Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI


PELAKSANAAN PASIEN GANGGUAN JIWA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Profesi Ners


Departemen Jiwa di Bantur

Oleh:
Riyan Aji Anggana
160070301111029

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017

1
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

A. Masalah Utama
Perubahan isi pikir: waham

B. Definisi
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal (Stuart dan Sundeen, 1998)
Waham adalah keyakinan tentang suatu pikiran yang kokoh, kuat,
tidak sesuai kenyataan, tidak cocok dengan intelegensia, tidak sesuai latar
belakang, selalu dikemukan berulang-ulang dan berlebihan biarpun telah
dibuktikan kemustahilanya atau kesalahanya atau tidak benar secara umum
(Stuart dan Laraia, 2007).
Menurut Depkes (1994) waham adalah keyakinan klien yang tidak
sesuai dengan kenyataan tetapi dipertahankan dan tidak dapat dirubah secra
logis oleh orang lain, keyakinan ini berasal dari pemikiran klien dimana sudah
kehilangan control (Yosep, 2010).

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari waham adalah sebagai berikut:
1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan
2. Klien tampak tidak mempercayai orang lain, curiga, bermusuhan
3. Takut, kadang panik
4. Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
5. Ekspresi tegang, mudah tersinggung

D. Jenis-jenis Waham
1. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus, diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: Saya ini pejabat di departemen kesehatan lho.. atau Saya punya
tambang emas
2. Waham curiga

2
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan
atau mecederai dirinya, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai
kenyataan.
Contoh: Saya tahu..seluruh saudara saya ingin menghancurkan hidup
saya karena mereka iri dengan kesuksesan saya
3. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan, diucapkan
berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan
Contoh: Kalau saya mau masuk surga saya harus menggunakan pakaian
putih setiap hari
4. Waham somatik
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang
penyakit, diucapkan berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: Saya sakit kanker, setelah pemeriksaan laboratorium tidak
ditemukan tanda-tanda kanker namun pasien terus mengatakan
bahwa ia terserang kanker.
5. Waham nihilistik
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/meninggal,diucapkan
berulangkali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh: Ini kan alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-roh

E. Proses Terjadinya Waham


Proses terjadinya waham terdiri dari beberapa fase, yaitu:
1. Fase lack of human need
Waham diawali dengan tidak terpenuhinya kebutuhan klien baik
secara fisik maupun psikis. Secara fisik klien dengan waham dapaat terjadi
pada orang-orang dengan status social ekonomi terbatas. Hal ini dapat
terjadi karena keinginan klien untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang salah. Tetapi, ada juga
klien yang secara social dan ekonomi terpenuhi mengalami kesenjangan
antara reality dan self ideal yang tinggi.
2. Fase lack of self esteem
Pada fase ini muncul tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan
tingginya kesenjangan antara self ideal dan reality (harapan dan
kenyataan). Selain itu, dorongan yang tidak terpenuhi sedangkan standar
lingkungan yang melampaui kemampuannya menyebabkan menurunnya
harga diri klien.
3. Fase control internal external

3
Saat fase ini klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia
yakini atau apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan
dan tidak sesuai dengan kenyataan. Akan tetapi dalam menghadapi
tantangan ini, bagi klien merupakan sesuatu yang sangat berat. Hal ini
karena klien merasa kebutuhannya yakni kebutuhan untuk dianggap
penting dan diterima lingkungan yang menjadi prioritas utama bagi dirinya
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal. Lingkungan sekitar klien
mencoba memberikan koreksi bahwa apa yang dikatakan klien tidak benar,
tetapi hal ini tidak dilakukan secara adekuat karena besarnya toleransi dan
keinginan menjaga perasaan. Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif
tetapi tidak mau konfrontatif berkepanjangan dengan alas an pengakuan
klien tidak merugikan orang lain.
4. Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung. Sehingga, lama
kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakannya adalah suatu
kebenaran karena seringnya diulang. Dari sinilah mulai terjadi kerusakan
control diri dan tidak berfungsinya norma (super ego) yang ditandai dengan
tidak ada lagi perasaan dosa saat berbohong.
5. Fase comforting
Pada fase ini klien merasa nyaman dengan keyakinan dan
kebohongannya serta menganggap bahwa semua orang mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri
dan menghindari interaksi social.
6. Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan traumatic masa lalu atau kebutuhan yang
tidak terpenuhi. Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi
waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain. Olah karena itu,
sangat penting untuk mengguncang keyakina klien dengan cara
konfrontatif serta memperkaya keyakinan religiusnya bahwa apa-apa yang
dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada konsekuensi social.

F. Data yang Perlu Dikaji


1. Data subjektif :

4
Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan.
2. Data objektif :
Klien tampak tidak mempunyai orang lain, curiga, bermusuhan, merusak
(diri, orang lain, lingkungan), takut, kadang panik, sangat waspada, tidak
tepat menilai lingkungan atau realitas, ekspresi wajah klien tegang, mudah
tersinggung.

G. Pohon Masalah

Resiko tinggi mencederai diri,


Kerusakan komunikasi orang lain dan lingkungan
verbal

Perubahan isi
pikir: waham Core problem

H. Diagnosa Keperawatan
Gangguan isi pikir: waham Gangguan
konsep diri:
I. Intervensi Keperawatan harga diri rendah
Tujuan umum : Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
Tujuan khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1.1. Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik,
perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
1.2. Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda"
disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham
klien.
1.3. Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat

5
yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
1.4. Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian
dan perawatan diri
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
2.1. Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien
yang realistis.
2.2. Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki
pada waktu lalu dan saat ini yang realistis.
2.3. Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian
anjurkan untuk melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari
- hari dan perawatan diri).
2.4. Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan
sampai kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.
3. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
3.1. Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
3.2. Diskusikan kebutuhan klien yang tidak
terpenuhi baik selama di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit,
cemas, marah).
3.3. Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi
dan timbulnya waham.
3.4. Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi
kebutuhan klien dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika
mungkin).
3.5. Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu
untuk menggunakan wahamnya.
4. Klien dapat berhubungan dengan realitas
Tindakan :
4.1. Berbicara dengan klien dalam konteks
realitas (diri, orang lain, tempat dan waktu).
4.2. Sertakan klien dalam terapi aktivitas
kelompok : orientasi realitas.

6
4.3. Berikan pujian pada tiap kegiatan
positif yang dilakukan klien
5. Klien dapat menggunakan obat dengan benar
Tindakan :
5.1. Diskusikan dengan kiten
tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek samping minum
obat.
5.2. Bantu klien menggunakan obat
dengan priinsip 5 benar (nama pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
5.3. Anjurkan klien membicarakan
efek dan efek samping obat yang dirasakan.
5.4. Beri reinforcement bila klien
minum obat yang benar.
6. Klien dapat dukungan dari keluarga
Tindakan :
6.1. Diskusikan dengan
keluarga melalui pertemuan keluarga tentang: gejala waham, cara
merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
6.2. Beri reinforcement atas
keterlibatan keluarga

7
STRATEGI PELAKSANAAN WAHAM
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien tampak sering menyendiri dan jarang berinteraksi dengan teman-
temannya. Klien sering mengatakan merasa bersalah atas kematian
temannya. Klien mengatakan sulit untuk tidur dimalam hari karena sering
memikirkan kematian temannya.
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan isi pikir: waham
3. Tujuan Keperawatan
Klien mampu berorientasi kepada realitas secara bertahap
4. Tindakan Keperawatan
a) Membantu pasien orientasi pada realita
b) Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
c) Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
d) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Orientasi
1. Salam Terapeutik
Selamat pagi, Pak
Perkenalkan saya perawat rika, saya perawat yang dinas pagi ini, di
ruang Betet ini. Saya yang akan merawat mbak pagi ini.
Nama Bapaj siapa? Senang dipanggil siapa?
2. Evaluasi/ validasi
Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Bagaimana keadaan Bapak
sekarang?
3. Kontrak
Topik : Apakah Bapak tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya?
Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang apa yang yang
Bapak rasakan saat ini.
Waktu : Berapa lama Bapak mau bercakap-cakap, bagaimana kalau
30 menit?
Tempat : Kita mau ngobrol dimana ? Bagaimana kalau di teras luar?
Kerja

8
Saya mengerti bahwa Bapak merasa bersalah atas meninggalnya teman
Bapak, tetapi apa yang Bapak khawatirkan apa sudah terbukti?
Sampai saat ini kan tidak ada buktinya, Bapak hanya mendengar berita itu
dari teman bapak saja kan? Dan hal itu malah membuat Bapak stres
sendiri dan kepikiran terus, serta aktivitas Bapak terganggu, iya kan?
Nah, bagaimana kalau sekarang daripada Bapak kepikiran terus, kita
menyusun jadwal atau melakukan kegiatan yang Bapak sukai?
Saat ini coba bapak sebutkan hal-hal apa saja atau kebutuhan apa saja
yang menurut Bapak belum terpenuhi?
Sekarang coba Bapak sebutkan kemampuan atau hal-hal apa saja yang
sering Bapak lalukan dan senangi?
O bagus sekali Pak, coba kita tulis ya
Nah, bagaimana kalau hal-hal yang Bapak senangi tadi dan yang sudah kita
catat, kita masukkan dalam jadwal harian Bapak agar Bapak tidak
kepikiran terus?
Wah bagus sekali, coba mulai nanti dipraktekkan ya Pak
Terminasi
1. Evaluasi respon terhadap tindakan keperawatan:
Subjektif:
Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah
berbincang-bincang dengan saya?
Objektif:
Coba Bapak sebutkan lagi apa yang sudah kita bicarakan tadi dan
coba Bapak sebutkan manfaatnya!
Bagus sekali Bapak bisa menyebutkan manfaatnya
2. Tindak lanjut
Nah coba rencana dan jadwal yang sudah Bapak tulis tadi coba
dilakukan ya setuju Pak?
3. Kontrak: Topik, waktu, dan tempat
Topik:
Bagaimana kalau kita besok ngobrol lagi?
Waktu:
Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana jam 9?
Tempat:
Kira-kira tempat yang enak buat ngobrol nanti dimana ya, apa masih
disini atau cari tempat yang lain?

9
Baiklah Pak, saya permisi dulu. Selamat pagi

10
LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH

I. Kasus (Masalah Utama)


Harga diri rendah
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Definisi
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan
diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai
dengan ideal diri. (Keliat, 1998)
B. Penyebab
(1) Faktor Predisposisi
a. Penolakan orang tua
b. Harapan orang tua yang tidak realistis
c. Kegagalan yang berulang kali
d. Kurang mempunyai tanggung jawab personal
e. Ketergantungan pada orang lain
f. Ideal diri yang tidak realistis
(2) Faktor Presipitasi
a. Kehilangan bagian tubuh
b. Perubahan penampilan atau bentuk tubuh
c. Kegagalan atau produktivitas yang menurun
C. Cara Terjadinya
Hasil riset Malhi (2008) menyimpulkan bahwa Harga Diri Rendah
diakibatkan oleh rendahnya cita-cita seseorang. Hal ini menyebabkan
berkurangnya tantangan dalam mencapai tujuan. Tantangan yang
rendah menyebabkan upaya yang rendah. Selanjutnya hal ini
menyebabkan penampilan seseorang yang tidak optimal.
Secara umum gangguan konsep diri Harga Diri Rendah dapat
terjadi secara situasional dan kronik (Iyus Yosep, 2010).
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya kecelakaan, putus
sekolah, perceraian, PHK, perasaan malu karena sesuatu terjadi
pada dirinya (perkosaan atau pernah dipenjara), termasuk dirawat
di rumah sakit yang dapat terjadi karena:
- Privacy klien yang kurang diperhatikan
- Harapan akan struktur, bentuk, dan fungsi tubuh tidak
sesuai harapan karena penyakit yang dialami

11
- Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai
privacy klien misalnya: berbagai pemeriksaan dilakukan
tanpa penjelasan sebelumnya
b. Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung sebelum
sakit/dirawat, dimana klien mempunyai cara berpikir yang negatif.
D. Rentang Respon

Respon Respon
Adaptif Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Depersonalisasi


E. Tanda dan Gejala positif
diri rendah identitas
a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit
Misalnya: malu pada diri sendiri, sedih.
b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
Misalnya: menyalahkan atau mengkritik diri sendiri, menghukum
atau menolak diri sendiri.
c. Merendahkan martabat
Misalnya: minder, merasa tidak mampu, tidak bisa apa-apa, tidak
tahu apa-apa, merasa dirinya bodoh.
d. Gangguan hubungan sosial
Misalnya: menarik diri, tidak mampu bertemu dengan orang lain,
menyendiri, sulit dan tidak mau bergaul.
e. Percaya diri kurang
Misalnya: klien sukar mengambil keputusan, sulit berkonsentrasi,
tidak menerima pujian, pesimistis, tidak berani menatap lawan
bicara, lebih banyak menunduk, penolakan terhadap kemampuan
diri, bicara lambat dengan suara lemah.
f. Mengalami gejala fisik
Misalnya: tekanan darah tinggi, gangguan penggunaan zat.
g. Kurang memperhatikan perawatan diri
Misalnya: Berpakaian tidak rapi.
(Iyus Yosep, 2010)

F. Akibat
a. Isolasi sosial: menarik diri
b. Risiko prilaku kekerasan
III. A. Pohon Masalah

RISIKO TINGGI PERILAKU


KEKERASAN

PERUBAHAN PERSEPSI
SENSORI: HALUSINASI

12
ISOLASI SOSIAL

HARGA DIRI RENDAH

KOPING INDIVIDU TIDAK


EFEKTIF

STRESSOR (FAKTOR
PENYEBAB)

B. Data yang Perlu Dikaji


Data dapat diperoleh dari pengkajian dengan cara melihat tanda dan
gejala yang terdapat pada klien yang mengalami harga diri rendah.
Berikut ini adalah tanda dan gejala harga diri rendah :
Mengejek dan mengkritik diri sendiri
Perasaan tidak mampu
Pandangan hidup yang pesimis
Penurunan produktifitas
Penolakan terhadap kemampuan diri
Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri
sendiri
Menunda keputusan
Sulit bergaul
Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas
Menarik diri dari realitas, halusinasi
Cemas, panik, cemburu, curiga
Tidak menerima pujian
(Iyus Yosep, 2010)
Mengkritik orang lain
Mudah tersinggung dan marah yang berlebihan
Ketegangan peran yang dirasakan
Pandangan hidup yang bertentangan
(Stuart, 2006)
Selain data diatas, pengkajian dapat juga dilakukan dengan
mengamati penampilan seseorang dengan harga diri rendah, yang
terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak

13
rapih, selera makan kurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih
banyak menunduk, bicara lambat dengan nada suara lemah. Klien
dengan harga diri rendah juga dapat dikaji keadaan fisiknya. Biasanya
gejala fisik yang muncul misalnya tekanan darah tinggi dan gangguan
penggunaan zat. Seseorang dengan harga diri rendah berisiko untuk
merusak/melukai diri sendiri atau orang lain sehingga perlu dilakukan
pengkajian dalam hal ini (Iyus Yosep, 2010).

IV. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dalam klien dengan harga
diri rendah adalah sebagai berikut:
a. Harga diri rendah
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi sosial
d. Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi
e. Risiko Tinggi Perilaku Kekerasan
(Iyus Yosep, 2010)

V. Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pasien
dengan harga diri rendah adalah sebagai berikut:
1. Tindakan keperawatan pada pasien:
a. Tujuan:
1) Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
2) Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
3) Pasien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai
kemampuan
4) Pasien dapat melatih kegiatan yang sudah dipilih, sesuai
kemampuan
5) Pasien dapat menyusun jadwal untuk melakukan kegiatan
yang sudah dilatih
b. Tindakan keperawatan :
1) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih
dimiliki pasien.
Untuk membantu pasien dapat mengungkapkan kemampuan
dan aspek positif yang masih dimilikinya , perawat dapat :
Mendiskusikan bahwa sejumlah kemampuan dan aspek
positif yang dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah
sakit, di rumah, dalam keluarga dan lingkungan adanya
keluarga dan lingkungan terdekat pasien.

14
Beri pujian yang realistik/nyata dan hindarkan setiap kali
bertemu dengan pasien penilaian yang negatif.
2) Membantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Untuk tindakan tersebut, perawat dapat :
Mendiskusikan dengan pasien kemampuan yang masih
dapat digunakan saat ini.
Bantu pasien menyebutkannya dan memberi penguatan
terhadap kemampuan diri yang diungkapkan pasien.
Perlihatkan respon yang kondusif dan menjadi pendengar
yang aktif
3) Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan
dilatih
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan adalah :
Mendiskusikan dengan pasien beberapa kegiatan yang
dapat dilakukan dan dipilih sebagai kegiatan yang akan
pasien lakukan sehari-hari.
Bantu pasien menetapkan kegiatan mana yang dapat pasien
lakukan secara mandiri, mana kegiatan yang memerlukan
bantuan minimal dari keluarga dan kegiatan apa saja yang
perlu batuan penuh dari keluarga atau lingkungan terdekat
pasien. Berikan contoh cara pelaksanaan kegiatan yang
dapat dilakukan pasien. Susun bersama pasien dan buat
daftar kegiatan sehari-hari pasien.
4) Melatih kemampuan yang dipilih pasien
Untuk tindakan keperawatan tersebut perawat dapat:
Mendiskusikan dengan pasien untuk melatih kemampuan
yang dipilih
Bersama pasien memperagakan kegiatan yang ditetapkan
Berikan dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang
dapat dilakukan pasien.
5) Membantu menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang
dilatih
Untuk mencapai tujuan tindakan keperawatan tersebut, perawat
dapat melakukan hal-hal berikut :
Memberi kesempatan pada pasien untuk mencoba kegiatan
yang telah dilatihkan
Beri pujian atas kegiatan/kegiatan yang dapat dilakukan
pasien setiap hari
Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan
perubahan setiap kegiatan

15
Susun jadwal untuk melaksanakan kegiatan yang telah
dilatih
Berikan kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah
pelaksanaan kegiatan
2. Tindakan keperawatan pada keluarga
Keluarga diharapkan dapat merawat pasien dengan harga diri rendah
di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien.
a. Tujuan :
1) Keluarga membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki pasien
2) Keluarga memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih
dimiliki pasien
3) Keluarga memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang
sudah dilatih dan memberikan pujian atas keberhasilan pasien
4) Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan
kemampuan pasien
b. Tindakan keperawatan :
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat
pasien
2) Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang ada
pada pasien
3) Diskusi dengan keluarga kemampuan yang dimiliki pasien dan
memuji
4) pasien atas kemampuannya
5) Jelaskan cara-cara merawat pasien dengan harga diri rendah
6) Demontrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah
7) Beri kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara
merawat pasien dengan harga diri rendah seperti yang telah
perawat demonstrasikan sebelumnya
8) Bantu keluarga menyusun rencana kegiatan pasien di rumah

16
STRATEGI PELAKSANAAN HDR
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien :
Klien mengatakan malu, tidak percaya diri dan sering menyalahkan
dirinya sendiri
2. Diagnosa Keperawatan : Harga diri rendah
3. Tujuan khusus :
- Klien dapat menyebutkan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
- Klien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki
4. Tindakan keperawatan :
- Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
- Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang dapat digunakan
- Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien
- Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
- Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PENATALAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
ORIENTASI
1. Salam terapeutik
Selamat pagi mbak.
Perkenalkan nama saya Rika , mbak bisa memanggil saya suster Rika.
Selama mbak dirawat di RS ini saya yang akan merawat mbak. Nama
mbak siapa ya? Senangnya dipanggil apa. Oh, jadi anda senangnya
dipanggil Mia saja. Baiklah saya akan memanggil anda Mia.
2. Evaluasi / validasi
Bagaimana kabarnya hari ini Mia? Apa yang Mia rasakan hari ini? Kog
terlihat melamun saja dari tadi?
3. Kontrak : Topik, waktu dan tempat
Bagaimana kalau Mia menceritakan pada saya bagaimana perasaan
Mia? saya berjanji akan merahasiakannya.
Mau berapa lama kira-kira kita ngobrolnya? Bagaimana kalau 15 menit
saja?
Baiklah mau dimana kita ngobrolnya Mia? Oh, jadi kita ngobrolnya
diruang ini saja.

KERJA : Langkah-langkah Tindakan keperawatan


Mia, sekarang tolong Mia ceritakan bagaimana perasaan Mia saat ini?

17
Mia, saya mengerti apa yang Mia rasakan. Jadi bila mia menceritakan apa
yang sedang mia rasakan dan pikirkan, saya bisa membantu Mia untuk
mengatasinya.
Mengapa Mia berpikir demikian? Iya, saya bisa mengerti apa yang Mia
rasakan sekarang.
Kira-kira apa kelebihan yang Mia miliki? Setiap orang pasti memiliki
kelebihan dan kekurangan, nah sekarang coba sebutkan kelebihan yang
Mia miliki.
Wah biasanya Mia kalau dirumah ngapain aja? Mia punya hobi apa saja?
Oh, jadi Mia senangnya menggambar desain, merapikan tempat tidur dan
membuat cerita komik.
Menurut Mia dari hobi yang sudah di sebutkan tadi mana saja yang mungkin
dan dapat kita lakukan sekarang?
Bagaimana jika menggambar desain? Jadi, Mia bersedia mau menggambar
desain, kira-kira mau menggambar apa ya? Oh, jadi Mia mau
menggambar model-model baju terbaru. Sebentar saya sediakan
peralatannya ya Mia. Kira-kira Mia menggambarnya mau ditemenin suster
atau tidak?
Wah bagus sekali gambarnya Mia. Kira-kira Mia mau menggambarnya
berapa banyak? Ini bagus gambarnya.
Bagaimana kalau kegiatan menggambarnya suster buatkan jadwal untuk
Mia? Apakah Mia mau? Oke, jadi Mia bersedia ya suster buatin
jadwalnya.

TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
Subyektif :
Bagaimana perasaannya Mia setelah kita tadi ngobrol selama 15 menit?
Apakah ada manfaatnya buat Mia?
Yah tadi Mia banyak memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di
rumah sakit ini. Salah satunya, menggambar desain baju yang sudah Mia
praktekkan dengan baik sekali.
Obyektif :
Oh iya kita kan sudah saling kenal, jadi nanti kalau seandainnya Mia
bertemu dengan saya, Mia mau menyapa kan?
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil
tindakan yang telah dilakukan)

18
Sekarang mari kita masukkan pada jadwal harian. Mia mau berapa kali
sehari menggambar desain. Bagus, 2 kali yaitu siang jam berapa? Lalu
setelah istirahat jam 16.30
3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu dan tempat)
Baik besok kita akan bertemu kembali untuk ngobrol-ngobrol mengenai
kemampuan Mia yang lain. Masih ingat apa yang bisa dilakukan selain
membuat gambar desain?
Kira-kira besok Mia maunya kita ketemu jam berapa ? Baik kita ketemu
jam 10.00 WIB dan tempatnya diruang ini saja. Baik Mia sampai jumpa
besok. Selamat siang.

19
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama
Perilaku kekerasan

B. Definisi
Menurut Berkowitz (2000) perilaku kekerasan merupakan respons
terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan bdengan
perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk
melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Yosep, 2010).
Suatu keadaan dimana seorang individu mengalami perilaku yang
dapat melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend,
1998)
Suatu keadaan dimana klien mengalami perilaku yang dapat
membahayakan kline sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-
barang
Dari beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahawa perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik maupun psikologis baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan yang didasari keadaan emosional.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a) Muka merah dan tegang
b) Mata melotot atau pandangan tajam
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup dengan kuat
e) Wajah memerah dan tegang
f) Postur tubuh kaku
g) Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a) Bicara kasar
b) Suara tinggi, membentak atau berteriak
c) Mengancam secara verbal atau fisik
d) Mengumpat dengan kata-kata kotor
e) Suara keras
f) Ketus
3. Perilaku
a) Melempar atau memukul benda ataupun orang lain
b) Menyerang orang lain

20
c) Melukai diri sendiri atau orang lain
d) Merusak lingkungan
e) Amuk atau agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman rasa terganggu, dendam dan
jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi,
menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual: mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan,
sarkasme
6. Spiritual: merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat
orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan kasar.
7. Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran.
8. Perhatian: bolos, mencuri, melarikan diri, dan penyimpangan seksual.

D. Proses Terjadinya Masalah


1. Faktor Predisposisi
a) Teori Biologik
Neurologik factor
Beragam komponen dari system syaraf seperti synap,
neurotransmitter, dendrite, axon terminalis mempunyai peran
memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan pesan
yang akan mempengaruhi sifat agresif.
Sistem limbic sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku bermusuhan dan respon agresif.
Genetik factor
Adanya factor yang diturnkan dari orang tua menjadi potensi
perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen
manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur dan
akan bangun jika terstimulasi oleh factor eksternal.
Menurut penelitian genetic tipe karyotipe XYY, umumnya dimilki
oleh penghuni pelaku tindak criminal serta orang orang yang
tersangkut hokum akibat perilaku agresif.
Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh)
Hal ini memegang peranan terhadap individu. Menurut penelitian,
pada jam-jam tertentu manusia mengalami peningkatan cortisol

21
terutama pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan
menjelang berakhirnya pekerjaan. Pada jam tersebut mereka lebih
mudah terstimulasi.
Biochemistry factor (factor biokimia tubuh)
Seperti neuritransmiter di otak (epinefrin, norepinefrin, dopamine,
asetilkolin dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian
informasi melalui system persyarafan dalam tubuh, stimulus dari luar
tubuh yang dianggap mengancam atau membahayakan akan
dihantarkan melalui neurotransmitter ke otak dan meresponnya ke
serabut efferent .
Peningkatan hormone androgen dan norepinefrin serta
penurunan serotonin dan GABA pada cairan serebrospinal vertebrata
dapat menjadi factor predisposisi terjadinya periliaku agresif.
Brain area disorder
Gangguan pada system limbic dan lobus temporal, sindrom otak
organic, tumor otak, penyakit ensefalitis, epilepsy ditemukan sangat
berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b) Teori Psikologik
Teori psikoanalisa
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang. Teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpuasan fase oral angtara usia 0-2 tahun dimana anak tidak
medapatkan kasih saying dan pemenuhan keubtuhan air susu yang
cukup cenderung mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan
setelah dewasa sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya.
Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri
yang rendah
Imitatiaon, modeling and information processing theory
Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam
lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan
perilaku yang ditiru dari media atau lingkunga sekitar memungkinkan
individu meniru perilaku tersebut.

22
Dalam suatu penelitian, beberapa anak dikumpulkan untuk
menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif
(mekin keras pukulannya, maka diberi coklat), anak lain menonton
tayangan cara mengasihi boneka dengan reward positif pula (makin
lembut belaiannya, makin banyak coklat yang diberikan). Dengan hal
ini maka anak dapat melakukan tindakan positif sesuai yamng
didapatkan tadi.
Learning theory
Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat
menerima kekercewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat
merah. Ia juga belajar bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar
menjadi peduli, bertanya, menanggapi dan mengancam bahwa
dirinya eksis dan petut untuk diperhitungkan.
c) Teori Sosiocultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah, uang receh sesaji
atau kotoran kerbau di keraton, serta ritual ritual yang cenderung
mengarah pada kemusyrikan secara tidak langsung turut menumpuk
sikap agresif dan ingin menang sendiri.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima
perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam
masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya perilaku
kekerasan.
Hal ini juga dipicu oleh maraknya demonstrasi, film-film
kekerasan, mistik, tahayul dan perdukunan (santet, teluh) dalam
tayangan televisi.
d) Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan
dorongan dan bisikan syetan yang sngat menyukai kerusakan agar
manusia menyesal (devil support).
Semua bentuk kekerasan adalah bisikan syetan melalui pembuluh
darah ke jantung, otak dan organ vital manusia manusia lain yang
dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya
terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal (ego)
dan norma agam (super ego).

23
2. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan :
i. Ekspresi diri
Ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian
masal dan sebagainya.
ii. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
iii. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memcahkan masalah cenderung
melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
iv. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
v. Adanya riwayat perilaku anti sosial: meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
vi. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan atau perubahan perkembangan
keluarga.

E. Data yang Perlu Dikaji


1. Data subjektif :
a) Klien mengatakan benci atau kesal pada
seseorang.
b) Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.

2. Data objektif :
a) Mata merah, wajah agak merah.
b) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
c) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

F. Pohon Masalah

Resiko tinggi
mencederai orang lain

Perubahan persepsi
Perilaku Kekerasan sensori : Halusinasi

24
Inefektif proses Gangguan Harga Diri Isolasi Sosial
terapi Rendah

Koping keluarga Berduka


tidak efektif disfungsional
G. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan

H. Intervensi Keperawatan
1. Tujuan
a) Tujuan untuk klien
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan
Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya
Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukannya
Klien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol
perilaku kekerasannya
Klien dapat mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi
psikofarmaka.
b) Tujuan untuk Keluarga
Keluarga dapat merawat pasien di rumah

2. Tindakan
Tindakan untuk Klien
a) Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan
agar pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan
saudara. Tindakan yang harus saudara lakukan dalam rangka
membina hubungan saling percaya adalah:
Mengucapkan salam terapeutik
Berjabat tangan
Menjelaskan tujuan interaksi
Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap
kali bertemu pasien

25
b) Diskusikan bersama pasien
penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
c) Diskusikan perasaan pasien jika
terjadi penyebab perilaku kekerasan
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara fisik
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara psikologis
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara sosial
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara spiritual
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara intelektual
d) Diskusikan bersama pasien
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara:
Verbal
Terhadap orang lain
Terhadap diri sendiri
Terhadap lingkungan
e) Diskusikan bersama pasien akibat
perilakunya
f) Diskusikan bersama pasien cara
mengontrol perilaku kekerasan secara:
Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam
Obat
Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa
marahnya
Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien
g) Latih pasien mengontrol perilaku
kekerasan secara fisik:
Latihan nafas dalam dan pukul kasur bantal
Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur
bantal
h) Latih pasien mengontrol perilaku
kekerasan secara sosial/verbal
Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal:
menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan
perasaan dengan baik
Susun jadwal latihan mengungkapkan marah
secara verbal.
i) Latih mengontrol perilaku
kekerasan secara spiritual:

26
Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat,
berdoa
Buat jadwal latihan sholat, berdoa
j) Latih mengontrol perilaku
kekerasan dengan patuh minum obat:
Latih pasien minum obat secara teratur dengan
prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar
cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis
obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum
obat
Susun jadwal minum obat secara teratur
k) Ikut sertakan pasien dalam Terapi
Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi mengontrol Perilaku
Kekerasan
Tindakan untuk Keluarga
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam
merawat pasien
b) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku
kekerasan (penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan
akibat dari perilaku tersebut)
c) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien
yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar
atau memukul benda/orang lain
d) Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku
kekerasan
Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat
Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada
pasien bila pasien dapt melakukan kegiatan tersebut secara
tepat
Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus
dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku
kekerasan
e) Buat perencanaan pulang bersama keluarga

27
STRATEGI PELAKSANAAN PK
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien sering mengamuk dan merusak barang-barang bila ada
masalah atau bertengkar dengan orang lain. Klien sering marah,
berbicara dengan nada tinggi, ketus, muka tegang, mata melotot dan
membentak-bentak.
2. Diagnosa Keperawatan
Perilaku kekerasan
3. Tujuan Keperawatan
a) Mengidentifikasi penyebab kemarahan yang memicu resiko perilaku
kekerasan.
b) Keluarga mengerti permasalahan resiko perilaku kekerasan klien.
c) Keluarga mendapatkan solusi untuk menyelesaikan masalah
mengontrol kemarahan klien.
4. Tindakan Keperawatan
a) Mengidentifikasi penyebab PK
b) Mengidentifikasi tanda dan gejala PK
c) Mengidentifikasi PK yang dilakukan
d) Mengidentifikasi akibat PK
e) Menyebutkan cara mengontrol PK
f) Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol Pk
dengan cara fisik
g) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan

B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Orientasi
1. Salam Terapeutik
Selamat pagi, Pak
Perkenalkan saya perawat rika, saya perawat yang dinas pagi ini, di
ruang Mawar ini. Saya yang akan merawat Bapak pagi ini.
Nama Bapak siapa? Senang dipanggil siapa?
2. Evaluasi/ validasi
Bagaimana perasaan Bapak hari ini? Asih ada perasaan kesal atau
marah?
3. Kontrak

28
Topik : Baiklah bagaimana kalau kita berbincang-bincang sekarang
tentang perasaan marah bapak
Waktu : Berapa lama Bapak mau bercakap- cakap, bagaimana kalau
30 menit?
Tempat : Kita mau ngobrol dimana ? Bagaimana kalau di bangku
depan?
Kerja
Apa yang menyebabkan bapak marah?, Apakah sebelumnya bapak pernah
marah?
Lalu, penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?
Pada saat penyebab marah itu ada, apa yang bapak rasakan?
Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?
Setelah itu apa yang bapak lakukan?
O...iya, apakah dengan cara ini yang bapak inginkan terpenuhi? Apa
kerugian cara yang bapak lakukan?
Betul, istri bapak jadi sakit dan takut, piring atau barang yang lain pecah.
Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar
cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan
kerugian?
Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya
adalah dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa
marah.
Begini pak, kalau tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak
berdiri, lalu tarik napas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup
perlahan lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan.
Bagaimana kalo bapak langsung mempraktekkan dengan panduan dari
saya?
Tarik dari hidung, bagus.., tahan, dan tiup melalui mulut. (sambil
mempraktekkan)
Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya.
Bagaimana perasaannya?
Sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-
waktu rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya
Terminasi
1. Evaluasi respon terhadap tindakan keperawatan:

29
Subjektif:
Baiklah waktunya sudah habis. Bagaimana perasaan Bapak setelah
berbincang-bincang dengan saya?
Objektif:
Coba Bapak sebutkan lagi apa yang memyebabkan Bapak marah!
Bagaiman latihan napas dalam yang sudah kita praktekkan tadi?
Cpba Bapak ulangi!
2. Tindak lanjut
Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak
yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas
dan jangan lupa latihan napas dalamnya ya pak. Sekarang kita buat
jadwal latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan napas
dalam? jam berapa saja pak?
3. Kontrak: Topik, waktu, dan tempat
Topik:
Bagaimana kalau kita nanti ngobrol lagi tentang cara lain untuk
mengontrol emosi atau rasa marah Bapak?
Waktu:
Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau 2 jam lagi?
Tempat:
Kira-kira tempat yang enak buat ngobrol nanti dimana ya, apa masih
disini atau cari tempat yang lain?
Baik Mbak, saya permisi dulu. Selamat pagi

30
LAPORAN PENDAHULUAN
PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

1. Masalah Keperawatan
Perubahan sensori persepsi: halusinasi

2. Definisi
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera
tanpa adanya rangsangan atau stimulus eksternal (Stuart & Laraia, 2005).
Halusinasi merupakan persepsi sensorik tentang suatu objek, gambaran
dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem penginderaan (Cook & Fotaine, 1987 dalam
Nasution 2004).

3. Tanda dan Gejala / Karakteristik


Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif

Halusinasi Dengar Bicara/tertawa sendiri Mendengar suara atau


(klien mendengar Marah-marah tanpa
kegaduhan
suara/ bunyi yang tidak sebab Mendengar suara atau
ada hubungannya Mendekatkaan telinga mengajak bercakap-cakap
dengan stimulus yang kearah tertentu. Mendengar suara yang
Menutup telinga
nyata) menyuruh melakukan
Mulut komat-kamit
Ada gerakan tangan sesuatu yang berbahaya.
Mendengar suara yang
mengancam diri klien
Mendengar suara seseorang
yang sudah meninggal
Halusinasi Menunjuk-nunjuk kearah Melihat seseorang yang
Pengelihatan tertentu sudah meninggal, bayangan,
(klien melihat Ketakutan pada sesuatu
cahaya, hantu atau sesuatu
gambaran yang yang dilihat yang menakutkan
jelas/samar terhadap Tatapan mata pada

adanya stimulus yang tempat tertentu

nyata dari lingkungan


dan orang lain tidak
melihatnya)

31
Halusinasi Penciuman Mengendus-endus seperti Mencium sesuatu seperti
(klien mencium suatu
membaui bau-bauan darah, urine, feses, dan
bau yang muncul dari
tertentu, mengarahkan kadang bau tersebut
sumber tertentu tanpa
hidung pada tempat menyenangkan bagi klien
stimulus yang nyata)
tertentu (bau masakan, parfum)
Menutup hidung
Halusinasi Sering meludah Merasakan makanan
Pengecapan Muntah
tertentu, atau rasa tertentu
(klien merasakan Mengecap sesuatu
sesuatu yang tidak
nyata, biasanya
merasakan rasa
makanan yang tidak
enak)
Halusinasi Kinestetik Memegang kakinya atau Klien melaporkan bahwa
(klien merasakan
anggota badan yang lain fungsi tubuhnya tidak dapat
badanya bergerak
yang dianggapnya terdeteksi misalnya tidak ada
disuatu ruangan atau
bergerak sendiri denyutan di otak, atau
anggota badanya Menatap tubuhnya sendiri
sensasi pembentukan urine
bergerak) dan terlihat merasakan dalam tubuhnya, perasaan
sesuatu yang aneh pada tubuhnya melayang di atas
tubuhnya bumi.
Halusinasi Perabaan Mengusap, menggaruk- Mengatakan ada serangga
(klien merasakan
garuk, meraba-raba dipermukaan kulitnya.
sesuatu pada kulitnya Mengatakan seperti
permukaan kulit
tanpa ada stimulus Terlihat menggerak- tersengan listrik
yang nyata) gerakkan badan seperti
merasakan suatu rabaan

4. Proses Terjadinya Masalah


Tahapan halusinasi terdiri dari:
Stage 1: Sleep Disorder
Fase awal seseorang sebelum Klien merasa banyak masalah,
muncul halusinasi ingin menghindar dari
lingkungan, takut diketahui orang
lain bahwa dirinya banyak
masalah
Masalah terasa menekan karena

32
terakumulasi sedangkan support
system kurang dan persepsi
terhadap masalah sangat buruk
Stage 2: Comforting moderate
level of anxiety
Klien mengalami emosi yang
Halusinasi secara umum diterima
berlanjut seperti adanya
klien sebagai sesuatu yang alami
perasaan cemas, kesepian,
perasaan berdosa, ketakutan
dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya
kecemasan
Klien beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat dikontrol bila
kecemasannya diatur, dalam
tahap ini ada kecenderungan
klien merasa nyaman dengan
halusinasinya
Stage 3: Condemning Severe
level of anxiety
Pengalaman sensori klien
Secara umum halusinasi sering
menjadi sering dating dan klien
mendatangi klien
mulai merasa tidak mampu lagi
mengontrolnya
Klien mulai menarik diri dari
orang lain
Stage 4: Controlling Severe level
of anxiety
Klien mencoba melawan suara-
Fungsi sensori menjadi tidak
suara atau sensori abnormal
relevan dengan kenyataan
yang dating
Klien merasa kesepian bila
halusinasinya berakhir fase
gangguan Psychotic (gangguan
berat dalam menilai realita
sehingga menyebabkan
gangguan pada insight,
judgement, awareness)

33
Stage 5: Conquering Panic level
of anxiety
Pengalaman sensorinya
Klien mengalami gangguan dalam
menilai lingkungannya terganggu, klien mulai merasa
terancam dengan datangnya
suara-suara terutama bila klien
tidak dapat menuruti ancaman
atau perintah yang didengar dari
halusinasinya
Halusinasi dapat berlangsung
selama minimal 4 jam atau
seharian jika klien tidak
mendapatkan komunikasi
terapeutik
Terjadi gangguan psikotik berat

5. Data yang Perlu Dikaji


Data Obyektif Data Subyektif

Klien berbicara dan tertawa sendiri Klien mengatakan mendengar bunyi


Klien bersikap seperti yang tidak berhubungan dengan
mendengar/melihat sesuatu stimulus nyata
Klien berhenti bicara ditengah Klien mengatakan melihat gambaran
kalimat untuk mendengarkan tanpa ada stimulus yang nyata
sesuatu Klien mengatakan mencium bau
tanpa stimulus
Klien merasa makan sesuatu
Klien merasa ada sesuatu pada
kulitnya
Klien takut pada suara/bunyi/gambar
yang dilihat dan didengar
Klien ingin memukul/melempar
barang-barang

6. Pohon Masalah

Halusinasi

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah


7. Diagnose Keperawatan

34
Perubahan persepsi sensori: halusinasi

8. Intervensi Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil Evaluasi
TUM:
Klien mampu
mengontrol
halusinasi
TUK: Klien dapat 1. Jika klien sedang tidak
1. Klien mampu mengidentifikasi isi, mengalami halusinasi:
a. Diksusikan isi, waktu,
mengenali waktu, frekuensi,
frekuensi terjadinya
halusinasi dan situasi ketika
halusinasi
halusinasi muncul
b. Diskusikan hal yang
menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi
2. Diskusikan apa yang
dilakukan jika halusinasi
timbul
3. Diskusikan dampak jika
klien menikmati halusinasi
4. Diskusikan perasaan klien
saat mengalami halusinasi
2. Klien mampu Klien dapat 1. Identifikasi cara yang
mengontrol mengontrol dilakukan klien untuk
halusinasi halusinasi dengan mengendalikan halusinasi
2. Diskusikan cara yang
cara menghardik,
digunakan, bila adaptif beri
berbincang dengan
pujian
orang lain,
3. Diskusikan cara
beraktivitas sesuai
mengendalikan halusinasi
jadwal, dan a. Menghardik halusinasi
Dilakukan saat
menggunakan obat
secara teratur sedang mengalami
halusinasi
Jelaskan cara
menghardik :
katakan pada klien
Saya tidak mau
lihat

35
Peragakan cara
menghardik
Minta klien
memperagakan
ulang
Pantau klien dalam
penerepan cara ini
b. Berbincang dengan
orang lain
c. Mengatur jadwal
aktivitas
Jelaskan pentingnya
aktivitas teratur
Diskusikan aativitas
yang biasa dilakukan
Latih pasien
melakukan aktivitas
Susun jadwal
aktivitas bersama
pasien
Pantau pelaksanaan
aktivitas
d. Melatih pasien
menggunakan obat
secara teratur
Jelaskan pentingnya
penggunaan obat
Jelaskan akibat bila
tidak menggunakan
obat sesuai program
Jelaskan akibat
putus obat
Jelaskan cara
mendapatkan obat
Jelaskan cara
menggunakan obat
3. Melatih klien Klien menunjukkan 1. Kolaborasi pemberian
dalam gejala halusinasi psikofarmakoterapi
a. Anti psikotik, ex: HP
mengendalikan berkurang dan
(Halopuridol)
halusinasi tidak menunjukkan
b. Anti Parkinson, ex: THP

36
gejala dari efek (Trihexyphenidile)
2. Pantau efek samping obat
samping obat

4. Melibatkan Keluarga klien 1. Buat kontrak


2. Jelaskan masalah yang
keluarga dalam dapat berperan
dihadapi klien: pengertian
perawatan aktif dalam
halusinasi, tanda dan
klien perawatan klien
gejala halusinasi, proses
terjadinya
3. Jelaskan cara memutus
halusinasi
4. Jelaskan obat-obat yang
diberikan untuk klien: jenis,
dosis, waktu minum obat,
cara mendapatkan obat
bila habis
5. Jelaskan cara merawat
klien di rumah
6. Jelaskan waktu kontrol

37
STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien terlihat bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga kea arah tertentu, dan menutup telinga. Klien
mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara
yang mengajaknya bercakap-cakap, dan mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang berbahaya.
2. Diagnosa Keperawatan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi
3. Tujuan Khusus / SP I
Klien dapat membina hubungan saling percaya, dengan criteria
sebagai berikut.
Ekspresi wajah bersahabat
Menunjukkan rasa senang
Klien bersedia diajak berjabat tangan
Klien bersedia menyebutkan nama
Ada kontak mata
Klien bersedia duduk berdampingan denga perawat
Klien bersedia mengutarakan masalah yang dihadapi.
Membantu klien mengenali halusinasi
Mengajarkan klien mengontrol halusinasinya dengan menghardik
halusinasi.
Bantu klien mengenal halusinasinya yang meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi
halusinasi hal-hal berikut.
Latih klien untuk mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
Tahapan tindakan yang dapat dilakukan meliputi hal-hal sebagai
berikut.
Jelaskan cara menghardik halusinasi
Peragakan cara menghardik halusinasi
Minta klien memperagakan ulang

38
Pentau penerapan cara ini dan beri penguatan pada perilaku klien
sesuai
Masukkan dalam jadwal kegiatan klien

B. Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan


Orientasi
Salam Terapeutik
Selamat pagi, assallammualaikum..boleh saya kenalan dengan ibu?
Nama saya..boleh panggil sayasaya mahasiswa
keperawatan..saya sedang praktik di sini dari pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh saya tahu nama Ibu
siapa dan senang dipanggil dengan sebutan apa?
Evaluasi/validasi
Bagaimana perasaan ibu hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada
keluhan tidak?
Kontrak
Topik : Apakah Ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut
Ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang
suaradan sesuatu yang selama ini Ibu dengar dan lihat tetapi tidak
tampak wujudnya?
Waktu : Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu meunya berapa
menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa!
Tempat : Di mana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu, atau mau di
mana?

Kerja
Apakah Ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?
Apa yang dikatakan suara itu?
Apakah Ibu melihat sesuatu/orang/bayangan/makhluk?
Seperti apa yang kelihatan?
Apakah teru-menerus terliahat dan terdengar atau hanya sewaktu-waktu
saja?
Kapan paling sering Ibu melihat sesuatu atau mendengar suara
tersebut?
Berapa hari sekali Ibu mengalaminya?

39
Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?
Apa yang Ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?
Apa yang Ibu rasakan pada saat melihat sesuatu?
Apa yang Ibu lakukan saat melihat sesuatu?
Apa yang Ibu lakukan saat mendengar sesuatu tersebut?
Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?
Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau
bayangan tidak muncul?
Ibu ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.
1, dengan menghardik suara tersebut.
Ke 2, dengan cara bercakap-cakap dengan otang lain.
Ke 3, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.
Ke 4, minum obat yang teratur.
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.
Caranya seperti ini :
Saat suara-suara itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi saya tidak mau
dengar..saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu diulang-
ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba Ibu peragakan! Nah
begitu Bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.
Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Ibu bilang, pergi saya tidak
mau lihat. Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang
sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Ibu peragakan! Nah
begitu. Bagus! Coba lagi! Ya bagus Ibu sudah bisa.

Terminasi
Evaluasi subjektif
Bagaimana perasaan ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa
senang tidak dengan latihan tadi?
Evaluasi Objektif
Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang coba ibu simpulkan
pembicaraan kita tadi?
Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu
agar tidak muncul lagi.
Rencana Tindak Lanjut

40
Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan Ibu coba
cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam
berapa saja latihannya?
(Masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal
kegiatan harian klien).
Kontrak yang akan datang
Topik : Ibu bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang caranya
berbicara dengan orang lain saat bayangan atau suara-suara itu
muncul?
Waktu : Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalau besok jam
09.30 WIB bisa?
Tempat : Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol besok dimana
ya, apa masih disini atau cari tempat yang nyaman ? sampai jumpa
besok.
Walaikumsalam.

41
LAPORAN PENDAHULUAN
DEFISIT PERAWATAN DIRI

I. Masalah Utama
Defisit Perawatan diri: mandi/hygiene

II. Proses Terjadinya Masalah


Defisit perawatan diri merupakan keadaan ketika individu mengalami
suatu kerusakan fungsi kognitif atau fungsi motorik, yang menyebabkan
penurunan kemampuan untu melakukan perawatan diri (NANDA, 2009),
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan
diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan
kebersihan untuk dirinya (Tarwoto&Wartonah 2000).
Penyebab defisit perawatan diri yaitu kelelahan fisik dan penurunan
kesadaran. Biasanya faktor perkembangan dimana keluarga terlalu
memanjakan klien, klien dengan gangguan jiwa sehingga tidak
memperdulikan dirinya dan faktor sosial, keadaan lingkungan yang
mendukung untuk defisit perawatan diri. Dampak yang sering timbul pada
masalah personal hygiene yaitu dampak fisik dan psikososial. Dampak fisik
dimana banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak
terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang
sering terjadi adalah : gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa
mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.Dampak
psikososial yaitu masalah sosial yang berhubungan dengan personal
hygiene, antara lain: gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai
dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan interaksi
sosial.

III. Data yang perlu dikaji


Data Subyektif:
Mengatakan malas mandi, tidak mau menyisir rambut, tidak mau
menggosok gigi, tidak mau memotong kuku, tidak mau berhias, tidak
bisa menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
Data Obyektif:
Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan
kotor, gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih,

42
IV. Diagnosa keperawatan
Defisit perawatan diri : mandi/higiene
V. Rencana Tindakan Keperawatan
Tujuan umum:
Klien menunjukkan peningkatan perawatan diri
Tujuan khusus
Klien menunjukkan asupan makanan dan minuman yang cukup
Klien memaksimalkan partisipasinya dalam aktivitas higine pribadi, ke
toilet, dan aktivitas berhias
Klien mempertahankan jadwal yang meliputi tidur, istirahat dan aktivitas
yang cukup
Rencana intervensi
- Untuk klien:
Mengkaji kemampuan untuk melakukan perawatan diri yang meliputi
mandi / membersihkan diri, berpakaian / berhias, makan, dan
BAB/BAK secara mandiri
Memberikan latihan cara melakukan mandi / membersihkan diri,
berpakaian / berhias, makan, dan BAB / BAK, secara mandiri
Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah kurang perawatan diri.
- Untuk keluarga
Diskusikan denagn keluarga tentang fasilitas kebersihan diri yang
dibutuhkan oleh klien agar dapat menjaga kebersihan diri
Anjurkan keluarga untuk terlibat dalam merawat diri (sesuai jadwal
yang telah disepakati)
Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian atas keberhasilan klien
dalam merawat diri

43
STRATEGI PELAKSANAAN DPD
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi Klien
Tina berumur 17 tahun tampak diam, rambut kusut dan terdapat bau
badan yang menyengat
2. Diagnosa Keperawatan: defisit perawatan diri
3. Tujuan khusus
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Mengidentifikasi kebersihan diri klien
Mengidentifikasi alasana kenapa klien tidak mau merawat diri
Klien dapat mengerti pentingnya kebersihan diri
Klien mengerti cara melakukan dan menjaga kebersihan diri yang
benar
Klien mengetahui alat-alat yang digunakan untuk menjaga kebersihan
diri
Klien dapat mempratikkan cara menjaga kebersihan diri
4. Tindakan keperawatan
Memunculkan rasa percaya klien pada pertemuan pertama dengan
mengucapkan salam terapeutik
Mengkaji kemmpuan berinteraksi
Identifikasi kemampuan klien melakukan kebersihan diri dan
berdandan
Jelaskan pentingnya kebersihan diri dengan cara memberikan
penjelasan terhadap pentingnya kebersihan diri.
Jelaskan cara menjaga kebersihan diri dan berdandan
Menjelaskan peralatan yang dibutuhkan untuk menjaga kebersihan
diri dan berdandan

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
Orientasi
1. Salam terapeutik
Selamat pagi Tina !
2. Evaluasi / validasi.
bagaimana perasaannya hari ini
3. Kontrak : topik, waktu, tempat
Bagaimana kalau sekarang kita mendiskusikan tentang kemampuan
Tina dalam melakukan kegiatan sehari-hari?
kira-kira berapa lama kita akan berbincang? 15 menit mungkin??
Kita berbincang disini saja atau dimana tina?
Kerja
perkenalkan, nama saya Putri Dewi. Saya senang dipanggil suster Putri.

44
Mbak namanya siapa?
mulai hari ini, saya yang akan merawat mbak Tina selama disini
berapa kali Tina mandi dalam sehari? Apakah Tina sudah mandi hari
ini? Menurut Tina apa kegunaan mandi? Apa yang membuat tina tidak
bisa merawat diri? Menurut Tina apa manfaatnya kita menjaga
kebersihan diri?seperti apa tanda-tanda orang yang merawat diri dengan
baik? Menurut Tina jika tidak teratur menjaga kebersihan diri, masalah
apa yang bisa muncul?
Apa yang Tina lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja
Tina menyisir rambut? Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau
tujuan sisiran dan berdandan?
Di mana biasanya Tina berak/kencing? Bagaimana
membersihkannya?. Iya... kita kencing dan berak harus di WC, Nach...
itu WC di ruangan ini, lalu jangan lupa membersihkan pakai air dan
sabun.
Terminasi
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan
a. Penilaian subjektif :
Apa yang Tina rasakan sekarang?
b. Penilaian objektif :
Baiklah Tina, dari 15 menit obrolan kita barusan, menurut Tina, ada
ga manfaat dari percakapan kita tadi?
2. Tindak lanjut klien ( apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil
tindakan yang telah dilakukan)
sekarang coba Tina ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi?
3. Kontrak yang akan datang (Topik, waktu, dan tempat)
Nanti jam 9.30 atau 15 menit lagi, saya akan kembali lagi kesini untuk
mendiskusikan tentang cara-cara merawat diri sekaligus Tina
mempratikkannya. Bagaimana Tina? setuju?

45
LAPORAN PENDAHULUAN
RESIKO BUNUH DIRI

I. Kasus (Masalah Utama)


Resiko bunuh diri

II. Proses Terjadinya Masalah


a. Pengertian
Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin suicidium, dengan
sui yang berarti sendiri dan cidium yang berarti pembunuhan. Resiko
bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat
mengancam kehidupan (Fitria, 2009). Menurut Clinton (1995) bunuh diri
merupakan suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri
kehidupan, individu secara sadar berhasarat dan berupaya melaksanakan
hasratnya untuk mati .Perilaku bunuh diri meliputi isyarat-isyarat,
percobaan atau ancaman verbal yang akan mengakibatkan kematian,
luka atau menyakiti diri sendiri. Bunuh diri adalah segala perbuatan
seseorang dengan sengaja dan tahu akan akibatnya yang dapat
mengakhiri hidupnya sendiri dalam waktu yang singkat (Yosep, 2010).
Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi.( Jenny., dkk. (2010)

b. Rentang respon

Respon adaptif Respon maladaptif

Peningkatan diri Pengambilan Perilaku Pencideraan Bunuh diri


(Self resiko yang deksdruktif diri diri (Self Suicide
enhancement) meningkatkan tidak langsung injury)
pertumbuhan (Indirect self
(Growt destruktive)
promoting risk
taking)
(Stuart, 2006; Yosep, 2010)

46
a. Self enhancement: menyayangi kehidupan diri, berusaha selalu
meningkatkan kualitas diri.
b. Growt promoting risk taking: berani mengambil risiko untuk
meningkatkan perkembangan diri
c. Indirect self desdruktive: perilaku merusak diri tidak langsung,
aktivitas yang dapat mengancam kesejahtraan fisik dan berpotensi
mengakibatkan kematian, individu tidak menyadari atau menyangkal
bahaya aktivitas tersebut, misalnya: merokok, mengebut,
penyalahgunaan zat,aktivitas rekreasi yang beresiko.
d. Self injury: tindakan membahayakan diri sendiri yang dilakukan
dengan sengaja
e. Suicide: perilaku yang disengaja menimbulkan kematian diri, individu
sadar bahkan menginginkan kematian (Sujono & Teguh, 2009)
Perilaku bunuh diri dibagi menjadi 3 kategori, yaitu sebagai berikut:
1. Isyarat Bunuh Diri (suicide gesture) yaitu bunuh diri yang
direncanakan untuk usaha mempengaruhi perilaku orang lain). Isyarat
bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan: Tolong jaga anak-anak
karena saya akan pergi jauh! atau Segala sesuatu akan lebih baik
tanpa saya.
2. Ancaman Bunuh Diri (suicide threat), yaitu suatu peringatan secara
langsung maupun tidak langsung, verbal atau noverbal bahwa
seseorang sedang ,mengupayakan bunuh diri. Ancaman bunuh diri
umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan untuk mati disertai
dengan rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat
untuk melaksanakan rencana tersebut
3. Upaya Bunuh Diri (suicide attempt) yaitu sengaja melakukan kegiatan
bunuh diri, dan bila kegiatan itu sampai tuntas akan menyebabkan
kematian. Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai
atau melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini,
pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri, minum
racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari tempat yang
tinggi (Stuart & Sudden, 1995 dalam yosep 2010)
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress. Menurut Stuart, (2006) perilaku bunuh diri berkembang
dalam rentang diantaranya:

47
1. Ancaman Bunuh diri, adalah peringatan verbal maupun non-verbal
bahwa seseorang mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang
ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia
tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mungkin juga
mengkomunikasikan secara non-verbal dengan memberikan barang
berharga sebagai hadiah , merevisi wasiatnya dan sebagainya.
Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian.
Kurangnya respon positif dapat ditafsirkan sebagai dukungan untuk
melakukan tindakan bunuh diri.
2. Upaya Bunuh Diri, semua tindakan terhadap diri sendiri yang
dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak
dicegah
3. Bunuh Diri, mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau
diabaikan. orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak
benar-benar ingin mati mungkin akan mati, jika mereka tidak
ditemukan tepat pada waktunya
c. Penyebab
1. Factor predisposisi
Lima domain factor predisposisi yang menunjang pemahaman
perilaku deksdruktif diri sepanjang siklus kehidupan adalah:
Diagnosis psikiatri: lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan membunuh diri mengalami gangguan jiwa. Tiga
gangguan jiwa yang membuat individu beresiko untuk bunuh diri
yaitu gangguan alam perasaaa,n, penyalahgunaan zat, dan
skizofrenia
Sifat kepribadian: tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat
dengan peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa bersala,
impulsive, depresi
Lingkungan psikososial: mengalami kehilangan, perpisahan,
perceraian, kehilangan, berkurangnya dukungan social
Riwayat keluarga: riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh
diri merupakan factor resiko penting
Factor biokimia: data menunjukan bahwa proses yang dimediasi
serotonin, opiate, da dopamine dapat menimbulkan perilaku
deksdruktif (Stuart, 2006)
2. Stressor pencetus

48
Kejadian memalukan
Masalah interpersonal (kegagalan melakukan hubungan yang
berarti, kehilangan hubungan interpersonal)
Kehilangan pekerjaan
Kegagalan beradaptasi sehingga menyebabkan stress (Yosep,
2010)
d. Tanda gejala
Keputusasaan, perasaan sedih, tidak berdaya, marah
Menyalahkan diri sendiri
Perasaan gagal dan tidak berharga (harga diri rendah)
Alam perasaan tertekan/ depresi
Insomnia yang menetap
Penurunan berat badan lamban, keletihan
Menarik diri dari lingkungan social (isolasi sosial)
Pikiran dan rencana bunuh diri
Memberikan isyarat bunuh diri: mengisyaratkan secara verbal bahwa
ia tidak akan berada disekitar kita lebih lama lagi, memberikan pesan
non verbal seperti memberikan barang/ wasiat
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh klien terutama berisi
tentang keinginan untuk mati disertai dengan rencana dan persiapan
alat untuk melaksanakan tindakan tersebut
Percobaan/ upaya bunuh diri (riwayat sebelumnya): melakukan
tindakan seperti mengantung diri, memotong urat nadi, terjun dari
tempat ketinggian, minum racun namun tidak berhasil (mati) dengan
usahanya tersebut (Stuart, 2006)
e. Akibat
Perilaku bunuh diri merupakan segala upaya yang dilakukan untuk
mengakhiri hidup bila upaya tersebut dilakukan sampai tuntas akan
mengakibatkan kematian (Yosep, 2010)

III. Pohon masalah


Resiko bunuh diri

Resiko perilaku kekerasan

49

Isolasi sosial

Harga diri rendah kronis

Koping individu tidak efektif
(Fitria, 2009)

IV. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


Data Masalah
keperawatan
Data objektif: Resiko bunuh diri
Menarik diri
Impulsive
Agitasi
Agresif
Gelisah
Pikiran negatif
Lingkungan (catatan, obat-obatan, benda tajam)
Memberikan isyarat verbal (memberikan
nasehat) maupun non verbal (memberikan
benda berharga)

Data subjektif:
Ungkapan perasaan sedih
Mengungkapkan keputusaan
Insomnia
Menyalahkan diri sendiri
Perasaan gagal dan tidak berharga
Menyatakan pikiran, harapan dan perencanaan
tentang bunuh diri
Mengatakan hidup tidak bahagia dan tidak ada
gunanya
Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
Riwayat keluarga yang melakukan bunuh diri

50
V. Dagnosa keperawatan:
1. Resiko bunuh diri
2. Resiko perilaku kekerasan
3. Isolasi sosial
4. Harga diri rendah kronis

VI. Rencana keperawatan


Tujuan
Klien tidak melakukan percobaan bunuh diri
Kriteria hasil:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Klien dapat terbebas dari perilaku bunuh diri
Klien dapat mengidentifikasi aspek positif yang dimiliki
Klien dapat menggunakan koping yang adaptif
Klien dapat membuat rencana masa depan yang realistis
Tindakan Keperawatan:
B. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar
pasien merasa aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang
harus kita lakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya
adalah:
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap
kali bertemu pasien
2. Memberikan lingkungan yang aman (safety) berdasarkan tingkatan
resiko, managemen untuk klien yang memiliki resiko tinggi.
a. Mengidentifikasi benda-benda yang dapat
membahayakan pasien
b. Mengamankan benda-benda yang dapat
membahayakan pasien
c. Melakukan kontrak treatment
d. Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh
diri
e. Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
3. Mendiskusikan dengan klien tentang aspek positif diri yang dimiliki
a. Mengidentifikasi aspek positif pasien
b. Mendorong pasien untuk berpikit positif terhadap diri
c. Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang
berharga

51
4. Membantu menggunakan koping yang efektif pada klien
a. Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
b. Menilai pola koping yang biasa digunakan
c. Mengidentifikasi pola koping yang konstruktif
d. Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
e. Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif dalam
kegiatan harian
5. Membantu klien dalam mendorong keinginan meraih masa depan
a. Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
b. Mengidentifikasi cara mencapai rencana masa depan yang
realistis
c. Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka
meraih masa depan yang realistis

52
STRATEGI PELAKSANAAN RBD
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien tampak menyendiri, mengungkapkan perasaan sedih, tidak
berharga dan mengungkapkan keinginannya untuk bunuh diri
2. Diagnosis keperawatan
Resiko bunuh diri
3. Tujuan khusus
benda-benda yang dapat membahayakan dapat diidentifikasi
Klien dapat terhidar dari benda-benda yang membahayakan
Klien dapat mengetahui cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Klien dapat mempraktikan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
4. Tindakan keperawatan
Idententifikasi benda-benda yang dapat membahayakan
Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Melatih pasien melakukan cara mengendalikan dorongan bunuh diri

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
A. ORIENTASI
a) Salam terapeutik
Selamat pagi, perkenalkan saya ayu, mahasiswa keperawatan
brawijaya yang sedang prkatik disini, hari ini saya dinas jam 07.00-
14.00, selama 1 minggu kedepan saya perawata yang bertugas
merawat mbak disini. nama mbak siapa? Senangnya dipanggil
siapa?
b) Validasi
Bagaimana perasaan ibu S hari ini? Saya lihat ibu S sering mondar-
mandir dan gelisah, apa yang ibu S rasakan?
c) Kontrak (topic, waktu, tempat)
Topik:

53
Baik, bagaimana kalau kita mendiskusikan tentang keinginan ibu S
untuk bunuh diri dan bagaimana cara mengontrol dorongan bunuh
diri apakah bersdia? Ibu S tenang saja semua informasi yang ibu S
berikan akan saya rahasiakan
Waktu:
nah kalau begitu ibu S mau kita bercakap-cakap berapa lama?
Bagaimana kalau 15 menit
Tempat:
Dimana kita akan bercakap-cakap, di teras samping atau depan,
atau mau dimana? ohibu S mau di depan kamar, mari kita kesana!

B. KERJA
Nah ibu S bilang ingin mengakhiri kehidupan ibu S dengan membunuh
diri sendiri, apa yang menyebabkan ibu S ingin melakukan hal
tersebut?
Apa yang ibu S rencanakan untuk melakukan hal itu? Apakah dulu pernah
melakukan upaya bunuh diri? Bagaimana caranya?
Baiklah ibu mempunyai keinginan kuat untuk mengakhiri hidup, saya
akan membantu ibu S untuk mengontrol dorongan bunuh diri, tapi
sebelumnya saya perlu memeriksa kamar ibu S untuk memastikan
tidak ada benda-benda yang berbahaya (jika didapatkan benda
berbahaya seperti pisau, racun, obat-obatan, dll maka amankan
benda tersebut dan pastikan tidak dijangkau pasien)
apa yang ibu S lakukan saat keinginan bunuh diri itu muncul? ibu S
sebenarnya bunuh diri itu tidak akan menyelesaikan masalah, malah
keluarga ibu akan bersedih jika ibu bunuh diri, oleh karena itu ibu
harus mengontrol keinginan itu
Nah jadi kalau keinginan itu muncul Ibu S dapat mengontrolnya dengan
cara minta bantuan pada perawat, katakan pada perawat bahwa ibu
S ada dorongan bunuh diri, jadi ibu S jangan sendiri, ibu harus
sering-sering berinteraksi dengan perawat atau teman Ibu S agar
keinginan bunuh diri itu tidak timbul dan segera dapat dikontrol jika
muncu, bagaimana setuju ya?
Saya percaya ibu S pasti bisa mengontrol keinginan bunuh diri itu

54
C. EVALUASI
a. Evaluasi respon terhadap tindakan keperawatan
Subjektif :
bagaimana perasaanya setelah kita bercakap-cakap tentang
keinginan ibu untuk bunuh diri dan cara mengontrolnya?
Objektif:
coba sebutkan cara mengontol keinginan bunuh diri yang kita
diskusikan tadi! wah bagus sekali ibu S sudah mengetahui cara
mengontrol dorongan bunuh diri (Cek bahasa nonverbal pasien,
meliputi kontak mata, perhatian yang diberikan, dan perilaku yang
terlihat)
b. Tindak lanjut
jadi ibu T kalau dorongan bunuh diri itu muncul, segera minta
bantuan pada perawat. Nah selain itu bagaimana jika ibu membuat
jadwal bercakap-cakap dengan teman yang ada disini untuk
mencegah dorongan bunuh diri itu muncul, setuju? Kalau begitu
berapa kali ibu becakap-caka dengan teman? 2 kali ya, kapan
waktunya? Setelah makan siang dan sebelum tidur (masukan
kegiatan bercakap-cakap dalam jadwal kegiatan)
c. Kontrak yang akan dating (topic, waktu, tempat)
Topik:
ibu S, bagaimana kalau kita besok ngobrol lagi untuk membahas
latihan ibu, setelah itu kita akan berdiskusi tentang aspek positif yang
ibu S miliki, setuju?
Waktu:
ibu mau besok kita ketemu jam berapa? Saya besok ada disini dari
jam 07.00-14.00, baik jam 10 ya?
Tempat:
kira-kira kita ngobrol dimana ya, disini saja atau dimana? baik di
teras depan ya. Kalau begitu saya rasa cukup. Jangan lupa
latihannya ya. Trimakasih ibu S, sampai ketemu besok, slamat pagi

55
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL

1. Proses Terjadinya Masalah


a. Pengertian
Perilaku isolasi sosial menraik diri merupakan suatu gangguan hubungan
interpersonal yang terjadi akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel
yang menimbulkan perilaku maladaptive dan mengganggu fungsi
seseorang dalam hubungan sosial (Depkes RI, 2000)
Tanda dan Gejala
Menurut Budi Anna Kelia (2009), tanda dan gejala ditemui seperti:
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindar dari orang lain (menyendiri).
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-
cakap dengan klien lain/perawat.
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien
memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-
cakap.
Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
Posisi janin saat tidur.
b. Penyebab
Menurut Budi Anna Keliat (2009), salah satu penyebab dari menarik diri
adalah harga diri rendah. Harga diri adalah penilaian individu tentang
pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai
dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri,
merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan tindakan
terhadap penyakit (rambut botak karena terapi).
Rasa bersalah terhadap diri sendiri (mengkritik/menyalahkan diri
sendiri).
Gangguan hubungan sosial (menarik diri).
Percaya diri kurang (sukar mengambil keputusan).
Mencederai diri (akibat dari harga diri yang rendah disertai harapan
yang suram, mungkin klien akan mengakiri kehidupannya.
c. Akibat
Klien dengan perilaku menarik diri dapat berakibat adanya terjadinya
resiko perubahan sensori persepsi (halusinasi). Halusinasi ini merupakan
salah satu orientasi realitas yang maladaptive, dimana halusinasi adalah

56
persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya
klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa
stimulus/rangsangan eksternal.
Tanda dan gejala ;
Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
Menarik diri dan menghindar dari orang lain.
Tidak dapat membedakan tidak nyata dan nyata.
Tidak dapat memusatkan perhatian.
Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), takut.
Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung.

2. Pohon masalah:

Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi

Isolasi sosial: Menarik diri Core Problem

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah


3. Data Yang Perlu Dikaji
Data Subyektif:
Klien mengatakan saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa,
bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap
diri sendiri.
Data Obyektif:
Klien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif
tindakan, ingin mencederai diri/ingin mengakhiri hidup.
4. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Isolasi sosial: menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

5. Rencana Tindakan Keperawatan


Tujuan Umum :
Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi halusinasi
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1.1 Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara :
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

57
g. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri


Tindakan:
2.1 Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya.
2.2 Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
2.3 Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul
2.4 Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain


dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
3.1 Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
3.2 Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
a. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
b. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang
lain
c. Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain
3.3 Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan
orang lain
a. beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
b. diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan dengan
orang lain
c. beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial


Tindakan:
4.1 Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
4.2 Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap :
Klien Perawat
Klien Perawat Perawat lain
Klien Perawat Perawat lain Klien lain
K Keluarga atau kelompok masyarakat
4.3 Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai.
4.4 Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
4.5 Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu

58
4.6 Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
4.7 Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan


orang lain
Tindakan:
5.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
5.2 Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan
dengan orang lain.
5.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga


Tindakan:
6.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
Salam, perkenalan diri
Jelaskan tujuan
Buat kontrak
Eksplorasi perasaan klien
6.2 Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
Perilaku menarik diri
Penyebab perilaku menarik diri
Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
6.3 Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain.
6.4 Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
6.5 Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga

59
STRATEGI PELAKSANAAN ISOS
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1

A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi klien
Klien dengan isolasi sosial menarik diri jarang bahkan tidak mampu
melakukan interaksi dengan orang lain (Rawlins, 1993). Klien sering
menunjukan tanda dan gejala seperti kurang spontan, apatis, akspresi
wajah kurang berseri, afek datar, kontak mata kurang, komunikasi verbal
menurun, mengisolasi diri (menyendiri), posisi a(ceritakan kondisi klien ,
gambaraan pasienny seperti apa)
2. Diagnosis keperawatan
Isolasi Sosial
3. Tujuan khusus
Mampu membina hubungan saling percaya dengan klien
Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial menarik diri
Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain
dan kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Klien mampu berkenalan dengan orang lain.

B. STRATEGI KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKAN


KEPERAWATAN
A. ORIENTASI
1. Salam terapeutik.
Selamat pagi,
Perkenalkan nama saya Rika,. Saya dari Malang.
Nama X siapa ? biasanya dipanggil apa ? Saya yang akan membantu
dan merawat X hari ini. Kalau butuh bantuan, dapat menghubungi
saya.
2. Evaluasi/ validasi
Bagaimana perasaan X saat ini ? Apakah ada keluhan? Semalam bisa
tidur nyenyak ? Obatnya sudah diminum ?
3. Kontrak
Topik : Bagaimana kalau pagi ini kita ngobrol tentang keluarga dan
teman-teman X?

60
Waktu : Berapa lama X mau bercakap- cakap, bagaimana kalau 10
menit?
Tempat : Kita mau ngobrol dimana ? Bagaimana kalau diruangan ini?

B. KERJA:
Siapa saja yang tinggal serumah dengan X? Siapa yang paling
dekat dengan X? Siapa yang jarang bercakap-cakap dengan X? Apa
yang membuat X jarang bercakap-cakap dengannya? Selama dirawat
disini, apakah X merasa kesepian? Siapa saja yang X kenal di ruangan
ini? Kegiatan apa saja yang biasa X lakukan dengan teman yang X
kenal? Apa yang menghambat X dalam berteman dan bercakap-cakap
dengan klien lain?
Menurut X, apa saja keuntungan kalau kita mempunyai teman?
Wah benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi? (sampai klien
menyebutkannya). Nah, kalau kerugiannya tidak mempunyai teman apa
ya? Ya apa lagi? (sampai klien menyebutkan beberapa). Jadi banyak juga
ruginya tidak mempunyai teman ya? Kalau begitu, apakah X ingin belajar
untuk mengenal orang lain?
Bagus, bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan
orang lain? Begini lho X, untuk berkenalan dengan orang lain kita
sebutkan dulu nama kita, nama panggilan yang kita sukai, asal dan hobbi
kita. Contoh: Nama saya X, panggil saya X. Asal saya dari Semarang
dan hobbi saya memasak. Selanjutnya X menanyakan nama orang yang
diajak berkenalan. Contohnya begini: Nama Ibu siapa? Senang dipanggil
siapa? Asalnya dari mana/ hobinya apa? Ayo X dicoba! Misalnya saya
belum kenal dengan X. Coba berkenalan dengan saya! Ya bagus sekali!
Coba sekali lagi! Bagus sekali!

C. TERMINASI
1. Evaluasi subjektif.
Bagaimana perasaan X setelah kita latihan berkenalan? Tadi X sudah
mempraktekkan cara berkenalan dengan baik sekali.
2. Evaluasi objektif

61
Selanjutnya coba X ingat-ingat lagi cara berkenalan dengan orang lain
seperti yang telah kita pelajari tadi dan coba dipraktekkan dengan
orang lain?
3. Rencana tindak lanjut
Baik, bagaimana kalau kita memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
X?
4. Kontrak yang akan datang
Topik: Bagaimana kalau besok kita bertemu lagi untuk mengajak X
berkenalan dengan teman saya, perawat Y. Bagaimana X mau?
Tempat: X mau berbincang- bincang dimana ? Bagaimana kalau disini
lagi.
Waktu: Kita akan ketemu lagi jam berapa ? Bagaimana kalau jam 10?
Mau berapa menit? Baiklah, 15 menit ya.

62
DAFTAR PUSTAKA

Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Edisi Revisi. Bandung: PT Refika


Aditama

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC

Maramis, W.F. 2004. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University


Press

Keliat, Budi Anna, dkk. 1998. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC

63

Anda mungkin juga menyukai