Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelajar merupakan suatu objek yang masih rentan terhadap pengaruh masa kini.

Dan sekolah juga merupakan tempat atau sarana yang menujang terhadap pergaulan

masa kini. Salah satu pengaruh masa kini adalah berpacaran. Tidak sedikit pelajar yang

menjadi hal tersebut adalah tren.

Zaman sekarang ini berpacaran tidak hanya dikenal di kalangan orang orang

yang sudah lulus sekolah saja. Malahan sekarang itu hampir dikalangan semua siswa

atau siswi. Yang mengejutkan lagi malah siswa/i SD yang juga sudah mulai berpacaran.

Apabila tindakan itu didiamkan akan mengakibatkan dampak buruk bagi para siswa

maupun siswi tersebut. Ditambah lagi dengan siswa maupun siswi, yang memang belum

tahu pasti tentang cara berpacaran yang baik dan benar.

Pacaran adalah aktivitas yang dekat dengan dunia remaja. Bagi remaja sekarang

tidak gaul, kuno, dan kolot jika tidak pacaran. Masalahnya adalah bagi remaja sekarang

tidak disebut pacaran jika tidak kissing, necking, petting, bahkan sampai pada

intercourse. Dari sinilah serangkaian masalah pelik muncul yang bisa menghancurkan

masa depan remaja. (Muhammad Syafiie : 2011)

Sebenarnya pacaran adalah godaan para remaja yang mesti diperhatikan secara

serius. Pacaran kelihatannya mengasikkan, padahal pacaran merupakan godaan yang

mesti diwaspadai. Pacaran akan membuat konsentrasi remaja terpecah berkeping-keping.

Energi dan pikiran remaja akan banyak tersiksa untuk mempertahankan hubungan

dengan sang pacar. Bukankah dalam pacaran sering terjadi berbagai konflik. Konflik-

konflik itu akan membuat seorang remaja menjadi pusing bahkan koma, ada yang

sampai depresi akibat bertengkar dengan pacar. (Suparno : 2009)

Karena tidak semua siswa maupun siswi yang memikirkan dampak dampak

yang akan terjadi bagi diri mereka masing masing. Dan apakah berpacaran itu dapat

1
mempengaruhui prestasi mereka di sekolah. Itulah yang membuat penulis tertarik untuk

membahas tentang Pengaruh Berpacaran Terhadap Prestasi Belajar Siswa di dalam

karya tulis ini. Hal hal yang mempengaruhi :

1. Bagaimana tanggapan siswa/i lain terutama siswa/i yang belum atau tidak

berpacaran.

2. Cara pelajar membagi waktunya antara berpacaran dengan belajar

3. Dan sebetulnya apakah berpacaran mempunyai dampak tersendiri bagi prestasi

mereka disekolah tersebut.

4. Bagaimana pandangan siswa/i sendiri melihat dampak positif dan negatif dari

berpacaran yang sudah mereka jadikan tren pada saat ini.

5. Serta bagaimana menurut para guru mengenai dampak yang di berikan dari

berpacaran terhadap anak didiknya.

6. Dan bagaimana caranya bagi siswa maupun siswi yang memang sudah berprestasi

untuk mempertahankan prestasinya walaupun mereka berpacaran.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun perumusan masalah dari laporan penelitian ini adalah : Apakah terdapat

hubungan antara pacaran terhadap prestasi belajar siswa SMA NEGERI 1

PATOKBEUSI ?

1.3. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis memfokuskan untuk meningkatkan prestasi belajar

siswa tanpa terganggu oleh hal berpacaran.

1.4. Tujuan

Berdasarkan masalah yang dikemukakan, adapun tujuan dari penelitan ini

adalah :

2
1. bagaimana tanggapan mereka mengenai dampak positif maupun negatif yang di

berikan.

2. Seberapa besar minat siswa maupun siswi untuk bepacaran.

3. Karya tulis ini juga mencari tahu bagaimana cara berpacaran yang memang pantas di

lakukan dikalang siswa maupun siswi.

4. Dan karya tulis ini mempunyai tujuan lain yaitu, agar pembaca tahu baik buruk nya

pengaruh berpacaran terhadap prestasi pelajar. Serta mengetahui seberapa banyak

siswa maupun siswi yang merasakan pengaruh positif dari hal tersebut.

1.5. Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar, dan meninggalkan gaya berpacaran

yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi para siswa.

2. Untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

1.6. Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan judul karya tulis dan masalah yang di kemukakan, maka penulis

akan menggunakan hipotesis verbal sebagai dugaan sementara di dalam penelitian ini :
Hipotesi alternatif (Ha) : Adanya pengaruh berpacaran terhadap prestasi belajar siswa

di sekitar SMA NEGERI 1 PATOKBEUSI.


Hipotesis nol (H0) : Tidak ada pengaruh berpacaran terhadap prestasi belajar siswa di

sekitar SMA NEGERI 1 PATOKBEUSI.

1.7. Penjelasan istilah

Istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pacaran dan Prestasi Belajar.

Pacaran adalah aktivitas menumpahkan rasa suka dan sayang kepada lawan jenis,

(JNC 58). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi ketiga, 2002 : 807) Pacar

3
adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan

cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasihan dengan sang pacar.

http://m.kompasiana.com

Sedangkan Prestasi belajar adalah hasil yang di capai oleh seseorang setelah ia

melakukan perubahan belajar baik di sekolah maupun di luar sekolah. Didalam Webster

new international dictionary mengungkapkan tentang prestasi yaitu :

Achievement test a standardized test for measuring the skill or knowledge by person in

one more lines of work a study . http://www.belajarpsikologi.com

1.8. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif karena data yang di peroleh

berupa angka-angka yang diolah menggunakan data statistik.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Remaja dan perkembangannya

Masa remaja, menurut Mappiare (1982) berlangsung antara umur 12 tahun

sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria.

Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia12/13 tahun sampai

dengan 17/18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22

tahun adalah remaja akhir. Menurut hukum di Amerika Serikat saat ini, individu

dianggap telah dewasa apabila telah mencapai usia 18 tahun, dan bukannya 21 tahun

seperti ketentuan sebelumnya (Hurlock, 1991). Pada usia ini anak sedang duduk di

bangku sekolah menengah.

Remaja, yang dalam bahasa aslinya di sebut adolescence, berasal dari bahasa

latin adolescere yang artinya tumbuh atau tumbuh untuk mencapai kematangan.

Perkembangan lebih lanjut, istilah adolescence sesungguhnya memiliki arti yang

luas, mencakup kematangan mental, emosional, social, dan fisik (Hurlock, 1991).

Pandangan ini didukung oleh Piaget yang mengatakan bahwa secara psikologis, remaja

adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke dalam masyarakat dewasa,

suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada di bawah tingkat orang yang

lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar. Memasuki masyarakat

dewasa ini mengandung banyak aspek afektif, lebih atau kurang dari usia pubertas.

Remaja juga sedang mengalami perkembangan pesat dalam aspek intelektual.

Transformasi intelektual dari cara berpikir remaja ini memungkinkan mereka tidak

hanya mampu mengintegrasikan dirinya ke dalam masyarakat dewasa, tapi juga

merupakan karakteristik yang paling menonjol dari semua periode perkembangan (Shaw

dan Costanzo, 1985).

5
Perkembangan intelektual yang terus-menerus menyebabkan remaja mencapai

tahap berpikir operasional formal. Tahap ini memungkinkan remaja mampu berpikir

secara lebih abstrak, menguji hipotesis, dan mempertimbangkan apa saja peluang yang

ada padanya daripada sekadar melihat apa adanya. Kemampuan intelektual seperti ini

yang membedakan fase remaja dari fase-fase sebelumnya (Shaw dan Costanzo).

2.2 Minat remaja terhadap pendidikan

Hal yang dikeluhkan oleh remaja umumnya adalah masalah sekolah dan

pekerjaan rumah, kursus wajib, makan di kantin, dan cara pengelolaan sekolah. Mereka

bersikap kritis terhadap guru-guru dan cara mereka mengajar. Namun demikian,

mayortitas remaja akhir bias menyesuaikan diri secara baik di sekolah , baik dengan

masalah-masalah akademik maupun social.

Minat remaja pada pekerjaan sangatt mempengaruhi besarnya minat mereka

terhadap pendidikan. Bagi mereka pendidikan tinggi dianggap sebagai batu loncatan

untuk meraih pekerjaan. Pada umunya remaja lebih menaruh minat pada pelajaran-

pelajaran yang nantinya akan bermanfaat dalam bidang pekerjaan yang dipilihnya.

Remaja yang lebih tua sebagaimana remaja muda, memandang keberhasilan dalam

olahraga dan kehidupan social sama pentingnya dengan keberhasilan dalam tugas-tugas

sekolah dan merupakan batu loncatan bagi keberhasilan masa depan.

Diantara remaja, ada juga yang tidak berminat pada pendidikan, bahkan

membenci sekolah. Pertama, remaja yang orangtuanya memiliki cita-cita tinggi yang

tidak realistis terhadap prestasi akademik atau prestasi social yang terus-menerus

mendesak untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Kedua, remaja yang kurang

diterima oleh teman-teman sekelas, yang tidak mengalami kegembiraan sebagaimana

dialami teman-teman sekelas dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Ketiga, remaja

yang matang lebih awal fisiknya jauh lebih besar dibandingkan teman-teman sekelasnya.

6
Karena penampilannya lebih tua dari usia yang sesungguhnya, sering dia diharapkan

berprestasi lebih baik melebihi kemampuannya.

Ketiga jenis remaja yang kurang berminat pada pendidikan itu biasanya

menunjukkan cirri-ciri ketidaksenangannya. Misalnya, berprestasi rendah, bekerja

dibawah kemampuannya dalam setiap mata pelajaran atau dalam mata pelajaran yang

tidak disukainya, membolos dan berusaha memperoleh izin dari orangtua untuk berhenti

sekolah sebelum waktunya, berhenti sekolah setelah duduk di kelas terakhir tanpa

merasa perlunya ijazah. Gejala seperti ini sering tampak pada remaja yang matang lebih

awal yang hanya memandang sekolah sebagai sebagai sesuatu yang tidak

menyenangkan, bahkan memandangnya sebagai pengalaman yang merendahkan.

2.3 Meningkatnya ketertarikan pada lawan jenis

Remaja sangat sadar akan dirinya tentang bagaimana pandangan lawan jenis

mengenai dirinya. Dalam konteks ini, kublen (Simanjuntak dan Pasaribu, 1984 : 153)

bahkan menegaskan bahwa : the social interest of adolescent are essentially sex socoal

interest. Oleh sebab itu, masa remaja seringkali disebut juga sebagai masa biseksual.

Meskipun kesadaran akan lawan jenis ini berhubungan dengan perkembangan jasmani,

tetapi sesungguhnya yang berkembang secara dominan bukanlah kesadaran jasmani

yang berlainan, melainkan tumbuhnya ketertarikan terhadap jenis kelamin yang lain.

Hubungan social yang tidak terlalu menghiraukan perbedaan jenis kelamin pada masa-

masa sebelumnya, kini beralih ke hubungan sosial yang dihiasi perhatian terhadap jenis

kelamin. Ada yang mengistilahkan bahwa dunia remaja telah menjadi dunia erotis

(Sunarto, 1998). Keinginan mambangun hubungan sosial dengan jens kelamin lain dapat

dpandang sebagai suatu yang berpangkal pada kesadaran akan kesunyian.

7
2.4 Sarana / Prasarana dalam berpacaran

Sarana yang sudah tidak asing lagi didengar bagi pelajar SMA pastinya adalah

disekolah. Karena tidak sedikit pula siswa maupun siswi yang suka dengan lawan jenis

nya, lebih tepat lagi siswa maupun siswi mempunyai lebih banyak waktu untuk

mengenal lawan jenis nya lebih detail.Karena seperti yang dikatakan penulis dari mata

turun ke hati. Itulah yang mengakibatkan tidak sedikit dari pelajar yang sudah

berpacaran dengan teman sekelas maupun teman lain kelas. Disekolah juga disediakan

sarana dan prasarana untuk menunjang kenyamanan bagi siswa maupun siswi seperti:

taman, kantin, danau, kolam renang, lapangan basket, lapangan voly, lapangan tenis dan

lain lain.
Sarana tersebut selain digunakan untuk kepentingan pendidikan siswa maupun

siswi, juga dapat dipergunakan untuk berpacaran. Selain disekolah juga banyak tempat-

tempat umum yang dapat mereka pergunakan. Karena di jaman sekarang ini bagi siswa

maupun siswi berpacaran adalah hal yang sudah lumrah jadi mereka juga merasa bebas

untuk berpacaran dimanapun. Karena yang penting mereka merasa nyaman di tempat

itu. Dan tidak ada yang mengganggunya. Mereka pun tidak sungkan untuk

memanfaatkan sarana dan prasarana yang ada disekolah, karena memang sarana dan

prasarana tersebut dibuat untuk kenyamanan siswa maupun siswi yang bersekolah

disekolah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai