Anda di halaman 1dari 52

1

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atau segala


Rakhmat dan Hidayah Nya yang telah di berikan kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul AUTISME
Makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak
yang telah memberikan dukungan, bimbingan serta arahan baik secara moril
maupun material. Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada temanteman satu
kelompok yang bekerja sama dalam membantu menyelesaikan makalah ini.
Dari pembuatan makalah ini kami menyadari masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga dengan hal tersebut sangat mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca untuk menyusun makalah selanjutnya yang lebih baik
sehingga dapat bermanfaat untuk kita semua.

20 maret 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar .................................................................................................... 1

Daftar isi .............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

a. Latar belakang .......................................................................................... 1


b. Tujuan penulisan ...................................................................................... 2
c. Manfaaat ................................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4

I. Konsep penyakit .......................................................................................... 4


a. Pengertian ........................................................................................... 5
b. Penyebab ............................................................................................ 5
c. Patofisiologi 8 patway ........................................................................ 5
d. Manifestasi kliniks ............................................................................. 9
e. Pencegahan ......................................................................................... 10
f. Komplikasi ......................................................................................... 15
g. Pengobatan ......................................................................................... 15
II. Konsep tumbuh kembang anak .................................................................. 17
III. Asuhan keperawatan anak ........................................................................ 31

BAB III JURNAL TERKAIT DENGAN KASUS .......................................... 38

BAB IV PENUTUP ..........................................................................................49

a. Kesimpulan ........................................................................................ 47
b. Saran ................................................................................................... 48

3
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar belakang

Anak autis berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mereka


memiliki tindakan dan kebiasaan yang sangat berbeda dengan yang
dimiliki anak-anak biasanya seperti tidak mampu bersosialisasi dan
berkomunikasi dengan baik, asyik dengan diri sendiri tanpa memperhatikan
lingkungan sekitarnya, tidak mampu bertatap mata, tidak bisa fokus pada
hal-hal tertentu, suka menangis dan tertawa tiba tiba, dll.

Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom akibat kerusakan saraf.


Penyakit ini mengganggu perkembangan anak Diagnosisnya diketahui dari
gejala-gejala yang tampak, ditunjukkan dengan adanya penyimpangan
( 2003).

Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai


belahan dunia united nations educational ,scientific and cultural
organization (UNESCO) (2011) melaporkan, tercatat 35 juta orang
penyandang autisme diseluruh dunia.Ini berarti rata-rata 6 dari 1.000 orang
di dunia mengidap autisme.Penelitian Center for Disease Control (CDC) di
Amerika (2008), menyatakan bahwa perbandingan autisme pada anak umur
8 tahun yang terdiagnosa dengan autism adalah 1:80. Di Asia, penelitian
Hongkong Study (2008) melaporkan tingkat kejadian Autisme dengan
prevalensi 1,68 per 1.000 untuk anak di bawah 15 tahun (Sirrait, 2013)

Sedangkan laporan terakhir Badan Kesehatan Dunia (WHO)


tahun 2009 menyatakan bahwa perbandingan anak autisme dengan anak
normal di seluruh dunia, termasuk Indonesia telah mencapai 1:100.
Meningkatnya jumlah kasus autisme ini kemungkinan karena semakin
berkembangnya metode diagnosis,sehingga semakin banyak ditemukan
anak penderita Autism Spectrum Disorder (ASD).

Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta lebih, diperkirakan jumlah


anak autism mencapai 150-200 ribu orang. Perbandingan antara laki-laki
dan perempuan adalah 4:1, namun anak perempuan yang terkena akan
menunjukkan gejala yang lebih berat ( Huzaemah 2010) Di Sumatera Barat
sendiri sampai saat ini belum ada data resmi tentang penderita autisme,
dikarenakan kehadiran anak autisme tidak menetap tiap semester. Dari hasil

4
penelusuran jumlah penyandang autisme di sekolah luar biasa di dari 8
sekolah yang menangani masalah autism pada anak terdapat jumlah
penderita autism yang ditangani di sekolah tersebut berjumlah 374 orang
(2012).

Berdasarkan observasi Angka kejadian di Aceh terutama di banda aceh


tahun 2016 yang mengalami autisme berjumlah 24 orang anak. Pusat
Pelayanan Autis ( PLA ) Aceh tahun 2016 juga sudah memulai aktivitas
belajar kepada 24 orang anak Aceh penyintas Auti. ( informasi aceh .co )

b. Tujuan penulisan
1) Tujuan umum
a. Untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan anak dan untuk
menambah pengetahuan kita tentang penyakit autisme

2) Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui konsep autisme pada anak
b. Untuk mengetahui asuhan keperawatan autisme pada anak

3) Manfaat penulisan laporan


1. Bagi penulis
Menambah wawasan dan informasi penulis mengenai penyebab
penyakit autisme dan penatalaksaan autisme sebagai pertimbangan
asuhan keperawatan pada pasien autisme meningkatan keterampilan
penulis mengenai asuhan keperawatan pada pasien autisme

2. Bagi perawat
Perawat hendaknya senantiasa mengembangkan diri dan
menambah pengetahuan dalam menberikan asuha keperawatan
khususnya pada klien dengan autisme terutama tentang perjalanan
penyakit dan penatalaksanaan .penderita autisme memerlukan perawatan
yang baik untuk menigkatkan kesembuhan dan mencegh komplikasi,
keterlibatan keluarga dalam intervensi hendaknya di tingkatakan

5
sehingga tujuan yang di ingin di capai klien juga ikut benar berperan dan
berusaha mencapai tujuan yang rencanakan

3. Bagi rumah sakit


Untuk lebih menigkatkan mutu pelayanana kesehatan terutama
dalam menan autisme menerapkan asuhan keperawat

4. Bagi institusi pendidikan


Kiranya lebih menigkatakan mutu pendidikan guna menambah
untuk kelengkapaan perkulihan, bagi klien dan keluarga untuk lebih
meningkatkan status kesehatan dengan cara memerisksaaan diri tempat
pelayanan kesehatan dan menggunakan tempat pelayanaa terdekat

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Autisme
a. Pengertian
Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang
diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum
anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang autisme menunjukkan
gangguan komunikasi yang menyimpang. Gangguan komunikasi tersebut
dapat terlihat dalam bentuk keterlambatan bicara, tidak bicara, bicara
dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti (bahasa planet), atau bicara
hanya dengan meniru saja (ekolalia). Selain gangguan komunikasi, anak
juga menunjukkan gangguan interaksi dengan orang disekitarnya, baik
orang dewasa maupun orang sebayanya. (Maulana, 2012)

Autisme adalah perkembangan kekacauan otak dan gangguan


pervasif yang di tandai dengan terganggunya interaksi sosial,
keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain,
bahasa, perilaku, gangguan perasaan danemosi, interaksi social, gangguan
dalam perasaan sensoris, serta tingkah laku yang berulang ulang.
Gangguan yang membuat seseorang menarik diri dari dunia luar dan
menciptakan dunia fantasinya sendiri: berbicara, tertawa, menangis dan
marah marah sendiri. Gejala autisme dapat terdeteksi pada usia sebelum 3
tahun.(Huzaemah, 2011)

Autisme merupakan gangguan perkembangan neurobiologis


yang berat. Hampir pada seluruh kasus, autisme muncul saat anak lahir
atau pada usia tiga tahun pertama. Pada prinsipnya gangguan gangguan
yang terjadi di otak tidak dapat disembuhkan. Jika anak autistik terlambat
atau bahkan tidak mendapat intervensi hingga dewasa, maka gejala
autis bisa semakin parah. Hal ini yang kemudian akan menyebabkan

7
terjadinya banyak kasus anak autis yang gagal dalam mengembangkan
kemampuan sosial dan komunikasi. Untuk itu, perlu dilakukan terapi
secara dini, terpadu, dan intensif sehingga anak mampu bergaul
layaknya anak anak yang lain yang tumbuh secara normal.

b. Penyebab

Penyebab terjadinya autisme adalah adanya kelainan pada otak


(Handojo, 2012).Sementara itu Menurut Veskariyanti (2013), autisme
disebabkan karena kondisi otak yang secara struktural tidak lengkap, atau
sebagian sel otaknya tidak berkembang sempurna, ataupun sel-sel otak
mengalami kerusakan pada masa perkembangannya. Penyebab sampai
terjadinya kelainan atau kerusakan pada otak belum dapat dipastikan,
namun ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab kelainan
tersebut, antara lain faktor keturunan (genetika), infeksi virus dan jamur,
kekurangan nutrisi dan oksigenasi, obat-obatan serta akibat polusi udara,
air, dan makanan;banyak mengandung Monosodium Glutamate (MSG),
pengawet atau pewarna.

c. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls
listrik (dendrit).Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna
kelabu (korteks).Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di
bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat
sinapsi Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan.
Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai
pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak
berusiasekitar dua tahun.Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan
pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson,

8
dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah
zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses
belajaranak. Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas.
Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi
dari lingkungan.Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan
pertambahan akson, dendrit, dan sinaps.
Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan
kematian sel, berkurangnya akson,dendrit,dansinaps.kelainan genetik,
keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pada proses proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan
darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada
penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak
(brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal
peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak
yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain
growth factors ini penting bagi pertumbuhanotak.Peningkatan neurokimia
otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah
tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance,
di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan
pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan
berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan
indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel
Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang
pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak
secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal
mematikan sel Purkinye. peningkatan brain derived neurotrophic 4
gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder.

9
Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan
gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang,
kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye.
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol
berlebihan atau obat seperti thalidomide. Penelitian dengan MRI
menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama
melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses
mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan
reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau
membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi
lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar
bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman
menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan
otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan
amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam
prosesmemori).Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan
amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan
perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak
menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka
menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan
gerakan stereotipik dan hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain
itu, mereka memperlihatkan gangguankognitif. Faktor lingkungan yang
menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen,
(Veskariyanti (2013),

10
PATHWAY menurut (Veskariyanti (2013)
Partus lama Genetik Keracunan Pemakaian
logam antibiotik
berlebihan
oksigenasi Neutropin dan
neuropeptida
Infeksi jamur

Gangguan Kerusakan pada


pada otak sel purkinye dan Kebocoran usus
hippocampus dan tidak
sempurna
Abnormalitas pencernaan
Gangguan
pertumbuhan kasein dan
keseimbanga
sel saraf lutein
n serotorin Protein
dan dopamin terpecah
Peningkatan sampai
neurokimia polipeptida
secara abnormal Gangguan
otak kecil
Kasein dan
Growth without gluten terserap
guidance Reaksi kedalam darah
atensi lebih
lambat
Menimbulkan
efek morfin
AUTIS
pada otak

PERUBAHAN
Gangguan Gangguan PERUBAH Ganggua PERSEPSI
komunikasi interaksi AN n SENSORIK
Gangg
sosial INTERAKS perilaku
uan
I SOSIAL persep
Keterlambata
si
n dalam
sensori
berbahasa
k

GANGGUAN
KOMUNIKASI
VERBAL DAN NON
VERBAL
11
d. Manifestasi klinik
Autisme dapat dibedakan oleh beberapa pola gejala bukan
satu gejala tunggal.Karakteristik utama adalah gangguan dalam interaksi
sosial dan komunikasi, minat terbatas danperilaku yang berulang.
Aspek-aspek lain, seperti kebiasaan makan yang tidak lazim juga umum
tetapi tidak penting untuk diagnosis. Anak-anak dengan autisme memiliki
gangguan sosial. Hal ini menjadi jelas pada awal masa kanak-kanak dan
berlanjut sampai dewasa. Balita autismemiliki penyimpangan sosial yang
lebih mencolok, misalnya, mereka memiliki lebih sedikit kontak mata
dan postur antisipatif dan lebih mungkin untuk berkomunikasi
dengan memanipulasi tangan orang lain. Anak-anak autis berumur tiga
sampai lima tahun berusia cenderung menunjukkan pemahaman
sosial, pendekatan lain secara spontan, memulai dan menanggapi
emosi, dan berkomunikasi nonverbal. Namun, mereka bisa membentuk
keterikatan dengan pengasuh utama mereka. Membuat dan memelihara
persahabatan seringkali terbukti sulit bagi mereka. Ada beberapa laporan
tentang agresi dan kekerasan di beberapa dari mereka
(Frank-Briggs, 2012)

Secara umum karakteristik klinik yang ditemukan pada anak


autisme menurut Yatim (2012), meliputi:
1. Sangat lambat dalam perkembangan bahasa, kurang menggunakan bahasa,
pola berbicara yang khas atau penggunaan kata-kata tidak disertai arti yang
normal.
2. Sangat lambat dalam mengerti hubungan sosial, sering menghindari
kontak mata, sering menyendiri, dan kurang berinteraksi dengan
lingkungan sekitarnya.
3. Ditandai dengan pembatasan aktivitas dan minat, anak autisme sering
memperlihatkan gerakan tubuh berulang, seperti bertepuk-tepuk tangan,

12
berputar-putar, memelintir atau memandang suatu objek secara terus
menerus.
4. Pola yang tidak seimbang pada fungsi mental dan intelektual, anak
autisme sangat peka terhadap perubahan lingkungan, dan bereaksi secara
emosional. Kemampuan intelektual sebagian besar mengalami
kemunduran atau inteligensia yang rendah dan sekitar 20 persen
mempunyai inteligensia di atas rata-rata.
5. Sebagian kecil anak autisme menunjukan masalah perilaku yang sangat
menyimpang seperti melukai diri sendiri atau menyerang orang lain.

e. Pencegahan
Tindakan pencegahan adalah yang paling utama dalam menghindar
resiko terjadinya gangguan atau gangguan pada organ tubuh kita. Banyak
gangguan dapat dilakukan strategi pencegahan dengan baik, karena faktor
etiologi dan faktor resiko dapat diketahui dengan jelas. Berbeda dengan
kelainan autis, karena teori penyebab dan faktor resiko belum masih belum
jelas maka strategi pencegahan mungkin tidak bisa dilakukan secara
optimal. Dalam kondisi seperti ini upaya pencegahan tampaknya hanya
bertujuan agar gangguan perilaku yang terjadi tidak semakin parah bukan
untuk mencegah terjadinya autis. Upaya pencegahan tersebut berdasarkan
teori penyebab ataupun penelitian faktor resiko autis.Pencegahan ini dapat
dilakukan sedini mungkin sejak merencanakan kehamilan, saat kehamilan,
persalinan dan periode usia anak. (Frank-Briggs, 2012)

1. Pencegahan kehamilan
Untuk mencegah gangguan perkembangan sejak kehamilan, kita
harus melihat dan mengamati penyebab dan faktor resiko terjadinya
gangguan perkembangan sejak dalam kehamilan. Untuk mengurangi atau
menghindari resiko yang bisa timbul dalamkehamilan tersebut dapat
melalui beberapa cara. Adapun cara untuk mencegah terjadinya gangguan

13
tumbuh kembang sejak dalam kehamilan tersebut diantaranya adalah
periksa dan konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan lebih
awal, kalu perlu berkonsultasi sejak merencanakan kehamilan. Melakukan
pemeriksaan skrening secara lengkap terutama infeksi virus TORCH
(Toxoplasma, Rubela, Citomegalovirus, herpes atau hepatitis).Periksa dan
konsultasi ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan secara rutin dan
berkala, dan selalu mengikuti nasehat dan petunjuk dokter dengan baik.
Bila terdapat peradarahan selama kehamilan segera periksa ke dokter
kandungan.Perdarahan selama kehamilan paling sering disebabkan karena
kelainan plasenta.
Kondisi tersebut mengakibatkan gangguan transportasi oksigen
dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan gangguan pada otak janin.
Perdarahan pada awal kehamilan juga berhubungan dengan kelahiran
prematur dan bayi lahir berat rendah. Prematur dan berat bayi lahir rendah
juga merupakan resiko tinggi terjadinya autism dan gangguan bahasa
lainnya. Berhati-hatilah minum obat selama kehamilan, bila perlu harus
konsultasi ke dokter terlebih dahulu. Obat-obatan yang diminum selama
kehamilan terutama trimester pertama.
Peneliti di Swedia melaporkan pemberian obat Thaliodomide
pada awal kehamilan dapat mengganggu pembentukan sistem susunan
saraf pusat yang mengakibatkan autism dan gangguan perkembangan
lainnya termasuk gangguan berbicara. Bila bayi beresiko alergi sebaiknya
ibu mulai menghindari paparan alergi berupa asap rokok, debu atau
makanan penyebab alergi sejak usia di atas 3 bulan. Hindari paparan
makanan atau bahan kimiawi atau toksik lainnya selama kehamilan.Jaga
higiene, sanitasi dan kebersihan diri dan lingkungan. Konsumsilah
makanan yang bergizi baik dan dalam jumlah yang cukup. Sekaligus
konsumsi vitamin dan mineral tertentu sesuai anjuran dokter secara teratur.
Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada janin
yang diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui ibu. Menurut
pengamatan penulis, bila dilihat adanya gerakan bayi gerakan refluks

14
oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam kandungan
terutama terjadi malam hari. Diduga dalam kedaaan tersebut bayi
terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk
alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan. Bila gerakan
bayi dan gerakan hiccups/cegukan pada janin yang berlebihan terutama
pada malam hari serta terdapat gejala alergi atau sensitif pencernaan salah
satu atau kedua orang tua. Sebaiknya ibu menghindari atau mengurangi
makanan penyebab alergi sejak usia kehamilan di atas 3 bulan. Hindari
asap rokok, baik secara langsung atau jauhi ruangan yang dipenuhi asap
rokok. Beristirahatlah yang cukup, hindari keadaan stres dan depresi serta
selalu mendekatkan diri dengan Tuhan.

2. Pencegahan persalinan
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam
kehidupan bayi selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama
periode ini sangat menentukankondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila
terjadi gangguan dalam persalinan maka yangpaling berbahaya adalah
hambatan aliran darah dan oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk
otak.
Organ otak adalah organ yang paling sensitif dan peka terhadap
gangguan ini, kalau otak terganggu maka sangat mempengaruhi kualitas
hidup anak baik dalam perkembangan dan perilaku anak nantinya
beberapa hal yang terjadi saat persalinan yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya perkembangan dan perilaku pada anak, sehingga harus
diperhatikan beberapa hal penting. Melakukan konsultasi dengan dokter
spesialis kandungan dan kebidanan tentang rencana persalinan. Dapatkan
informasi secara jelas dan lengkap tentang resiko yang bisa terjadi selama
persalinan. Bila terdapat resiko dalam persalinan harus diantisipasi kalau
terjadi sesuatu. Baik dalam hal bantuan dokter spesialis anak saat
persalinan atau sarana perawatan NICU (Neonatologi Intensive Care Unit)
bila dibutuhkan.Bila terdapat faktor resiko persalinan seperti : pemotongan

15
tali pusat terlalu cepat, asfiksia pada bayi baru lahir (bayi tidak menangis
atau nilai APGAR SCORE rendah < 6), komplikasi selama persalinan,
persalinan lama, letak presentasi bayi saat lahir tidak normal, berat lahir
rendah (< 2500 gram) maka sebaiknya dilakukan pemantauan
perkembangan secara cermat sejak usia dini.

3. Pencegahan sejak usia bayi

Setelah memasuki usia bayi terdapat beberapa faktor resiko yang


harus diwaspadai dan dilakukan upaya pencegahannya. Bila perlu
dilakukan terapi dan intervensi secara dini bila sudah mulai dicurigai
terdapat gejala atau tanda gangguan perkembangan.Adapun beberapa
tindakan pencegahan yang dapat dilakukanlAmati gangguan saluran cerna
pada bayi sejak lahir. Gangguan teresebut meliputi : sering muntah, tidak
buang besar setiap hari, buang air besar sering (di atas usia 2 minggu lebih
3 kali perhari), buang air besar sulit (mengejan), sering kembung,
rewelmalam hari (kolik), hiccup (cegukan) berlebihan, sering buang angin.
Bila terdapat keluhan tersebut maka penyebabnya yang paling sering
adalah alergi makanan dan intoleransi makanan.Jalan terbaik mengatasi
ganggguan tersebut bukan dengan obat tetapi dengan mencari dan
menghindari makanan penyebab keluhan tersebut.

Gangguan saluran cerna yang berkepanjangan akan dapat


mengganggu fungsi otak yang akhirnya mempengaruhi perkembangan dan
perilaku anak.Bila terdapat kesulitan kenaikkan berat badan, harus
diwaspadai. Pemberian vitamin nafsu makan bukan jalan terbaik dalam
mengobati penyandang, tetapi harus dicari penyebabnya. Bila terdapat
kelainan bawaan : kelainan jantung bawaan, kelainan genetik, kelainan
metabolik, maka harus dilakukan perawatan oleh dokter ahli. Harusdiamati
tanda dan gejala autism secara cermat sejak dini. Demikian pula bila
terjadi gangguan neurologi atau saraf seperti trauma kepala, kejang (bukan
kejang demam sederhana) atau gangguan kelemahan otot maka kita harus

16
lebih cermat mendeteksi secara dini gangguan perkembangan.Pada bayi
prematur, bayi dengan riwayat kuning tinggi (hiperbilirubinemi), infeksi
berat saat usia bayi (sepsis dll) atau pemberian antibiotika tertentu saat
bayi harus dilakukan monitoring tumbuh kembangnya secara rutin dan
cermat terutama gangguan perkembangan dan perilaku pada anak.Bila
didapatkan penyimpangan gangguan perkembangan khususnya yang
mengarah pada gangguan perkembangan dan perilaku maka sebaiknya
dilakukan konsultasi sejak dini kepada ahlinya untuk menegakkan
diagnosis dan intervensi sejak dini.

Pada bayi dengan gangguan pencernaan yang disertai gejala alergi


atau terdapat riwayat alergi pada orang tua, sebaiknya menunda pemberian
makanan yang beresiko alergi hingga usia diatas 2 atau 3 tahun. Makanan
yang harus ditunda adalah telor, ikan laut, kacang tanah, buah-buahan
tertentu, keju dan sebagainya.Bayi yang mengalami gangguan pencernaan
sebaiknya juga harus menghindari monosodium glutamat (MSG), amines,
tartarzine (zat warna makanan), Bila gangguan pencernaan dicurigai
sebagai Celiac Disease atau Intoleransi Casein dan Gluten maka diet harus
bebas casein dan Gluten, Ciptakan lingkungan keluarga yangpenuh kasih
sayang baik secara kualitas dan kuantitas, hindari rasa permusuhan,
pertentangan, emosi dan kekerasan.Bila terdapat faktor resiko tersebut
pada periode kehamilan atau persalinan maka kita harus lebih waspada.
Menurut beberapa penelitian resiko tersebut akan semakin besar
kemungkinan terjadi autism.

Selanjutnya kita harus mengamati secara cermat tanda dan gejala


autism sejak usia 0 bulan. Bila didapatkan gejala autism pada usia dini,
kalau perlu dilakukan intervensi sejak dini dalam hal pencegahan dan
pengobatan. Lebih dini kita melakukan intervensi kejadian autism dapat
kita cegah atau paling tidak kita minimalkan keluhan yang akan timbul.
Bila resiko itu sudah tampak pada usia bayi maka kondisi tersebut harus

17
kita minimalkan bahkan kalau perlu kita hilangkan. Misal kegagalan
kenaikkan berat badan harus betul-betul dicari

Penyebabnya, pemberian vitamin bukan jalan terbaik untuk


mencari penyebab kelainan tersebut.Demikan pula gangguan alergi
makanan dan gangguan pencernaan pada bayi, harus segera dicari
penyebabnya. Yang paling sering adalah karena alergi makanan atau
intoleransi makan, penyebabnya jenis makanan tertentu termasuk susu
bayi. Pemberian obat-obat bukanlah cara terbaik untuk mencari penyebab
gangguan alergiatau gangguan pencernaan tersebut. Yang paling ideal
adalah kita harus menghindari makanan penyebab gangguan tersebut tanpa
bantuan obat-obatan. Obat-obatan dapat diberikan sementara bila keluhan
yang terjadi cukup berat, bukan untuk selamanya.

4. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penderita autis biasanya adalah
(Frank-Briggs, 2012) :
1. Gangguan infeksi yang berulangulang
2. Batuk
3. Flu
4. Serta demam berkepanjangan

5. Pengobatan
Banyak cara yang bisa dilakukan terhadap penderita
autisme,antara lain (faisal,2003)
a. Melalui program pendidikan dan latihan diikuti pelayanan dan perlakuan
lingkungan yang wajar
b. Pengasuh dan orangtua harus diajari cara menghadapi anak autisme untuk
mengurangi perlakuan yang tidak wajar.
c. Pengobatan yang dilakuakan adalah untuk membatasi memberatnya gejala
dan keluhan sejalan dengan pertambahan usia anak

18
d. Diusahakan agar anak meningkatkan perhatian dan dan tanggung jawab
terhadap orang sekitarnya
e. Bimbingan dilakukan secara perorangan agar efektif

Gangguan di otak tidak dapat disembuhkan,tapi dapat


ditanggulangi dengan terapi dini,terpadu, dan intensif. Gejala-gejala
autisme dapat dikurangi,bahkan dihilangkan sehingga anak bisa bergaul
secara normal,tumbuh sebagai orang dewasa yang sehat ,berkarya, bahkan
membina keluarga.

Berikut ini beberapa jenis terapi bagi anak autis :


a) Terapi medikamentosa
Terapi ini dilakukan dengan obat-obatan yang bertujuan
memperbaiki komunikasi,memperbaiki respon terhadap lingkungan,dan
menghilangkan perilaku aneh serta diulang-ulang. Dalam kasus ini
gangguan terjadi di otak sehingga obat-obatan yang dipakai adalah yang
bekerja di otak.
b) Terapi biomedis
Terapi ini bertujuan memperbaiki metabolisme tubuh melalui diet
dan pemberian suplemen. Terapi ini dilakuak berdasarkan banyaknya
gangguan fungsi tubuh,seperti gangguan pencernaan,alergi,daya tahan
tubuh rentan,dan keracunan logam berat. Berbagai gangguan fungsi tubuh
ini akhirnya mempengaruhi fungsi otak.
c) Terapi wicara
Umumnya,terapi ini menjadi keharusan bagi anak autis karena
mereka mengalami keterlambatan bicara dan kesulitan bahasa.
d) Terapi perilaku
Terapi inibertujuan agar anak autis dapat mengurangi perilaku
tidak wajar dan menggantinya dengam perilaku yang bisa diterima di
masyarakat.
e) Terapi okupasi

19
Terapi ini bertujuan membantu anak autis yang mempunyai
perkembangan motorik kurang baik, antara lain gerak-geriknya kasar dan
kurang luwes. Terapi okupasi akan menguatkan, memperbaiki koordinasi
dan ketrampilan otot halus anak.

II. Konsep Tumbuh Kembang Anak


A. Defenisi Tumbuh Kembang
1.1 Defenisi Pertumbuhan
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua kata yang
berbeda, namun tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Pertumbuhan
(growth) merupakan peningkatan jumlah dan ukuran sel pada membelah
diri dan sintesis protein baru, menghasilkan peningkatan ukurandan berat
seluruh atau sebagian sel (Wong, 2008 )

1.2 Defenisi Perkembangan


Perkembangan (development) merupakan perubahan dan
perluasan secara bertahap, perkembangan tahap kompleksitas dari dari
yang lebih rendah ke yang lebih tinggi, peningkatan dan perluasan
kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, maturasi serta pembelajaran
(Wong,2008)

B. Teori-Teori Perkembangan
2.1 Teori Perkembangan kognitif (Jean Piaget)
Perkembangan kognitif menurut Piaget merupakan
perubahan-perubahan yang terkait usia yang terjadi dalam aktifitas
mental. Ia juga menyebutkan bahwa kesuksesan perkembangan kognitif
mengikuti prosses yang urutannya melewati empat fase, yaitu fase
sensorimotorik (0-2 tahun), fase pra-operasional (2-7 tahun), fase

20
operasional (7-11 tahun)dan fase operasional formal (>11 tahun) (Wong,
2008, hlm 118). Dalam teori perkembangan ini anak prasekolah termasuk
dalam fase praoperasional, fase pra-operasional anakbelum mampu
mengoperasionalisasikan apa yang dipikirkan melalui tindakan dalam
pikiran anak (Wong, 2008)

2.2 Teori Perkembangan Psikoseksual (Freud)

Teori perkembangan psikoseksual pertama kali dikemukakan oleh


Sigmun Freud, ia menggunakan istilah psikoseksual untuk menjelaskan
segala kesenangan seksual. Selama masa kanak-kanak bagian-bagian
tubuh tertentu memiliki makna psikologik yang menonjol sebagai sumber
kesenangan baru dan konflik baru yang secara bertahap bergeser dari satu
bagian tubuh ke bagian tubuh lain pada tahap-tahap perkembangan
tertentu. Dalam perkembangan psikoseksual anak dapat melalui tahapan
yaitu: tahap oral (0-1tahun), tahap anal (1-3 tahun), tahap falik (3-6
tahun), tahap laten (6-12 tahun),dan tahap genital (>12 tahun) ((Wong,
2008, hlm 117). Dalam teori perkembangan psikoseksual anak
prasekolah termasuk dalam tahap phalilc, dalam tahap ini genital menjadi
area tubuh yang menarik dan sensitif anak mulai mengetahui
perbedaanjenis kelamin dan menjadi ingin tahu tentang perbedaan
tersebut (Wong, 2008)

2.3. Teori Perkembangan Moral (Kohlberg)

Teori perkembangan moral dikemukakan oleh Kohlberg dengan


memandang tumbuh kembang anak ditinjaudari segi moralitas anak
dalam menghadapi kehidupan, tahapan perkembangan moral yaitu: tahap
prakonvensional (orientasi pada hukum dan kepatuhan), tahap
prakonvensional (orientasi instrumental bijak), tahap konvensional, tahap
pasca konvensional (orientasi kontak sosial) (Wong, 2008) Dalam teori
perkembangan moral anak prasekolah termasuk dalam tahap
prakonvensional, dalam tahap perkembangan ini anak terorientasi secara

21
budaya dengan label baik atau buruk, anak-anak menetapkan baik atau
buruknya suatu tindakan dari konsekuensi tindakan tersebut. Dalam tahap
ini anak tidak memiliki konsep tatanan moral, mereka menentukan
prilaku yang benar terdiri atas sesuatu yang memuaskan kebutuhan
mereka sendiri meskipun terkadang kebutuhan orang lain. Hal tersebut
diinterprestasikan dengan cara yang sangat konkrit tanpa kesetiaan, rasa
terima kasih atau keadilan (Wong, 2008)

3. Prinsip Pertumbuhan dan Perkembangan


Menurut Santrock (2011), Perkembangan dan pertumbuhan
mengikuti prinsip cephalocaudal danproximodistal. Prinsip
cephalocaudal merupakan rangkaian dimana pertumbuhan yang tercepat
selaluterjadi diatas, yaitu di kepala Pertumbuhan fisik dan ukuran secara
bertahap bekerja dariatas kebawah, perkembangan sensorik dan motorik
juga berkembang menurut prinsip ini, contohnya bayi biasanya
menggunakan tubuh bagian atas sebelum meeraka menggunakan tubuh
bagian bawahnya. Prinsip proximodistal (dari dalam keluar) yaitu
pertumbuhan dan perkembangan bergerak dari tubuh bagian dalam ke
luar. Anak-anak belajar mengembangkan kemampuan tangan dan kaki
bagian atas ( yang lebih dekat dengan bagian tengah tubuh) abru
kemudian bagian yang lebih jauh, dilanjutkan dengan kemampuan
menggunakan telapak tangan dan kaki dan akhirnya jari-jari tangan dan
kaki ( Papalia, dkk, 2010)

4. AspekAspek Pertumbuhan Dan Perkembangan


3.1 Aspek Pertumbuhan
Untuk menilai pertumbuhan anakdilakukan pengukuran
antropometri, pengukuran antropometri meliputi pengukuran berat badan,
tinggi badan (panjang badan), lingkar kepala.Pengukuran berat badan
digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau penurunan semua

22
jaringan yang ada pada tubuh, pengukuran tinggi badan digunakan untuk
menilai status perbaikan gizi disamping faktor genetik sedangkan
pengukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menilai pertumbuhan
otak. Pertumbuhan otak kecil (mikrosefali) menunjukkan adanya
reterdasi mental, apabila otaknya besar (volume kepala meningkat)
terjadi akibat penyumbatan cairan serebrospinal (Hidayat, 2011)

3.2 Aspek perkembangan


a. Motorik kasar (gross motor) merupakan keterampilan yang meliputi
aktivitas otot yang besar seperti gerakan lengan dan berjalan (Santrock,
2011) Perkembangan motorik kasar pada masa prasekolah, diawali
dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama 1-5 detik,
melompat dengan satu kaki, membuat posisi merangkak dan lain-lain
(Hidayat, 2009)
b. Motorik halus (fine motor Skills) merupakan keterampilan fisik yang
melibatkan otot kecil dan koordinasi meta dan tangan yang memerlukan
koordinasi yang cermat (Papilia, Old & Feldman, 2010).
Perkembangan motorik halus mulai memiliki kemampuan
menggoyangkan jari-jari kaki, menggambar dua atau tiga bagian,
menggambar orang, mampu menjepit benda, melambaikan tangan dan
sebagainya (Hidayat, 2009). Bahasa (language) adalah kemampuan untuk
memberikan respon terhadap suara, mengkuti perintah dan dan berbicara
spontan. Pada perkembangan bahasa diawali mampu menyebut hingga
empat gambar, menyebut satu hingga dua warna, menyebutkan kegunaan
benda, menghitung, mengartikan dua kata, meniru berbagai bunyi,
mengerti larangan dan sebagainya (Hidayat, 2009).
Prilaku sosial (personal social) adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Perkembangan adaptasi sosial pada anak prasekolah
yaitu dapat berrmain dengan permainan sederhana, mengenali anggota
keluarganya, menangis jika dimarahi, membuat permintaan yang

23
sederhana dengan gaya tubuh, menunjukan peningkatan kecemasan
terhadapa perpisahan dan sebagainya (Hidayat, 2009) Untuk menilai
perkembangan anak yang dapat dilakukan adalah dengan wawancara
tentang faktor kemungkinan yang menyebabkan gangguan dalam
perkembangan, kemudian melakukan tes skrining perkembangan anak
(Hidayat, 2009)

5. Fase Tumbuh Kembang Anak


I. Masa Neonatus
Masa baru lahir, merupakan perkembangan yang terpendek
dalam kehidupan. Dimulai sejak lahir dan berakhir umur 2 minggu.
Dibagi dalam 2 masa :
1. Masa pertunate
Berlangsung 15-30 menit pertama sejak lahir sampai tali pusat dipotong.
2. Masa neonatal
Telah menjadi individu yang terpisah dan berdiri sendiri.
Masa ini terjadi penyesuaian terhadap lingkungan yang baru. Ada 4
penyesuaian utama yang harus dilakukan sebelum anak memperoleh
kemajuan perkembangan, yaitu : perubahan suhu, pernafasan,
menghisap da menelah serta pembuangan melalui organ sekresi.
Keempat penyesuaian tersebut terlihat nyata dengan penurunan berat
badan fisiologis selama minggu pertama kedua, yaitu 5% -10% dari
berat badan lahir.
II. Masa Bayi
Masa antara usia 1 bulan -1 tahun. Disebut periode vital,
artinya bahwa periode ini mempunyai makna mempertahankan
kehidupannya untuk dapat melaksanakan perkembangan selanjutnya.
Dengan beberapa kemampuan, yaitu : instink, reflek dan kemampuan
belajar.
Instink

24
Kemampuan yang telah ada sejak lahir, sifatnya psikofisis
untuk dapat bereaksi terhadap lingkungan melalui rangsangan-rangsangan
tertentu dengan cara khas, tanpa bekerja atau berpikir lebih dahulu.
Contohnya : reaksi senyum bila ibu mengajak bayi berbicara walaupun
belum mengerti kata-kata yang diucapkan, bayi bereaksi ketakutan bila
ada orang yang mendekati dengan sikap marah.
Reflek
Suatu gerakan yang terjadi secara otomatis atau sepontan
tanpa disadari, pada bayi normal. Macam-macam reflek pada usia bayi :
1. Tonic neck reflek
Gerakan sepontan otot kuduk pada bayi normal. Bila bayi
ditengkurapkan maka secara sepontan akan memiringkan kepalanya.
2. Rooting reflek
Bila menyentuh daerah bibir maka akan segera membuka
mulut dan memiringkan kepala kearah tersebut. Bila menyentuhkan dot
atau putting susu keujung mulutnya, gerakan ini kemudian diikuti
dengan gerakan menghisap.
3. Grasp reflek
Bila jari kita menyentuh telapak tangan bayi, maka jari-jarinya
akan langsung menggenggam dengan kuat.
4. Moro reflek
Sering disebut sebagai reflek emosional. Bila bayi diangkat
seolah-olah menyambut dan mendekap orang yang yang mengangkatnya
tersebut. Bila bayi dingkat secara kasar maka dia akan menabgis dengan
kuat.
5. Startle reflek
Reaksi emosional beberapa hentakan dan gerakan seperti
mengejang pada lengan dan tangan dan sering diikuti dengan tangis
yang menunjukkan rasa takut. Bisa disebabkan suara-suara yang keras
dengan tiba-tiba, cahaya yang kuat atau perubahan suhu mendadak.
6. Stapping reflek

25
Suatu reflek kaki spontan apabila bayi diangkat tegak dan
kakinya satu persatu disentuhkan pada suatu dasar maka bayi akan
melakukan gerakan melangkah, bersifat reflek seolah belajar berjalan.

7. Dolls eyes reflek


Bila kepala bayi dimiringkan maka mata juga akan bergerak
miring mengikuti, seperti mata boneka.
Pertumbuhan gigi
1. Fase gigi sulung/susu
Gigi pada bayi baru lahir meskipun tidak kelihatan tapi sudah
ada dalam rahang. Gigi mulai terlihat (tumbuh) pada usia 6 bulan dan
lengkap usia 2,5-3 tahun. Jumlah gigi susu 20 buah, terdiri dari :
- gigi seri (incivus) I dan II = 8 buag
- gigi taring (caninus) = 4 buah
- gigi geraham (molar) I dan II = 8 buah
2. Fase gigi peralihan
Keadaan dimana gigi tetap/permanent telah tumbuh disamping gigi
sulung. Kurang lebih pada usia 6 tahun gigi permanent yang pertama akan
tumbuh disamping gigi sulung. Tumbuhnya tetap dibelakang geraham-
geraham gigi sulung yang terakhir dan sering dianggap gigi sulung juga.
Kemudian antara umur 6-12 tahun gigi suslung berangsur-angsur lepas
dan diganti dengan gigi permanent. Umur terlepasnya gigi sulung :
- Gigi seri sulung tengah kira-kira 7,5 tahun.
- Gigi seri sulung samping kira-kira 8 tahun.
- Gigi taring kira-kira 11,5 tahun.
- Gigi geraham sulung I kira-kira 10,5 tahun.
3. Fase gigi tetap/permanen
Perkembangan panca indra
I. Perabaan
Sejak lahir sudah mempunyai indra perabaan, buktinya :
- Begitu lahir merasa dingin lalu menangis

26
- Dapat merasakan perabaan dari seseorang dan merasa enak/aman atau
tidak.

II. Penglihatan
- Bayi hanya dapat membedakan gelap dan terang, lambat laun akan
menjadi baik pada usia 1 bulan dapat mengikuti sinar.
- Apabila sampai dengan usia 3 bulan belum dapat mengikuti arah
baying-bayang sinar berarti bayi tersebut bermasalah dalam
penglihatan.
III. Pendengaran
- Pada waktu lahir belum ada pendengaran, setelah 1 bulan barundapat
mengetahui letak letak suara.
- Apabila sampai dengan usia 9-10 bulan belum bisa mendengar berarti
bayi tersebut bermasalah dalam pendengaran.
IV. Penciuman
Belum bisa membedakan bau kecuali menyatakan dengan
kekhususan/perasaannya.
V. Rasa
Panca inra yang paling lambat berkembang. Sesudah 1-2
tahun. Yaitu setelah mempunyai perasaan like dan dislike.
Pertumbuhan otak

III. Umur kenaikan berat badan


6 s/d 9 bulan kehamilanlahir - 6 bulan
6 bulan -3 tahun
3 tahun - 6 tahun
3 gr / 24 jam
2 gr / 24 jam
0,35 gr / 24 jam
0,15 gr / 24 jam

27
Pertumbuhan otak tercepat adalah trimester III kehamilan sampai
5 6 bulan pertama setelah lahir. Jaringan otak dan system syaraf
tumbuh secara maksimal selama 2 tahun.

Perkembangan fungsional
Perkembangan fungsional atau ketrampilan, artinya tahap
pergerakan yang terjadi karena koordinasi atau kerja sama antara
bermacam-macam pergerakan melalui kematangan belajar, kematangan
alat-alat tulang, sumsum syaraf dan perbuatan proporsi tubuh. Maka
anak telah siap untuk menggunakan tubuhnya secara terkoordinasi.
Proses ini dimulai dari otot-otot kepala ke anggi\ota badan. Ada 4
macam perkembangan fungsional, yaitu merangkak, duduk, berdiri dan
manipulasi.
Perkembangan social
- Tingkah laku social diartikan bagaimana seorang anak berinteraksi
terhadap orang-orang sekitarnya, pengaruh hubungan itu pada dirinya dan
penyesuaian dirinya terhadap lingkungan.
- Segera setelah lahir hubungan bayi dan orang sekitarnya mempunyai yang
sangat penting. Hubungan ini terjadi melalui sentuhan atau hubungan kulit.
- Bulan kedua bayi mulai mengenal muka orang yang paling dekat (ibu).
Ia mulai tersenyum sebagai suatu cara mengatakan kesenangannya. Sekitar
umur 6 bulan mulai mengenal orang-orang disekitarnya dan
membedakan orang-orang yang asing baginya.
- Umur lebih dari 7 bulan mulai kontak aktif dengan orang lain yaitu dengan
menunjukkan kemauannya. Contohnya : berteriak-teriak minta
perhatian, mulai memperhatikan apa yang dikerjakan orang disekitarnya.
- Akhir bulan ke 10 mulai mengobrol dengan ibunya dan menirukan
suku kata dan nada .
- Akhir tahun pertama hubungan kontak orang tua dan bayinya
sedemikian jauhnya sehingga dapat diajak bermain.

28
- Umur 18 bulan dimulai adanya kesadaran akan saya dan keinginan
untuk menjelajahi dan menyelidiki terhadap lingkungan sangat besar
yang akan menimbulkan persoalan, si anak akan akan mulai
dihadapkan dengan orang-orang yang menyetujui dan menghalangi
maunya.
- Tahun kedua keinginan untuk berdiri sendiri dan penolakan terhadap
otoritas orang dewasa kurang menarik, oleh karena itu kehidupan anak
terpusat dilingkungan rumah. Maka dasar-dasar tingkah laku socialnya dan
sikapsikapnya disamai dirumah.
Perkembangan emosi
Kebutuhan utama agar mendapatkan kepercayaan dan
kepastian bahwa si anak diterima dilingkungannya. Kehadirannya
sangat diinginkan dan dikasihi yang nantinya menjadi dasar untuk
pecaya pada diri sendiri.
- Dimulai dengan hubungan yang erat antara orang tua dan bayi :
mengeluselus, memeluk, rooming-in.
- Proses selanjutnya ibu secara sadar atau tidak sadar menentukan batas
banyaknya kepuasan yang akan diberkan kepada si anak, karena
dipengaruhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. Adanya batas-batas itu
menjadikan anak stress dan frustasi yang sewaktu waktu dapat
diringankan oleh ibunya.
- Akibat dari interaksi antara ibu dan anak ini organisasi mental anak
berkembang, yaitu anak belajar untuk membedakan dirinya dengan oramg
lain.
Perkembangan bahasa
Ada 3 bentuk pra bahasa normal dalam perkembangan
bahasa, yaitu : menangis, mengoceh, isyarat. Dalam 2 bulan pertama
kehidupannya masih banyak cara menyatakan keinginan dengan
menangis. Umur 3-4 bulan suarasuara bernada rendah diucapkan pada
saat terbangun. Akhir bulan ke 4 bayi dapat diajak bermain dan
tertawa keras. Umur 5-6 bulan mulai mengobrol dengan caranya

29
sendiri yaitu dengan mengeluarkan suara-suara yang nadanya keras, tinggi
dan perlahan. Umur 9 bulan bayi mulai mengeluarkan suku kata yang
diulang, seperti wawa, papa, mama, sebagai usaha pertama untuk
bicara. Pada umur 10-11 bulan bila ditanyakan dimana bapak, ibu
atau mainannya ia akan mencari dengan mata dan memalingkan
kepalanya. Pada umur 11-13 bul;an mulai terjadi perubahan penting, ia
mulai menghubungkan kata-kata. Sekitar umur 1 tahun sudah dapat
mengerti kata-kata, kalimatkalimat sederhana secara berulang sehingga
ia mendapat kesempatan untuk melatih dirinya.
Perkembangan bicara
Pra bicara.
1. Meraban (6-7 minggu)
Merupakan suatu pemainan dengan tenggorokan, mulut bibir
sehingga suara menjadi lembut dan menghasilkan bunyi.
2. Kalimat satu kata (1-18 bulan)
3. Haus akan nama
4. Membuat kalimat
5. Mengenal perbandingan

Bicara dalam kalimat yang panjang dan sempurna :


1. Bicara egosentris (2-7 tahun)
isi bicara lebih mengenai diri sendiri.
2. Bicara sosial
Peralihan dari bicara ego social ke bicara yang berlaku di
dalam masyarakat.

III.Masa Kanak-kanak

IV Masa pra sekolah


1. Perkembangan fisik

30
Pertumbuhan dtempo yang lambat. Berat badan bertambah
kurang lebih 0,5 2,5 kg/tahun. Tinggi badan bertambah kurang lebih 7,5
cm/tahun.
2. Perkembangan psikis
Periode estitis yang berarti keindahan.
Periode ini ada 3 ciri khas yang tidak ada pada periode lain,
yaitu : perkembangan emosi dengan kegembiraan hidup, kebebasan
dan fantasi. Ketiga unsure tersebut berkembang dalam bentuk ekspresi
permainan, dongeng, nyanyian dan melukis.
Periode penggunaan lingkungan.
Ia telah siap untuk menjelajahi lingkungan. Ia tidak puas
sebagai penonton. Ia ingion tahu lingkungannya.
Periode trotz altor.
Periode keras kepala, suatu periode diomana kemauannya sukar
diatur, membandel dan tidak dapat dipaksa.Perkembangan emosi
merupakan periode yang ditandai dengan Tempe tantrum yaitu rasa
takut yang kuat, marah, rasa ingin tahu, kasih sayang dan kegembiraan.
V. Masa sekolah
1. Periode intelektual
2. Minat
3. The sense of accomplithment (kemampuan menyesuaikan)
4. Bermain
5. Pemahaman
6. Moral
7. Hubungan keluarga

5. Tahap Perkembangan Anak Prasekolah


Menurut Wong (2008), priode prasekolah dimulai dari usia 3-6
tahun periode ini dimulai dari waktu anak bergeraksambil berdiri sampai
mereka masuk sekolah, dicirikan dengan aktivitas yang tinggi. Pada masa
ini merupakan perkembangan fisik dan kepribadian yang pesat, kemampuan

31
interaksi sosial lebih luas, memulai konsep diri, perkembangan motorik
berlangsung terus menerus ditandai keterampilan motorik seperti berjalan,
berlari dan melompat.
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak Prasekolah
Menurut Hidayat (2009) Proses Percepatan dan Perlambatan
Tumbuh kembang anak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

a. Faktor Herediter
Faktor herediter merupakan faktor yang dapat diturunkan sebagai
dasar dalam mencapai tumbuh kembang.Yang termasuk faktor herediter
adalah bawaan, jenis kelamin, ras, suku bangsa.Faktor ini dapat ditentukan
denganintensitas dan kecepatan alam pembelahan sel telur, tingkat
sensitifitas jaringan terhaap rangsangan, umur puberitas, dan berhentinya
pertumbuhan tulang.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan ini dapat meliputi lingkungan pranatal,
lingkungan postnatal, dan faktor hormonal. Faktorpranatal merupakan
lingkungan dalam kandungan, mulai dari konsepsi sampai lahir yang
meliputi gizi pada waktu ibu hamil, posisi janin, pengunaan obat-obatan,
alkohol atau kebiasaan merokok. Faktor lingkungan pasca lahir yang
mempengaruhi tumbuh kembang anak meliputi budaya lingkungan, sosial
ekonomi, keluarga.nutrisi, posisi anak dalam keluarga dan status
kesehatan. Faktor hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang anak
antara lain. somatotrofin (growth Hormon) yang berperan alam
mempengaruhi pertumbuhan tinggi badan, dengan menstimulasi terjadinya
poliferasi sel kartigo dan sistem skeletal. Hormon tiroid menstimulasi
metabolisme tubuh, glukokartikoid menstimulasi pertumbuhan sel
interstisial dari testis untuk memproduksi testosteron dan ovarium untuk
memproduksi esterogen selanjutnya hormon tersebut menstimulasi
perkembangan seks baik pada anak laki-laki maupun perempuan yang
sesuai dengan peran hormonnya.

32
C. Faktor Pelayanan Kesehatan
Adanya pelayanan kesehatan yang memadai yang ada disekiatar
lingkungan dimana anak tumbuh dan berkembang

33
III ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK AUTISME

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Pengkajian data focus pada anak dengan gangguan perkembangan


pervasive menurut Isaac, A (2005) dan Townsend, M.C (1998) antara lain:
Tidak suka di pegang
Rutinitas yang berulang
Tangan di gerak-gerakan dan kepala di angguk-anggukan
Terpaku pada benda mati
Sulit berbahasa dan berbicara
50% di antaranya mengalami retardasi mental
Ketidakmampuan untuk memisahkan kebutuhan fisiologi dan emosi
diri sendiri dengan orang lain
Ketidakmampuan untuk menbedakan batas-batas tubuh diri sendiri
dengan orang lain
Menggulangi kata-kata dia dengan dari yang di ucapkan orang lain
atau gerakan gerakan mimik orang lain
Penolakkan atau ketidakmampuan berbicara yang di tandai dengan
ketidakmampuan struktur gramatis, ekoli , pembalikan , pengucapan
, ketidakmampuan untuk menamai benda-benda .ketidakmampuan
untuk menggunakan batasan-batasan abstrak . tidak adanya ekpresi
nonverbal seperti kontak mata, sifat responsif pada wajah , gerak
isyarat .

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut townsend ,M.C ( 1998) diagnosa keperawatan yang di
rumuskan pada Pasien / anak dengan gangguan perkembangan pervasive autisme
antara lain :
1. Risiko tinggi terhadap mutilasi diri berhubungan dengan stimulasi
sensorik yang tidak sesuai
2. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan gangguan konsep diri
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan
untuk menpercayai , dan penarikan diri dari diri
4. Gangguan identitas diri /pribadi berhubungan dengan fiksasi pada fase
prasimbotik dari perkembangan

34
C.PERENCANAAN KEPERAWATAN

Menurut towsend M,C (1998) perencanaan untuk mengatasi masalah


keperawatan pada anak dengan gangguan perkembangan pervasive antara lain :

No Diagnosa Tujuan &kriteria Intervensi Rasional


keperawatan hasil
1. Risiko tinggi tujuan : 1.jamin keselamatan 1.perawat
terhadap mutilasi pasien akan
Anak dengan bertanggung
diri berhubungan mendemontrasikan memberi rasa jawab untuk
dengan stimulasi perilaku-perilakuaman,lingkungan menjamin
sensorik yang tidak alternative (misalnya
yang kondusif untuk keselamatan
sesuai memulai interaksi
mencegah perilaku anak
antara diri dengan
merusak diri. 2.pengkajian
perawat) sebagai
2.kaji dan tentukan kemungkinan
respons terhadap
penyebab perilaku- penyebab dapat
kecemasan perilaku mutilatif memilih
kriteri hasil : sebagai respon cara/alternative
1.rasa gelisah di
terhadap kecemasan . pemecahan
pertahankan pada
3.pakaikan helm pada yang tepat
tingkat anak merasa
anak untuk 3.untuk
tidak memerlukan
menghindari trauma menjaga bagian
perilaku-perilakupada saat anak bagian vital
mutilatif diri memukul mukul ) dari cedera
2. pasien memulaikepala , sarung 4.untuk dapat
interaksi antara diri
tangan untuk bisa lebih
mencegah menarik
dan perawat apabila menjalin
merasa cemas narik rambut , hubungan
pemberian bantal dengan pasien
yang sesuai untuk 5.dalam upaya
mencegah luka untuk
ektermitas saat menurunkan
gerakan histeris . kebutuhan pada
4.bentuk kepercayaan perilaku
satu anak di rawat perilaku
oleh perawat . mutilasi diri
5.tawarkan pada anak dan menberikan
untuk menemani rasa aman
selama waktu
meningkatkan
kecemasan agar tidak
terjadi mutilasi .
2. Kerusakan Tujuan : 1.jalin hubungan 1.interaksi staf
interaksi sosial Anak akan satu-satu dengan anak dengan pasien
berhubungan mendemontrasikan untuk meningkatkan yang konsisten
dengan gangguan kepercayaan pada kepercayaan . meningkatkan

35
konsep diri seorang pemberi 2.berikan benda- pembentukan
perawatan yang di benda yag d kenal kepercayaan
tandai dengan sikap (misalnya :mainan 2.benda-benda
responsive pada wajah kesukaan ,selimut ini menberikan
dan kontak mata )untuk menberikan rasa aman
dalam waktu yang di rasa aman dalam dalam waktu
tentukan . waktu waktu waktu aman
Kriteria hasil : tertentu agar anak bila anak
1.Anak mulai tidak mengalami merasa distress.
berinteraksi dengan distrees . 3.karakteristik
diri dan orang lain . 3.sampaikan sikap ini
2.pasien yang hangat meningkatkan
menggunakan kontak ,dukungan ,dan pembentukan
mata , sifat responsive kebersediaan ketika dan
pada wajah dan anak berusahauntuk menpertahkan
perilaku perilaku memenuhi kebutuhan hubungan
nonverbal lainya kebutuhan dasarnya saling percya .
dalam berinterksi untuk meningkatkan 4.pasien
dengan orang lain. pembentukan dan autisme dapat
3.pasien tidak menarik menpertahankan merasa
diri dari kontak fisik hubungan saling terancam oleh
dengan orang lain . percaya . sesuatu
4.lakukan dengan rangsagan yang
perlahan lahan gencar pada
.jangan memaksa pasien yang
interaksi dengan tidak terbiasa
penguatan yang 5.kehadiran
positif pada kontak seseorang yang
mata ,perkenalkan telah terbentuk
dengan berangsur- hubungan
rangsur dengan saling percaya
sentuhan ,senyuman dapat
,dan pelukan. menberikan
5.beri dukungan pada rasa aman .
pasien yang berusaha
keras untuk
membentuk
hubungan dengan
orang lain di
lingkungannya .
3. Kerusakan Tujuan : 1.pertahankan 1.hal ini
komunikasi verbal Anak akan menbentuk konsisten tugas staf memudahkan
berhubungan kepercayaan dengan untuk memahami kepercayaan
dengan seorang pemberi tindakan-tindakan dan
ketidakmampuan perawatan di tandai dan komunikasi anak kemampuan
untuk menpercayai dengan sikap 2.antisipasi dan untuk

36
, dan penarikan diri resonsive dan kontak penuhi kebutuhan memahami
dari diri mata dalam waktu kebuthan anak sampai tindakan
yang telah di tentukan kepuasan pola tindakan dan
Kriteria hasil : komunikasi terbentuk komunikasi
1.pasien mampu 3.gunakan tekhnik pasien
berkomunikasi dengan validasi konsesual 2.pemenuhan
cara yang di mengerti dan klarifikasi untuk kebutuhan
oleh orang lain mengkomunikasi pasien akan
2.pesan pesan (misalanya apakah dapat
nonverbal pasien anda bermaksud mengurangi
sesuai dengan untuk mengatakan kecemasan
pengungkapan verbal bahwa ) anak sehingga
3. pasien memulai 4. gunaan pendekatan akan dapat
berinteraksi verbal tatap muka mulai menjalin
dan nonverbal dengan berhadapan untuk komunikasi
oral menyampaikan dengan orang
ekpresi-ekpresi lain
nonverbal yang benar 3. tehnik
dengan menggunakan tehnik ini di
contoh gunakan untuk
memastikan
akurasidari
pesan yang di
terima ,
menjelaskan
pengertian-
pengertian
tersembunyi
.dai dalam
pesan .
4. kontak mata
mengekpresika
n minat yang
murni terhadap
dan hormat
kepada
seseorang .
4. Gangguan identitas Tujuan : 1.fungsi pada 1.interaksi
diri /pribadi Pasien akan hubungan satu-satu pasien staf
berhubungan menyebutkan bagian dengan anak meningkatkan
dengan fiksasi pada bagian tubuh diri 2. bantu anak untuk pembentukan
fase prasimbotik sendiri dan bagian mengetahui hal-hal data
dari perkembangan bagian tubuh dari yang terpisah selama kepercayaan
pemberi perawatan kegiatan-kegiatan 2.kegiatan
dalam waktu yang di perawatan diri kegiatan ini
tentukan untuk ,seperti berpakaain dapat

37
mengenali fisik dan dan makan . meningkatkan
emosi diri terpisah 3. jelaskan dan bantu kewaspadaan
dari orang lain saat anak dalam kita terhadap
pulang menyebutkan bagian diri sendiri
Kriteria hasil : bagian tubuhnya sebagai sesuatu
1.pasien mampu untuk 4.tingkatkan kontak yang terpisah
menbedakan bagian fisik secara bertahap darien dangan
bagian dari tubuh demi tahap perawat orang
dengan bagian ,menggunakan lain
bagian dari tubuh sentuhan untuk 3.kegiatan
orang lain . menjelskan kegiatan ini
2.pasien menceritakan perbedaan antara dapat
kemampuan untuk pasien dan perawat. meningkatkan
memisahkan diri dari 5.tingkatkan upaya kewaspadaan
lingkungannya dengan anak untuk anak terhadap
menghentikan ekolali menpelajari bagian- diri sebagai
(mengulangi kata-kata bagian dari bats-batas sesuatu yang
yang di dengar ) dan tubuh dengan terpisah orang
ekopraksia (meniru menggunakan cermin lain
gerakan gerakan dan lukisan serta 4.bila gerak
yang di lihatnya) gambar dari anak insyarat ini
dapat
diinterpresikans
ebagai sesuatu
ancaman oleh
pasien .
5.dapat
menberikan
gambaran
tentang bentuk
tubuh dan
gambaran diri
pada anak
secara tepat.

38
D.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO Diagnosa keperawatan Implementasi


1. Risiko tinggi terhadap 1.menjamin keselamatan
mutilasi diri Anak dengan memberi rasa aman,lingkungan
berhubungan dengan yang kondusif untuk mencegah perilaku merusak
stimulasi sensorik yang diri.
tidak sesuai 2.mengkaji dan tentukan penyebab perilaku-
perilaku mutilatif sebagai respon terhadap
kecemasan.
3.memakaikan helm pada anak untuk menghindari
trauma pada saat anak memukul mukul ) kepala ,
sarung tangan untuk mencegah menarik narik
rambut , pemberian bantal yang sesuai untuk
mencegah luka ektermitas saat gerakan histeris.
4.membentuk kepercayaan satu anak di rawat oleh
perawat .
5.menawarkan pada anak untuk menemani selama
waktu meningkatkan kecemasan agar tidak terjadi
mutilasi.

2. Kerusakan interaksi 1.menjalin hubungan satu-satu dengan anak untuk


sosial berhubungan meningkatkan kepercayaan .
dengan gangguan 2. menberikan benda-benda yag d kenal (misalnya
konsep diri :mainan kesukaan ,selimut )untuk menberikan
rasa aman dalam waktu waktu tertentu agar anak
tidak mengalami distrees .
3.menyampaikan sikap yang hangat ,dukungan
,dan kebersediaan ketika anak berusahauntuk
memenuhi kebutuhan kebutuhan dasarnya untuk
meningkatkan pembentukan dan menpertahankan
hubungan saling percaya .
4.melakukan dengan perlahan lahan .jangan
memaksa interaksi dengan penguatan yang positif
pada kontak mata ,perkenalkan dengan berangsur-
rangsur dengan sentuhan ,senyuman ,dan pelukan.
5.menberi dukungan pada pasien yang berusaha
keras untuk membentuk hubungan dengan orang
lain di lingkungannya.

3. kerusakan komunikasi 1.menpertahankan konsisten tugas staf untuk

39
verbal berhubungan memahami tindakan-tindakan dan komunikasi
dengan anak.
ketidakmampuan untuk 2.mengantisipasi dan penuhi kebutuhan
menpercayai , dan kebuthan anak sampai kepuasan pola komunikasi
penarikan diri dari diri terbentuk.
3.mengunakan tekhnik validasi konsesual dan
klarifikasi untuk mengkomunikasi (misalanya
apakah anda bermaksud untuk mengatakan bahwa
)
4. mengunaan pendekatan tatap muka berhadapan
untuk menyampaikan ekpresi-ekpresi nonverbal
yang benar dengan menggunakan contoh.

4. Gangguan identitas diri 1.menfungsi pada hubungan satu-satu dengan


/pribadi berhubungan anak .
dengan fiksasi pada 2. menbantu anak untuk mengetahui hal-hal yang
fase prasimbotik dari terpisah selama kegiatan-kegiatan perawatan diri
perkembangan ,seperti berpakaain dan makan .
3.menjelaskan dan bantu anak dalam
menyebutkan bagian bagian tubuhnya .
4.mentingkatkan kontak fisik secara bertahap
demi tahap ,menggunakan sentuhan untuk
menjelskan perbedaan antara pasien dan perawat.
5.mentingkatkan upaya anak untuk menpelajari
bagian-bagian dari bats-batas tubuh dengan
menggunakan cermin dan lukisan serta gambar
dari anak.

40
BAB III

JURNAL TERKAIT DENGAN KASUS

JURNAL IPTEKS TERAPAN


Research of Applied Science and Education V9.i1 (20-27)
KOPERTIS WILAYAH X 20
ISSN: 1979-9292
E-ISSN: 2460-5611

TERAPI OKUPASI PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS


ANAK AUTISME
Evi Hasnita, Tri Riska Hidayati
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Fort De Kock
*Email: evi.hasnita@yahoo.com
Submitted: 23-07-2015, Reviewed: 23-07-2015, Accepted: 26-11-2015
http://dx.doi.org/10.22216/jit.2015.v9i1.25

Abstract
This study aims to determine the effectiveness of occupational therapy on
the development of fine motorskills in children with autism in
Al-Ikhlas Special Childrens School (SCS) for Autism
Bukittinggi2014.This research was conducted by observation in SCS for
Autism Al-Ikhlas from November 2014 untilDecember 2014. The design
of this research was an experimental research using One Group Pretest
PostTest Design. The sample was taken by using total sampling
technique with the total sample of 13 people.The result of this research
showed the average of stimulation in childs development before
theintervention, was 3.62 (doubtful) and after the intervention, the
average of childs development turnedinto 7.85 (appropriate stage of
development) with the analysis of Ho was rejected in which p value =
0.00(<0.05). It means the occupational therapy is effective toward
the development of fine motor skills inchildren with autism in SCS
for Autism Al-Ikhlas Bukittinggi 2014. Based on this research, it
can beconcluded that occupational therapy is effective toward the
development of fine motor skills in childrenwith autism. It is expected to
the autism school personnel to be able to routinely carry out

41
occupationaltherapy as an intervention treatment for fine motor skills
development of children with autisme.
Keywords: Occupational Therapy, Fine Motor Skills, Children with
Autisme.

Abstrak
Anak autis diartikan sebagai gangguan perkembangan pervasif yang
ditanda oleh adanya abnormalitas dan kelainan yang muncul sebelum
anak berusia 3 tahun. Hampir semua anak autisme
mempunyaiketerlambatan dalam perkembangan motorik halus. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui efektifitasterapi okupasi terhadap
perkembangan motorik halus anak dengan autisme di Sekolah Luar Biasa
(SLB)Khusus Autis Al-Ikhlas Bukittinggi tahun 2014. Menggunakan
rancangan penelitian eksperimen denganmenggunakan One Group
Pretest Post Test Design, dengan cara total sampling dan jumlah sampel
13 orang. Hasil penelitian didapatkan sebelum intervensi yaitu mean 3,62
(diragukan) dan setelah intervensimenjadi mean 7,85 (sesuai tahap
perkembangan) dimana p value = 0.00 (<0.05). Dapat
disimpulkanbahwa terapi okupasi efektif terhadap perkembangan
motorik halus anak dengan autisme dan kepadapihak petugas
sekolah autis agar dapat secara rutin melaksanakan terapi okupasi
sebagai salah satuintervensi keperawatan terhadap perkembangan
motorik halus anak dengan autisme. Diharapkan dengan adanya
penelitian ini, terapi yang telah diteliti dapat berguna dalam memberikan
intervensi khususnya anak yang mengalami gangguan motorik halus agar
bisa lebih mandiri.

Kata kunci: Terapi Okupasi, Motorik Halus, Anak Autisme

PENDAHULUAN
Anak merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang
tuanya. Keberadaannya diharapkan dan ditunggu-tunggu serta
disambut dengan penuh bahagia. Semua orang tua mengharapkan
memiliki anak sehat, membanggakan, dan sempurna, akan tetapi
terkadang kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan keinginan.
Sebagian orang tua mendapatkan anak yang diinginkannya dan
sebagian lagi tidak. Beberapa diantaranya memiliki anak dengan

42
kebutuhan-kebutuhan khusus, seperti mengalami autisme (Hasdianah
2013, p.57) Autisme merupakan suatu kumpulan sindrom akibat
kerusakan saraf. Penyakit ini mengganggu perkembangan anak.
Diagnosisnya diketahui dari gejala-gejala yang tampak, ditunjukkan
dengan adanya penyimpangan perkembangan (Danuatmaja 2003, p.2)
Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di
berbagai belahan dunia. UNESCO (2011) melaporkan, tercatat 35
juta orang penyandang autisme diseluruh dunia. Ini berarti rata-rata 6
dari 1.000 orangdi dunia mengidap autisme. Penelitian Center for
Disease Control (CDC) di Amerika (2008), menyatakan bahwa
perbandingan autisme pada anak umur 8 tahun yang terdiagnosa
dengan autismeadalah 1:80. Di Asia, penelitian Hongkong Study
(2008) melaporkan tingkat kejadian Autisme dengan prevalensi 1,68
per 1.000 untuk anak di bawah 15 tahun (Sirrait, 2013)Di Indonesia
yang berpenduduk 200 jutalebih, diperkirakan jumlah anak autisme
mencapai 150-200 ribu orang. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan adalah 4:1, namun anak perempuan yang terkena akan
menunjukkan gejala yang lebih berat (Huzaemah 2010, p.3) Di
Sumatera Barat sendiri sampai saat ini belum ada data resmi tentang
penderita autisme, dikarenakan kehadiran anak autisme tidak menetap
tiap semester. Dari hasil penelusuran jumlah penyandang autisme di
sekolah luar biasa di website dari8 sekolah yang menangani masalah
autisme pada anak terdapat jumlah penderita autisme yang ditangani di
sekolah tersebut berjumlah 374 orang (Amelia 2012, p.1) Anak autisme
dapat mencapai pertumbuhan yang optimal jika didukung dengan
penanganan yang baik. Penanganan yang baik ini membutuhkan
keterbukaan dari orang tua untuk mengkomunikasikan kondisi anak
mereka secara jujur padadokter jiwa, dokter anak, psikolog, guru
disekolah, termasuk saudara-saudara didalam keluarga besar (Triyosni,
2013) Gangguan autisme mengakibatkan anakanak dengan gangguan
Autism Spectrum Disorder (ASD) ini tertinggal dengan anak anak yang
lain dalam memahami dan menerima stimulasi atau materi yang
diberikan oleh guru di sekolah, ini diakibatkan oleh ketidak
mampuan anak anak dengan gangguan ASD ini dalam memusatkan
perhatian dan memfokuskan konsentrasi terhadap stimulasi yang
diberikan, padahal perhatian dan konsentrasi adalah suatu hal yang
sangat penting dalam proses penyimpanan informasi kedalam ingatan
jangka panjang (Sabri, 2006) Berbagai jenis terapi telah dikembangkan
untuk mengembangkan kemampuan anak autisme agar tetap hidup

43
mendekati normal seperti medika mentosa, terapi perilaku,terapi
wicara, terapi okupasi.
Tujuan terapi pada anak autisme adalah untuk mengurangi
masalah perilaku serta meningkatkan kemampuan belajar dan
perkembangannya,terutama dalam penggunaan bahasa. Tujuan ini
dapat tercapai dengan baik melalui suatu program terapi yang
menyeluruh dan bersifat individual. Hal yang paling ditakuti jika
anak diterapi adalah ketidak mampuan anak melakukan segala
sesuatunya sendiridengan kata lain anak: tidak akan bisamandiri
seperti makan, minum, toileting, gosok gigi, dan kegiatan-kegiatan
lain. Bahkan literature mengatakan 75% anak autisme yang tidak
tertangani, akhirnya menjadi tunagrahita (Sabri, 2006) Hampir semua
anak autisme mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik
halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk
memegang pensil dengan cara yang benar, kesulitan untuk
memegang sendok dan menyuap makananke mulutnya, dan lain
sebagainya. Motorikhalus adalah kemampuan seseorang untuk
melakukan sesuatu dengan otot-otot kecil yang ada di dalam
tangan. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih
mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar (Hasdianah 2013,
p.150) Terapi okupasi adalah terapi untuk membantu seseorang
menguasai keterampilan motorik halus dengan lebih baik. Terapi
okupasi dilakukan untuk membantu menguatkan, memperbaiki
koordinasi dan keterampilan otot pada anak autisme dengan kata lain
untuk melatih motorik halus anak (Santoso, 2008) Berdasarkan
observasi peneliti di SLB Khusus Autis Al-Ikhlas Bukit tinggi,
pada tanggal 18 Juni 2014, didapatkan siswa yang belajar di SLB
tersebut semuanya berjumlah 100 orang. Dari wawancara yang
peneliti lakukan kepada beberapa orang tua siswa autisme
mengatakan belum mengerti betul tentang terapi anak autisme,
beberapa orang tua tidak mengetahui tentang terapi okupasi dan
tindakan apa yang harus diberikan kepada anak dengan autisme.
Dan menurut beberapa orang guru yang mengajar di SLB Khusus
Autis Al-Ikhlas Bukittinggi mengatakan bahwa anak-anak autisme
disekolah tersebut telah diberikan berbagai bentuk terapi untuk
meningkatkan perkembangan memori anak. Banyak pengaruh yang
telah terjadi setelah anak autisme tersebut diberikan terapi. Dari
sebelumnya belum bisa beradaptasi sampai bisa melakukan sesuatu
dengan cukup baik. Salah satu terapi yang diberikan tersebut adalah
terapi okupasi, namun terapi ini tidak difokuskan untuk terapi okupasi

44
saja. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peniliti tertarik untuk
mengetahui efektifitas terapi okupasi terhadap perkembangan
motorik halus pada anak autisme di SLb Khusus Autis Al-Ikhlas
Bukittinggi tahun 2014.

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi ekperimen,
untuk mengetahui efektifitas terapi okupasi terhadap perkembangan
motorik halus anak dengan autisme di SLB Khusus Autis Al-
Ikhlas Bukittinggi tahun 2014. Dengan desain penelitian One
Group Pretest Posttest yaitu tidak ada kelompok pembanding
(kontrol), tetapi paling tidak sudah dilakukan observasi pertama
(pretest) yang memungkinkan menguji perubahan perubahan yang
terjadi setelah adanya ekperimen (Notoatmodjo 2010, p.57)

HASIL DAN PEMBAHASAN


I. HASIL
A. Analisis Univariat
1. Rata-rata Perkembangan Motorik Halus Anak Autisme sebelum
diberikan Terapi Okupasi di SLB Khusus Autis Al-Ikhlas
Bukittinggi Tahun 2014.

Tabel 1. Rata-rata Perkembangan Motorik Halus Anak Autisme


sebelum diberikan Terapi Okupasi di SLB Khusus Autis Al-Ikhlas
Bukittinggi Tahun 2014
No Variabel Mean SD Min - 95%CI 95%
max Lower upper
1 Perkembangan 3.63 0.506 3-4 3.31 3.92
motorik halus

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 1 diperoleh


perkembangan motorik halus sebelum dilakukan intervensi terapi
okupasi pada 13 responden yaitu diperoleh mean = 3,63 (diragukan)
dan SD = 0,506. Skor penilaian perkembangan motorik halus
berkisar antara skor 3 dan 4. 2.Rata-rata Perkembangan Motorik Halus
Anak Autisme setelah diberikan Terapi Okupasi di SLB Khusus
Autis Al-Ikhlas Bukit tinggi Tahun 2014.

45
Tabel 2 Rata-rata Perkembangan Motorik Halus Anak Autisme
setelah diberikan Terapi Okupasi
di SLB Khusus Autis Al-Ikhlas Bukit tinggi Tahun 2014

No Variabel Mean SD Min 95% CI 95%


max lower CI
upper
1 Perkembangan 7.85 0.376 7-8 7.62 8.07
motorik halus

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 2 diperoleh


perkembangan motorik halus setelah dilakukan intervensi terapi
okupasi pada 13 responden yaitu diperoleh mean = 7,85 (sesuai tahap
perkembangan) dan SD= 0,376. Skor penilaian perkembangan
motorik halus berkisar antara skor 7 8 (sesuai tahap
perkembangan).

B. Analisis Bivariat
Tabel 3. Efektifitas Pemberian Terapi Okupasi Terhadap
Perkembangan Motorik Halus di SLB Khusus Autis Al-Ikhlas
Bukittinggi Tahun 2014
No Perkembangan Mean Std Skor Max p.value
motorik halus Deference Deviasi min
1 Pre test 4 .32 0.506 3 4 0.001
2 Prost test 0.376 7 8

PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan intervensi Terapi Okupasi ada anak yang
memang belum sama sekali terlatih motorik halusnya namun ada juga
yang sudah mengalami kemajuan pada motorik halusnya sebelum
intervensi, pada beberapa anak yang mengalami kemajuan pada
saat sebelum dilakukan intervensi dapat disebabkan adanya peran
orangtua yang selalu memberikan terapi dirumah selain terapi
okupasi seperti terapi wicara , terapi multisensory. Menurut analisa
penelitan perkembangan motorik halus anak autis yang masih
diragukan hal ini dapat dilihat hasil observasi berdasarkan skala
perkembangan motorik didapatkan 10 orang (77%) berada diskala
tidak normal dan hanya 3 orang (23%) yang masih diragukan.
Dari hasil observasi didapatkan anak masih belum mampu
melakukan kegiatan seperti menggambar +, menggoyangkan ibu jari

46
harus dengan nyanyian, menggambar bentuk bagian tubuh harus
dengan nyanyian, dan menyebutkan
beberapa anggota tubuh. Anak masih memerlukan bantuan orangtua,
guru maupun terapis dalam melakukan hal tersebut. Kondisi ini
dapat disebabkan gangguan
perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang sosial dan afek,
komunikasi verbal (bahasa) dan nonverbal, imajinasi, fleksibilitas,
lingkup interest (minat),
kognisi dan atensi. Sehingga perlu proses waktu untuk membentuk

Perkembangan motorik halus tanpa adanya terapi yang efektif.


Menurut Mona (2006) dalam The American Journal of
Occupational Therapy yang dilakukan pada anak autis di Amerika
dengan menggunakan terapi okupasi bantuan binatang didapatkan
belum ada perkembangan motorik halus pada anak autisme tanpa
adanya intervensi terapi okupasi dengan melibatkan binatang.
Adanya keterlibatan binatang dalam terapi okupasi dapat
memberikan kesempatan anak untuk menginterpretasikan dan
menanggapi setiap perubahan sosial dan binatang sebagai jembatan
untuk mengintrepretasikannya Sementara itu peneliti menganalisa
bahwa setelah dilakukan Terapi Okupasi terdapat peningkatan
motorik halus anak dengan Autisme adanya perkembangan
kemampuan motorik halus pada anak autisme, hal ini terlihat dari
hasil observasi perlakuan ke-4 pada terapi okupasi didapatkan
sebagian besar responden (92,3%) melakukan semua terapi tanpa
bantuan baik terutama pada mengambar dan merangkai benda-benda
kecil. Hasil intervensi yang lain juga menunjukkan perkembangan
diantaranya anak tidak lagi meminta bantuan orangtua, guru
maupun terapis dalam melakukan kegiatan seperti menggambar +,
menggoyangkan ibu jari tidak dengan nyanyian lagi walaupun ada
beberapa masih di mulai dengan nyanyian, menggambar bentuk
bagian tubuh tidak dengan nyanyian lagi, dan sudah bisa
menyebutkan beberapa anggota tubuh melalui gambar. Anak sudah
mampu mandiri, sesuai dengan tahap perkembangannya. Penelitian
ini juga pernah dilakukan oleh Fitriana (2014) tentang Pengaruh
Terapi Okupasi Terhadap Perkembangan Motorik Halus Anak Autis
di SLB PGRI Plosoklaten Kediri, didapatkan rata-rata
perkembangan motorik halus 42,67 sebelum diberikan terapi okupasi
dan didapatkan rata-rata perkembangan motorik halus 68,2 setelah
diberikan terapi okupasi dan terapi yang lain diberikan ada efek yang

47
postitif terhadap perkembangan motorik halus pada anak autis di
SLB PGRI Plosoklaten.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa
penerapan terapi okupasi efektif terhadap perkembangan motorik
halus anak dengan autisme. Hal ini terlihat dari hasil bobot point
terapi okupasi dimana bobot point 10 (berhasil). Dari 13 anak
yang dilakukan terapi okupasi selama 6 hari

SIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil
kesimpulan bahwa efektifitas terapi okupasi terhadap
perkembangan motorik halus anak autis di SLB Khusus Autis Al-
Ikhlas Bukittinggi Tahun 2014. Sebelum diberikan terapi okupasi
rata-rata perkembangan motorik halus anak yaitu 3,62 (diragukan).
Sesudah diberikan terapi okupasi rata-rata perkembangan motorik
halus anak yaitu 7,85 (sesuai tahap perkembangan). Didapatkan
adanya efektifitas pemberian terapi okupasi terhadap
perkembangan motorik halus pada anak autis (p value= 0.001)
dengan taraf kesalahan () 0.05 di SLB Khusus Autis Al Ikhlas
Bukittingi Tahun 2014.

REFERENSI
Adriana. 2011. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak.
Jakarta:
Salemba Medika Budi, Santoso Tri. 2008. Terapi Okupasi
(Occupational Theraapy) pada Anak dengan Kebutuhan Khusus.
Konsultan pada Anak dengan Kebutuhan Khusus, diakses dari:
http://putrakembara.org/rm/OT_Budi .pdf (8 Juli 2014)

Cyntia, Yolanda. 2013. Efektifitas Terapi Bermain Terhadap


Stimulasi
Perkembangan Anak Pra Sekolah Di PAUD Al-Azhar Kota
Bukittinggi Tahun 2013. Jurusan SI Keperawatan STIKes Fort De
Kock Bukittinggi Danuatmaja, Bonny. 2003. Terapi Anak Autis di
Rumah. Jakarta: Puspa Swara Dinkes Sumbar. 2006. Stimulasi,
Deteksi, dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak.
Dinkes Sumbar. 2007. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi
dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan
Kesehatan Dasar. Jakarta: Depkes RI

48
Fitriana & wiwik. 2014. Terapi Okupasi Dengan Teknik Kolase
Terhadap
Kemampuan Motorik Halus Anak Autis Di SLB PGRI
Plosoklaten Kediri. Skripsi Universitas Negeri Surabaya. HR,
Hasdianah. Autis pada anak pencegahan, perawatan, dan
pengobatan. Yogyakarta: Nuha Medika Huzaemah. 2010. Kenali
Autisme Sejak Dini. Jakarta: Pustaka Populer Obor Jane Case-
Smith,et al.2013. Systematic Review of Interventions Used in
Occupational Therapy to Promo

49
BAB IV
PENUTUP

a. Kesimpulan
Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang
diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum
anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang autisme menunjukkan
gangguan komunikasi yang menyimpang. Gangguan komunikasi tersebut
dapat terlihat dalam bentuk keterlambatan bicara, tidak bicara, bicara
dengan bahasa yang tidak dapat dimengerti (bahasa planet), atau bicara
hanya dengan meniru saja (ekolalia). Selain gangguan komunikasi, anak
juga menunjukkan gangguan interaksi dengan orang disekitarnya, baik
orang dewasa maupun orang sebayanya.
Autisme merupakan gangguan perkembangan neurobiologis
yang berat. Hampir pada seluruh kasus, autisme muncul saat anak lahir
atau pada usia tiga tahun pertama. Pada prinsipnya gangguan gangguan
yang terjadi di otak tidak dapat disembuhkan. Jika anak autistik terlambat
atau bahkan tidak mendapat intervensi hingga dewasa, maka gejala
autis bisa semakin parah. Hal ini yang kemudian akan menyebabkan
terjadinya banyak kasus anak autis yang gagal dalam mengembangkan
kemampuan sosial dan komunikasi. Untuk itu, perlu dilakukan terapi
secara dini, terpadu, dan intensif sehingga anak mampu bergaul
layaknya anak anak yang lain yang tumbuh secara normal.

Penyebab terjadinya autisme adalah adanya kelainan pada


otak,autisme disebabkan karena kondisi otak yang secara struktural tidak
lengkap, atau sebagian sel otaknya tidak berkembang sempurna, ataupun
sel-sel otak mengalami kerusakan pada masa perkembangannya. Penyebab
sampai terjadinya kelainan atau kerusakan pada otak belum dapat
dipastikan, namun ada beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab
kelainan tersebut, antara lain faktor keturunan (genetika), infeksi virus dan
jamur, kekurangan nutrisi dan oksigenasi, obat-obatan serta akibat polusi
udara, air, dan makanan;banyak mengandung Monosodium Glutamate
(MSG), pengawet atau pewarna.

50
b. Saran
kami dalam pembuatan makalah ini sebagai , seseorag perawat dan
tenaga kesehatan lainnya perlu mengetahui dan memahami seperti
apa itu autisme karena penyakit ini paling sering terjadi pada anak .

51
DAFTAR PUSTAKA

HR, Hasdianah. Autis pada anak pencegahan, perawatan, dan


pengobatan. Yogyakarta: Nuha Medika Huzaemah. 2010.

Adiana. 2011. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta:
Salemba Medika Budi, Santoso Tri. 2008.
http://putrakembara.org/rm/OT_Budi .pdf (8 Juli 2014)

Cyntia, Yolanda. 2013. Efektifitas Terapi Bermain Terhadap Stimulasi


Perkembangan Anak Pra Sekolah Di PAUD Al-Azhar Kota Bukittinggi
Tahun 2013.

Stimulasi, Deteksi, dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak.Dinkes Sumbar.


2007. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta:
Depkes RI SFitriana & wiwik. 2014.

52

Anda mungkin juga menyukai