Anda di halaman 1dari 8

Analisis Kolaborasi Antar Profesi dalam Program Rujuk Balik BPJS

Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin Timur

Sutriso1, Elsa Pudji Setiawati2, Lukman Hilfi2

Rumah Sakit Umum Daerah dr. Murjani Sampit, Kalimantan Tengah,


1
2
Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Abstrak

Peningkatan penyakit kronis pada usia lanjut berdampak pada peningkatan pembiayaan kesehatan, termasuk
pembiayaan kesehatan yang harus ditanggung oleh BPJS. Sejak tahun 2014 BPJS melaksanakan program rujuk
balik sebagai upaya efisiensi biaya kesehatan, namun dalam pelaksanaannya tidak sesuai harapan. Beberapa faktor
mempengaruhinya, salah satunya adalah kolaborasi antar profesi. Tujuan penelitian menganalisis kolaborasi antar
profesi dalam program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur. Metode penelitan adalah kualitatif,
dengan pendekatan studi kasus, paradigma konstruktivisme. Penelitian dilakukan dengan observasi lapangan dan data
pelaksanaan program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur, serta wawancara. Wawancara mendalam
terhadap dua dokter spesialis, dua dokter umum, satu apoteker dan satu pegawai BPJS. Penelitian dilakukan di bulan
Januari dan Februari 2017. Data dianalisis secara kualitatif, berdasarkan tema-tema sesuai kerangka pemikiran.
Analisis data mendasarkan proposisi teoritis. Hasil penelitian: program rujuk balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin
Timur tidak mencapai target (< 5 kasus/minggu), kolaborasi antar profesi dalam program rujuk balik kurang
berfungsi karena beberapa faktor: pertimbangan sosial dan intrapersonal, lingkungan kerja, intitusi, kelembagaan
serta interpersonal, perilaku dan sikap para profesi serta tidak adanya leader atau penengah dalam pelaksanaan
kolaborasi antar profesi. Simpulan penelitian ini adalah pelaksanaan kolaborasi antar profesi kurang berfungsi,
yang berdampak target Program Rujuk Balik BPJS di Kabupaten Kotawaringin Timur tidak mencapai target.

Kata Kunci : BPJS Kesehatan, Kolaborasi Antar Profesi, Program Rujuk Balik

Analysis of Inter-Professional Collaboration in Program Rujuk Balik BPJS


Kesehatan at Kotawaringin Timur District

Abstract

The increasing of chronic disease in elderly group has an impact on increasing health financing, including health
financing that should be defrayed by BPJS Kesehatan. Since 2014, BPJS Kesehatan has implemented Program
Rujuk Balik as an effort on health cost efficiency, however the implementation was not as expected. Several factors
affected the implementation, one of which was inter-professional collaboration. The purpose of this study is to
analyzes inter-professional collaboration in Program Rujuk Balik BPJS Kesehatan at Kotawaringin Timur District.
Research method is qualitative research, with case study approach and constructivism paradigm. Research has been
done by observation on field and data of Program Rujuk Balik BPJS Kesehatan implementation in Kotawaringin
Timur District and interview. In-depth interviews were performed with two specialists, two general practitioners,
one pharmacist, and one BPJS Kesehatan employee. Research was performed in January and February 2017.
Data were analyzed qualitatively and processed based on themes in accordance with framework. Data analysis
based on theoretical proposition. Research results; Program Rujuk Balik BPJS Kesehatan in Kotawaringin
Timur District was not achieve the target (<5 cases/week), inter-professional collaboration in Program Rujuk
Balik was less functionated due to several factors: social and intrapersonal cosideration, physical enviroment,
organisational and institutional, interpersonal, affective and behavioral of professionals in supporting less effective
collaboration. Conclusion of this study is the implementation of inter-professional collaboration is not fungsionaling
affected Program Rujuk Balik BPJS Kesehatan in Kotawaringin Timur District did not achieve the target.

Keywords : BPJS Kesehatan, Inter-professional Collaboration, Program Rujuk Balik.

Korespondensi:
Sutriso, dr., M.Kes
Poli Umum Rumah Sakit Umum Daerah dr. Murjani Sampit, Kalimantan Tengah
Jl. H.M. Arsyad No. 65 Sampit, Kalimantan Tengah
Mobile : 08115214477
Email : dr3so@yahoo.co.id

171 JSK, Volume 2 Nomor 4 Juni Tahun 2017


Sutriso : Analisis Kolaborasi Antar Profesi dalam Program Rujuk Balik Bpjs Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin Timur

Pendahuluan program rujuk balik, rendahnya rujuk balik


disebabkan oleh beban kerja berlebih dan
Terjadinya peningkatan peserta Badan waktu tidak mencukupi dokter spesialis/sub
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan spesialis selain persepsi dokter spesialis terhadap
kelompok usia lanjut menyebabkan kompetensi dan kualitas rujukan dokter umum
meningkatkannya jumlah peserta BPJS yang serta kurangnya komunikasi dan koordinasi.4
memiliki risiko penyakit kronis. Pengobatan Hal di atas menunjukkan kolaborasi antar profesi
penyakit kronis yang dilakukan seumur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
hidup berdampak pada peningkatan biaya program rujuk balik, maka tujuan dari penelitian
kesehatan, sehingga dibutuhkan program ini adalah untuk menganalisis pelaksanan
untuk meningkatkan efisiensi biaya kesehatan kolaborasi antara profesi dalam Program Rujuk
Progam rujuk balik BPJS sebagai salah satu Balik penderita penyakit kronis peserta BPJS
upaya perwujudannya. Program rujuk balik Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin Timur.
BPJS merupakan pelayanan kesehatan penderita Fungsi kolaborasi antar profesi yang efektif
penyakit kronis dengan kondisi stabil dan dipengaruhi oleh faktor anteseden, proses dan
masih memerlukan pengobatan yang panjang, hasil.5 Faktor-faktor tersebut merupakan sesuatu
dilaksanakan di layanan primer berdasarkan rujuk yang dapat meningkatkan maupun menghambat
balik dari dokter spesialis, tujuannya optimalisasi proses kolaborasi antar profesi. Faktor anteseden
dokter layanan primer, transfer of knowledge dan meliputi pertimbangan sosial dan intrapersonal,
meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan.1 lingkungan fisik, serta faktor organisasional
Cakupan penyakit rujuk balik: diabetes mellitus, dan institusional. Dasar pertimbangan sosial
hipertensi, jantung, astma, Penyakit Paru berawal dari kesadaran bahwa seseorang
Obstruksi Kronik, epilepsi, schizoprenia, stroke harus membentuk suatu kelompok agar dapat
dan Systemic Lupus Erythematosus.1 bekerja secara efektif dan efisien. Pertimbangan
Penelitian tentang analisis implementasi intrapersonal juga merupakan komponen penting
program pengelolaan penyakit kronis BPJS dalam menciptakan kolaborasi yang baik.
Kesehatan Puskesmas di Kabupaten Sukoharjo, Lingkungan kerja dan kedekatan diantara para
menunjukkan penderita yang dirujuk balik profesional dapat memfasilitasi atau menghambat
masih rendah, penderita sulit dijaring dokter kolaborasi. Lingkungan kerja yang baik harus
keluarga sebagai pelaksana program pengelolaan dapat mendukung kemampuan anggota tim
penyakit kronis.2 Pada penelitian tentang analisis kolaborasi. Institusi dan kelembagaan sangat
pelaksanaan prolanis pada dokter keluarga berperan dalam mengurangi hambatan untuk
di Kabupaten Pekalongan, sering terjadi kolaborasi antara profesi. Kebijakan yang
kekosongan obat.3 Rendahnya rujukan balik diterapkan oleh suatu institusi atau kelembagaan
kemungkinan disebabkan berbagai faktor, dalam harus dapat mendorong terciptanya kolaborasi
penelitiaan faktor-faktor yang mempengaruhi antar profesi.

Gambar 1 Fungsi Kolaborasi Antar Profesi dalam Program Rujuk Balik

172 JSK, Volume 2 Nomor 4 Juni Tahun 2017


Sutriso : Analisis Kolaborasi Antar Profesi dalam Program Rujuk Balik Bpjs Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin Timur

Faktor proses meliputi faktor perilaku, sekunder. Data primer dikumpulkan dari hasil
faktor interpersonal dan faktor intelektual. observasi pelaksanaan program rujuk balik dan
Perilaku kolaborasi antar profesi merupakan wawancara mendalam. Wawancara mendalam
kunci untuk mengatasi hambatan dalam proses dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
kolaborasi. Interpersonal merupakan cara untuk telah disiapkan sebelumnya. Data sekunder
berhubungan dengan orang lain, dalam hal ini diperoleh dari data dan laporan pelaksanaan
adalah antar profesi. Untuk membentuk hubungan program rujuk balik BPJS Kesehatan di Kabupaten
iterprofesi yang baik sangat diperlukan adanya Kotawaringin Timur dan telaah kepustakaan atau
komunikasi interprofesi yang efektif. Outcome telaah literatur. Telaah kepustakaan dilakukan
dan Opportunity dari hasil pengembangan dengan cara mengumpulkan data yang ada
kolaborasi antara profesi sangat membantu dalam mengenai permasalahan dalam penelitian dengan
menciptakan ide-ide baru yang berhubungan mempelajari literatur yang relevan untuk
dengan inovasi pelaksanaan program kegiatan mendukung, seperti buku-buku, jurnal, internet,
Program rujuk balik BPJS Kesehatan serta bahan-bahan yang berkaitan dengan
melibatkan berbagai profesi. Program tersebut penerapan kolaborasi antar profesi dan Program
didukung adanya regulasi, komitmen fasilitas Rujuk Balik BPJS Kesehatan.
pelayanan kesehatan tingkat pertama, kesediaan Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari
fasilitas kesehatan tingkat lanjut, kesediaan Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas
obat serta dukungan dari organisasi profesi. Padjadjaran Bandung. Penelitian dilakukan di
Hal tersebut menunjukkan bahwa kesuksesan bulan Januari dan Februari 2017 di RSUD dr.
program rujuk balik sangat didukung adanya Murjani Sampit, dua Puskesmas di Sampit dan
kolaborasi antar profesi. Teori fungsi kolaborasi apotek Kimia Farma di Sampit.
menyatakan bahwa kolaborasi akan berfungsi Data hasil penelitian dianalisa secara
apabila didukung oleh beberapa faktor, baik itu kualitatif, diproses berdasarkan tema-tema sesuai
faktor Antecedents, proses maupun outcome dengan kerangka pemikiran. Tehnik analisa data
atau opportunity. Berdasarkan hal tersebut maka mendasarkan pada proposisi teoritis.6 Analisis
kerangka pemikiran penelitian ini terlihat pada data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
gambar 1. menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
mengolah dan mempersiapkan data untuk
dianalisis, membaca keseluruhan data, memulai
Metode coding semua data serta menerapkan proses
coding untuk mendiskripsikan setting, partisipan,
Metode penelitian adalah kualitatif, dengan katagori dan tema yang akan dianalisis.
menggunakan pendekatan studi kasus, paradigma mendeskripsikan tema-tema ini akan disajikan
konstruktivisme. Populasi penelitian adalah kembali dalam laporan kualitatif dan membuatan
berbagai profesi yang terlibat dalam program interpretasi dalam penelitian kualitatif. Validitas
rujuk balik BPJS Kesehatan di Kabuspaten data dilakukan untuk mempertahankan keakuratan
Kotawaringin Timur. Sampel penelitian kualitatif data, dengan metode triangulasi, yaitu triangulasi
ditetapkan secara purposive. dipilih orang yang sumber, triangulasi metode dan triangulasi data
dianggap paling tahu tentang pelaksanaan Penelitian ini berpedoman pada prinsip-
program rujuk balik yang kemudian dilakukan prinsip etik, yang meliputi menghormati harkat
kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi pada dan martabat manusia, menghormati privasi
penelitian ini adalah dokter umum, spesialis dan dan kerahasiaan subyek penelitian, keadilan
apoteker yang terlibat langsung dalam program dan inklusivitas pemilihan responden dilakukan
rujuk balik di Kabupaten Kotawaringin Timur, berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan
yang melakukan pemeriksaan dan penanganan bermanfaat dan tidak merugikan.
langsung kepada pasien, dan bekerja di layanan
kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan Sampit pada periode tahun 2016. Hasil
Kriteria eksklusinya adalah dokter umum
yang terlibat dalam program rujuk balik BPJS Profesi yang terlibat dalam Program Rujuk Balik
Kesehatan dengan keanggotaaan kurang dari dua BPJS Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin
ribu peserta, menolak untuk diwawancarai, pindah Timur ada 20 orang, terdiri 10 dokter umum,
tempat kerja saat penelitian dan sulit dihubungi 6 dokter spesialis dan 4 profesi lain. Capaian
serta berhalangan tetap untuk diwawancari saat program rujuk balik pada tahun 2016 tidak
penelitian dan mengundurkan diri sebagai subjek mencapai target, yaitu kurang dari 5 kasus rujuk
penelitian. balik perminggu.
Penelitian ini menggunakan data primer dan

173 JSK, Volume 2 Nomor 4 Juni Tahun 2017


Sutriso : Analisis Kolaborasi Antar Profesi dalam Program Rujuk Balik Bpjs Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin Timur

Wawancara mendalam terhadap 7 responden, seperti yang diutarakan dokter spesialis sebagai
tetapi satu responden apoteker tidak bisa berikut:
diwawancarai dikarenakan pindah tugas dan Gak tahu ada pasien saya rujuk balik tapi
tidak bisa dihubungi. Karateristik responden dirujuk lagi, apa gak ada obatnya atau apa, pernah
dapat dilihat tabel berikut ini ada pasien bilang, sekali minum obat sepuluh biji,
setelah saya lihat sediaannya 0,5 mg padahal saya
Tabel 1 Karakteristik Responden berikan 5 mg sekali minum (responden 2)
Responden Usia Jenis Jabatan saat Dokter umum menyadari adanya keterbatasan
(tahun) Kelamin ini namun mereka berusaha untuk membuat
diagnosis dengan benar, seperti yang diutarakan
1 42 Laki-laki Dokter responden dokter umum sebagai berkut:
Spesialis Saya akui ada keterbatasan, tapi disamping
Penyakit
Dalam di baca buku, kan ada pelatihan-pelatihan dan
Rumah Sakit memang di Puskesmas sarana penunjang
pemeriksaan terbatas, seharusnya dengan rujuk
2 43 Laki-laki Dokter balik itu kami bisa belajar (responden 4)
Spesialis Jiwa Berdasarkan observasi peneliti dilapangan
Rumah Sakit
masih dijumpai pasien bolak balik dari apotek
3 37 Perempuan Dokter Umum ke dokter spesialis. Pasien tersebut mengatakan
di Puskesmas bahwa disuruh petugas apotek untuk mananyakan
4 32 Perempuan Dokter Umum resep obat ke dokternya. Ketika peneliti tanyakan
di Puskesmas kepada salah satu responden dokter spesialis
5 40 Perempuan Apoteker menyatakan:
Gimana, padahal saya resepkan itu obat
6 35 Perempuan Kepala Unit. generik atau kandungannya, mereka ngomong
Manajemen gak ada, kerjasamanya kurang baik, kadang
Pelayanan pasien suruh nebus obat sekian ratus ribu rupiah,
Primer BPJS
Kesehatan kan pasien BPJS tidak boleh ditarik, saya gak
Sampit apa-apa diganti yang ada di apotek, yang penting
kandungannya sama. (responden 1)
Wawancara mendalam terhadap 6 responden Ketika dilakukan wawancara dengan
mendapatkan beberapa fenomena berkaitan apoteker, menyatakan bahwa apoteker sudah
fungsi kolaborasi antar profesi dalam program memberitahukan obat yang tidak ada kepada
rujuk balik. Fenomena-fenomena yang didapat dokter, seperti pernyataan berikut:
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut Sudah saya sampaikan, tergantung dokternya,
beberapa responden menyatakan bahwa bahwa ada yang gak mau obatnya diganti, ada yang
mereka memahami pentingnya program rujuk mau, pasiennya dijelaskan gak ngerti-ngerti.
balik, apabila dilakukan dengan baik, akan (responden 5)
memberikan manfaat ke semua pihak. Kondisi Salah satu responden dokter spesialis
lain dinyatakan responden dokter spesialis menyatakan bahwa kondisi tentang dirinya dan
bahwa pasien tidak mau dirujuk balik karena pekerjaannya juga berdampak, seperti ungkapan
menginginkan pelayanan spesialis seperti yang berikut:
diutarakannya sebagai berikut: Kayaknya gak cukup waktu, beban kerja,
Banyak pasien tidak mau dirujuk balik, pasien banyak, harus ke poli, ke ruangan, nulis resep,
maunya sama spesialis, katanya obat-obatan gimana saya harus jawab rujukan. (responden 1)
di puskesmas tidak lengkap, dan kalau periksa Responden apoteker menyatakan bahwa
laboratorium harus ke laboratorium kesehatan kesadaran untuk bekerjasama dan saling
daerah. (responden 1) membutuhkan harus ada pada setiap profesi, harus
Ketika di tanyakan ke beberapa pasien, merasa sebagai tim, tidak saling menyalahkan
sebagian besar beralasan, bahwa merasa sudah atau tidak mau menerima pendapat dari yang lain.
terbiasa berobat dengan dokter spesialis, lebih Apoteker juga mengatakan bahwa masalahnya
percaya dengan dokter spesialis, juga sering tidak ada yang memediasi atau menengahi.
tidak adanya obat di Puskesmas. Dokter spesialis Pemecahan masalah hanya sementara, itupun
menganggap, bahwa adanya keterbatasan dokter kadang tidak menyelesaikan masalah yang ada.
umum karena sarana atau prasarana, terkadang Sebagian besar responden menyatakan, bahwa
juga kemampuan keilmuannya sehingga dokter lingkungan kerja mereka kurang memfasilitasi
spesialis tidak mau merujuk balik ke dokter umum mereka dalam berkomunikasi, seperti yang
karena takut berdampak pada kondisi pasiennya, diungkapkan responden sebagai berikut

174 JSK, Volume 2 Nomor 4 Juni Tahun 2017


Sutriso : Analisis Kolaborasi Antar Profesi dalam Program Rujuk Balik Bpjs Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin Timur

Pertemuan jarang, padahal kami yang dirujuk, gak ada surat rujuk balik, kan gak tahu
langsung menangani pasien, yang datang diagnosanya, kadang pasien sudah di rumah
Kepala Puskesmas atau yang lainnya, kadang sakit, diminta tanya ke ke rumah sakit, gak mau,
informasinya gak sampai ke kami. (responden 3) kan bingung apa diagnosanya. (responden 3)
Menurut BPJS, bahwa pertemuan monitoring Menurut pihak BPJS, bahwa kalau sudah
program rujuk balik tiga bulan sekali, yang datang stabil harusnya di rujuk balik, baru setelah tiga
sesuai dengan undangan. Dalam pelayanan bulan dirawat di Puskesmas, baru di rujuk lagi ke
obat terjadi permasalahan di lapangan, seperti rumah sakit.
pernyataan pihak BPJS, bahwa dokter umum Berdasarkan hasil observasi, diskusi dengan
atau spesialis tidak tahu proses pengadaan obat, pihak BPJS dan wawancara dengan dokter umum,
mereka mengetahuinya obat yang ada di daftar bahwa informasi pada formulir rujuk balik tidak
formularium nasional ataupun daftar obat rujuk diisi lengkap, kadang dokter spesialis hanya paraf
balik tersedia di apotek dan apoteker jarang dan formulir diisi perawat.
memberitahukan ketersediaan obat sehingga Sebagian besar responden menginginkan
dokter umum/ dokter spesialis tidak mendapatkan adanya pertemuan langsung secara rutin yang
informasi yang cukup. difasilitasi oleh BPJS dan IDI dalam bentuk
Beberapa responden menyatakan bahwa peer review atau case review sehingga diperoleh
sepertinya intitusi tempat mereka berkerja kurang kesepakatan tentang pengelolaan pasien, untuk
terlibat dalam program rujuk balik. Observasi di pembagian wewenang antara dokter spesialis
lapangan di beberapa institusi yang terlibat dalam dan dokter umum serta apoteker, seperti yang
program rujuk balik kurang memberi peran. Hal disampaikan responden sebagai berikut:
tersebut seperti peneliti lihat di rumah sakit, Harusnya dokter yang menangani pasien,
antara pasien rujuk biasa dengan rujuk balik membicarkan masalah yang terjadi, sehingga
diperlakukan sama. Peneliti melihat kondisi yang tahu tugas dan kewenangan masing-masing.
kontradiktif, lembar rujuk balik yang seharusnya (responden 4)
untuk merujuk balik pasien dipakai sebagai surat Sebagian besar responden menyatakan
kontrol pasien. Ketika didiskusikan dengan pihak komunikasi antar mereka kurang, seperti
BPJS menyatakan sebagai berikut: pernyataan berikut ini:
Nanti kita tanyakan yang di rumah sakit, Kalau komunikasi secara langsung saya tidak
apakah rumah sakit ada lembar kontrol, karena pernah, tapi masalah terapi harusnya kalau mau
untuk pasien rujuk balik bisa memakai lembar ganti obat ya harusnya diskusi dulu (responden 1)
kontrol dari rumah sakit sampai pasien dikatakan Namun berdasarkan wawancara dengan dua
stabil atau terkontrol, setelah itu harus dirujuk reponden dokter umum menyatakan bahwa
balik ke dokter umum (responden 6). bagaimana mereka tahu terapi tidak sesuai,
Seorang responden dokter spesialis dimana terkadang rujuk balik sebagai media
menyatakan, bahwa seharusnya institusi membuat komunikasi sering kosong hanya diagnosa dan
kebijakan untuk mempermudah kolaborasi, paraf dari dokter spesialis.
seperti yang diutarakan: Beberapa responden menyadarai bahwa
Saya lihat di formulir banyak yang harus setiap profesi mempunyai tingkat pengetahuan
diisi, harusnya rumah sakit bikin kebijakan untuk dan ketrampilan yang tidak sama, seperti yang
mempermudah pengisiannya (reponden 1) dinyatakan apoteker sebagai berikut:
Responden dokter umum dan dokter spesialis Ada perasaan takut salah memberikan
menyatakan bahwa kebijakan berlakunya rujukan rekomendasi, kompetensi keilmuannya belum
hanya sekali, menjadi kendala dalam program mencukupi untuk diskusi dengan dokter spesialis,
rujuk balik, seperti yang disampaikan dokter kami hanya memberi informasi kesediaan obat
spesialis: saja. (responden 5)
Belum bisa diatasi atau belum stabil, pasien Pihak BPJS menyatakan bahwa untuk
harus dirujuk balik, karena surat rujukan berlaku mengembangkan kerjasama dalam rujuk balik,
sekali, dan biar dapat surat rujukan dokter umum mereka membuat program inovasi pelaksanaan
(respoden 2) program. Seperti yang dinyatakanya berikut:
Menurut salah satu dokter spesialis bahwa Kami membuat terobosan baru, pasien yang
terdapat pesepsi yang berbeda-beda diantara para rumahnya jauh dari apotek Kimia Farma, obat
profesi karena pernah ada pasien yang dirujuk yang diresepkan oleh dokter spesialis dapat
balik tapi dirujuk lagi. Sementara dokter umum dilayanai dulu oleh dokter umum, setiap bulannya
menyatakan, bahwa justru pihak rumah sakit ditagihkan ke kami lewat apotek Kimia Farma.
menyuruh pasien untuk minta surat rujukan (responden 6).
seperti yang diutarakannya sebagai berikut:
Tidak ngerti, kadang pasien ngotot minta

175 JSK, Volume 2 Nomor 4 Juni Tahun 2017


Sutriso : Analisis Kolaborasi Antar Profesi dalam Program Rujuk Balik Bpjs Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin Timur

Pembahasan kemampuan dokter umum menyebabkan pasien


tetap dirawat di rumah sakit.9
Program rujuk balik BPJS di Kabupaten Pertimbangan intrapersonal merupakan
Kotawaringin Timur melibatkan berbagai profesi komponen penting, sikap kurang simpatik
kesehatan, yang meliputi dokter umum, spesialis seharusnya tidak ada dalam kolaborasi antar
dan apoteker. Meskipun telah ada regulasi, profesi.10 Kekosongan obat yang sering terjadi di
dukungan organisasi profesi dan komitmen apotik dan sikap kurang kooperatif antara dokter
kerjasama namun target rujuk balik tidak tercapai. spesialis dan apoteker mengakibatkan kendala
Beberapa penelitian juga mendapatkan rendahnya program rujuk balik.
rujuk balik dan sering terjadinya kekosongan Pertimbangan intrapersonal berpengaruh
obat.2,3 Penelitian lain mendapatkan beberapa terhadap seseorang atau sekelompok orang rela
faktor menyebabkan rujuk balik rendah.4 atau tidak melakukan kolaborasi.5 Dokter spesialis
Penelitian-penelitan tesebut tidak menjelaskan menyatakan, bahwa beban kerja yang berlebihan
bagaimana kolaborasi antar profesi yang terlibat dan waktu yang sangat kurang mengakibat tidak
program rujuk balik. sempat lagi menulis jawaban rujukan dari dokter
Kolaborasi yang terkoordinasi antar umum.
profesi dalam melaksanakan program dapat Kolaborasi yang efektif akan tercapai apabila
mengoptimalkan efektifitas kinerja.7 Hasil masing-masing profesi dalam kolaborasi harus
wawancara dan observasi pelaksanaan rujuk balik seimbang dari segi pengetahuan, ketrampilan,
BPJS Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin maupun pengalaman.5 Keterbatasan dokter umum
Timur didapatkan beberapa fenomena. Fenomena- dalam penanganan pasien, khususnya masalah
fenomena yang ditemukan dalam penelitian ini, obat dan kemampuan keilmuan menyebabkan
yang menyebabkan tidak berfungsinya kolaborasi dokter spesialis tidak merujuk balik ke dokter
antar profesi, yang berdampak tidak tercapainya umum. Kondisi yang sama juga dirasakan
target program rujuk balik terlihat pada tabel 2. apoteker, karena keterbatasan kompetensi
Pertimbangan sosial dan intrapersonal keilmuannya menjadikan rasa kurang percaya
berpengaruh terhadap terjadinya kolaborasi.8 dalam memberi pendapat ke dokter.
Dasar pertimbangan sosial berawal dari Lingkungan kerja diantara para profesi
kesadaran bahwa seseorang harus membentuk dapat memfasilitasi kolaborasi.11 Pihak BPJS
kelompok untuk berkolaborasi. Berbagai kendala menyatakan bahwa pertemuan rutin monitoring
pertimbangan sosial muncul, pasien lebih percaya setiap tiga bulan, namun demikian beberapa
pada dokter spesialis dan keterbatasan dokter profesi merasa kurang dilibatkan dalam
umum, khususnya obat-obatan menyebabkan pertemuan tersebut.
dokter spesialis untuk tidak merujuk balik. Dalam Institusi berperan mengurangi hambatan
penelitian lain persepsi dokter spesialis atas kolaborasi antar profesi. Dokter spesialis berharap

Tabel 2 Fenomena-fenomena kolaborasi antar profesi dalam program rujuk balik


Faktor Fungsi Kolaborasi Antar Profesi Fenomena - Fenomena
Social and intrapersonal cosideration - Persepsi spesialis atas kemampuan dokter umum menyebabkan
pasien tetap dirawat di rumah sakit
- Pasien lebih percaya dokter spesialis &keterbatasan dokter
umum
- Beban kerja berlebihan & waktu sangat kurang bagi dokter
spesialis
Physical enviroment - Lingkungan kerja para profesi kurang memfasilitasi
Organisational and institutional - Institusi kurang berperan mengurangi hambatan kolaborasi
- kebijakan surat rujukan yang hanya berlaku sekali
Interpersonal - Komunikasi dirasakan kurang antar profesi
- Tidak adanya pertemuan tersendiri antar profesi
Affective and Behavioral of Professionals - Persepsi tidak sama & tidak selaras antar profesi
- Persepsi terhadap mutu rujukan dokter umum menyebabkan
dokter spesialis tidak mau menjawab surat rujukan
Factor leader atau penengah - Tidak ada penengah apabila ada permasalahan

176 JSK, Volume 2 Nomor 4 Juni Tahun 2017


Sutriso : Analisis Kolaborasi Antar Profesi dalam Program Rujuk Balik Bpjs Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin Timur

manajemen rumah sakit membuat kebijakan tidak berjalannya komunikasi diantara mereka.
tentang rujuk balik, misalnya dalam pengisiaan Untuk mengurangi kesenjangan tersebut perlu
format rujuk balik. Kebijakan yang diterapkan ada seseorang, institusi atau profesi tertentu yang
institusi mendorong terciptanya kolaborasi antar dapat sebagai penengah. Peneliti berpendapat,
profesi. Kebijakan berupa kewenangan, tanggung bahwa perlu peningkatan kompetensi dan
jawab dan penerapan standar pelayanan. Dokter kewenangan dokter umum untuk mengurangi
spesialis dan dokter umum merasakan kendala kesenjangan dengan dokter spesialis sehingga
dengan kebijakan surat rujukan yang hanya kesetaraan dapat terjadi. Kesetaraan sangat
berlaku sekali. diperlukan untuk komunikasi dalam pelaksanaan
Persepsi profesi terhadap kolaborasi program kolaborasi. Perlu dipertimbangkan bersama
rujuk balik bergantung pada pemahaman mereka pendidikan dokter layanan primer sebagai upaya
tentang pelaksananan rujuk balik yang berjalan peningkatan kompetensi dan kewenangan dokter
selama ini.5 Terjadi persepsi yang tidak sama umum. Kewenangan dan kompentasi baru yang
dan tidak selaras antara dokter umum dan didapat dari program pendidikan dokter layanan
dokter spesialis. Dokter spesialis menganggap primer dapat dipakai sebagai penengah dalam
keterbatasan dokter umum, khususnya obat penanganan masalah yang mungkin timbul
menyebabkan pasien rujuk balik di rujuk dalam program rujuk balik. Sebagai ilustrasi
kembali ke rumah sakit, sementara dokter penanganan hipertensi dengan kumungkinan
umum menganggap bahwa dokter spesialis yang komplikasi pada jantung, tentunya dokter umum
menyuruh pasien untuk minta surat rujukan. harus menambah kompetensi dan kewenangannya
Penelitian lain mendapatkan persepsi terhadap dalam pemeriksaan EKG.
mutu rujukan dokter umum menyebabkan dokter Penelitian ini bisa ditarik keseimpulan
spesialis tidak mau menjawab surat rujukan.13 kolaborasi antar profesi dalam program
Kesadaran untuk bekerjasama dan saling rujuk balik belum berfungsi yang berdampak
membutuhkan harus ditanamkan pada setiap pada tidak tercapainya target Program
profesi.5 Dokter menganggap seharusnya apotek Rujuk Balik BPJS Kesehatan di Kabupaten
menyediakan seluruh obat program rujuk Kotawaringin Timur. Fungsi kolaborasi antar
balik, sementara apoteker menyatakan bahwa profesi tidak berjalan diakibatkan beberapa
ketersediaan obat didasarkan pada informasi dari faktor yaitu: faktor pertimbangan sosial dan
dokter, berdasarkan resep yang ditulis dokter. intrapersonal, lingkungan kerja, institusional dan
Setiap profesi harus mengetahui peran profesi organisasional, interpersonal, sikap dan perilaku
yang lain, sehingga mereka dapat berbagi peran para profesi serta tidak adanya juri atau penengah
sesuai dengan kompetensi masing-masing.5 sebagai leadernya.
Tidak adanya pertemuan tersendiri antar profesi Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu
untuk berkoordinasi membahas permasalahan keterlibatan peneliti dalam program rujuk balik
yang terjadi dilapangan mengakibatkan diantara dan faktor hubungan kedekatan peneliti dengan
mereka tidak tahu tugas dan kewenangan masing- subjek penelitian sedikit banyak berpengaruh
masing. terhadap hasil penelitian
Komunikasi antar profesi dapat saling Saran penelitian ini upaya keberhasilan
berbagi ide, perspektif, dan inovasi serta dapat program rujuk balik di Kabupaten Kotawaringin
menekan permasalahan yang mungkin terjadi.13 Timur memerlukan konsolidasi antar profesi dan
Komunikasi dirasakan kurang antar profesi, pihak-pihak yang terlibat, disamping sosialisasi
hanya lewat surat rujukan, surat rujuk balik atau lebih lanjut program rujuk balik oleh pihak BPJS
resep dalam pelayanan obat. Kesehatan Sampit.
Outcome dan Opportunity dari hasil
pengembangan kolaborasi antara profesi
membantu dalam menciptakan ide-ide baru Daftar Pustaka
dengan inovasi pelaksanaan program.5 Upaya
telah dilakukan oleh pihak BPJS untuk 1. BPJS-Kesehatan. Panduan praktis program
meningkatkan program rujuk balik, namun kurang rujuk balik bagi peserta JKN. BPJS-
tersosialisasi, sehingga belum menunjukkan hasil Kesehatan, 2014.
yang diharapkan. 2. Novita MS. Analisis implementasi program
Hal lain ditemukan dalam penelitian ini pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) BPJS
adalah bahwa diperlukan penengah atau leader Kesehatan pada Puskesmas di Kabupaten
dalam pelaksanaan kolaborasi antara profesi Sukoharjo. Thesis. Diponegoro University,
dalam program rujuk balik. Kesenjangan yang 2015.
lebar antara profesi, khususnya dokter spesialis 3. Sarmaulina S. Analisis pelaksanaan program
dengan dokter umum sehingga mengakibatkan pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) BPJS

177 JSK, Volume 2 Nomor 4 Juni Tahun 2017


Sutriso : Analisis Kolaborasi Antar Profesi dalam Program Rujuk Balik Bpjs Kesehatan di Kabupaten Kotawaringin Timur

Kesehatan pada dokter keluarga di Kabupaten 3): 96110.


Pekalongan. UNDIP E-Journal. Diponegoro 10. Zaenuri SH, Tunggul AP, Vitis VF RU.
University, 2016. Analisis persepsi dan harapan dokter terhadap
4. Asri W, Gatot S, Julita H. Faktor-faktor yang peran apoteker di RSUD Prof. DR. Margono
mempengaruhi rujukan balik pasien penderita Soekarjo Purwokerto. Supplemen Majalah
diabetes mellitus tipe 2 peserta asuransi Kedokteran Andalas. 2014;37(1):79-87.
kesehatan sosial dari rumah sakit ke dokter 11. Lussy MG, Mubasysyir H. Upaya manajemen
keluarga. Jurnal Manajemen Pelayanan rumah sakit dalam mendukung kolaborasi
Kesehatan. 2013;16:48-52. antara dokter umum dan spesialis di instalasi
5. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah gawat darurat. Jurnal Manajemen Pelayanan
Mada. Buku acuan umum CFHC-IPE. 2014. Kesehatan. 2014;17(1):37-44.
17-36. 12. Smith S, Khutoane G. Why doctors do not
6. Creswell JW. Pendekatan metode kualitatif, answer referral letters. South Africa Family
kuantitatif dan campuran. Yogyakarta: Practice, 2009;51(1): 647.
Pustaka Pelajar, 2016. 13. Zwarenstein M, Reeves S, Russell A,
7. Lin CY. Improving care coordination in the Kenaszchuk C, Conn L.G, Miller K.L, Lingard
specialty referral process between primary L, Thorpe K.E. Structuring communication
and specialty car. North Carolina Medical relationships for iInterprofessional
Journal. 2012 April;73(1): 61-2. teamwork: a cluster randomized controlled
8. Burtscher M.J, Manser T. Team mental models trial. (publisher unknown). 2007.
and their potential to improve teamwork and 14. Rokhmah NA, Anggorowati. Komunikasi
safety: A review and implications for future efektif dalam praktek kolaborasi
research in healthcare. Safety Science,. interprofesi sebagai upaya meningkatkan
2012;50(5):1344-54. kalitas pelayanan. J Health Studies. 2017
9. Harris M, Ferreira A, Moraes I, De Andrade Maret;1(1):65-71.
F, De Souza D. Reply letter utilization by 15. Nasution RFH. Pengetahuan, sikap dan
secondary level specialists in a municipality. persepsi petugas gawat darurat terhadap
In Brazil: a Qualitative Study. Revista Pan keselahan medic. J Kesehatan Masyarakat
American Journal Public Health. 2007;21(2- Nasional. 2009 Juni;3(6):270-4.

178 JSK, Volume 2 Nomor 4 Juni Tahun 2017

Anda mungkin juga menyukai