Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIK KEPERAWATAN MANAJEMEN RISIKO

BENCANA PARIWISATA DI UPT. PUSDALOPS PB BPBD PROVINSI


BALI PADA 4-30 SEPTEMBER 2017

OLEH :

NI MADE AYU LISNA PRATIWI

P07120214009

DIV KEPERAWATAN SEMESTER VII

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara dengan julukan Zambrud Khatuliswa
memang sudah termasyur dengan potensi alamnya yang melimpah. Hal ini
menyebabkan kegiatan sosial dan ekonomi warga negara Indonesia banyak
bergeliat di bidang pariwisata yang lebih banyak menyodorkan keindahan
laut,gunung,pantai bahkan hutan yang berderet dari Sabang sampai Merauke
dan saling berebut menampakkan kemolekannya. Dibalik kemolekan dan
keindahan yang dimiliki oleh Indonesia sebagai salah satu negara yang
termasuk dalam kawasan Asia Tenggara terdapat hal yang kadang membuat
warganya harus lebih berhati-hati dan memiliki rasa kesiapsiaga saat terjadi
suatu bencana baik itu bencana alam maupun non alam. Hal ini dipengaruhi
karena Indonesia berada di kawansan ring of fire atau negara yang rawan
terhadap bencana.
Letak geografis Indonesia yang berbatasan dengan lempengan
Indonesia-Australia, Eurasia dan Pasifik membuat Indonesia bagaikan
sebuah sisi mata uang yang mendatangkan dampak positif maupun dampak
negatif bagi kehidupan. Satu sisi Indonesia memiliki keindahan yang luar
biasa namun di sisi lain hal ini menyebabkan Indonesia menjadi negara
rawan bencana yang menjadikan warganya juga harus selalu memiliki rasa
kesiapsiagaan. Rasa kesiapsiagaan ini dipengaruhi akibat banyaknya objek
wisata yang disediakan oleh pengelola tempat wisata tidak memberikan
jaminan keamanan dan keselamatan pengunjung sepenuhnya.
Beberapa objek wisata terkenal di Indonesia yang menjadi penggerak
roda ekonomi seperti Gunung Bromo di Jawa Timur, Gunung Agung di Bali,
Dataran Tinggi Dien di Jawa Tengah, Daerah Dieng di Wonosobo dan
Tangkuban Perahu di Jawa Barat,Daerah Hilir Sungai Begawan Solo di
Bojonegoro dan Pantai Kuta merupakan beberapa contoh lokasi wisata yang
rawan terhadap bencana baik itu bencana banjir, gunung meletus, gas
beracun, gempa serta tsunami. Salah satu objek wisata yang ada di
Indonesia dan terkenal hingga kemancanegara adalah Pantai Kuta, terletak
di daerah Bali Selatan. Kondisi alam Provinsi Bali sangat rentan terhadap
bencana alam. Berbagai bencana pernah terjadi di Bali seperti gempabumi,
letusan gunung api, banjir, longsor, kekeringan dan angin kencang. Provinsi
Bali memiliki dua gunung api aktif, yaitu Gunung Agung dan Gunung
Batur, serta tidak menutup kemungkinan Gunung Batukaru. Di kawasan
Gunung Agung, daerah yang kemungkinan akan terlanda awan panas, aliran
lava dan aliran lahar 23.037,58 ha. Daerah yang rawan terkena aliran
lahar/banjir dan kemungkinan dapat terlanda awan panas dan longsoran atau
runtuhan.
Pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Undang-undang tersebut,
penyelenggaraan penanggulangan bencana mencakup serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Kecelakaan yang terjadi di tempat wisata menimbulkan kerugian bersifat
materi dan immaterial kepada pengelola dan pengunjung yang merupakan
korban. Pengelola mengalami dua kerugian sekaligus yaitu mengganti
kerugian kepada korban dengan sejumlah uang yang sudah ditentukan dan
kerugian bersifat immaterial yaitu reputasi (kerugian immateriil bersifat
jangka panjang yaitu kelangsungan tempat wisata untuk kembali
memulihkan image positif sehingga pengunjung akan melupakan kejadian
tersebut. Perbedaan karakter wisata akan membedakan potensi risiko antara
satu tempat dengan tempat lain sehingga menuntut pengelola wisata dapat
melakukan estimasi risiko secara mendalam. Estimasi ini akan menghitung
derajat resiko yang terbagai dalam tiga level yaitu tinggi, menengah dan
rendah. (Siahaan, 2007). Level ini dapat juga digunakan untuk menilai
derajat resiko tempat wisata menggunakan pendekatan manajemen resiko.
Manajemen resiko adalah salah satu cara meminimumkan kerugian
yang muncul di tempat wisata. Manajemen resiko menjadi alat untuk
meminimalisir kerugian bagi semua pihak yang terkait khususnya pengelola
sehingga memberikan dukungan pada organisasi dan pengendalian resiko
internal maupun eksternal yang lebih efektif. Saat ini pengelola wisata
sudah menggunakan pendekatan manajemen resiko dalam
menyelenggarakan kegiatan wisata meski skala penggunaannya masih jauh
dibandingkan dengan industry keuangan seperti perbankan dan asuransi.
Untuk itu para pakar termasuk Prideaux (2003) sepakat kalau industri
pariwisata memerlukan penanganan khusus dalam perencanaan dan
pemulihan paska-bencana. Kedua akibat bencana tersebut, baik negatif
maupun positif, tetap membutuhkan penanganan sebelum, saat, dan sesudah
terjadinya bencana. Faulkner dan Vikulov (2001) memberikan beberapa
alasan mengapa industri pariwisata memerlukan penanganan khusus terkait
dengan bencana alam.
Berdasarkan latar belakang di atas, Prodi D-IV Keperawatan Reguler
Politeknik Kesehatan Denpasar menerapkan metode pembelajaran praktik
Manajemen Risiko Bencana Pariwisata dimana teori dari mata kuliah ini
telah didapatkan di semester VI. Hasil dari proses pembelajaran praktik
manejemen risiko bencana pariwisata ini dimuat dalam laporan kegiatan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah terkait dengan latar belakang di atas adalah
sebagai berikut.
1. Bagaimana menetapkan konteks risiko bencana pariwisata ?
2. Bagaimana cara mengidentifikasi risiko bencana pariwisata ?
3. Bagaimana cara menganalisis risiko bencana pariwisata ?
4. Bagaimana cara mengevaluasi risiko bencana pariwisata ?
5. Bagaimana cara menanganani risiko bencana pariwisata ?

C. Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum ini dapat dibagi menjadi dua yaitu,
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran praktik dan orientasi di
tempat praktik, mahasiswa diharapkan mampu memahami dan
mengimplementasikan proses manajemen risiko bencana pariwisata
2. Tujuan Khusus
Capaian pembelajaran praktikum yang diharapkan adalah
mahasiswa :
a. Mampu menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
b. Mampu mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
c. Mampu menganalisis risiko bencana pariwisata
d. Mampu mengevaluasi risiko bencana pariwisata
e. Mampu menangani risiko bencana pariwisata

D. Bobot Praktikum
Bobot Praktik Manajemen Risiko Bencana Pariwisata ini adalah 4 SKS.
Waktu yang dibutuhkan selama : 4 x 14 minggu x 170 menit = 9.520 menit
setara dengan 4 minggu praktik.

E. Kegiatan Praktik
Adapun kegiatan praktik manajemen risiko bencana pariwisata ini adalah :
1. Menetapkan konteks risiko bencana pariwisata
2. Mengidentifikasi risiko bencana pariwisata
3. Menganalisis risiko bencana pariwisata
4. Mengevaluasi risiko bencana pariwisata
5. Menangani risiko bencana pariwisata
6. Mengikuti Pre dan Post conference
7. Mendokumentasikan kegiatan/membuat laporan
8. Melaksanakan seminar

Anda mungkin juga menyukai