Anda di halaman 1dari 15

Pendahuluan

Gangren merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan pembusukan atau


kematian jaringan karena kurangnya pasokan darah dan invasi lebih dalam pada jaringan. Ini
adalah komplikasi yang dihasilkan dari proses infeksi atau inflamasi, cedera, atau perubahan
degeneratif yang berhubungan dengan penyakit kronis, seperti diabetes mellitus. Gangren
dapat melibatkan bagian tubuh, tetapi daerah yang paling sering terkena adalah ekstremitas
(kaki, lengan, kaki, tangan). Gangren mungkin secara luas diklasifikasikan ke dalam dua jenis
yaitu gangren kering dan basah. Ada beberapa jenis gangren yang jarang. Namun, semua
jenis gangren terlihat sebagai bentuk kering atau basah. Salah satu contohnya yaiu fourniers
gangrene. 1,2

Fournier's gangrene (FG) merupakan fasciitis nekrotikans yang progresif, yang terjadi
pada daerah sekitar genitalia eksterna, perineal, atau perianal. Fournier gangren termasuk
penyakit infeksi yang fatal namun jarang terjadi. Fournier gangren merupakan
kegawatdaruratan bedah karena onsetnya berlangsung sangat mendadak, cepat berkembang,
bisa menjadi gangren yang luas dan menyebabkan septikemia. Fournier gangren pertama
kali ditemukan pada tahun 1883, oleh ahli penyakit kelamin asal Perancis Jean Alfred
Fournier mendapatkan dimana 5 laki-laki muda yang sebelumnya sehat menderita gangren
dengan cepat progresif pada penis dan skrotum tanpa sebab yang jelas. Penyakit ini yang
kemudian dikenal sebagai Fournier gangren.3,4,5

1
a. Definisi
Forunier gangren adalah suatu gangren yang bersifat akut, progresif, dan dapat
bersifat fatal, yang disebabkan infeksi bakteri pada alat genital eksternal, perineum atau
daerah perianal. FG biasanya terjadi pada pria, tetapi dapat juga terjadi pada wanita dan
anak-anak. Pembentukan Fournier gangren ini berhubungan dengan penyakit diabetes
mellitus. Umumnya terbentuk setelah terjadi trauma lokal, yang mendasari infeksi saluran
kencing, atau suatu proses peradangan akut.3,6
Fournier gangren terjadi ketika bakteri menginfeksi tubuh melalui luka, biasanya di
uretra, perineum, atau daerah kolorektal. Fournier gangren adalah sebuah fasciitis agresif
dan cepat menyebar ke jaringan lunak sekitarnya bahkan dapat mencapai 2 sampai 3
cm/jam bila memang sangat parah.3,5

Gambar 1. Fournier gangren6

b. Etiologi
Pada awalnya digambarkan sebagai gangren idiopatik pada alat kelamin, tetapi
penyebab dari fournier gangren dapat diidentifikasikan pada 75-95% dari jumlah
kasusnya. Proses nekrosis biasanya berasal dari infeksi di anorektal (13-50%), saluran
urogenital (17-87%), sedang yang lain dari trauma lokal atau infeksi kulit di sekitar
alat kelamin.3,6

2
Fournier gangren disebabkan infeksi bakteri aerob maupun anaerob seperti E. coli,
coliform, Klebsiella spp., Bacteroides spp., Streptococcus spp., Enterococcus spp.,
Pseudomonas spp., Proteus spp. dan Clostridium spp. E. coli merupakan organisme yang
paling sering ditemukan dalam isolasi kuman fournier gangren. Penyebab fournier
gangren pada anorektal (abses perianal, abses perirektal, dan iskiorektalis), cedera
kolorektal atau komplikasi keganasan kolorektal ( fisura anal, dan perforasi usus),
penyakit radang usus, divertikulitis kolon, atau usus buntu. Pada saluran urogenital,
penyebab fournier gangren mencakup infeksi di kelenjar bulbourethral, cedera uretra,
cedera iatrogenik sekunder untuk manipulasi striktur uretra, epididimitis, orkitis,
atau infeksi saluran kemih bagian bawah. 3,7,8
Sedangkan pada dermatologi, penyebabnya supuratif hidradenitis, ulserasi karena
tekanan skrotum, dan trauma. Pada wanita seperti sepsis aborsi, atau abses pada
kelenjar Bartholini, histerektomi, dan episiotomy. Pada pria, anal seks dapat
meningkatkan risiko infeksi perineum, baik dari trauma tumpul langsung atau
dengan penyebaran mikroba dari rektal. Sedangkan pada anak-anak yang bisa
menyebabkan Fournier gangren seperti sirkumsisi, strangulasi hernia inguinalis,
omphalitis, gigitan serangga, trauma, perirektal abses dan infeksi sistemik. 3,7,8

Gambar 2. Etiologi Fournier Gangren 6

3
c. Epidemiologi
Fournier gangren banyak terjadi pada usia 40-70 tahun dengan faktor risiko
keadaan umum yang kurang baik seperti gizi buruk, penggunaaan imunosupresan, alkohol
dan diabetes melitus. Dalam penelitian Benjelloun et al. (2013), terdapat sekitar 50
kasus infeksi yang dilaporkan dalam rekam medis RS Universitas Hassan II Maroko
sejak Januari 2003-Desember 2009. Dari 50 pasien, 12 pasien meninggal dan 28 pasien
dapat bertahan hidup, dimana angka mortalitas 24%. Jenis kelamin tidak berkaitan
dengan angka mortalitas. Sumber infeksi 72% kasus dapat diidentifikasi, dan sumber
infeksi yang paling sering adalah melalui anorektal. Diabetes Mellitus merupakan faktor
penyulit tersering.7
Kejadian yang lebih rendah pada wanita dapat disebabkan oleh drainase yang
lebih baik dari daerah perineum melalui cairan vagina. Pria yang berhubungan seks
dengan sesama jenis berada pada risiko yang lebih tinggi, terutama untuk infeksi
yang disebabkan yang terkait dengan methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA).5,7

d. Patogenesis
Adanya infeksi polimikrobial terutama yang berasal dari daerah kolorektal dan
urogenital menjadi sumber utama infeksi FG. Dari fokus infeksi tersebut,dapat terjadi
penyebaran ke lapisan fasia, dan nekrosis dapat meluas dengan kecepatan sekitar 2 cm per
jam.3,6
Pada awal terjadinya FG, akan sulit membedakan antara fasciitis yang terjadi pada FG
dengan selulitis karena keduanya menunjukkan tanda inflamasi yaitu pembengkakan yang
terasa nyeri, eritema, dan hipertermia. Namun, dalam perjalanan penyakit selanjutnya,
dapat terlihat tanda dan gejala tipikal termasuk di dalamnya edema yang terasa sangat
nyeri pada area kulit yang terkena, perubahan warna kulit, bula, atau krepitus. Apabila
penyebaran sudah mencapai fasia, akan tampak ulkus berwarna kehitaman yang tidak
terasa nyeri. Hal ini disebabkan oleh adanya oklusi vaskuler fasia sehingga terjadi
iskemia yang menyebabkan nekrosis jaringan. Krepitasi dapat ditemukan pada beberapa
kasus FG, terjadi karena bakteri anaerob secara sinergis menghasilkan eksotoksin yang
menyebabkan nekrosis dan pembentukan gas.6,9

4
e. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis fournier gangren seperti nyeri mendadak dan bengkak pada skrotum,
hiperemia, pruritus edema, gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi), gejala
prodromal demam dan letargi yang muncul dalam 2-7 hari dan gangren dari bagian alat
kelamin disertai drainase purulen dari luka. Selain itu bisa disertai keluar discharge yang
berbau busuk. Krepitasi diidentifikasi pada pemeriksaan fisik. Temuan lain pada fournier
gangren seperti leukositosis, dehidrasi, takikardia, trombositopenia, anemia,hipokalsemia,
dan hiperglikemia.6,10

Gambar 3. Edema dinding skrotum dan perubahan warna kulit11

Gambar 4. Fournier gangren dengan ekstensi dinding abdominal7

5
f. Diagnosis

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik


Pasien dengan fournier gangren biasanya mengeluhkan rasa sakit dan nyeri tekan di
alat kelamin. Perjalanan klinis biasanya berlangsung melalui tahap-tahap berikut: 8,11
Gejala prodromal demam dan letargi, yang muncul dalam 2-7 hari.
Rasa sakit dan nyeri tekan yang berhubungan dengan edema pada kulit di atasnya
yang disertai pruritus.
Meningkatkan nyeri genital dengan eritema dikulit atasnya.
Gambaran duski di kulit atasnya (subkutan krepitasi).
Gangren jelas dari bagian alat kelamin disertai drainase purulen dari luka.
Edema dinding skrotum dan perubahan warna kulit

Biasanya rasa sakit tidak selalu sama dengan apa yang ditemukan saat pemeriksaan
fisik. Gangren bisa terus berkembang tanpa rasa nyeri akibat jaringan saraf yang sudah
nekrotik. Secara umum, semakin besar derajat nekrosis, efek yang ditimbukan yaitu efek
sistemiknya. Pada Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah palpasi dari alat
kelamin, perineum dan pemeriksaan colok dubur, untuk menilai tanda-tanda penyakit
dan untuk mencari potensi masuknya portal infeksi. Dapat juga ditemukan krepitasi
jaringan lunak, nyeri lokal, ulkus yang disertai eritema, edema, sianosis, indurasi, blister,
maupun gangren. Dari inspeksi kulit tersebut dapat menentukan derajat dari bau amis
yang muncul akibat infeksi dari bakteri anaerob dan krepitasi yang disebabkan
mikroorganisme Clostridium yang dapat memproduksi gas.8,11

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendukung diagnosis adalah
pemeriksaan darah lengkap, ureum, kreatinin, kimia darah, fungsi hati, gula darah,
analisa gas darah dan kultur darah. Pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon
kekebalan yang ditimbulkan oleh proses infeksi dan untuk memeriksa jumlah dari sel
darah merah, dan mengevaluasi potensi sepsis-yang menyebabkan trombositopenia.
Profil koagulasi seperti, prothrombin time (PT), Activated Partial Thromboplastin Time
(APTT), jumlah trombosit, kadar fibrinogen sangat membantu untuk mencari sepsis-
induced koagulopati.

6
Kultur darah diperlukan untuk mengetahui jenis mikroba yang terlibat serta menilai
keadaan septisemia. Kimia darah untuk mengevaluasi gangguan elektrolit, untuk mencari
bukti dehidrasi dapat diperiksa blood urea nitrogen [BUN] / kreatinin rasio, yang
cenderung terjadi sebagai akibat perlangsungan penyakit, kadar gula dalam darah
digunakan untuk mengevaluasi intoleransi glukosa, yang mungkin disebabkan untuk
DM atau sepsis yang disebabkan gangguan metabolisme. Analisis gas darah untuk
memberikan penilaian yang lebih akurat apabila terjadi gangguan asam dan basa.
Asidosis dapat terjadi bersamaan dengan hiperglikemia atau hipoglikemia.6

Pemeriksaan Penunjang Lainnya


1. Foto Polos
Foto polos harus dipertimbangkan untuk mengevaluasi keberadaan dan luasnya
penyakit fournier, terutama jika dari pemeriksaan klinis tidak dapat disimpulkan. Gas
dalam jaringan lunak dapat lebih mudah terdeteksi dengan modalitas pencitraan
dibandingkan dengan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan foto polos bisa menjadi pilihan
awal untuk mengetahui seberapa besar jumlah gas jaringan lunak, benda asing, atau
edema pada jaringan skrotum. Gas dalam jaringan lunak terlihat sebagai daerah
hiperlusen. Emfisema subkutan dapat dilihat membentang dari skrotum dan perineum ke
daerah inguinal, anterior dinding perut, dan paha. Namun, tidak adanya gas (hiperlusen)
pada foto polos tidak dapat menyingkirkan diagnosis. Pada foto polos radoiografi
anteroposterior menunjukkan tanda radiolusen (panah) dalam jaringan lunak yang
melapisi daerah skrotum dan perineum yang dapat dicurigai sebagai emfisema
subkutan.6,10

Gambar 5. foto polos radoiografi anteroposterior10

7
2. CT-Scan (Computed Tomography)
CT-scan memiliki peran penting dalam mendiagnosis serta evaluasi penyakit, jalur
anatomi penyebaran gangren, akumulasi cairan, abses, emfisema subkutan dan
perluasannya. CT-scan juga tidak hanya membantu mengevaluasi struktur perineum yang
dapat terlibat oleh fournier gangren, tetapi membantu menilai retroperitoneum yang
dapat menyebar pada penyakit ini. CT-scan dapat mengidentifikasi udara dalam jaringan
lunak sebelum krepitasi terdeteksi. 6,10
CT-scan dapat membantu mengevaluasi bagian baik superficial maupun profunda
dari fasia. CT-scan juga penting dalam membedakan fournier gangren. Selain itu, CT-
scan sangat bermanfaat dalam post treatment yang merupakan tindak lanjut respon yang
timbul dari terapi seperti pada pemberian antibiotik spektrum luas dan debridement.6,10

Gambar 6. a. udara di skrotum (panah). b. ekstensi kranial ke dalam kanalis inguinalis kiri
(panah) 10

Gambar 7. Akumulasi cairan sepanjang fasia 11

8
3. USG (Ultrasonografi)
Gambaran USG menunjukkan terjadi penebalan pada dinding skrotum yang
mengandung fokus hiperekoik menyebabkan bayangan kotor. Bukti gas dalam skrotum
dapat ditemukan dalam pemeriksaan fisik yaitu adanya krepitasi. Biasanya juga terdapat
hidrokel unilateral atau bilateral. Testis dan epididimis sering normal dalam ukuran dan
ekotekstur karena vaskularisasi yang berbeda. Vaskularisasi testis adalah paling sering
bertahan karena suplai darah ke skrotum berbeda dengan yang ke testis. Pasokan darah
skrotum adalah dari arteri pudenda cabang dari arteri femoralis sedangkan pasokan darah
testis adalah dari cabang dari aorta. Jika terdapat keterlibatan testis, ada kemungkinan
sumber infeksi berasal dari intra abdominal atau retroperitoneal. 6,10
USG juga berguna dalam membedakan Fournier gangren dari hernia inguinal
skrotalis. Dalam fase lanjut, gas dapat diamati dalam lumen usus, jauh dari dinding
skrotum. Udara pada jaringan lunak lebih jelas di USG daripada di radiografi, tetapi CT
lebih unggul dari USG dan radiografi. 6,10

g. Penatalaksanaan
penatalaksanaan pada fournier gangren yaitu dengan pemberian terapi suportif
untuk memperbaiki keadaan umum pasien, pemberian antibiotik, dan debridemen.
Pembedahan diperlukan untuk diagnosis definitif dan eksisi jaringan nekrotik. Pada
pasien dengan gejala sistemik terjadi hipoperfusi atau kegagalan organ, resusitasi segera
dengan cairan maupun transfusi untuk memulihkan perfusi organ normal harus lebih
diutamakan daripada prosedur diagnosis.6,7
Pengobatan fournier gangren melibatkan antibiotik spektrum luas. Spektrum harus
mencakup staphylococci, streptokokus, Enterobacteriaceaeorganisme, dan anaerob.
Triple terapi kini mulai direkomendasikan, yaitu Cefalosporin generasi ketiga atau
aminoglikosida, ditambah penisilin dan metronidazole. Klindamisin dapat digunakan
untuk menekan produksi toksin dan memodulasi produksi sitokin. Panduan terbaru
merekomendasikan golongan Karbapenem (imipenem, meropenem, ertapenem).6,7
Debridemen pada jaringan nekrosis harus segera dilakukan. Kadang-kadang perlu
dilakukan diversi urine melalui sistotomi atau diversi feces dengan melakukan kolostomi.
Setelah nektrotomi, dilakukan perwatan terbuka dan kalau perlu pemasangan pipa
drainase. Pemberian terapi topikal dapat dilakukan dengan sodium hipoklorat 0,025%
dengan cara irigasi, larutan Dakin, hidrogen peroksida dapat mereduksi angka

9
morbiditas dan mortalitas. Terapi hiperbarik oksigen telah digunakan sebagai
tambahan dalam pengobatan Fournier gangren. Hiperbarik oksigen dapat meningkatkan
kadar tekanan oksigen dalam jaringan dan memiliki efek penyembuhan luka. 6,7
Rekonstruksi bedah dapat dilakukan, teknik yang digunakan tergantung besar
luka. Penjahitan primer dapat dilakukan terutama dikulit yang lentur seperti pada skrotum,
jika luka yang cukup besar dapat dilakukan skin graft. 6,7

Gambar 8. Eksisi dan debridement pada pasien dengan Fournier gangren

10
Gambar. Algoritma penatalaksanaan Fournier gangren13

h. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi :12
Chordee, ereksi yang menyakitkan, dan disfungsi ereksi
Infertilitas akibat memindahkan testis di paha kantong (suhu tinggi)
Karsinoma sel skuamosa pada jaringan parut
Imobilisasi dengan kontraktur yang lama
Perubahan sekunder pada perubahan tubuh karena gangguan depresi dismorfik
Lymphodema dari kaki sekunder untuk debridement panggul yang selanjutnya
thrombophlebitis

11
Sepsis akibat debridement yang tidak lengkap, akibat infeksi sistemik, atau
respon yang kurang baik. Miositis dan mionekrosis dari paha atas dapat terjadi
sebagai akibat sepsis yang berasal dari kantong testis subkutan saat dilakukan
debridemen

i. Prognosis
Fournier gangren merupakan penyakit infeksi dengan mortalitas tinggi. Sampai saat
ini, belum ditentukan suatu konsensus bersama untuk menentukan tingkat keparahan FG.
Pada beberapa tahun ini, tetap dilaporkan tingginya mortalitas pada kasus FG, bahkan
dengan pengobatan antibiotik spektrum luas, surgical debridement, dan perawatan
intensif. Prognosis untuk pasien setelah rekonstruksi Fournier gangren biasanya baik.
Skrotum memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dan regenerasi setelah infeksi dan
terjadi nekrosis. Namun demikian, sekitar 50% dari laki-laki dengan keterlibatan penis
mengalami sakit dengan ereksi, sering berhubungan dengan jaringan parut pada daerah
genital. Jika jaringan lunak yang luas hilang, mungkin terjadi gangguan pada drainase
limfatik, sehingga terjadi, edema dan selulitis. Fournier Gangrene Severity Index (FGSI)
biasanya dapat digunakan untuk menilai prognosis angka mortalitas. Terdapat 9
parameter yang digunakan dengan tiap parameter digradasi dari 0-4. Beberapa
literatur menunjukkan skor > 9 menunjukkan angka mortalitas 75%, skor <9
menunjukkan angka survival 78%.

12
Kesimpulan
Fournier gangren merupakan salah satu kegawatdaruratan bedah yang tingkat
kematiannya tetap tinggi meskipun perawatan dan pengobatan yang optimal. Fournier
gangren berkembang secara cepat dengan onset yang mendadak. Pendekatan untuk
mendiagnosis lebih dini diperlukan untuk mengurangi angka kematian dan keparahan untuk
penyakit tersebut.

13
Daftar Pustaka

1. Mandal, A. Jenis Luka. News Medical Life Sciences. 2016. Available from :
http://www.news-medical.net/health/Types-of-gangrene-(Indonesian).aspx [Accesed
19 Desember 2016]
2. Ali MZ, Sultana S. Gangrene. ResearchGate. 2012. Available from:
http://www.kalbemed.com/Portals/6/10_205Fourniers Gangrene.pdf [Accesed 19
Desember 2016]
3. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar Urologi. Edisi : 3. Malang : Sagung Seto, 2011. 76-84.
4. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :2. Jakarta : EGC. 2008.
5. Ochoa G et al. Usefulness of Fourniers gangrene severity index: acomparative
study. Rev Mex Urol 2010;70(1):27-30. Available from :
http://www.revistamexicanadeurologia.com/Revistas/2010/English/January-
February/Usefulness%20of%20Fourniers.pdf [Accesed 20 Desember 2016]
6. Mallikarjuna MN, Vijayakumar A, Patil VS, Shivswamy BS. Fournier s Gangrene:
Current Practices. 2012. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3518952/pdf/ISRN.SURGERY2012-
942437.pdf [Accesed 20 Desember 2016]
7. Benjelloun et al. Fourniers Gangrene: Our Experience With 50 Patients and
Analysis of Factors Affecting Mortality. World Journal of Emergency Surgery. 2013,
8:13. Available from : http://download.springer.com/static/pdf [Accesed 20 Desember
2016]
8. Pais, Vernon M. Fournier Gangerene Medication. [online]. 2013. [citied
Desember, 2016]. Diakses dari : http://emedicine.medscape.com/article/2028899-
overview [Accesed 20 Desember 2016].
9. Martinschek A. Prognostic aspects, survival rate, and predisposing risk factors in
patients with Fourniers gangrene and necrotizing soft tissue infections: Evaluation of
clinical outcome of 55 patients. Urol Int. 2012;89:173-9.
10. Levenson et al. Fournier Gangrene: Role of Imaging 1. RadioGraphics.
2008;28(2):51929.
11. Burch DM, Barriero TJ. Fourniers Gangrene: Be Alert for This Medical
Emergency. CME JAAPA 2007, 20(11).
12. Heyn CF, Theron PD. Fourniers Gangrene. Dalam: Markus Hohenfeller.
Emergencies in Urology. New York USA: Springer 2007, 50-59.

14
13. Oscar Estrada Ferrer. Fourniers Gangrene Medical and Surgical Considerations,
Gangrene - Current Concepts and Management Options, Dr. Alexander Vitin (Ed.),
InTech. 2011. Available from: http://www.intechopen.com/books/gangrene-current-
concepts-and-management-options/fournier-s-gangrene-medical-and-surgical-
considerations [Accesed 22 Desember 2016].

15

Anda mungkin juga menyukai