Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PEMIMPIN DALAM MEMBERANTAS KORUPSI

Mengenaal Korupsi

Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio yang berarti busuk, rusak,

menggoyahkan, memutar balik, dan menyogok. Menurut kamus bahasa Indonesia,

korupsi adalah perbuatan yang buruk, yang merusak dan menjijikan. Ada 3

pembagian tipologi korupsi :

A. Berdasarkan Motif Perbuatan, terbagi menjadi 4 jenis :

1. Korupsi karena keperluan (Corruption by Need) , merupakan korupsi yang

dilakukan seseorang secara terpaksa atau karena kedangkalan keimanan

dan pengetahuan.

2. Korupsi karena serakah (Corruption by Greed), merupakan korupsi yang

disebabkan serakah pangkat, jabatan, kekuasan, kewenangan serta

kesempatan yang ada di dirinya. Sikap serakah tersebut diakibatkan oleh

faktor gengsi, haus pujian, kehormatan, dan tidak memiliki sense of crisis(

serakah untuk memperkaya diri dan tidak peduli terhadap penderitaan

rakyat).

3. Korupsi karena peluang (Corruption by Oportunity), merupakan korupsi

yang dilakukan karena adanya peluang dengan memanfaatkan keadaan

tersebut. Peluang tersebut disebabkan oleh faktor layanan pubik yang

terlalau birokratis, manajemen amburadul, dan pejabat yang kurang

bermoral.

4. Korupsi yang telanjang (Corruption by Exposs).


Korupsi Telanjang merupakan korupsi yang dilakukan secara terbuka

yang disebabakan karena ia berlaku diseluruh strata masyarakat, tetapi

tidak dianggap sebagai tindak pidana.

B. Motif Berdasarkan Target, terbagi menjadi 4 jenis :

1. Korupsi Material ( Materiil Corruption), merupakan korupsi yang

mendatangkan secara langsung materi kepada pelaku maupun orang lain

yang terlibat dalam satu tindak pidana korupsi.

2. Korupsi Politik (Political Corruption), merupakan bentuk kejahatan yang

dilakukan dalam proses politik.

3. Korupsi Intelektual ( Intelectual corruption), merupakan korupsi yang

sering dilakukan oleh guru, dosen, ustadz, kyai, pendeta, pastor, dan para

sarjana pada umumnya. Hal tersebut terjadi karena para intelektuallah

yang memiliki informasi, data, ilmu, dan pengetahuan, tetapi

disembunyikan dan dirahasiakan untuk kepentingan tertentu.

C. Korupsi sebagai tindak Pidana, terbagi menjadi 3 sudut pandang :

1. Sudut Pandang Hukum Islam. Islam memandang korupsi sebagai

kejahatan yang serius karena akibat yang ditimbulkan tidak hanya

berdampak pada diri pelaku tetapi juga kepada masyarakat. Berdasarkan

Al-Qran dan As-Sunnah, terdapat beberapa bentiuk perbuatan yang dapat

dikategorikan sebagai korupsi yaitu suap menyuap, hadiah, penggelapan,

menghiananti amanah dan sumpah jabatan, menyalahgunakan jabatan dan

fasilitas negara, kolusi dan nepotisme, dan lambat melaporkan

keuangan/aset negara kepada pejabat yang berwenang.


2. Sudut Pandang Kristen. Menurut sudut pandang agama kristen, korupsi

adalah sesuatu yang dilarang sebagaimana telah dijelaskan dalam injil.

3. Sudut Pandang Hukum Positif. Undang-undang yang mengatur tentang

korupsi telah diatur dalam UU No: 31 Tahun 1999sebagaimana telah

diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi

yang terdiri dari 19 pasal yang merumuskan 30 bentuk perbuatan korupsi

yang diklasifikasikan dalam 7 keluarga besar korupsi yaitu :

1. Perbuatan yang merugikan keuangan/Perekonomian. Unsur-unsur

yang termasuk jenis ini antara lain: setiap orang, perbuatan melawan

hukum, menyalahgunakan kewenangan, memperkaya diri, dan

merugikan keuangan negara.

2. Suap menyuap. Suap menyuap terbagi menjadi suap menyuap aktif

(menyuap ke kantor layanan publik) dan menyuap pasif (berbentuk

janji-janji misal dalam pilmapres, pemilu). Korupsi jenis suap pasif

diatur dalam pasal 5, pasal 13, pasal 11, pasal 6 dan pasal 12.

3. Penggelapan. Korupsi jenis tersebut diatur dalam pasal 8, pasal 9, dan

pasal 10.

4. Pemerasan. Ada 2 jenis pemerasan yaitu pemerasan aktif dan

pemerasan pasif. Pemerasan aktif merupakan tindak pidana korupsi

yang dilakukan seseorang pegawai pelayan publik atau pejabat

terhadap pelanggaran, baik sebelum maupun selama proses

pengurusan. Korupsi jenis ini diatur dalam pasal 12.

5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang sering terjadi dalam pembangunan proyek-proyek

pemerintah. Jenis korupsi tersebut diatur dalam pasal 7 dan pasal 12.

6. Pembenturan kepentingan. Korupsi jenis ini terjadi disektor

pengadaan barang dan jasa pemerintah.

7. Gratifikasi. Jenis korupsi tersebut diatur dalam pasal 12 A, pasal 12 B,

dan 12 C.

Korupsi pada masa orde lama

Korupsi pada masa orde lama secara garis besar dapat disebutkan sebagai

berikut :

1. Korupsi Material. Korupsi material yang dilakukan pemerintahan orde

lama dimulai dengan diterbitkannya Inpres No. 018/1964 dan Kepres

No.360/1965 yang berisi ketentuan mengenai himpunan dan penggunaan

dana revolusi. Contoh penyalahgunaan kewenangan oleh pemerintah orde

lama :

a. Dana revolusi. Merupakan dana yang diperoleh melalui cara

pengumpulan sumbangan masyarakat atas inisiatif presiden Soekarno.

Dalam pelaksanaannya, tidak ada

b. Penerimaan uang komisi. Dugaan korupsi yang dilakukan oleh rezim

orde lama, data-data dibidang ekonomi dan keunagan yang diperoleh

dari BAP sebagaimana tertuang dlaam buku Bakri Tianlen, menjadi

sangat penting, yaitu :

1. Dalam BAP AR Aslam yang diperiksa oleh Teperpu, 4 Februari

1965
2. Dalam BAP Yusuf Muda Dalam

3. Dalam BAP Teuku Markam/PT Karkam

2. Korupsi Politik. Terdiri dari :

1. Pembubaran Parlemen. Terdiri Dari Pembubaran Badan Konstituantae

dan kembali ke UUD 1945 dengan dijiwai Piagam Jakarta.

2. Pembubaran Partai Politik. Masyumi sebagai fraksi terbesar di Parlemen

(bersama PNI yang memiliki jumlah kursi yang sama) mulai melakukan

koreksi-koreksi tajam terhadap kepemimpinan Soekarno.

3. Korupsi Intelektual

1. Penghianatan terhadap Dekrit 5 Juli 1959

2. Penghianatan Terhadap Pancasila dan UUD 1945

3. Keterlibatan dalam Peristiwa G30S/PKI

4. Upaya Pemberantasan Korupsi. Sekalipun korupsi pada masa orde lama

belum merajalela seperti pada masa orde baru dan reformasi, tetapi

pemerintah telah mengambil beberapa langkah pemberantasan, setidaknya

secara regulasi, antara lain:

a. Prt/PM-06/1957 tanggal 9 April 1957 tentang pemberantasan korupsi

b. Prt/PM-08/1957 tanggal 27 Mei tentang Pemilikan Terhadap Harata

Benda

c. Prt/PM-11/1957 tanggal 1 Juli 1957 tentang Penyitaan dan perampasan

Barang-barang

d. Prt/Peperpu/013/1958 tanggal 16 April 1958 jo Peraturan Penguasa

Perang Kepala Staf Angkatan Laut Nomor Prt/Z.I/I/7 tanggal 17 April


1958 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Perbuatan

Korupsi Pidana dan Pemilikan Harta Benda

e. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pengusutan,

Penuntutan dan Pemeriksan Tindak Pidana Korupsi.

Pendekatan yang dilakukan dalam proses pemberantasan korupsi pada

masa orde lama lebih berupa operasi militer yang tentu bersifat

represif.

Korupsi pada masa orde baru

Korupsi pada masa orde baru, lebih kasar dari korupsi ketika orde lama

karena ia merupakan kolaborasi diantara penguasa yang dikuasai oleh militer,

khususnya Angkatan Darta dengan pengusaha yang juga didominasi oleh

golongan non pribumi. Korupsi pada masa orde baru dapat dikategorikan sebagai

berikut :

1. Korupsi Material. Merupakan korupsi dimana hasil yang diperoleh

koruptor adalah materi ( uang tunai, kendaraan, rumah, tanah dan perusahan).

2. Korupsi Politik. Korupsi politik adalah korupsi yang dilakukan melalui

pelaksanaan pilpres, pemilu, pemilukada, atau melalui penerbitan undang-

undnag, perpu, PP, PEMILU, pemilu, Kepres, Peraturan Mentri, Perda, dan

Peraturan gubernur/Bupati/Walikota. Korupsi politik yang monomental yang

dilakukan Soeharto dan rezim orde barunya antara lain:

1. Pembubaran parpol

Kejahatan seperti korupsi yang dipraktikkan oleh Soekarno, Soeharto

membubarkan partai-partai politik.


2. Depolitasi Rakyat. Korupsi politik kedua dari Soeharto yang monumental

adalah pembodohan rakyat yaitu mereka dijatuhkan dari politik dengan

penerapan konsep floating mass( massa mengambang). Parpol ( PP dan PDI)

tidak boleh mempunyai kepengurusan di desa hanya sampai kecamatan

sehingga mengakibatkan rakyat didesa menjadi bodoh.

3. Dwifungsi ABRI. Korupsi politik yang tidak kalah penting dilakukan oleh

Soeharto dan kroninya adalah penerapan dwifungsi ABRI. Alasannya adalah

ABRI selain sebagai kekuatan pengaman negara, ia juga merupakan kekuatan

sosial kemasyarakatan.

4. Pembonsaian Pranata Demokrasi. Meliputi :

a. Lembaga Legislatif : Caleg harus melalui seleksi laksusda dan loyalitas pada

Soeharto.

b. Lembaga Peradilan : kepetusan yang dijatuhkan pengadilan dikendalikan oleh

penguasa.

c. Lembaga Pers : jika terjadi peristiwa pelanggaran Perundang-undnagan yang

dilakukan oleh pejabat maka akan tidak boleh dipublikasikan.

d. Dunia Kemahasiswaan :

e. Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan

5. Pelanggaran HAM

3. Korupsi kebijakan. Merupakan kategori korupsi politik dan dapat juga

dikategorikan korupsi intelektual.

4. Korupsi Intelektual. Merupakan korupsi yang dilakukan oleh mereka yang

berilmu pengetahuan, memiliki informasi dan data, tetapi semuanya


disalahgunakan, ditutupi untuk kepentingan pribadi. Korupsi intelektual

fenominal yang dilakukan oleh Soeharto dan rezimnya adlaah :

a. Prioritas Pembangunan Nasional di Sektor Ekonomi

b. Strategi Growth dalam pembangunan Ekonomi

c. Pengasas tunggalan Pancasila

d. Pelajaran SMP

5. Proses Pemberantasan Korupsi

Sekalipun Soeharto dikenal sebagai bapak pembangunan korupsi di

Indonesia, tetapi tercatat bahwa pada amsa orde baru, lahir beberapa

peraturan perundang-undangan dan aktivitas yang berkaitan dengan proses

pemberantasan korupsi, antaranya :

a. Tim Pemberantasan Korupsi. Lahir Keppres No.228 tahun 1967 yang

kegiatannya meliputi aspek represif dan preventif. Keppres tersebut

lahir akibat mahasiswa yang demo terhadap pemerintahan Soekarno,

dimana pada masaitu terjadi korupsi dan pemerintahan otoriter.

b. Komisi Empat (1970). Soeharto menerbitkan kebijakan tentang

pemberantasan korupsi karena alsan:

1. Amerika Serikat dengan sekutunya mulai mengintervensi proses

pembangunan di Indonesia, menggantikan dominasi poros Jakarta-

Peking-Moskow yang terjadi selama masa orde lama

2. Pada tahun 1968, setelah Soeharto dilantik sebagai Presiden definit,

diberlakukan pembangunan nasional dalam bentuk pelita yang

dibantu oleh negara-negar donor yang tergabung dalam IGGI.


3. Pemerintah orde baru harus segera melaksanakan pemilu sebagai

salah satu indikator bahwa Indonesia merupakan negara

demokratis sehingga dapat menjadi sahabat dari Amerika Serikat.

c. Opstib (1977). Opstib atau operasi penertiban lahir berdasarkan inpres

Nomor 9 Tahun 1977. Kegiatannya lebih bersifat penertiban sistem

dan operasionalisasi kebijakan-kebijakan pemerintah, misalnya

menertibkan mahasiswa yang demo akibat korupsi yang dilakukan oleh

Soehart. Namun Opstib tidak berjalan dengan sebagaimana

semestinya.

d. Kode etik PNS. Untuk mencegah agar korupsi tidak semakin marak,

pemerintah orde baru menciptakan 3 perangkat :

1. Kode etik PNS sebagai panduan sekaligus rambu-rambu tentang

apa yang tidak boleh dilakukan oleh pegawai negeri. Dengan cara

itu, diharapkan tidak terjadi penyalahgunaan wewenang dan

jabatan yang selama itu merupakan salah satu penyebab korupsi.

2. Dirumuskan asas-asas umum pemerintahan yang baik agar pejabat

dan pegawai negeri dapat menjalankan fungsinya secara optimal.

Asas-asas tersebut meliputi kepastian hukum, ketertiban umum,

kepentingan masyarakat, proporsional, profesional, dan

akuntabilitas.

3. Disusun pula kode etik profesi agar setiap pejabat dan pegawai

negeri, khususnya yang bertugas dilembaga layanan publik.

Kegagalan dalam pemberantasn korupsi dikarenakan :


a. Usaha pemberantasan korupsi dilakukan secara parsial, yaitu

ada yang khusus pencegahan saja dan ada yang hanya represif.

b. Baik upaya pencegahan maupun represif, dilakuakn tanpa

didukung oleh SDM, sarana, prasarana, teknologi, dan sistem

yang memadai sehingga hasil yang diperoleh sangata minimal,

kalau tidak dikatakan sebagai gagal.

c. Proses penyelidikan dan penyidikan sebagai upaya represif,

dilakukan secara konvensional sehingga tidak dapat

membongkar kasus-kasus korupsi, khususnya yang melibatkan

konglomerat hitam, penguasa serta elit politik jahat.

d. Sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku korupsi, tidak

menimbulkan efek jera, baik terhadap pelaku maupun terhadap

pegawai negeri, pejabat dan masyarakat umum

e. Tidak ada kemauan politik yang sungguh-sunggu dari

pemerintah dan elit politik untuk memberantas korupsi,

khususnya di lingkungan masing-masing instansi

pemerintah/lembaga negara.

Anda mungkin juga menyukai