesaian masalah. Awalnya terapis dan klien harus mengidentifikasi
masalah dan mendeskripsikan masalah dengan spesifik untuk kemudian
fokus dalam memecahkan atau mengurangi masalah tersebut. Setelah itu
terapis dan klien harus membuat tujuan untuk setiap masalah dan tujuan
ini merupakan fokus dari treatment yang diberikan. Tujuan ini dibuat
dengan berdasarkan harapan klien akan akhir dan hasil dari treatment.
4. Singkat
Lamanya terapi relative singkat dan berlangsung kira-kira 25
minggu. Lamanya terapi dapat berubah tergantung kemajuan yang dicapai
klien. Jika terapis menilai bahwa treatment yang diberikan tidak
membantu atau tidak ada lagi kemajuan yang didapat, terapis dapat
mengakhiri treatment yang sedang berlangsung. Sedangkan apabila klien
dianggap membuat kemajuan namun masalah residual masih ada, terapis
dapat melanjutkan treatment yang sedang berlangsung. Terapis juga patut
mempertimbangkan keuntungan bagi klien untuk menangai masalah
residual yang muncul secara mandiri.

5
C. Prinsip Dasar Cognitive Behavior Therapy
Cognitive Behavior Therapy (CBT) mengandung beberapa prinsip dasar
seperti:
1. Prinsip kognitif
Ide utama dari prinsip kognitif ini adalah bahwa reaksi emosional
dan perilaku individu dipengaruhi dengan kuat oleh kognisi mereka, yaitu
pemikiran, kepercayaan, dan interpretasi mereka mengenai diri mereka
atau situasi yang mereka hadapi atau dengan kata lain arti yang mereka
berikan terhadap kejadian yang terjadi dalam hidup mereka. Kejadian yang
ada tidak serta merta menghasilkan suatu reaksi tertentu, karena terdapat
reaksi yang berbeda-beda dari tiap individu yang menghadapi kejadian
yang sama. Jadi ada hal lain yang menentukan reaksi individu terhadap
suatu kejadian yaitu kognisi mereka. Saat terdapat dua orang yang
bereaksi secara berbeda terhadap suatu kejadian yang sama, hal ini
dikarenakan mereka menginterpretasi kejadian itu dengan cara yang
berbeda. Kognisi yang berbeda menghasilkan reaksi emosi yang berbeda
pula.
2. Prinsip perilaku
Perilaku juga merupakan bagian yang penting dalam
mempertahankan atau merubah keadaan psikologis seseorang. CBT
percaya bahwa perilaku memiliki dampak yang kuat terhadap pemikiran
dan emosi seseorang, merubah perilaku klien merupakan suatu cara yang
dapat diusahakan untuk mengubah pemikiran dan emosi seseorang.
3. Prinsip continuum
CBT melihat masalah kesehatan mental sebagai versi ekstrim dari
proses yang biasa terjadi bukan merupakan sebuah keadaan yang secara
kualitatif berbeda dari keadaan maupun proses normal. Atau dengan kata
lain, masalah psikologis berada di ujung lain dari sebuah kontinuum bukan
sebuah dimensi yang benar-benar berbeda. Oleh karena itu, masalah
psikologis ini dapat terjadi pada siapa saja dan teori CBT dapat
diaplikasikan kepada klien dan terapis.

6
4. Prinsip here and now
Fokus utama dari terapi ini adalah apa yang terjadi saat ini dan
proses apa yang sampai saat ini terjadi sehingga masalah yang ada tetap
bertahan. Tidak seperti psikoanalisa, CBT tidak melihat proses yang
membentuk masalah tersebut terjadi.
5. Prinsip interacting systems
CBT melihat bahwa masalah seharusnya dianalisa sebagai interaksi
yang terjadi antara individu dan lingkungan. Dalam CBT dikenal empat
sistem, yaitu kognisi, afek/emosi, perilaku, dan fisiologi. Keempat sistem
tersebut saling berinteraksi dalam proses feedback yang kompleks dan
juga berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan yang dimaksud bukan
hanya lingkungan fisik, tetapi juga lingkungan sosial, keluarga, budaya,
dan ekonomi.

Terkait dengan perlunya pemahaman tentang prinsip-prinsip CBT,


Meichenbaum mengemukakan 10 hal yang harus diperhatikan seorang terapis
dalam penggunaan CBT, yaitu:
1. Terapis perlu memahami bahwa perilaku klien ditentukan oleh pikiran,
perasaan, proses fisiologis, dan akibat yang dialaminya. Terapis dapat
memasuki sistem interaksi dengan memfokuskan pada pikiran, perasaan,
proses fisiologis, dan perilaku yang dihasilkan klien.
2. Proses kognitif sebenarnya tidak menyebabkan kesulitan emosional,
namun yang menyebabkan kesulitan emosional adalah karena proses
kognitif itu sendiri merupakan proses interaksi yang kompleks. Bagian
penting dari proses kognisi adalah meta-kognisi yaitu pasien berusaha
untuk memberi komentar secara internal pada pola pemikiran dan
perilakunya saat itu. Struktur kognisi yang dibuat individu untuk
mengorganisasi pengalaman adalah personal skema. Terapis perlu
memahami personal skema yang digunakan oleh pasien untuk lebih
mamahami masalah yang dialami pasien. Perubahan personal skema yang
tidak efektif adalah bagian yang penting dari terapi.

7
3. Tugas penting dari seorang terapis adalah menolong pasien untuk
memahami cara pasien membentuk dan menafsirkan realitas.
4. Modifikasi perilaku-kognitif memahami persoalan dengan pendekatan
psikoterapi yang diambil dari sisi rasional atau objektif.
5. Modifikasi perilaku-kognitif ditekankan pada penjabaran serta penemuan
proses pemahaman pengalaman pasien.
6. Dimensi yang cukup penting adalah untuk mencegah kekambuhan
kembali.
7. Modifikasi perilaku-kognitif melihat bahwa hubungan baik yang dibangun
antara pasien dan terapis merupakan sesuatu yang penting dalam proses
perubahan pasien.
8. Emosi memainkan peran yang penting dalam terapi, untuk itu pasien perlu
dibawa ke dalam suasana terapi yang mengungkap pengalaman emosi.
9. Terapis perlu menjalin kerjasama dengan pihak keluarga ataupun pasangan
pasien.
10. Modifikasi perilaku-kognitif dapat diperluas sebagai proses pencegahan
timbulnya perilaku maladaptif.

D. Tujuan Cognitive Behavior Therapy


Tujuan utama dari CBT adalah untuk meningkatkan self awareness,
memfasilitasi pemahaman diri yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri
dengan mengembangkan kemampuan kognitif dan perilaku yang lebih tepat.
Pengembangan kemampuan kognitif dapat dilakukan dengan mengubah
pemikiran dan keyakinan disfungsional yang bersifat negatif, bias, dan self
critical. Terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan kemampuan kognitif ini, antara lain dengan mencetuskan
pikiran otomatis, mengidentifikasi dugaan maladaptive yang mendasari, serta
menguji validitas dugaan maladaptive. Sedangkan pengembangan perilaku
yang lebih adaptif dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain
menjadwalkan aktivitas, penguasaan dan kesenangan, tugas bertahap, latihan
kognitif, pelatihan untuk bergantung pada diri sendiri, bermain peran, dan

8
teknik diversi. Adanya keterampilan kognitif dan perilaku yang baru membuat
individu menghadapi situasi sulit dengan cara yang lebih tepat.

E. Teknik Cognitive Behavior Therapy


Gagasan dasar CBT dapat disimpulkan dalam ungkapan Apa yang kita
pikirkan menentukan apa yang kita rasakan. CBT adalah model teoretis
yang menghubungkan pikiran dengan emosi dan perilaku kita. Jika seseorang
memiliki pikiran negatif, maka perasaannya pun akan menjadi negatif dan
tubuh juga akan berdampak negatif oleh karenanya. Dengan kata lain,
perasaan tentang suatu peristiwa tergantung pada pikiran terhadap peristiwa
tersebut, bukan karena peristiwa itu sendiri.
Pikiran negatif adalah pikiran yang terbatas, dimana seseorang
mengurung dirinya, menciptakan percakapan dalam diri yang kemudian
melemahkan diri sendiri. CBT menunjukan bagaimana cara untuk
mengembangkan kemampuan melihat semua hal dari berbagai sudut.

Kognitif/Pikiran

Situasi
Aksi

Perasaan

(fisik dan emosional)

Gambar 1. Model CBT

9
Bagan sederhana yang bisa digunakan untuk melukiskan hal tersebut
dapat dilihat pada gambar 1. Gambar ini adalah bentuk model CBT yang
paling sederhana. Pada titik ini penting artinya untuk menyadari bahwa
pikiran tidak hanya bertindak sebagai alat untuk memprediksi hasil, namun
pikiran juga memainkan peran penting dalam membentuk perasaan kita.
Sebenarnya pikiran itu sendiri kecil sekali pengaruhnya terhadap
manusia. Seseorang bisa memikirkan apa saja yang mereka mau, namun emosi
yang ditimbulkan oleh pikiran adalah yang sebenarnya membuat seseorang
senang atau terganggu. Perpaduan pikiran-emosi inilah yang sangat kuat
pengaruhnya, yang menentukan reaksi dan respons seseorang, dan selanjutnya
juga menentukan hasil yang akan didapatkan. Berikut beberapa teknik yang
digunakan dalam CBT antara lain:
1. Cognitive Restructuring Methods
Konsep dasar Cognitive Restructuring Methods yaitu untuk
membantu pasien mengidentifikasi pikiran-pikiran buruknya, kemudian
menggantinya dengan pikiran-pikiran yang lebih rasional dan realistis.
Ada dua jenis Cognitive Restructuring Methods :
a. Elliss Rational-Emotive (Behavior ) Therapy
- Masalah emosi berasal dari pernyataan irrasional ketika
menghadapi kejadian yang tidak sesuai dengan harapannya.
- Mengajarkan pasien mengubah pikiran irrasional menjadi pikiran
rasional yang lebih positif dan realistis.
- Menantang pikiran irasional dengan memberikan interpretasi
rasional terhadap kejadian buruk yang menimpa klien.
- Memberikan tugas rumah.
b. Becks Cognitive Therapy
- Gangguan emosi karena adanya disfungsi berpikir (dichotomous
thinking, overgeneralization, magnification).
- Mengidentifikasi disfungsi berpikir dan asumsi maladaptif yang
menjelaskan emosi yang tidak menyenagkan.

10
- Menetralisir disfungsi berpikir testing realitas
- Memberikan tugas rumah
2. Self Instructional Coping Methods (Meichenbaum)
Konsep Self Instructional Coping Methods yaitu mengganti pikiran
negatif menjadi positif.
Self instruction untuk mengubah perilaku
Langkah-langkah dalam Self Instructional Coping Methods :
a. Mengidentifikasi stimulus yang menyebabkan stress negative self
statement.
b. Melalui modelling atau behaviour rehearsal pasien belajar self talk
untuk menetralisir negatif self statement ketika situasi yang
menimbulkan stress muncul.
c. Mengajarkan pasien self instruction (misalnya menarik napas panjang).
d. Mengajarkan pasien self reinforcing setelah berhasil menguasai situasi.
3. Problem Solving Methods (Dzurilla & Golfried)
Asumsi dasar yaitu problem solving mengandung proses perilakuan,
baik overt (tampak), atau kognitif yang menyediakan berbagai alternatif
respon efektif untuk menyelesaikan situasi problematis, dan meningkatkan
kemungkinan memilih respon-respon yang paling efektif dari berbagai
alternatif tersebut. Tujuan Pelatihan bukan untuk memberikan solusi tetapi
memberikan ketrampilan umum supaya individu memiliki kemampuan
menyelesaikan berbagai problem secara efektif.
Tahap Problem Solving:
a. Orientasi Umum
- Menjelaskan dasar pikiran
- Mengarahkan pemahaman yang merupakan bagian hidupnya.
- Menekankan pada pasien bahwa ia harus belajar mengenali situasi
yang terjadi dan responnya yang seharusnya tidak dimunculkan
secara otomatis
- Pasien dapat bertanya

11
- Pasien menceritakan situasi problematis yang dialami dan reaksi
yang berhubungan dengan pemikiran dan perasaannya.
b. Definisi & Formulasi Problem
- Pada mulanya pasien menceritakan problem secara samar dan
abstrak (gambaran umum)
- Klien harus belajar menceritakan problem secara spesifik dan
mendetail.
- Tidak hanya menceritakan kejadian yang eksternal, tetapi juga
pikiran dan perasaan yang terlibat di dalamnya.
- Pasien belajar memisahkan informasi yang tidak relevan dan
memfokuskan pada informasi yang berhubungan dengan
problemnya.
c. Membuat Alternatif
- Setelah mendefinisikan masalah dengan tepat, klien diinstruksikan
melakukan brainstorming tentang solusi-solusi yang mungkin
dilakukan.
- Setelah klien mengidentifikasi beberapa alternatif respon penting,
ia siap membuat keputusan berkaitan dengan strategi berikutnya.
d. Mengambil Keputusan
- Membuat estimasi dari beberapa alternatif yang muncul
- Memperkirakan kemungkinan efektivitas dan konsekuensi jangka
pendek dan panjang.
- Membuat evaluasi.
e. Verifikasi
- Setelah ditemukan pemecahan masalah, dibuat pelatihan dan
diwujudkan dalam kehidupan nyata dalam tingkah lakunya.
- Terapis perlu memotivasi dan membimbing pasien untuk
menerapkan tingkah laku yang dipilih.
- Mengevaluasi apa yang telah dilakukan.

12
F. Tahap Pelaksanaan Cognitive Behavior Therapy
Sesi inisial dalam CBT biasanya ditujukan untuk membangun relasi
dengan klien, menggali informasi penting, dan mengidentifikasi keluhan yang
muncul. Dalam membangun relasi dengan klien, terapis dapat mengawali
dengan menanyakan perasaan dan pemikiran klien mengenai harapan klien
dari terapi. Selain itu, terapis juga dapat menjelaskan mengenai hubungan
antara kognisi dan afek dari sudut pandang CBT. Terapis juga mulai dapat
membiasakan klien terhadap CBT dan membangun hubungan yang kolaboratif
serta meluruskan konsepsi yang salah mengenai terapi. Pada awal sesi, klien
sudah harus dijelaskan bahwa tujuan utama terapi adalah untuk membuat klien
belajar menjadi terapis bagi dirinya sendiri.
Informasi yang seharusnya dapat digali oleh terapis pada sesi-sesi awal
adalah diagnosis, pengalaman masa lalu, situasi hidup saat ini, masalah
psikologis yang ada, sikap terhadap treatment, dan motivasi untuk mengikuti
treatment. Pada sesi pertama, terapis juga dapat mulai mendefinisikan masalah
dan membantu klien melakukan symptom relief. Identifikasi masalah dan
pengumpulan informasi mengenai latar belakang munculnya masalah dapat
dilakukan dalam beberapa sesi. Walaupun demikian, pada sesi pertama terapis
harus dapat fokus dalam mengidentifikasi masalah secara spesifik dan
menyediakan kelegaan yang cepat bagi klien.
Dalam identifikasi masalah, terapis menganalisa dari dua aspek yaitu
aspek fungsional dan aspek kognitif. Analisa fungsional bertujuan untuk
mengidentifikasi elemen masalah seperti manifestasi dari masalah, situasi
dimana masalah itu biasanya muncul, frekuensi, intensitas, dan durasi
kemunculan masalah, serta konsekuensi dari masalah. Analisa kognitif sendiri
bertujuan untuk mengidentifikasi pemikiran dan visualisasi yang muncul saat
adanya pencetus emosional. Hal in juga mencakup identifikasi sejauh apa
seseorang merasa dapat mengontrol pemikiran dan visualisasi tersebut,
visualisasi mengenai apa yang akan terjadi saat berada dalam situasi yang
menimbulkan distres, dan kemungkinan munculnya hal yang divisualisasikan
tersebut dalam kejadian nyata.

13
Pada sesi awal, terapis juga membuat problem list yang mencakup
simptom spesifik, perilaku, dan masalah yang menetap. Daftar ini kemudian
dibuat prioritasnya sebagai target intervensi. Problem list dibuat secara
eksplisit untuk melihat apa yang ingin dicapai dalam treatment. Penentuan
prioritas didasarkan pada besarnya distres yang dialami, kemungkinan
kemajuan yang terjadi, keparahan simptom, dan topik ataupun tema yang terus
menerus muncul. Selain hal di atas, pada sesi pertama terapis juga sudah mulai
dapat memberikan tugas rumah kepada klien. Tugas rumah pada sesi awal
biasanya diarahkan untuk mengenali hubungan antara pemikiran, perasaan,
dan perilaku.
Pada sesi pertengahan, penekanan terapi bergeser dari simptom yang
dialami pasien kepada pola berpikir pasien. Koneksi antara pemikiran, emosi,
dan perilaku didemonstrasikan melalui pemeriksaan automatic thoughts. Saat
klien dapat menantang pemikiran maladaptif, klien mulai dapat
mempertimbangkan asumsi dasar yang memunculkan pemikiran tersebut.
Seringkali asumsi dasar tersebut tidak disadari oleh klien dan didapat setelah
klien melihat tema dari automatic thoughts yang dimilikinya. Setelah asumsi
dasar ini dikenali, terapi bertujuan untuk memodifikasi asumsi tersebut dengan
mempertimbangkan validitas, sifat adaptif, dan fungsinya bagi klien. Pada
sesi-sesi selanjutnya, klien diberikan tanggung jawab lebih untuk
mengidentifikasi masalah serta solusi dan menciptakan tugas rumah. Peran
terapis berubah menjadi penasihat dan bukan guru saat klien sudah mulai
dapat menggunakan teknikteknik yang ada untuk menyelesaikan maslaah.
Frekuensi pertemuan dapat dikurangi apabila klien menjadi lebih mampu
dalam menyelesaikan masalah.
Terapi diterminasi saat tujuan sudah dicapai dan klien merasa dapat
mempraktikkan perspektif dan kemampuan baru mereka secara mandiri. Saat
mendekati terminasi, klien dapat diingatkan bahwa kemunduran itu sesuatu
yang normal dan seharusnya dapat diatasi karena kemunduran sebelumnya
juga dapat diatasi. Terapis dapat meminta kepada klien untuk mendeksripsikan
bagimana masalah sebelumnya diatasi selama treatment. Terapis juga dapat

14
menggunakan cognitive rehearsal untuk memabntu klien memperkirakan
kesulitan yang mungkin akan ditemuinya dan bagaimana mereka akan
mengatasi kesulitan tersebut.
Alur Kerja CBT:
1. Melibatkan pasien
Langkah pertama adalah membangun hubungan dengan pasien.
Dapat dicapai dengan menerapkan empati, menciptakan suasana yang
hangat dan menghormati pasien.
2. Menilai masalah, orang dan situasi
- Mulai dengan penilaian pasien tentang benar dan salah menurutnya
- Tentukan adanya kelainan klinis yang berhubungan
- Ketahui riwayat personal dan sosialnya
- Nilai tingkat keparahan masalah
- Catat faktor personal yang relevan
- Periksa setiap gangguan sekunder: bagaimana perasaan pasien ketika
mengalami masalahnya sekarang.
- Periksa setiap faktor penyebab non-psikologik: kondisi fisik,
pengobatan, penyalahgunaan obat, faktor lingkungan/gaya hidup.
3. Siapkan pasien untuk terapi
- Perjelas tujuan pengobatan
- Nilai motivasi pasien untuk berubah
- Perkenalkan dasar CBT, termasuk model biopsikososial sebagai
penyebab
- Diskusikan pendekatan yang digunakan dan implikasi pengobatan
- Develope a contract
4. Melaksanakan program perawatan
- Analisis spesific episode terjadinya masalah, memastikan keyakinan
perasan klien terlibat, mengubahnya, mengembangkan pekerjaan
rumah yang relevan (dikenal sebagai rekam fikir atau analisis
rasional)

15
- Developing behavioral assignment untuk mengurangi perilaku takut
atau memodifikasai cara-cara berperilaku.
- Strategi tambahan dan teknik yang sesuai, contohnya relaxation
training, interpersonal skill training.
5. Mengevaluasi progres.
Menjelang akhir intervensi, nilai perbaikan yang tampak pada
perubahan cara pikir pasien, dan seberapa besar perubahan itu.
6. Persiapkan pasien untuk mengakhiri hubungan terapetik.
Hal ini biasanya sangat penting untuk mempersiapkan pasien untuk
mengatasi kemunduran. Banyak orang, setelah periode perbaikan, mereka
berpikir bahwa mereka telah sembuh. Kemudian ketika mereka kembali
lagi dan mendapati bahwa masalah lama mereka masih ada, mereka
cenderung putus asa dan tegoda untuk menyerah begitu saja.
- Peringatkan bahwa relaps sangat mungkin terjadi pada banyak masalah
kesehatan mental dan pastikan pasien tau apa yang harus mereka
lakukan bila gejalanya kembali.
- Diskusikan pandangan mereka tentang mencari bantuan apabila suatu
saat dimasa datang mereka membutuhkan bantuan kembali.
Ingat bahwa masalah gangguan emosi atau kejiwaan timbul karena
persepsi kita terhadap sesuatu kejadian. Dr Burns, seorang profesor
psychiatri dari Medical Center, Universitas Pennsylvania menerangkan
tentang emosi ABC.

A: merupakan singkatan dari actual events (kejadian sesungguhnya).


B: merupakan singkatan dari belief (kepercayaan), yaitu apa yang anda
percayai dari kejadian tersebut.
C: merupakan singkatan dari consequence (konsekuensi) yang anda alami
sebagai akibat dari apa yang anda percayai.

16
Cognitive therapy mencoba mengubah B, yaitu apa yang anda
percayai dari kejadian tersebut agar anda tidak perlu mengalami C yaitu
konsekuensi negatif dari B yang anda punyai. Bila anda bisa menghindari
munculnya B negatif (kepercayaan negatif) dari suatu kejadian yang
sebenarnya (actual event), maka berarti anda sudah berhasil mencegah
timbulnya konsekuensi negatif (marah, sedih, frustasi, dll).

17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Cognitive behavior therapy adalah suatu intervensi psikoterapeutik yang
bertujuan untuk mengurangi distres psikologis dan perilaku maladaptif dengan
mengubah proses kognitif. CBT memiliki asumsi dasar bahwa afek dan perilaku
sebagian besar merupakan produk kognisi, oleh karena itu intervensi kognitif dan
perilaku dapat membawa perubahan pada pemikiran, perasaan, dan perilaku.
Diharapkan dengan CBT pasien dapat meningkatkan self awareness,
memfasilitasi pemahaman diri yang lebih baik, dan meningkatkan kontrol diri
dengan mengembangkan kemampuan kognitif dan perilaku yang lebih tepat.
Pengembangan kemampuan kognitif dapat dilakukan dengan mengubah
pemikiran dan keyakinan disfungsional yang bersifat negatif, bias, dan self
critical. Terdapat dua teknik yang digunakan dalam CBT yaitu teknik yang dapat
dilakukan untuk mengembangkan kemampuan kognitif dan teknik pengembangan
perilaku yang lebih adaptif. Adanya keterampilan kognitif dan perilaku yang baru
membuat individu menghadapi situasi sulit dengan cara yang lebih tepat.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Ifdil. 2012 Cognitive-Behavior Therapy (CBT). (online) diakses agustus


2016 site: http://konselingindonesia.com/
2. Kaplan, Harold, et all. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri: Ilmu
pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jilid Dua. Tangerang: Aksara
Publiser, 2010
3. NACBT. (2007). Cognitive-Behavioral Therapy. [Online].
Tersedia: http://www.nacbt.org/whatiscbt.htm [5 Januari 2007].
4. Stallard, P. (2004). Think Good Feel Good: A Cognitive Behavior Therapy
Workbook for Children and Young People. West Sussex: john Wiley &
Sons.
5. Beck, Judith S. (2011). Cognitive-Behavior Therapy: Basic and
Beyond (2nd ed). New York: The Guilford Press.
6. Bush, John Winston. (2003). Cognitive Behavioral Therapy: The Basics.
[Online]. Tersedia: http://cognitivetherapy.com/basics.html
7. Westbrook, D., Kennerly, & Kirk, J. (2007). An Introduction to Cognitive
Behavior Therapy: Skills and Applications. Los Angeles: Sage Punlications.
8. Nevid, JS., Rathus, SA., Greene, B., Psikologi Abnormal. Edisi kelima, jilid
1, Jakarta: Penerbit Erlangga
9. Oemarjoedi, A. Kasandra. (2003). Pendekatan Cognitive Behavior dalam
Psikoterapi. Jakarta: Kreativ Media.
10. Maramis WF, Maramis AA. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. 2 ed. Surabaya:
Airlangga University Press; 2009.

19

Anda mungkin juga menyukai