Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur

pediatri dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang ini merupakan

penyebab yang paling sering untuk rujukan pada praktek neurologi anak.

Penyakit ini juga menjadi salah satu masalah sistem saraf pusat yang banyak

terdapat pada neonatus. Kejadiannya meliputi 0,5% dari semua neonatus baik

cukup bulan maupun kurang bulan. 1

Kejang pada periode bayi (neonatus) merupakan keadaan darurat medis,

karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi
2
kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di kemudian hari,

disamping itu kejang dapat merupakan tanda atau gejala dari satu masalah atau

lebih. Kejang halus/subtle seizure adalah jenis yang paling umum kejang yang

terjadi dalam periode neonatal. Jenis lain termasuk serangan klonic, tonik dan

myoklonic. Serangan myoklonic membawa prognosis terburuk dari segi jangka

panjang hasil perkembangan saraf. Ensefalopati iskemik Hipoksik adalah

penyebab paling umum neonatal kejang. 2,3

Angka kejadian kejang pada neonatus terjadi lebih tinggi pada bayi kurang

bulan (3,9%) pada bayi dengan usia kehamilan < 30 minggu. Di Amerika

1
Serikat, angka kejadian kejang pada neonatus belum jelas terdeteksi,

diperkirakan sekitar 80-120 per 100.000 neonatus per tahun. Perbandingannya

antara 1-5:1000 angka kelahiran. Menurut SDKI 2002-2003 angka kematian

pada neonatus di Indonesia menduduki angka 57% dari angka kematian bayi

(AKB) sedangkan kematian neonatus yang diakibatkan oleh kejang sekitar 10%.5

Neonatus menghadapi risiko khusus terserang kejang karena penyakit

metabolik, toksik, struktural, dan infeksi lebih mungkin menjadi nampak selama

waktu ini daripada pada periode kehidupan lain kapanpun. Kejang neonatus tidak

sama dengan kejang pada anak atau orang dewasa karena konvulsi tonik klonik

cenderung tidak terjadi selama umur bulan pertama. Proses pertumbuhan akson

dan tonjolan dendrit juga mielinisasi tidak sempurna pada otak neonatus.

Discharge kejang karenanya tidak dapat dengan mudah dijalarkan ke seluruh

otak neonatus untuk menimbulkan kejang menyeluruh.4

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Hepatitis neonatal merupakan peradangan hati yang terjadi pada awal masa

bayi, biasanya satu sampai dua bulan setelah lahir. Sekitar 20 persen dari bayi

yang mengalami hepatitis neonatal terinfeksi dengan virus yang menyebabkan

peradangan hati baik sebelum lahir dari ibunya, atau segera setelah lahir.1

B. Etiologi

Hepatitisn pada neonatus hampir selalu disebabkan oleh virus hepatitis B.

Infeksi biasanya ditularkan dari ibu selama proses persalinan berlangsung.

Hepatitis biasanya tidak ditularkan selama bayi berada dalam kandungan karena

virusnya tidak mudah melewati plasenta. Risiko transmisi 70-90% dari ibu yang

memiliki seropositif HbsAg dan HbeAg saat persalinan normal, sedangkan pada

saat intrauterin hanya sekitar <2% dapat menginfeksi janin.

B. Epidemiologi

3
Angka kejadian kejang pada neonatus umumnya berkisar antara 1,5-14

per 100 kelahiran hidup. Kejadiannya lebih tinggi pada bayi kurang bulan (3,9%)

yaitu pada bayi dengan usia kehamilan < 30 minggu. Di Amerika Serikat, angka

kejadian kejang pada neonatus belum jelas terdeteksi, diperkirakan sekitar 80-

120 per 100.000 neonatus per tahun. Perbandingannya antara 1-5:1000 angka

kelahiran. Menurut SDKI 2002-2003 angka kematian pada neonatus di Indonesia

menduduki angka 57% dari angka kematian bayi (AKB) sedangkan kematian

neonatus yang diakibatkan oleh kejang sekitar 10%. 3,7

Di India angka insiden 5 per 1000 kelahiran hidup antara 1959 dan 1962.

Nasional Neonatal Perinatal Database (NNPD) dari India yang dikumpulkan

informasi dari 18 pusat dari di seluruh negeri pada tahun 2002-03 telah

melaporkan insiden 1.0%. 9

C. Klasifikasi

Klasifikasi kejang pada neonatal dibagi menjadi 2 yaitu clinical seizure dan

electroenchepalographic seizure. 9

-Clinical seizure : -subtle

-tonik

-klonik

-myoklonik

-Electroenchephalographic seizure : -Epileptic -Non Epileptic 9

D. Patogenesis

4
Kejang pada neonatus berbeda dengan kejang pada bayi atau anak yang

lebih besar. Karena perkembangan otak neonatus yang belum sempurna. Korteks

pada neonatus belum matur dibandingkan batang otaknya. Myelinisasi dan sinaps

aksodendrit (sinaptogenesis) yang belum sempurna pada daerah korteka

menyebabkan penyebaran rangsang ke seluruh korteks (sinkronisasi bilateral

suatu rangsang) tidak terjadi. Rangsang dapat menyebar perlahan-lahan ke

hemisfer kontralateral dan tidak berlangsung sekaligus bersama-sama. Inilah

yang menyebabkan kejang pada neonatus tidak pernah bersifat kejang tonik

klonik umum. 11

Mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik yang

berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan

gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat masuknya

Natrium dan repolarisasi terjadi karena keluarnya Kalium melalui membrane sel.

Untuk mempertahankan potensial membrane memerlukan energi yang berasal

dari ATP dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan

masuknya Kalium.

Depolarisasi yang berlebihan dapat terjadi paling tidak akibat beberapa hal :

1. Gangguan produksi energi dapat mengakibatkan gangguan mekanisme pompa

Natrium dan Klaium. Hipoksemia dan Hipoglikemia dapt mengakibatkan

penurunan yang tajam produksi energi

5
2. Peningkatan eksitasi dibanding inhibisi neurotransmiter dapat mengakibatkan

kecepatan depolarisasi yang berlebihan

3.Penurunan relatif inhibisi dibanding eksitasi neurotransmitter dapat

mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan.

Perubahan fisiologis selama kejang berupa penurunan yang tajam kadar

glukosa otak dibanding kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat

disertai peningkatan laktat. Keadaan ini menunjukkan mekanisme transportasi

pada otak tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan yang ada. Kebutuhan

oksigen dan aliran darah otak juga meningkat untuk mencukupi kebutuhan

oksigen dan glukosa. Laktat terakumulasi selama terjadi kejang, dan pH arteri

sangat menurun. Tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah otak naik.

Efek dramatis jangka pendek ini diikuti oleh perubahan struktur sel dan

hubungan sinaptik. 4

Mekanisme penyebab kejang pada BBL

Kemungkinan penyebab Kelainan

Kegagalan mekanisme pompa Hipoksemi-iskemik, Hipoglikemia

Natrium dan Kalium akibat

penurunan ATP

Eksitasi neurotransmitter yang Hipoksemi-iskemik, Hipoglikemia

6
berlebihan

Penurunan inhibisi neurotransmitter Ketergantungan piridoksin

Kelainan membrane sel yang Hipokalsemia dan hipomagnesemia

mengakibatkan kenaikan

permiabilitas Natrium

Tabel 2. Mekanisme Penyebab kejang pada BBL 10

E. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda kejang yang sering ditemui pada neonatus adalah:

Kejang Tonik (Kejang tonik dapat berbentuk umum atau fokal) 2,9

-Kejang tonik umum: Terutama bermanifestasi pada neonatus kurang bulan

(< 2500 gram). Fleksi atau ekstensi tonik pada ekstremitas bagian atas, leher

atau batang tubuh dan berkaitan dengan ekstensi tonus pada ekstremitas

bagian bawah.

-Kejang tonik fokal: Terlihat dari postur asimetris dari salah satu ekstremitas

atau batang tubuh atau deviasi tonik kepala atau mata. Sebagian besar kejang

tonik terjadi bersamaan dengan penyakit sistem syaraf pusat yang difus dan

perdarahan intraventrikular.

7
Kejang Klonik

Terdiri dari gerakan kejut pada ekstremitas yang perlahan & berirama

(1-3 /menit), penyebabnya mungkin fokal/multi-fokal. 2 Setiap gerakan terdiri

dari satu fase gerakan yang cepat dan diikuti oleh fase yang lambat.

Perubahan posisi atau memegang ekstremitas yang bergerak tidak akan

menghambat gerakan tersebut. Biasanya terjadi pada neonatus cukup bulan.

Tidak terjadi hilang kesadaran. Berkaitan dengan trauma fokal,infarks atau

gangguan metabolik.

Dikenal 2 bentuk :

a. Fokal : terdiri dari gerakan bergetar dari satu atau dua ekstremitas pada sisi

unilateral dengan atau tanpa adanya gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan

ritmik dengan frekuensi 1-4 kali perdetik.

b. Multifokal : Kejang klonik pada BBL dapat mempunyai lebih dari satu

focus atau migrasi terdiri dari gerakan dari satu ekstremitas yang kemudian

secara acak pindah ke ekstremitas lainnya. Bentuk kejang merupakan gerakan

klonik salah satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah atau

terpisah secara teratur, misalnya kejang klonik lengan kiri diikuti dengan

kejang klonik tungkai bawah kanan. Kadang-kadang karena kejang yang satu

dengan kejang yang lain sering bersinambungan, seolah-olah member kesan

sebagai kejang umum. Bentuk kejang ini biasanya terdapat pada gangguan

8
metabolik. Kejang ini lebih sering dijumpai pada BCB dengan berat lebih

2500 gram. 2,9

Kejang Mioklonik

Terdiri dari : Kejang mioklonik fokal, multi-fokal atau umum.

-Kejang mioklonik fokal biasanya melibatkan otot fleksor pada ekstremitas.

-Kejang mioklonik multi-fokal terlihat sebagai gerakan kejutan yg tidak

sinkron pd beberapa bagian tubuh.

-Kejang mioklonik umum terlihat sangat jelas berupa fleksi masif pada

kepala dan batang tubuh dengan ekstensi atau fleksi pada ekstremitas. Kejang

ini berkaitan dengan patologi SSP yang difus 1

Kejang subtle

Bentuk kejang ini lebih sering terjadi dibanding tipe kejang yang lain,

hampir 50% dari kejang BBL baik pada BKB maupun cukup bulan.

Manifestasi klinis berupa orofasial, termasuk deviasi mata, kedipan mata,

gerakan alis (lebih sering pada BKB) yang bergetar berulang-ulang, mata

yang tiba-tiba terbuka dengan bola mata terfiksasi ke satu arah (lebih sering

pada BKB) gerakan seperti menghisap, mengunyah, mengeluarkan air liur,

menjulurkan lidah, mendayung, bertinju, atau bersepeda. Episode apneu dapat

disebabkan oleh kejang, diagnosis ini dipertimbangkan jika terdapat respon

9
yang lambat terhadap ventilasi dengan balon dan sungkup khususnya pada

neonates preterm dengan lesi intrakranial. 2

Gerakan yang menyerupai kejang pada BBL

1. Apneu

Pada BBLR biasanya pernapasan tidak teratur, diselingi dengan

berhentinya pernapasan 3-6 detik dan sering diikuti hiperpnea selam 10-50

detik. Bentuk pernapasan ini disebabkan belum sempurnanya pernapasan di

batang otak dan berhubungan denagn derajat prematuritas.2

2. Jitterness

Jitterness adalah fenomena yang sering terjadi pada BBL normal dan

harus dibedakan dengan kejang. Jitterness lebih sering pada bayi yang lahir

dari ibu yang menggunakan mariyuana, dapat menjadi tanda dari sindroma

abstinensia BBL. Bentuk gerakan adalah tremor simetris dengan frekuensi

yang cepat 5-6 kali per detik. Jitterness tidak termasuk wajah (tidak seperti

kejang subtle) merupakan akibat dari sensitifitas terhadap stimulus dan

akan mereda jika anggota gerak ditahan. 2

3.Hiperekpleksia

Merupakan kelainan yang ditandai dengan hipertoni. Respon kejut

ini dapat terlihat seperti kejang mioklonik dan keluarnya suara dengan nada

tinggi. Hiperekpleksia kemungkinan sama dengan kondisi yang

10
sebelumnya disebut dengan sindroma stiff baby herediter. Meslkipun

gambaran EEG normal, spasme tonik dapat berbahaya dan terapi sangat

diperlukan 7

4. Spasme

Spasme pada tetanus neonatorum hampir mirip dengan kejang, tetapi kedua

hal tersebut harus dibedakan karena manajemen keduanya yang berbeda.

F. Diagnosis

Diagnosis kejang pada BBL didasarkan pada anamnesis yang lengkap,

riwayat yang berhubungan dengan penyebab penyakitnya, manifestasi klinis

kejang, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang.

1. Anamnesis

Faktor resiko :

- Riwayat kejang dalam keluarga

Riwayat yang menyatakan adanya kejang pada masa BBL pada anak

terdahulu atau bayi meninggal pada masa BBL tanpa diketahui

penyebabnya.

- Riwayat kehamilan/ prenatal

Infeksi TORCH atau infeksi lain saat ibu hamil

Preeklamsia, gawat janin

Pemakaian obat golongan narkotika, metadon

11
Imunisasi anti tetanus, Rubela

- Riwayat persalinan

Asfiksia, episode hipoksik

Trauma persalinan

KPD (Ketuban Pecah Dini)

Anestesi lokal/ blok

- Riwayat pascanatal

Infeksi BBL, keadaan bayi yang tiba-tiba memburuk

Bayi dengan pewarnaan kuning dan timbulnya dini

Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat

Kejang oleh suara bising atau karena prosedur perawatan

Waktu atau awitan kejang mungkin berhubungan dengan etiologi

Bentuk gerakan abnormal yang terjadi 1,2,13

2. Pemeriksaan fisik

Inspeksi dan palpasi kepala : depresi, fraktur, moulase yang terlalu

hebat

Funduskopi sangat penting : perdarahan retina menunjukan

kemungkinan perdarahn intrakranial, koriorenitis dapat terjadi pada

toxoplasmosis, infeksi cytomegalo virus atau rubella. 9

Pemeriksaan jantung dan paru

12
Pemeriksaan kulit : petekie, sianosis, ikterus, dsb

Pemeriksaan abdomen : hepatosplenomegali

Pemeriksaan neurologis : bentuk kejang, hemysnydrome, hilangnya reflex

moro, dsb

3. Pemeriksaan Laboratorium: Glukosa darah, Kalsium dan magnesium

darah, Pemeriksaan darah lengkap, diferensiasi leukosit dan trombosit,

Elektrolit, Analisis Gas Darah, Analisis dan kultur cairan serebrospinalis,

Kultur darah.

4. Pemeriksaan lainnya

Titer TORCH

kadar amonia

USG kepala dan asam amino dalam urine.

EEG: Normal pada sekitar 1/3 kasus

USG kepala: Untuk perdarahan dan luka parut

CT Scan: Untuk mendiagnosis malformasi dan perdarahan otak 11

G. Diagnosis Banding

- Hipoglikemia

- Tetanus neonatorum

- Meningitis

13
- Asfiksia neonatorum

- Perdarahan intraventrikuler 2

H. Komplikasi

- Malformasi otak (15-20%)

- Retardasi mental

- Serebral palsy

I. Penatalaksanaan

Langkah pertama dalam manajemen kejang adalah pertahankan

homeostasis sistemik (pertahankan jalan nafas, usaha nafas dan sirkulasi). O2

harus mulai, IV akses harus diamankan, dan darah harus dikumpulkan untuk gula

dan penyelidikan lain. Sejarah relevan harus diperoleh dan cepat klinis

pemeriksaan harus dilakukan. Semua ini seharusnya tidak membutuhkan lebih

dari 2-5 menit.

Terapi etiologi spesifik :

- Dekstrose 10% 2 ml/kg BB intravena bolus pelan dalam 5 menit

- Kalsium glukonas 10 % 200 mg/kg BB intravena (2 ml/kg BB) diencerkan

akuades sama banyak diberikan secara intra vena dalam 5 menit (bila

diduga hipokalsemia)

- Antibiotika bila dicurigai sepsis atau meningitis

14
- Piridoksin 50 mg IV sebagai terapeutik trial pada defisiensi piridoksin,

kejang akan berhenti dalam beberapa menit 10,12

Terapi anti kejang :

- Fenobarbital : Loading dose 10-20 mg/kg BB intramuskuler dalam 5

menit, jika tidak berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB

sebanyak 2 kali dengan selang waktu 30 menit.

- Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin: loading dose 15-20 mg/kg BB

intra vena dalam 30 menit.

- Rumatan fenobarbital dosis 3-5 mg/kgBB/hari dapat diberikan secara

intramuskuler atau peroral dalam dosis terbagi tiap 12 jam, dimulai 12 jam

setelah loading dose.

- Rumatan fenitoin dosis 4-8 mg/kgBB/hari intravena atau peroral dalam

dosis terbagi tiap 12 jam. Penghentian obat anti kejang dapat dilakukan 2

minggu setelah bebas kejang dan penghentian obat anti kejang sebaiknya

dilakukan sebelum pulang kecuali didapatkan lesi otak bermakna pada

USG atau CT Scan kepala atau adanya tanda neurologi abnormal saat akan

pulang. 1,3,5

Obat lain :

Golongan Benzodiazepin

- Kelompok ini obat mungkin diperlukan dalam 15% dari neonatal kejang.

Benzodiazepines umum digunakan adalah diazepam, lorazepam,

15
midazolam, dan clonazepam. Diazepam umumnya dihindari karena untuk

durasi pendek tindakan, indeks terapeutik yang sempit, dan karena

kehadiran natrium benzoate sebagai pengawet. Lorazepam pilihan di atas

diazepam karena memiliki durasi yang lebih lama dari tindakan dan hasil

dalam kurang efek (sedation dan efek kardiovaskular). Midazolam adalah

bertindak lebih cepat daripada lorazepam dan dapat dikelola sebagai

sebuah infusi. Hal ini membutuhkan ketat pemantauan untuk depresi

pernapasan, apnea dan bradycardia. Dosis obat ini diberikan di bawah ini:

- Diazepam: bolus 0,25 mg/kg IV (0.5 mg/kg dubur); mungkin diulang 1

- 2 kali.

- Lorazepam: 0,05 mg/kg IV bolus lebih dari 2-5 menit; mungkin

diulang

- Midazolam: 0,15 mg/kg IV bolus diikuti oleh infus 0.1 s.d. 0,4

mg/kg/jam. 2,13

J. Prognosis

Ini terutama tergantung pada penyebab primer gangguan ini atau beratnya

serangan. Pada kasus bayi hipoglikemia dari ibu diabetes atau hipokalsemia

akubat makan fosfat berlebihan, prognosisnya sangat baik. Sebaliknya, anak

dengan kejang yang bandel karena ensefalopati hipoksik-iskemik atau kelainan

sitoarkitektural otak biasanya tidak akan berespon dengan anti konvulsan dan

16
rentan terhadap status epileptikus dan kematian awal. Tantangan pada dokter

adalah untuk mengenali penderita yang akan sembuh dengan pengpbatan segera

dan mengjindari penundaan diagnosis yang dapat menyebabkan cidera

neurologis berat irreversibel. 8

a. Prognosisnya tergantung penyebab primer dan beratnya serangan.

b. Prognosisnya buruk bila :

1. Nilai apgar menit ke 5 dibawah 6

2. Resusitasi yang tidak berhasil baik

3. Kejang yang berkepanjangan (prolonged seizures)

4. Kejang yang timbul <12 jam setelah lahir

5. Bayi berat badan lahir rendah

6. Adanya kelainan neurologik sampai bayi berumur 10 hari

c. Best prognosis : hipocalcemia, defisiensi piridoksin, dan perdarahan

subarachnoid

d. Worse prognosis : hipoglikemia, anoxia, brain malformation. 8,1

17
BAB III

KESIMPULAN

1. Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatri

dan terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak.

2. Kejang ini merupakan penyebab yang paling lazim untuk rujukan pada praktek

neurologi anak.

3. Neonatus menghadapi risiko khusus terserang kejang karena penyakit metabolik,

toksik, struktural, dan infeksi lebih mungkin menjadi nampak selama waktu

selama waktu ini daripada pada periode kehidupan lain kapanpun.

4. Kejang neonatus tidak sama dengan kejang pada anak atau orang dewasa karena

konvulsi tonik klonik cenderung tidak terjadi selama umur bulan pertama. Proses

pertumbuhan akson dan tonjolan dendrit juga mielinisasi tidak sempurna pada otak

neonatus. Discharge kejang karenanya tidak dapat dengan mudah dijalarkan ke

seluruh otak neonatus untuk menimbulkan kejang menyeluruh. Dengan perawatan

yang baik dan benar diharapkan akan memperkecil angka kejadian kejang pada

neonatus.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Haslam R. Kejang Neonatus. Editor: Waldo E. Dalam: Buku Ilmu Kesehatan


Anak. Jakarta : EGC. 2000; (vol: 3 ed: 15) 2064-2066
2. Irawan G. Kejang dan spasme. Editor: Kosim M. Dalam: Buku Ajar
Neonatologi. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008; (edisi 1) 226-249
3. Adre J. Neonatal seizures. Dalam : Cloherty JP, Stark AR, eds. Manual of
neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams & Wilkins, 2004; 507-
23.
4. Depkes RI. Buku bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit).
Metode tepat guna untuk paramedis, bidan dan dokter. Depkes RI, 2001.
5. Sankar J, Agarwal R. Seizures in the newborn. Department of Pediatrics. All
India Institute of Medical Sciences. Dimuat pada tahun 2010. Diunduh dari
http://www.newbornwhocc.org
6. Khosim S, Indarso F, Irawan G, Hendrarto TW. Buku acuan pelatihan
pelayanan obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta : Depkes RI, 2006; 84-
92
7. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE. Neonatology,
management, procedures, on call problems disease and drugs; edisi ke-5. New
York : Lange Books/Mc Graw-Hill, 2004; 310-3.
8. Mizrahi EM, Kellaway P. Characterization and classification. In Diagnosis
and management of neonatal seizures. Lippincott-Raven, 1998; 15-35
9. Young TE, Mangum B. Neofax, edisi ke-7, 2004 : 154-155
10. Etika R. Kejang pada Neonatus. Dimuat pada tahun 2010. Diunduh dari
http://www.pediatrik.com/
11. Anonim. Kejang pada bayi baru lahir. Dimuat tahun 2009. Diunduh dari
http://www.supportunicefindonesia.org .
12. Volpe JJ. Neonatal zeisures. Dalam: Volpe JJ, penyunting. Neurology of the
newborn. Edisi ke 4. Philadelphia: W B Saunders, 2001. h. 178-214
13. Wilker RE. Hypoglycemia and hyperglycemia Dalam: Cloherty JP, Stark AR,
eds. Manual of neonatal care; edisi ke-5. Boston : Lippincott Williams &
Wilkins, 2004; 569-76.
14. Tjipta G. Kejang pada Neonatus. Dimuat tahun 2008. Diunduh dari
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-NEONATOLOGI-ATAU-
PERINATOLOGI

19
REFARAT April 2017

KEJANG NEONATUS

Nama : Windy Christine Sesa, S.Ked


No. Stambuk : N111 16 015
Pembimbing : dr. Amsyar Praja, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2017

20

Anda mungkin juga menyukai