PENGERTIAN ZAKAT
Zakat (Bahasa Arab: ; transliterasi: Zakah) yang berarti suci atau bersih, sedangkan
menurut istilah adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan
diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya) menurut ketentuan
yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Zakat merupakan rukun ketiga dari rukun Islam.
B. SEJARAH ZAKAT
Setiap muslim diwajibkan memberikan sedekah dari rezeki yang dikaruniakan Allah.
Kewajiban ini tertulis di dalam Alquran. Pada awalnya, Alquran hanya memerintahkan untuk
memberikan sedekah (pemberian yang sifatnya bebas, tidak wajib). Namun, pada kemudian hari,
umat Islam diperintahkan untuk membayar zakat. Zakat menjadi wajib hukumnya sejak tahun
662 M. Nabi Muhammad melembagakan perintah zakat ini dengan menetapkan pajak bertingkat
bagi mereka yang kaya untuk meringankan beban kehidupan mereka yang miskin. Sejak saat ini,
zakat diterapkan dalam negara-negara Islam. Hal ini menunjukan bahwa pada kemudian hari ada
pengaturan pemberian zakat, khususnya mengenai jumlah zakat tersebut.
Pada zaman khalifah, zakat dikumpulkan oleh pegawai sipil dan didistribusikan kepada
kelompok tertentu dari masyarakat. Kelompok itu adalah orang miskin, janda, budak yang ingin
membeli kebebasan mereka, orang yang terlilit hutang dan tidak mampu membayar. Syari'ah
mengatur dengan lebih detail mengenai zakat dan bagaimana zakat itu harus dibayarkan.
C. HUKUM ZAKAT
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya
syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah
memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan
puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah. Zakat juga merupakan
sebuah kegiatan sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan umat manusia dimana pun.
D. JENIS ZAKAT
Hukum zakat fitrah adalah farduain yaitu wajib dilaksanakan setiap umat Islam, baik tua
atau muda dan anak-anak yang baru dilahirkan ibunya, termasuk orang-orang yang menjadi
tangungan orang yang wajib membayar zakat.
2. Lembaga Zakat
Zakat dapat dilakukan secara langsung kepada yang berhak menerima zakat maupun
melalui lembaga yang disebut BAZIS. BAZIS merupakan singkatan dari Badan Amil Zakat,
Infak, dan Sedekah. BAZIS adalah sebuah lembaga yang bertujuan untuk mengumpulkan zakat,
infak dan sedekah dari masyarakat (umat Islam) serta kemudian menyalurkan kepada yang
berhak menerima. Pengeluaran zakat, infak dan sedekah (ZIS) itu sendiri merupakan salah satu
perintah dalam ajaran Islam bagi orang-orang yang mampu. Dalam hal ini BAZIS merupakan
pengelola dan koordinator pengeluaran dan pembagian ZIS dari yang berkewajiban kepada yang
berhak.
Pembentukan BAZIS dilaksanakan oleh instruksi Mentri Agama No. 16/th. 1989 serta
keputusan bersama Mentri Agama dan Mentri Dalam Negri No. 29/th. 1991. BAZIS merupakan
badan otonom yang berada di tiap provinsi, tanpa ada koordinasi pada tingkat nasional.
Kepengurusan BAZIS berbeda-beda dari satu provinsi ke provinsi. Ada yang menjadi bagian dari
struktur pemerintah daerah setempat, ada pula yang di kelola sendiri oleh masyarakat.
Sebagai bagian dari birokrasi pemerintah, BAZIS dapat mengumpulkan ZIS dengan
bantuan aparat pemerintah daerah hingga tingkat kelurahan dan Rukun Tetangga. Dana yang
dihimpun oleh BAZIS kemudian dikeluarkan untuk berbagai kegiatan, antara lain membatu fakir
miskin, kaum duafa, mualaf, garimin, sabilillah, ibnu sabil, beasiswa, bantuan kepada guru
mengaji dan anak yatim, serta sarana ibadah dan kesehatan.
Rukun ZakatFitrah:
1. Niat berzakat fitrah baik untuk diri sendiri maupun untuk orang yang menjadi tanggung
jawabnya.
2. Orang yang mengeluarkan zakat (muzzakki)
3. Orang yang menerima zakat fitrah (mustahik)
4. Makanan pokok yang dizakatkan.
Waktu afdal (paling bail), yakni setelah fajar tiba seebelum salat Idul Fitri.
Waktu haram, yakni setelah terbenam matahari pada hari raya.
Artinya : Aku Berniat menunaikan zakat fitrah untuk diriku sendiri sesuatu kewajiban karena
Allah Taala
Artinya : Aku berniat menunaikan zakat fitrah untuk diriku dan untuk semua orang yang
nafkahnya menjadi tanggunganku menurut syariat agama sesuatu kewajiban karena Allah
Taala
Harta-harta tersebut adalah emas dan perak, dengan syarat [harus] sampai nisab, yaitu pada
emas sebanyak 11 3/7 Pound Saudi Arabia (sekitar 85 gram) atau pada perak sebanyak 56 Riyal
perak Saudi (200 Dirham, sekitar 624 gram) atau yang setara dengan keduanya dari uang
tunai[1]. Zakat yang wajib padanya sebesar 4/10, dan tak ada perbedaan antara emas dan perak
itu berbentuk mata uang, atau lempengan ataupun perhiasan. Berdasarkan ini berarti wajib
dikeluarkan zakat pada perhiasan wanita dari emas dan perak jika telah sampai nisabnya,
walaupun perhiasan tersebut dipakainya ataupun dipinjamkannya; karena keumuman dalil-dalil
yang mewajibkan zakat emas dan perak tanpa ada keterangan rinci, dan karena adanya hadis-
hadis khusus yang menunjukkan wajib zakat pada perhiasan sekalipun perhiasan itu dipakai,
seperti hadis yang diriwayatkan Abdullah ibn Amr ibn al-Ash --Radhiyallaahu anhu-- bahwa
seorang wanita pernah datang kepada Nabi Muhammad --Shallallaahu alaihi wa Sallam--,
sementara di tangan putrinya terdapat dua gelang emas. Lalu beliau berkata, Apakah kau
berikan zakat ini?. Wanita itu menjawab, Tidak. Lantas beliau berkata, Apakah kau suka
Allah membelenggumu dengan dua belenggu dari neraka disebabkan keduanya?. Kemudian
wanita itu menanggalkan keduanya seraya berkata, Keduanya untuk Allah dan Rasul-Nya.[2]
Ia berkata dalam kitab Buluugh ul-Maraam, Hadis riwayat tsalaasah dan sanad-nya kuat.
Karena ini lebih berhati-hati, dan apa yang lebih berhati-hati, maka ia lebih diutamakan. Di
antara harta-harta yang wajib dikeluarkan zakatnya termasuk barang-barang perniagaan, yaitu
segala sesuatu yang disiapkan untuk perniagaan seperti properti, mobil, ternak, kain dan jenis-
jenis harta lainnya. Yang wajib dikeluarkan padanya sebesar 4/10. Maka ia mendatanya di awal
tahun berapa nilainya dan kemudian mengeluarkan 4/10-nya, baik itu lebih sedikit dari harga
harga belinya, atau lebih banyak, ataupun sama. Adapun barang-barang yang ia siapkan untuk
keperluannya atau disewanya seperti properti, mobil, alat-alat dan lain sebagainya, maka tidak
ada kewajiban zakat padanya; karena sabda Nabi Muhammad --Shallallaahu alaihi wa Sallam--:
Tidak ada kewajiban zakat atas muslim pada budaknya maupun kudanya.[3]
Ahli Zakat
Mereka adalah pihak-pihak yang berhak menerima zakat, dan mengenai siapa saja mereka, Allah
--Azza wa Jalla-- sendiri yang telah menangani penjelasannya. Allah berfirman,
Ada delapan pihak yang berhak menerima zakat, tertera dalam Surah at-Taubah ayat 60 yakni:
Fakir - Mereka yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan pokok hidup.
Miskin - Mereka yang memiliki harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
dasar untuk hidup.
Amil - Mereka yang mengumpulkan dan membagikan zakat.
Mu'allaf - Mereka yang baru masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan barunya.
Hamba sahaya - Budak yang ingin memerdekakan dirinya
Gharimin - Mereka yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk
memenuhinya.
Fisabilillah - Mereka yang berjuang di jalan Allah misal: dakwah, perang dan sebagainya.
Ibnus Sabil - Mereka yang kehabisan biaya di perjalanan.
Haram menerima
Orang kaya dan orang yang masih memiliki tenaga.
Hamba sahaya yang masih mendapat nafkah atau tanggungan dari tuannya.
Mereka itulah para penerima zakat yang Allah sebutkan di dalam kitab-Nya (Al-Qur`an) dan
Allah kabarkan bahwa yang demikian itu merupakan ketentuan wajib dari-Nya, muncul dari ilmu
serta hikmah Allah yang maha mengetahui lagi maha bijaksana, dan tidak boleh menyalurkannya
kepada yang selainnya, seperti untuk pembangunan mesjid-mesjid dan perbaikan jalan. Karena
Allah --Azza wa Jalla-- telah menyebutkan orang-orang yang berhak menerimanya secara
terbatas, dan pembatasan bermakna menafikan hukum dari yang tidak masuk ke dalam yang
dibatasi.
Jika kita merenungi pihak-pihak penerima zakat ini, tahulah kita bahwa di antara mereka ada
yang memang dia sendiri butuh kepada zakat dan di antara mereka ada yang kaum muslimin
butuh kepadanya. Dengan demikian kita dapat mengetahui sejauh mana hikmah diwajibkannya
zakat, dan di antara hikmahnya adalah membangun sebuah masyarakat yang baik, berintegrasi,
solider, dengan sekuat tenaga. Dengan demikian kita juga dapat mengetahui bahwa Islam tidak
mengabaikan harta maupun kemaslahatan-kemaslahatan yang dapat dibangun di atas harta, dan
Islam tidak membiarkan jiwa-jiwa yang tamak bebas dalam ketamakannya, bahkan Islam
merupakan pembimbing terbesar kepada kebaikan dan pengarah bangsa-bangsa menuju kebaikan.
Harta yang wajib dizakati atau dikeluarkan zakatnya terdiri dari 6 kategori antara lain:
2. Harta Perdagangan
Jika barang barang perdagangan dalam satu tahun ternyata senilai dengan harta emas yang wajib
dikeluarkan zakatnya, barang perdagangan tersebut pun wajib dikeluarkan zakatnya.
3. Hasil Pertanian
Buah buahan seperti kurma, biji-bijian yang mengeyangkan seperti beras, gandum, dan yang semisal
wajib dikeluarkan zakatnya jika telah mencukupi nishabnya. Zakat buah-buahan dan biji bijian tidak perlu
haul (satu tahun), tetapi dikeluarkan pada waktu panen. Adapun Nishab dari hasil pertanian ini adalah
sebanyak lima wasaq. 1 wasaq= 60 sha`, sehingga 5 wasaq= 300 sha`. 1 sha`= 2.304 kg, sehingga 300
sha`= 691,2 kg= 91 kg 200 gram. Adapun besarnya sakat yang dikeluarkan ialah berkisar antara 5 s.d 10
% jika, hasil pertaniannya menggunakan air hujan atau air sungai besar zakatnya ialah 10% dan jika
produk menyangkut biaya transportasi, mesin pompa air, maka wajib dizakatkan 5%.
4. Binatang ternak
Zakat untuk hewan ternak unta
Seseorang yang memiliki 5 ekor unta ke atas wajib mengeluarkan zakatnya dengan aturan sebagai
berikut:
Barang temuan berupa emas atau perak jika mencapai satu nishab, maka harus dikeluarkan
zakatnya seketika itu, yaitu sebesar 20%. Ukuran Nishabnya sama dengan emas dan perak.
Hikmah zakat
1. Mengurangi kesenjangan sosial antara mereka yang berada dengan mereka yang miskin.
2. Pilar amal jama'i antara mereka yang berada dengan para mujahid dan da'i yang berjuang dan
berda'wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah.