Anda di halaman 1dari 26

Borang Portofolio

No. ID dan Nama Peserta : dr. Suci Uthari

Topik : Combustio grade II-III

Tanggal Kasus 21 April 2015 Persenter dr. Suci Uthari

Tanggal Presentasi : Mei 2015 Pendamping : dr. Yosi Susandri

Tempat Presentasi : RSUD Adnaan WD Payakumbuh

Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Rema Dewasa Lansia Bumil


ja
Deskripsi : - Pasien laki-laki usia 47 tahun dibawa ke IGD dengan keluhan terkena
ledakan api dari tiner dan lem perekat sejak 20 menit sebelum masuk RS.
- Api mengenai wajah, dada, sebagian perut, dan kedua tangan pasien.
- Pasien mengeluhkan nyeri pada daerah luka bakar.
- Pasien sadar sejak kejadian, pasien berguling ke tanah namun api belum
padam.
- Sesak (-), mual (+), muntah sebelumnya (-)
Tujuan : Memberikan pertolongan pertama pada pasien luka bakar, menentukan derajat
dan luas luka bakar, memberikan terapi yang tepat, serta memberikan edukasi
pada pasien luka bakar
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan : Pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan Email Pos
Membahas : Diskusi

Data Pasien Nama : Tn. O No. Reg: 013490

Nama Klinik : RSUD Dr. Adnaan WD Telp : (0752) 92018 Terdaftar sejak :

Data Utama untuk bahan diskusi :


1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
- Pasien laki-laki usia 47 tahun dibawa ke IGD dengan keluhan terkena ledakan api dari
tiner dan lem perekat sejak 20 menit sebelum masuk RS.
- Pasien terkena ledakan api dari lem perekat yang disirami dengan minyak tanah, api
mengenai wajah, dada, perut dan kedua tangan pasien
- Pasien mengeluhkan nyeri pada daerah luka bakar
- Pasien sadar sejak kejadian, pasien berguling ke tanah namun api belum padam.
- Sesak (-), mual (+), muntah sebelumnya (-)

2. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit jantung (-), riwayat penyakit ginjal (-),
riwayat penyakit hati (-).
3. Riwayat Pengobatan : minum obat rutin (-)

4. Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
jantung, ginjal, dan hati.
5. Riwayat Pekerjaan :

6. Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus) : pasien tidak mengetahui
status imunisasi

Primary survey :
- Airway : paten
- Breathing : baik, frekuensi 22 kali / menit
- Circulation and bleeding control : nadi 96 kali / menit, TD : 140/60 mmHg
- Disability : GCS 15 (E4M6V5)

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 140/60 mmHg
Nadi : 96 x/mnt
Nafas : 22 x/mnt
Suhu : 370C

Status Generalis :
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, 3mm/3mm, refleks
cahaya +/+
Leher : JVP 5-2 mmH2O

Thorax :
Cor : bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler (+) normal
Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : tidak tampak membuncit, distensi (-)
: supel, bising Usus (+) Normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik

Status lokalis untuk dugaan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding


Regio Fasialis dan Colli
I : Hiperemis (+), bullae (+), luas 4%
Regio Thorax
I : Hiperemis (-), bullae (+) sudah dipecahkan, putih keabuan(+), luas 9%
Regio Abdomen
I : Hiperemis (-), bullae (+) sudah dipecahkan, putih keabuan (+), luas 5%
Regio Humeri dan Antebrachii Dextra
I : Hiperemis (-), bullae (+) sudah dipecahkan, putih keabuan(+), luas 9%
Regio Humeri dan Antebrachii Sinistra
I : Hiperemis (-), bullae (+) sudah dipecahkan, putih keabuan(+), luas 9%

Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium
Hb : 14,2 gr/dl
Leukosit : 10.200 /mm3
Ht : 44 %
Trombosit : 385.000/mm3
GDR :

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis luka bakar
2. Penatalaksanaan luka bakar
- Pertolongan pertama pada pasien luka bakar
- Intervensi farmakologis
- Edukasi penyebab luka bakar dan pencegehan komplikasi

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subjektif :
Seorang pasien laki-laki usia 47 tahun dibawa ke IGD dengan keluhan
- Terkena ledakan api dari tiner dan lem perekat sejak 20 menit sebelum masuk RS.
- Pasien terkena ledakan api dari lem perekat yang disirami dengan minyak tanah, api
mengenai wajah, dada, perut dan kedua tangan pasien
- Pasien mengeluhkan nyeri pada daerah luka bakar
- Pasien sadar sejak kejadian, pasien berguling ke tanah namun api belum padam.
- Sesak (-), mual (+), muntah sebelumnya (-)
- Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit jantung (-), riwayat penyakit ginjal (-),
riwayat penyakit hati (-).
- Riwayat Pengobatan : minum obat rutin (-)
- Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
jantung, ginjal, dan hati.
- Riwayat Pekerjaan :
- Riwayat Imunisasi (disesuaikan dengan pasien dan kasus) : pasien tidak mengetahui
status imunisasi
Objektif :
Primary survey :
- Airway : paten
- Breathing : baik, frekuensi 22 kali / menit
- Circulation and bleeding control : nadi 96 kali / menit, TD : 140/60 mmHg
- Disability : GCS 15 (E4M6V5)

Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 140/60 mmHg
Nadi : 96 x/mnt
Nafas : 22 x/mnt
Suhu : 370C

Status Generalis :
Mata : conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor, 3mm/3mm,
refleks cahaya +/+
Leher : JVP 5-2 mmH2O

Thorax :
Cor : bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : suara nafas vesikuler (+) normal
Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : tidak tampak membuncit, distensi (-)
: supel, bising Usus (+) Normal
Ekstremitas : akral hangat, refilling kapiler baik
Status lokalis untuk dugaan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding
Regio Fasialis dan Colli
I : Hiperemis (+), bullae (+), luas 6 %
Regio Thorax
I : Hiperemis (-), bullae (+) sudah dipecahkan, luas 9%
Regio Abdomen
I : Hiperemis (-), bullae (+) sudah dipecahkan, luas 3%
Regio Humeri dan Antebrachii Dextra
I : Hiperemis (-), bullae (+) sudah dipecahkan, luas 9%
Regio Humeri dan Antebrachii Sinistra
I : Hiperemis (-), bullae (+) sudah dipecahkan, luas 9%

Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium
Hb : 14,2 gr/dl
Leukosit : 10.200 /mm3
Ht : 44 %
Trombosit : 385.000/mm3
GDR :

Assestment :
I. Definisi aluka Bakar
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda
yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun tidak langsung, pajanan suhu tinggi
dari matahari, listrik, maupun bahan kimia, air, dll) atau zat-zat yang bersifat membakar
(asam kuat, basa kuat).

II. Etiologi
Beberapa penyebab luka bakar adalah :
a. Luka bakar suhu tinggi (thermal burn)
- Benda panas : padat, cair, udara/uap
- Api
- Sengatan matahari / sinar panas
b. Luka bakar bahan kimia (chemial burn) misalnya asam kuat dan basa kuat
c. Luka bakar sengatan listrik (electrical burn) misalnya lairan listrik tegangan tinggi
d. Luka bakar radiasi (radiasi injury)

III. Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler
yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya
ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan oedem
dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume
cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar
derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga. Bila luas luka bakar
kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi
bila lebih dari 20% akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah,
pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin
berkurrang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Oedem laring
yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas,
takipnea, stridor, suara serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga. Dapat juga keracunan
gas CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat
sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah
lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bisa
lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal. Setelah 12 24 jam,
permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema
ke pembuluh darah. Ini di tandai dengan meningkatnya diuresis.

Perjalanan penyakit luka bakar dibedakan menjadi 3 fase :


a. Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal penderita akan mengalami
ancaman gangguan airway (jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation
(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberpa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran nafas akibat cedera inhalasi dalam 48-
72 jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderita pada fase
akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat cedera
termal yang berdampak sistemik
b. Fase Sub Akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan :
- Proses inflamasi dan infeksi
- Problem penutupan luka yang tidak berepitel lua atau pada struktur tau organ
fungsional
- Keadaan hipermetabolisme
c. Fase Lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan pemulihan
fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah penyakit berupa sikatrik yang
hipertrofik, keloid, gangguan pigmetasi, deformitas dan kontraktur.

IV. Diagnosis
Diagnosis luka bakar didasarkan pada ;
a. Luas luka bakar
b. Derajat (kedalaman) luka bakar
c. Lokalisasi
d. Penyebab
Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule of nine. Rumus
rulle of nine dari Wallace tidak digunakan pada bayi dan anak karena luas relatif permukaan kepala
anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Oleh karna itu, digunakan rumus 10
untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund and Browder utuk anak.

a. Kepala dan leher : 9%


b. Lengan masing-masing 9% : 18%
c. Badan depan dan belakang : 36%
d. Tungkai masing-masing 18% : 36%
e. Genetalia perineum : 1%
Total : 100 %

Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi karena luas
relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih
kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 dari Lund
and Browder untuk anak.

Derjat luka bakar


a. Luka bakar grade I
Disebut juga luka bakar superficial
Mengenai lapisan luar epidermis, tetapi tidak sampai mengenai daerah dermis.
Sering disebut sebagai epidermal burn
Kulit tampak kemerahan, sedikit oedem, dan terasa nyeri
Pada hari ke empat akan terjadi deskuamasi epitel (peeling)

b. Luka bakar grade II


Superficial partial thickness:
Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan atas dari dermis
Kulit tampak kemerahan, oedem dan rasa nyeri lebih berat daripada luka bakar
grade
Ditandai dengan bula yang muncul beberapa jam setelah terkena luka
Bila bula disingkirkan akan terlihat luka bewarna merah muda yang basah
Luka sangat sensitive dan akan menjadi lebih pucat bila terkena tekanan
Akan sembuh dengan sendirinya dalam 3 minggu ( bila tidak terkena infeksi ),
tapi warna kulit tidak akan sama seperti sebelumnya.
Deep partial thicknes
Luka bakar meliputi epidermis dan lapisan dalam dari dermis disertai juga
dengan bula
Permukaan luka berbecak merah muda dan putih karena variasi dari
vaskularisasi pembuluh darah( bagian yang putih punya hanya sedikit
pembuluh darah dan yang merah muda mempunyai beberapa aliran darah
Luka akan sembuh dalam 3-9 minggu.
c. Luka bakar grade III
Menyebabkan kerusakan jaringan yang permanen
Rasa sakit kadang tidak terlalu terasa karena ujung-ujung saraf dan pembuluh
darah sudah hancur.
Luka bakar meliputi kulit, lemak subkutis sampai mengenai otot dan tulang 1

d. Luka Bakar grade IV


Berwarna hitam.

Kriteria Berat Ringannya luka bakar dapat dipakai ketentuan berdasarkan American Burn
Association, yaitu sebagai berikut:
a. Luka bakar Ringan
1. Luka bakar derajat II < 15%
2. Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak
3. Luka bakar derajat III< 2%

b. Luka Bakar Sedang


1. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa
2. Luka bakar II 10-25% pada anak-anak
3. Luka bakar derajat III< 10%
c. Luka Bakar Berat
1. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
2. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
3. Luka bakar derajat II 10% atau lebih
4. Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perinerium
5. Luka bakar dengan cedera inhalasi, disertai trauma lain.

V. Penatalaksanaan
Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua :
1. Terapi fase akut
a. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar
- Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan oksigen
pada api yang menyala
- Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek Torniket, karena
jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi oedem
- Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air atau
menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas menit.
Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu tinggi berlangsung terus
setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan
dengan mendinginkan daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini
pada jam pertama sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil. Akan tetapi cara
ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas karena bahaya terjadinya
hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung pada luka bakar apapun.
b. Menilai keadaan umum penderita
Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka akibat trauma
yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing Circulation) yang diikuti dengan pendekatan
khusus pada komponen spesifik luka bakar pada survey sekunder.
- Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas
- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan luas luka
bakar dan kebutuhan cairan (RL).
- Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan kebutuhan cairan.

Penanganan Pernafasan
Trauma inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi dengan angka
kematian. Kematian akibat trauma inhalasi terjadi dalam waktu singkat 8 sampai 24
jam pertama pasca operasi. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka
bakar mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa jalan
napas akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang terjadi dapat
menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas karena edema laring. Trauma
panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat panas, produk produk yang tidak
sempurna dari bahan yang terbakar seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang
menyebabkan kerusakan dari mukosa lansung pada percabangan trakheobronkhial.
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi
yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik seperti
hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida, akreolin dan partikel partikel
tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi
pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya
tracheal bronchitis dan edem. Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan
terjadinya hipoksia jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas yang cukup
kuat terhadap pengikatan hemoglobin dengan kemampuan 210 240 kali lebih kuat
disbanding kemampuan O2. Jadi CO akan memisahkan O2 dari Hb sehingga
mengakibatkan hipoksia jaringan. Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada
penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.
a. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
b. Sputum tercampur arang.
c. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
d. Penurunan kesadaran termasuk confusion.
e. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas atau
adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan,
menandakan adanya iritasi mukosa.
f. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.
g. Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi.
Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress pernapasan maka harus
dilakukan trakheostomi. Penderita dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat
sampai kondisi stabil.

Penanganan Sirkulasi
Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas kapiler yang akan
diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke
jaringan interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intra vaskuler dan edema
interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik terganggu sehingga sirkulasi
kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka
bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh,
terjadi penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi
hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan
menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke jaringan. Keadaan ini dikenal dengan
sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah
kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki
korelasi dengan angka kematian. Beberapa penelitian membuktikan bahwa
penatalaksanaan syok dengan metode resusutasi cairan konvensional (menggunakan
regimen cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat,
menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat kerusakan jaringan diperkecil (pemantauan
kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan koagulatif diperkecil kemungkinannya,
ketiganya diketahui memiliki nilai prognostic terhadap angka mortalitas.
Resustasi Cairan
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang
adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar.
Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya akumulasi cairan edema
tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga seluruh tubuh. Telah diselidiki
bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah karena keluarnya sitokin dan
beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi dari sel, kebocoran kapiler. Tujuan
utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi
jaringan tanpa menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam
pertama terjadinya luka dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama
setelah luka bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian
garam ekstraseluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel tubuh.
Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48 jam setelah
terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam.

Formula yang terkenal untuk resusitasi cairan adalah :


i. Formula Parkland
24 jam pertama diberikan cairan Ringer laktat : 4ml/kgBB/%luka bakar
Contohnya pria dengan berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 %
membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam pertama
- jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam
- jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.
ii. Cara Evans :
Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg = jumlah NaCl / 24 jam
Luas luka bakar dalam % x berat badan dalam kg =jumah plasma / 24 jam
(no 1 dan 2 pengganti cairan yang hilang akibat oedem. Plasma untuk mengganti
plasma yang keluar dari pembuluh dan meninggikan tekanan osmosis hingga
mengurangi perembesan keluar dan menarik kembali cairan yang telah keluar)
2000 cc Dextrose 5% / 24 jam (untuk mengganti cairan yang hilang akibat
penguapan)
Separuh dari jumlah cairan 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan pada hari
pertama. Dan hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

iii. Rumus Baxter yaitu : % x BB x 4 cc/kgbb


Separuh dari jumlah cairan ini diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16
jam berikutnya. Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan RL karena terjadi
defisit ion Na. Hari kedua diberikan setengah cairan hari pertama.
Contoh : seorang dewasa dengan BB 50 kg dan luka bakar seluas 20 % permukaan kulit akan
diberikan 50 x 20 % x 4 cc = 4000 cc yang diberikan hari pertama dan 2000 cc pada hari
kedua.
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 5 Tahun : berat badan x 50 cc
jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua = Dewasa : hari I


= Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Petunjuk perubahan cairan
Pemantauan urin output tiap jam
Tanda-tanda vital, tekanan vena sentral
Kecukupan sirkulasi perifer
Tidak adanya asidosis laktat, hipotermi
Hematokrit, kadar elektrolit serum, pH dan kadar glukosa

c. Perawatan Luka
Setelah keadaan umum membaik dan telah dilakukan resusitasi cairan dilakukan
perawatan luka. Perawatan tergantung pada karakteristik dan ukuran dari luka. Tujuan
dari semua perawatan luka bakar agar luka segera sembuh rasa sakit yang minimal.
- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic
- Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-tanda infeksi, keringkan
dengan handuk bersih dan re-dress pasien dengan menggunakan medikasi topikal. Luka
bakar wajah superficial dapat diobati dengan ointment antibacterial. Luka sekitar mata
dapat diterapi dengan ointment antibiotik mata topical. Luka bakar yang dalam pada
telinga eksternal dapat diterapi dengan mafenide acetat, karena zat tersebut dapat
penetrasi ke dalam eschar dan mencegah infeksi purulen kartilago.
- Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti: silver sulfadiazine,
contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.
- Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan
- Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan
Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada luka yang ungraft.
Membrane basal lapisan epitel baru kurang berikatan dengan bed dari luka bakar.
Struktur ini dapat mengalami rekonstruksi sendiri dalam waktu beberapa bulan dan
menjadi bullae. Bulla ini paling baik diterapi dengan dihisap dengan jarum yang bersih,
memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka, dan menutup dengan pembalut
adhesif. Pembalut adhesive ini dapat direndam.
- Setelah luka dibersihkan dan didebridement, luka ditutup. Penutupan luka ini memiliki
beberapa fungsi :
1. dengan penutupan luka akan melindungi luka dari kerusakan epitel dan
meminimalkan timbulnya koloni bakteri atau jamur.
2. luka harus benar-benar tertutup untuk mencegah evaporasi pasien tidak hipotermi.
3. penutupan luka diusahakan semaksimal mungkin agar pasien merasa nyaman dan
meminimalkan timbulnya rasa sakit
- Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar.
Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya barier
pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup dengan pemberian salep
antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi
NSAID (Ibuprofen, Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan.
Luka bakar derajat II (superfisial), perlu perawatan luka setiap harinya, pertama-
tama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut dengan perban katun dan
dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain luka dapat ditutup dengan penutup luka
sementara yang terbuat dari bahan alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft
(homograft, cadaver skin) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra).
Luka derajat II (dalam) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal dan
cangkok kulit (early exicision and grafting ).
- Pasien dipindahkan ke tempat steril
- Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.
- Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk menghindari gangguan
pada gaster.
- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus
- Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien
- Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus paralitic.

2. Terapi fase pasca akut


a. Perawatan luka
- Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose, kuman yang mati, serum,
darah kering)
- Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan sesuai hasilnya
- Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali
- Kalau perlu pemberian Human Albumin

b. Keadaan umum penderita


- Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti kesadaran, suhu
tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan penurunan kesadaran, febris dan sirkulasi
yang jelek, hal ini menandakan adanya sepsis.
- Kontrol rasa sakit merupakan masalah yang signifikan untuk pasien yang mengalami
luka bakar untuk melalui masa pengobatan. Pada luka bakar yang mengenai jaringan
epidermis akan menghasilkan rasa sakit dan perasaan tidak nyaman. Dengan tidak
terdapatnya jaringan epidermis (jaringan pelindung kulit), ujung saraf bebas akan lebih
mudah tersensitasi oleh rangsangan. Pada luka bakar derajat II yang dirasakan paling
nyeri, sedangkan luka bakar derajat III atau IV yang lebih dalam, sudah tidak dirasakan
nyeri atau hanya sedikit sekali. Saat timbul rasa nyeri terjadi peningkatan katekolamin
yang mengakibatkan peningkatan denyut nadi, tekanan darah dan respirasi, penurunan
saturasi oksigen, tangan menjadi berkeringat, flush pada wajah dan dilatasi pupil.
Pasien akan mengalami nyeri terutama saat ganti balut, prosedur operasi, atau saat
terapi rehabilitasi. Dalam kontrol rasa sakit digunakan terapi farmakologi dan non
farmakologi. Terapi farmakologi yang digunakan biasanya dari golongan opioid dan
NSAID. Preparat anestesi seperti ketamin, N2O (nitrous oxide) digunakan pada
prosedur yang dirasakan sangat sakit seperti saat ganti balut. Dapat juga digunakan obat
psikotropik sepeti anxiolitik, tranquilizer dan anti depresan. Penggunaan benzodiazepin
bersama opioid dapat menyebabkan ketergantungan dan mengurangi efek dari opioid.
c. Diet dan cairan
Penderita luka bakar membutuhkan kuantitas dan kualitas yang berbeda dari orang
normal karena umumnya penderita luka bakar mengalami keadaan hipermetabolik.
Kondisi yang berpengaruh dan dapat memperberat kondisi hipermetabolik yang ada
adalah:
Umur, jenis kelamin, status gizi penderita, luas permukaan tubuh, massa bebas
lemak.
Riwayat penyakit sebelumnya seperti DM, penyakit hepar berat, penyakit ginjal
dan lain-lain.
Luas dan derajat luka bakar
Suhu dan kelembaban ruangan ( memepngaruhi kehilangan panas melalui
evaporasi)

Aktivitas fisik dan fisioterapi

Penggantian balutan

Rasa sakit dan kecemasan

Penggunaan obat-obat tertentu dan pembedahan.

Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu : oral,
enteral dan parenteral. Untuk menentukan waktu dimulainya pemberian nutrisi dini pada
penderita luka bakar, masih sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai
dengan 48 jam pascatrauma.

Dalam menentukan kebutuhan kalori basal pasien yang paling ideal adalah dengan mengukur
kebutuhan kalori secara langsung menggunakan indirek kalorimetri karena alat ini telah
memperhitungkan beberapa faktor seperti BB, jenis kelamin, luas luka bakar, luas permukan
tubuh dan adanya infeksi. Untuk menghitung kebutuhan kalori total harus ditambahkan faktor
stress sebesar 20-30%. Tapi alat ini jarang tersedia di rumah sakit.
Yang sering di rekomendasikan adalah perhitungan kebutuhan kalori basal dengan formula
HARRIS BENEDICK yang melibatkan faktor BB, TB dan Umur. Sedangkan untuk
kebutuhan kalori total perlu dilakukan modifikasi formula dengan menambahkan faktor
aktifitas fisik dan faktor stress.
Pria : 66,5 + (13,7 X BB) + (5 X TB) (6.8 X U) X AF X FS
Wanita : 65,6 + (9,6 X BB) + (1,8 X TB)- (4,7 X U) X AF X FS
Perhitungan kebutuhan kalori pada penderita luka bakar perlu perhatian khusus karena
kurangnya asupan kalori akan berakibat penyembuhan luka yang lama dan juga
meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas. Disisi lain, kelebihan asupan kalori dapat
menyebabkan hiperglikemi, perlemakan hati. Penatalaksanaan nutrisi pada luka bakar dapat
dilakukan dengan beberapa metode yaitu : oral, enteral dan parenteral.
Untuk menentukan waktu dimualinya pemberian nutrisi dini pada penderita luka bakar, masih
sangat bervariasi, dimulai sejak 4 jam pascatrauma sampai dengan 48 jam pascatrauma.

VI. Permasalahan Pasca Luka Bakar


Setelah sembuh dari luka, masalah berikutnya adalah jaringan parut yang dapat
berkembang menjadi cacat berat. Kontraktur kulit dapat mengganggu fungsi dan
menyebabkan kekakuan sendi atau menimbulkan cacat estetik yang buruk sekali
sehingga diperlukan juga ahli ilmu jiwa untuk mengembalikan kepercayaan diri.
Permasalahan-permasalahan yang ditakuti pada luka bakar:
Infeksi dan sepsis
Oliguria dan anuria
Oedem paru
ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome )
Anemia
Kontraktur
Kematian

VII. Komplikasi
Gagal ginjal akut
Gagal respirasi akut
Syok sirkulasi
Sepsis

VIII. Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas permukaan badan
yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan kecepatan pengobatan
medikamentosa. Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut.
Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan luka
parut. Luka bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan
membentuk jaringan parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam
beberapa kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang jaringan parut.

Telaah Kasus
Diagnosis luka bakar pada pasien ini (laki-laki, 47 tahun) ditegakkan dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dimana dalam penegakkan diagnosis luka
bakar didasarkan kepada :
1. Etiologi.
Dari anamnesi didapatkan bahwa pasien terkena ledakan api dari tiner dan lem perekat
yang meledak.
Pasien ini terkena luka bakar yang berasal dari api (thermal burn).
2. Derajat luka bakar.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan luka bakar yang yang ditandai dengan
ditemukannya kulit yang hiperemis, bula, dan luka bewarna merah muda dan putih
yang basah pada sebagian badan. pasien juga mengeluh kesakitan akibat luka bakar
yang dialami.
Dapat disimpulkan bahwa luka bakar mengenai lapisan epidermis dan dermis. Bula
yang terbentuk disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas kapiler akibat terpajan
suhu yang tinggi. Rasa sakit disebabkan oleh ujung saraf sensorik yang ikut teriritasi.
Berbeda dengan luka bakar derjat III, dimana rasa sakit kadang tidak terlalu terasa
karena ujung saraf dan pembuluh darah sudah habis terbakar.
Pasien ini mengalami luka bakar derjat II-III
3. Luas luka bakar.
Berdasarkan rumus rule of nine dari Wallace maka diperkirakan luas luka bakar pada
pasien ini adalah 36% meliputi daerah wajah, leher, dada, sebagian perut, kedua
tangan.
f. Kepala dan leher :6%
g. Lengan masing-masing 9% : 18%
h. Badan depan : 12%
i. Badan belakang :-
j. Tungkai masing-masing 18% :-
k. Genetalia perineum :-
Total : 36 %

Berdasarkan American Burn Association, maka luka bakar pada pasien ini di
golongkan menjadi luka bakar berat, yang memenuhi kriteria :
1. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa
2. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak
3. Luka bakar derajat II 10% atau lebih
4. Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perinerium
5. Luka bakar dengan cedera inhalasi, disertai trauma lain.

Penatalaksanaan pada pasien ini :


2. Terapi fase akut:
a. Menghentikan penyebab luka bakar.
Pasien ini datang dalam keadaan sumber api sudah dimatikan, dan baju sudah
dilepaskan.
b. Menilai keadaan umum penderita.
Airway : tidak tampak adanya obstruksi jalan nafas.
Breathing : perlu dicurigai terjadinya trauma inhalasi , karena pada luka bakar
yang terjadi dalam ruang tertutup atau luka bakar yang mengenai daerah
wajah, dapat terjadi trauma inhalasi yaitu kerusakan mukosa jalan nafas karena
gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Kecurigaan adanya trauma inhalasi
bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut :
Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
Sputum tercampur arang.
Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
Penurunan kesadaran termasuk confusion.
Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas bernafas
atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan,
menandakan adanya iritasi mukosa.
Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau ronhi.
Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma inhalasi.
Pada pasien ini tidak memenuhi tanda-tanda terjadinya trauma inhalasi, karena saat
kejadian pasien berada di luar rumah, tidak ada sputum bercampur arang, pasien tetap
sadar, sesak nafas (-). Dari pemeriksaan fisik pun tidak ditemui adanya ronchi atau
wheezing.
Namun, gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau beberpa saat setelah
terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi saluran nafas akibat cedera inhalasi
dalam 48-72 jam pasca trauma, sehingga pada pasien ini tetap diberikan oksigen. Jika
dalam perjalan terdapat tanda atau gejala diatas, maka penanganan penderita trauma
inhalasi bila terjadi distress pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita
dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil.

Circulation. Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan permeabilitas


kapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma protein dan elektrolit) dari
intravaskuler ke jaringan interfisial mengakibatkan terjadinya hipovolemik intra
vaskuler dan edema interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik
terganggu sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan
perfusi/sel/jaringan/organ. Pada luka bakar yang berat dengan perubahan permeabilitas
kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi penimbunan cairan massif di jaringan
interstisial menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami
deficit, timbul ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke
jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul harus diatasi
dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan organ bertambah parah, sebab
syok secara nyata bermakna memiliki korelasi dengan angka kematian.
Tanda dan gejala syok hipovolemik antara lain :
1. Hipotensi dan penyempitan tekanan denyutan (tanda hilangnya cairan yang
berat)
2. Detak jantung naik, frekuensi nafas naik, kesadaran menurun
3. Produksi urine menurun
Pemeriksaan fisik pada pasien tidak ditemukan adanya tanda-tanda syok hipovolemik,
yaitu :
Keadaan Umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : CMC
Tekanan darah : 140/60 mmHg
Nadi : 96 x/mnt
Nafas : 22 x/mnt
Suhu : 370C
Karena tidak terdapat tanda-tanda syok, maka pasien ini diberikan cairan berdasarkan
luas luka bakar yang dialami dengan menggunakan rumus Baxter, yaitu % luas luka
bakar x BB x 4 cc/kgbb.
Pasien dengan perkiraan berat badan 40 kg dan luas luka bakar 36 % maka
membutuhkan cairan sebanyak 36 x 40 x 4 = 5760 cc 6000 cc dalam 24 jam
pertama
Hari I diberikan elektrolit yaitu RL karena terjadi defisit ion Na
- 3000cc dalam 8jam pertama = 90 tpm
- 3000cc dalam 16 jam berikutnya = 45 tpm
Hari II diberikan cairan hari pertama 3000 cc dalam 24 jam = 30 tpm
c. Perawatan luka
- Pada pasien ini dilakukan debridement luka dengan NaCl 0,9% dan
pembuangan jaringan nekrotik.
- Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan
- Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan
- Pada luka yang telah dibersihkan dioleskan burnazyn zalf.
- Setelah luka dibersihkan dan luka ditutup
d. Indikasi rawat
Pasien ini dirawat dengan indikasi rawat yang memenuhi yaitu luka bakar
pada dewasa yang > 20% serta terancam udem laring. Gejala udem laring pada
pasien ini seperti sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga tidak ditemukan. Begitu juga gejala keracunan
gas CO berupa lemas bingung, pusing, mual, dan muntah sampai koma juga
tidak ditemukan. Pengobatan dan tindakan yang dilakukan selama rawatan
adalah :
- Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis :
ceftriaksone injeksi 2 x 1 gr (iv)
- Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri : pemberian drip
ketorolac 30 mg
- Untuk menghindari gangguan pada gaster diberikan injeksi ranitidine
2 x 1 amp (IV)
- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus
- Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien
- Pasien ini sebaiknya dipuasakan hingga bising usus normal.
- Pada pasien ini diperlukan pemantauan vital sign. Bising usus,
jumlah urine, dan pemeriksaan HB, Ht, L, serta elektrolit.

Plan :
Diagnosis klinis : Luka bakar Api grade II-III luas 36 %
Manajemen :
- O2 2 L/menit
- Debridement luka dengan NaCl 0,9% + burnazyn zalf. Kemudian luka bakar dibalut
dengan kassa steril.
- Pasang three way : jalur pertama IVFD RL , 90 tts/menit ( habis dalam 8 jam I),
selanjutnya 30 tts/menit (habis dalam 16 jam); jalur kedua drip ketorolac 30 mg dalam
RL 20 tts/menit.
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV, allergy test
- Inj. Ranitidin 2 x 50 mg IV
- Inj. ATS I ampul, allergy test
- Pasang kateter
- Pada pasien ini diperlukan pemantauan yang intensif
- Rawat di ruangan khusus luka bakar (isolasi)

Konsultasi :
Konsultasi dilakukan dengan bagian bedah.

Pendidikan :
Memberikan edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien, dan penanganan pertama
pada luka bakar.

Rujukan
Saat ini pasien belum perlu dilakukan rujukan.

Tanggal Pemeriksaan Terapi

5/1/15 Subjektif/: Plan/:

Seluruh tubuh sembab sejak 15 hari yang IVFD RL 10 gtt/menit


lalu. BAK sedikit dan pekat.
Inj Furosemide 2x1amp
Objektif/:
Inj Metil prednisolone 2x1 amp
Vital sign :
Inj cefoperazone 2x1gr
KU: sedang, Kes : CMC
Captopril 2x6,25 mg
TD : 140/60 mmHg, Nadi : 80 x/mnt

Pemeriksaan fisik :

Mata : CA -/-, SI -/-

Leher : JVP 5-2 cmH2O

Paru : vesikuler + N, Rh -/-, Wh -/-

Labor :
Hb : 15,8

Leukosit : 9000

Hematokrit : 45

Trombosit : 252.000

Urinalisa : protein (+++), Leukosit (+),


eritrosit (++)

EKG : dbn

Assesment /: Sindrom Nefrotik

6/1/15 Subjektif/: Plan/:

Seluruh tubuh sembab sejak 15 hari yang Terapi lanjut


lalu. BAK sedikit dan pekat.

Objektif/:

Vital sign :

KU: sedang, Kes : CMC

TD : 130/80 mmHg, Nadi : 80 x/mnt

Assesment /: Sindrom Nefrotik

7/1/15 Subjektif/: Plan/:

Perut pedih, BAB hitam (-) Terapi lanjut

Objektif/:

Vital sign :

KU: sedang, Kes : CMC

TD : 130/80 mmHg, Nadi : 80 x/mnt

Assesment /: Sindrom Nefrotik

8/1/15 Subjektif/: - Plan/:


Objektif/: Terapi lanjut

Vital sign : Albumin 20% 100/hari (2 hari)

KU: sedang, Kes : CMC

TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/mnt

Assesment /: Sindrom Nefrotik

9/1/15 Subjektif/: edema +/+ Plan/:

Objektif/: Terapi lanjut

Vital sign :

KU: sedang, Kes : CMC

TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/mnt

Assesment /: Sindrom Nefrotik

10/1/15 Subjektif/: kaki bengkak , perut Plan/:


pedih, BAB lunak
Terapi lanjut
Objektif/:
Ranitidine 2x1 tab
Vital sign :
Omeperazol 1x1 tab
KU: sedang, Kes : CMC
Antasyd syr 3x1 c
TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/mnt

Assesment /: Sindrom Nefrotik

11/1/15 Subjektif/: - Plan/:

Objektif/: Terapi lanjut

Vital sign :

KU: sedang, Kes : CMC

TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80 x/mnt

Assesment /: Sindrom Nefrotik

12/1/15 Subjektif/: - Plan/:


Objektif/: Aff kateter

Vital sign : Orbumin 3x1

KU: sedang, Kes : CMC Terapi lain lanjut

TD : 110/70 mmHg, Nadi : 80 x/mnt Bisa rawat jalan

Assesment /: Sindrom Nefrotik Obat pulang

Captopril 2x6,25 mg

Antasyd syr 3x1 c

Ranitidine 2x1 tab

Omeperazole 2x1 tab

Orbumin 3x1

Furosemide 2x1

Metil prednisolone 4x4 tab

19/1/15 Kontrol poli Plan/:

Subjektif/: Furosemide 1x1

Sejak 2 hari yll BAB hitam. Sekarang KSR 1x1


sudah normal. Tangan kesemutan, mata
kiri kabur.

Objektif/:

Vital sign :

KU: sedang, Kes : CMC

TD : 100/70 mmHg, Nadi : 80 x/mnt

Assesment /: Sindrom Nefrotik

Anda mungkin juga menyukai