Anda di halaman 1dari 41

Buku 2

Panduan

Memahami Kebijakan Nasional Pembangunan


Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL)
Berbasis Masyarakat, serta Operasionalisasinya

Waspola
Bekerjasama dengan

Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan


Jakarta 2008
Buku 2, PANDUAN
Memahami Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
(AMPL) Berbasis Masyarakat, serta Operasionalisasinya

Diterbitkan oleh WASPOLA bekerjasama dengan


Kelompok Kerja Air Minum Dan Penyehatan Lingkungan:
- Badan Perencanaan Dan Pembangunan Nasional
- Departemen Keuangan
- Departemen Dalam Negeri
- Departemen Pekerjaan Umum
- Departemen Kesehatan
- Departemen Pendidikan Nasional
- Departemen Perindustrian
- Kementerian Lingkungan Hidup

Sekretariat : Jl. Cianjur No. 4, Jakarta 10310


Telp./Fax. : (62-21) 314 2046
E-mail : waspola1@cbn.net.id
Website : www.waspola.org, www.ampl.or.id

vii + 33; 15 x 21 cm

ISBN : ...

Tim Pengarah:
Oswar M Mungkasa
Gary D Swisher

Tim Penulis:
Editor : Sofyan Iskandar
Koordinator Buku 1, 2 : Subari
Koordinator Buku 3 : Nugroho Tomo
Koordinator Buku 4 : Nur Apriatman
Desain dan Produksi : Dormaringan Saragih

Kontributor:
Bambang Purwanto, Zainal Nampira, Rheidda Pramudi, Togap Siagian, Helda Nusi,
Adelina Hutahuruk, Huseiyn Pasaribu, Bambang Pudjiatmoko, Dormaringan Saragih,
Agus Priatna, Purnomo, Nastain Gasba, Syarifuddin, Alma Arief, Wiwit Heris, Udi
Maadi, Ardi Adji, Ida Nuraida, Ratna Tunjung Luih, A Tenriola, Sriaty, H Ridwan Somad,
Haryono Moelyo, H Nuryanto, Triyatno, Budiono, Ishak Jon, Sugeng Hariyanto, Johanes
Robert, Rafid, Isman Uge, Rusman Zakaria, Rewang Budiyana, Iim Ibrahim, Meytri
Wilda Ayuantri.

Cetakan : April 2008

Proyek Penyusunan Kebijakan dan Rencana Kegiatan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
Tahap Kedua (WASPOLA-2) dilaksanakan di bawah Koordinasi Pemerintah Indonesia, melalui
Kelompok Kerja lintas departemen yang diketuai oleh BAPPENAS, dengan mayoritas dana
hibah dari Pemerintah Australia melalui AusAID, dan dukungan langsung Water and Sanitation
Program for East Asia and the Pacific (WSP-EAP) atas nama AusAID dan Bank Dunia.
BUKU 2

Kata Pengantar

B
uku 2 ini merupakan bagian kedua dari lima buku panduan
pelaksanaan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum
dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat (AMPL BM)
di daerah. Buku ini berisi tentang penjelasan Kebijakan Nasional
AMPL Berbasis Masyarakat, serta penjelasan umum tentang
operasionalisasinya.
Buku panduan ini dapat digunakan oleh berbagai pihak sesuai
kebutuhan, baik pemerintah kabupaten/kota yang menyeleng
garakan kegiatan operasionalisasi kebijakan, maupun pemerintah
propinsi yang menyelenggarakan operasionalisasi Kebijakan di
tingkat propinsi, dan dalam mendukung kegiatan operasionalisasi
kebijakan di kabupaten/kota. Buku ini juga dapat digunakan oleh
pemerintah pusat atau stakeholder lain dalam mendukung kegiatan
operasionalisasi Kebijakan AMPL BM.
Buku panduan ini terdiri dari dua bagian: Bagian pertama meliputi
penjelasan Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL Berbasis
Masyarakat, yang terdiri dari: pendahuluan, kebijakan, dan strategi.
Bagian kedua menguraikan tentang operasionalisasi Kebijakan di
daerah, yang terdiri dari: definisi dan alur operasionalisasi kebijakan.
Selamat membaca dan mempraktekkannya.

Jakarta, April 2008


Tim Penulis
iii

KATA PENGANTAR
BUKU 2

Daftar Isi
Kata Pengantar.............................................................. iii
Daftar Isi........................................................................ iv

Bagian I
Memahami Kebijakan Nasional Pembangunan
AMPL Berbasis Masyarakat........................................ 1
A. Pendahuluan............................................................... 1
1. Latar Belakang.................................................. 1
2. Pengalaman yang Menjadi Dasar Kebijakan...... 5
3. Perlunya Perubahan cara Pandang terhadap
Pembangunan AMPL ....................................... 9
4. Tujuan Penyusunan Kebijakan . ...................... 11
5. Ruang Lingkup .............................................. 11

B. Kebijakan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan


Lingkungan Berbasis Masyarakat........................................ 13
1. Tujuan Umum................................................. 13
2. Tujuan Khusus................................................ 13
3. Kebijakan Umum............................................ 15
4. Strategi Pelaksanaan . .................................... 20

Bagian II
Memahami Operasionalisasi Kebijakan Nasional
AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah..................... 24
1. Gambaran Umum..................................................... 24
2. Alur Operasionalisasi Kebijakan................................. 25
3. Kegiatan Fasilitasi Operasionaisasi Kebijakan Nasional

iv

DAFTAR ISI
BUKU 2

AMPL Berbasis Masyarakat........................................ 27


3.1. Diseminasi Kebijakan Nasional AMPL
Berbasis Masyarakat....................................... 27
3.2. Penggalangan Dukungan .............................. 27
3.3. Penyiapan kelompok kerja AMPL daerah........ 28
3.4. Pemahaman kebijakan dan
identifikasi isu AMPL....................................... 28
3.5. Pendalaman kebijakan.................................... 29
3.6. Penyusunan perencanaan
pembangunan AMPL...................................... 30
3.7. Pemantapan rencana kerja daerah.................. 30
4. Kegiatan peningkatan kapasitas................................ 31
4.1. Lokakarya Operasionalisasi Kebijakan............. 31
4.2. Lokakarya dan Pelatihan Keterampilan
Dasar Fasilitasi................................................ 31
4.3. Orientasi MPA-PHAST..................................... 32
4.4. Lokakarya dan Pelatihan Penyusunan
Renstra AMPL,................................................ 32
4.5. Lokakarya dan Pelatihan CLTS......................... 33

DAFTAR ISI
BUKU 2

Daftar Singkatan
AMPL Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
AMPL BM Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis
Masyarakat
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
AusAID Australian Agency for International Development
BAPPENAS Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
CLTS Community-Led Total Sanitation
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
FGD Focus Group Discussion
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MDG Millennium Development Goals
MPA-PHAST Methodogy for Participatory Assessment
Participatory Hygiene and Sanitation
Transformation
NSPM Norma, Standard, Pedoman dan Manual
Pokja Kelompok Kerja
PDAM Perusahaan Daerah Air Minum
PTK Pendekatan Tanggap Kebutuhan
PRA Participatory Rural Apraisal
Renstra Rencana Strategis
RKM Rencana Kerja Masyarakat
SWOT Strenght Weakness Opportunity Threat
Tupoksi Tugas Pokok dan Fungsi
UU Undang Undang
WASPOLA Water Supply and Sanitation Policy and Action
Planning Project
WC Water Closet
WSLIC Water and Sanitation for Low Income Community
WSP-EAP Water and Sanitation Program East Asia and
The Pacific
vi

DAFTAR SINGKATAN
BUKU 2

Bagian I

Memahami Kebijakan
Nasional Pembangunan AMPL
Berbasis Masyarakat
Bagian ini merupakan ringkasan dari naskah Kebijakan
Nasional Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Perlunya pembaruan kebijakan pembangunan air minum
dan penyehatan lingkungan di Indonesia, didasarkan pa
da permasalahan yang dihadapi dan peluang yang ada
dalam sektor air minum dan penyehatan lingkungan, serta
pengalaman (lesson learned) pelaksanaan pembangunan
air minum dan penyehatan lingkungan. Permasalahan
pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan di
Indonesia selama ini antara lain:
a. Kurang efektif dan efisiennya investasi yang telah
dilakukan pada pembangunan prasarana dan
sarana air minum dan penyehatan lingkungan.
Hingga saat ini diperkirakan masih terdapat 100 juta
penduduk Indonesia yang belum memiliki kemudahan


BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

terhadap pelayanan air minum dan penyehatan ling


kungan yang memadai. Sebagian besar dari mere
ka adalah masyarakat miskin dan masyarakat yang
bertempat di kawasan perdesaan. Kondisi ini cende
rung terus meningkat setiap tahunnya.
Pengalaman menunjukkan banyak prasarana dan
sarana yang terbangun yang tidak dapat berfungsi
secara optimal. Beberapa penyebab tidak berfungsinya
sarana antara lain;
Masyarakat sasaran tidak dilibatkan dalam seluruh
proses pembangunan
Pilihan teknologi tidak tepat guna dan tidak sesuai
dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat,
sehingga masyarakat mengalami kesulitan dalam
operasinya.
Investasi prasarana dan sarana air minum dan penye
hatan lingkungan yang berorientasi pada supply
driven, yang membawa dampak terhadap rendahnya
efektivitas prasarana dan sarana yang dibangun,
sehingga masyarakat tidak banyak memanfaatkan
sarana tersebut karena tidak membutuhkannya. Sebalik
nya banyak masyarakat yang membutuhkan pelayanan
prasarana dan sarana tidak mendapatkan pelayanan.

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

Pelaksanaan Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan


Tahun 1970-2000

Berdasar pada pelaksanaan pembangunan air minum dan penyehatan


lingkungan yang dilaksanakan sejak Pelita I (1969-1974) hingga saat ini, maka
secara ringkas dapat ditarik beberapa kesimpulan penting, yaitu:
a. Era Tahun 1970 1980
Pembangunan nasional diprioritaskan pada sektor pertanian dan irigasi
untuk mencukupkan kebutuhan pangan, sedangkan pembangunan
prasarana dan sarana penunjang lainnya termasuk air minum dan
penyehatan lingkungan belum menjadi prioritas sehingga lingkup
pembangunannya masih terbatas, cakupan pelayanan juga terbatas
sehingga belum mampu mengimbangi laju kebutuhan akibat pertambahan
jumlah penduduk.
b. Era Tahun 1980 1990
Konsep-konsep pemberdayaan dan pendekatan tanggap kebutuhan mulai
diperkenalkan. Pembangunan prasarana dan sarana air minum dikaitkan
dengan penentuan masyarakat sasaran yang lebih tepat dan pemanfaatan
teknologi tepat guna, misal pompa tangan, hidran dan pompa tali. Untuk
mendorong keterlibatan pemerintah daerah, khususnya di kawasan
perdesaan, diciptakan mekanisme pembiayaan baru yang memungkinkan
pemerintah daerah untuk mengelola anggaran yang berasal dari Anggaran
Pembangunan dan Belanja Negara (APBN).
c. Era Tahun 1990 2000
Pemerintah pusat memberikan wewenang kepada pemerintah daerah
untuk melaksanakan penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan.
Pemerintah pusat berperan sebagai pembina teknis.

b Air hanya dipandang sebagai benda sosial


Paradigma lalu menyatakan bahwa air merupakan ben
da sosial yang dapat diperoleh secara gratis oleh ma
syarakat. Hal ini terjadi dikarenakan masih rendahnya
kepedulian dan pengetahuan masyarakat terhadap nilai
kelangkaan air. Bagi pengelola air minum hal ini sangat
menyulitkan dalam rangka meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat. Dikaitkan dengan manajemen pela
yanan air minum oleh PDAM masih banyak ditemui
penetapan tarif yang tidak mengacu pada kebutuhan
yang sebenarnya, tidak jarang biaya produksi lebih ma
hal dari tarif yang ditetapkan berdasarkan keputusan
yang ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD). Konsekuensinya adalah pendapatan usaha tidak
mampu membiayai kegiatan operasional, termasuk
untuk investasi pengembangan jaringan pelayanan.


BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

Di sisi lain untuk pelayanan tersebut diperlukan tam


bahan investasi yang terus meningkat khususnya un
tuk pengadaan air baku, instalasi pengolahan dan
pengaliran air sampai ke masyarakat pengguna. Prinsip
Dublin-Rio sebagai acuan dunia menegaskan mengenai
pentingnya nilai air ini secara ekonomis.
c Keterbatasan kemampuan pemerintah.
Pola pembiayaan sampai saat ini masih bertumpu pada
anggaran pemerintah, khususnya anggaran pemerintah
pusat. Kemampuan pembiayaan dari pemerintah pusat
di masa yang akan datang semakin berkurang. Untuk
itu, diperlukan inovasi pola pembiayaan untuk menggali
berbagai sumber pembiayaan yang belum dimanfaatkan,
khususnya sumber pembiayaan yang berasal dari
pemerintah daerah dan masyarakat pengguna.
d Belum tersedianya kebijakan dan peraturan perun
dangan yang mengatur pemanfaatan potensi
tersembunyi (hidden potential) yang ada dalam
masyarakat.
Kapasitas masyarakat dalam menyediakan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan saat
ini belum dapat dioptimalkan karena belum adanya
kebijakan dan peraturan perundangan untuk meng
gerakkan potensi tersebut. Sebagai contoh belum
adanya kebijakan dan peraturan perundangan menge
nai pemindahan aset (transfer asset) dari pemerintah
kepada masyarakat.
e Penyehatan lingkungan belum menjadi perhatian
dan prioritas.
Rendahnya kepedulian masyarakat dan pemerintah terha
dap peranan penyehatan lingkungan dalam mendukung
kualitas lingkungan, mengakibatkan masih rendahnya
cakupan pelayanan penyehatan lingkungan.
Contoh dari kondisi ini tercermin pada pelayanan air
limbah terpusat di beberapa kota besar yang masih


BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

menghadapi kendala dalam pengelolaannya. Salah satu


penyebabnya adalah rendahnya kesediaan membayar
(willingness to pay) dari masyarakat dan rendahnya
kualitas pelayanan tersebut. Hal yang sama juga terjadi
di masyarakat di mana kesadaran untuk membangun
jamban keluarga juga masih rendah. Masih banyaknya
praktek buang air besar di masyarakat di sembarang
tempat, dikarenakan ketidaktahuan masyarakat menge
nai pentingnya hidup bersih dan sehat.
Penanganan persampahan dan drainase juga mengha
dapi permasalahan seiring dengan pertumbuhan pen
duduk yang cukup tinggi serta meningkatnya kawasan
pembangunan yang telah membawa dampak terhadap
meningkatnya jumlah timbunan sampah sementara
ketersediaan lahan semakin terbatas. Permasalahan
lain adalah belum optimalnya pendekatan 3 R (reduce,
reuse and recycle) dalam pengelolaan sampah. Dampak
berikutnya adalah semakin luasnya daerah genangan,
berkurangnya lahan resapan dan penyalahgunaan salur
an drainase sebagai tempat pembuangan sampah.

2. Pengalaman yang Menjadi Dasar Kebijakan


1. Pengalaman di Indonesia
Beberapa pengalaman yang dapat ditarik dari pelak
sanaan program dan proyek air minum dan penyehatan
lingkungan yang dibiayai dengan dana luar negeri dan
APBN, adalah sebagai berikut:
Pembangunan pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan yang melibatkan masyarakat, memiliki
efektivitas dan keberlanjutan pelayanan yang lebih
baik.
Pengelolaan prasarana dan sarana yang melibatkan
seluruh lapisan masyarakat pengguna dalam pengam

 Prinsip 3R mencakup reduce yang berarti mengurangi pemakaian, reuse berarti menggunakan kembali,
dan recycle berarti mendaur ulang.
 Antara lain: WSSLIC I (Water Supply and Sanitation for Low Income Communities - I), FLOWS (Flores
Water Supply), program air minum dan penyehatan lingkungan yang mendapat bantuan UNICEF


BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

bilan keputusan dan kelembagaan, menghasilkan par


tisipasi masyarakat yang lebih besar pada pelaksanaan
operasi dan pemeliharaan.
Keterlibatan aktif perempuan dan masyarakat yang
kurang beruntung (miskin, cacat dan sebagainya) se
cara seimbang dalam pengambilan keputusan untuk
kegiatan operasional dan pemeliharaan menghasilkan
efektivitas penggunaan dan keberlanjutan pelayanan
yang lebih tinggi.
Semakin mudahnya penggunaan prasarana dan sa
rana air minum dan penyehatan lingkungan (tepat
guna), berindikasi pada semakin tingginya efektivitas
penggunaan dan keberlanjutan pelayanan prasarana
dan sarana.
Perlunya kampanye perubahan perilaku hidup bersih
dan sehat dalam pelaksanaan program penyehatan
lingkungan.
Semakin banyaknya pilihan teknologi yang ditawar
kan dan semakin besarnya kesempatan masyarakat
untuk memilih sesuai dengan pengetahuan dan
kemampuannya, menyebabkan semakin besar ke
mungkinan terpenuhinya kebutuhan masyarakat
dan semakin tingginya efektivitas dan keberlanjutan
pemanfaatan prasarana dan sarana.
Efektivitas penggunaan dan keberlanjutan dapat ter
capai apabila pilihan pelayanan dan konsekuensi bia
yanya ditentukan langsung oleh masyarakat di tingkat
rumah tangga. Kontribusi pembangunan ditentukan
berdasarkan jenis pelayanan dan pembentukan unit
pengelolaan dilakukan secara demokratis.
Pengguna prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan mempunyai kemampuan
(ability) untuk membayar setiap jenis pelayanan
air minum dan penyehatan lingkungan sejauh hal
tersebut sesuai dengan kebutuhan. Mereka sangat
peduli akan kualitas dan bersedia membayar lebih
asalkan pelayanan memenuhi kebutuhan.


BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

Menyadari pentingnya keterlibatan masyarakat sasaran


pada tahapan pembangunan maka pendekatan yang
diterapkan adalah Demand Responsive Approach
atau Pendekatan Tanggap Kebutuhan (PTK). Namun
demikian berdasarkan beberapa pengalaman penerap
an pendekatan tersebut masih menghadapi beberapa
kendala antara lain:

Tidak adanya kerangka kebijakan yang disepakati oleh


semua pihak yang berkepentingan (stakeholders), se
perti pemerintah pusat, pemerintah daerah, negara
dan lembaga keuangan pemberi bantuan dan pinjam
an, serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dalam
menerapkan PTK.
Adanya penolakan, baik langsung maupun tidak lang
sung, dari pemerintah di berbagai tingkatan maupun
lintas sektor, negara dan lembaga keuangan pemberi
bantuan dan pinjaman, maupun masyarakat sendiri
dalam menerapkan PTK.
Terbatasnya informasi, kemampuan teknis dan ke
uangan pada setiap stakeholder, khususnya peme
rintah maupun LSM.
Lambatnya proses birokrasi serta kakunya prosedur
pembiayaan dan pengadaan tenaga pendukung ke
giatan PTK.
Dibutuhkannya waktu yang relatif lama dan dana
fasilitasi yang cukup besar.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka beberapa


langkah yang perlu dilaksanakan dalam penerapan
pendekatan tanggap kebutuhan adalah:

 Demand Responsive Approach diterjemahkan menjadi Pendekatan Tanggap Kebutuhan yang artinya:
suatu pendekatan yang menempatkan kebutuhan masyarakat sebagai faktor yang menentukan dalam
pengambilan keputusan termasuk di dalamnya pendanaan. Karakteristik utama pendekatan ini adalah (i)
tersedianya pilihan yang terinformasikan; (ii) pemerintah berperan sebagai fasilitator; (iii) terbukanya akses
seluas-luasnya bagi partisipasi dari seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders); (iv) aliran informasi yang
memadai bagi masyarakat.


BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

Aspek Kebijakan:
Melembagakan PTK dalam mekanisme pemba
ngunan daerah dan pembangunan masyarakat, serta
meningkatkan kemampuan pemerintah kabupaten
dan kota dalam melaksanakan PTK.
Aspek Pendanaan:
Menyiapkan perangkat hukum yang mendorong
partisipasi masyarakat dalam pembiayaan pem
bangunan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan, dan mengembangkan sis
tem pemberdayaan masyarakat untuk mengelola,
mengontrol, dan mengarahkan sumber-sumber ke
uangan yang mereka miliki sendiri.
2. Pengalaman Internasional
Penegasan prinsip-prinsip Dublin Rio mengandung arti
bahwa jika ingin berhasil dalam pembangunan perlu
mempertimbangkan berbagai aspek, seperti sosial,
teknis, keuangan, kelembagaan, jender, dan lingkungan
yang dikelola secara integratif; walaupun masing-masing
aspek berbeda karakteristiknya, namun kesemuanya
mempunyai tingkat kepentingan yang sama. Penjabaran
dari prinsip Dublin-Rio tersebut adalah:
Air merupakan benda langka dan tidak bisa dipan
dang sebagai benda yang tidak memiliki nilai. Pela
yanan yang berkelanjutan hanya bisa didapatkan jika
nilai yang dibayar oleh pengguna sama dengan nilai
air yang dimanfaatkan oleh pengguna.
Pengambilan keputusan akhir dalam pemanfaatan
air harus melibatkan semua anggota masyarakat
pengguna tanpa kecuali.
Pendekatan pembangunan pelayanan air minum bagi
masyarakat sasaran tidak lagi berdasarkan standar
normatif dari pemerintah (supply driven) akan tetapi
berdasarkan kebutuhan masyarakat (demand driven).
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyebar
luaskan informasi dan teknologi air minum kepada


BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

masyarakat agar mereka mempunyai pemahaman


dan kepedulian terhadap pilihannya.
Keikutsertaan perempuan dalam pengambilan kepu
tusan memperbesar jaminan tercapainya keberlan
jutan. Perempuan adalah pemeran utama di rumah
tangga yang bertanggung jawab terhadap penyediaan
air minum bagi keluarga, baik kebutuhan yang terkait
dengan kebersihan maupun kebutuhan yang terkait
dengan kesehatan.

Prinsip Dublin Rio


Pembangunan dan pengelolaan air harus berdasarkan pendekatan
partisipatif, menyertakan pengguna, perencana, dan pembuat kebijakan
pada semua tingkatan
Air adalah sumber terbatas dan rentan, penting untuk menyokong
kehidupan, pembangunan, dan lingkungan.
Perempuan memainkan bagian penting dalam penyediaan, pengelolaan,
dan perlindungan air

3. Perlunya Perubahan cara Pandang terhadap


Pembangunan AMPL
Di masa lalu masih terdapatnya sejumlah pandangan dalam
pembangunan yang menghambat keberhasilan pendekatan
partisipatif antara lain anggapan bahwa masyarakat miskin
tidak mungkin untuk berkontribusi. Namun pandangan
tersebut telah diyakini tidak benar karena penemuan tera
khir membuktikan bahwa:
Meningkatnya penghargaan masyarakat terhadap pela
yanan air minum. Hal ini ditunjukkan antara lain:
- Masyarakat miskin membayar pelayanan air minum
sering kali dengan harga lebih mahal dari masyarakat
yang lebih mampu;
- Sedangkan bila tingkat pelayanan air minum tidak me
menuhi harapan masyarakat, maka masyarakat tidak
akan menggunakan prasarana dan sarana yang dise


BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

diakan dan tidak akan membayar biaya pelayanan


yang diminta.
Masyarakat bersedia untuk berpartisipasi dalam pemba
ngunan air minum dan penyehatan lingkungan. Beberapa
pelajaran yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat
adalah:
- Standarisasi dan generalisasi prosedur pelaksanaan
mengarah kepada kegagalan program, sehingga
tidak memberikan ruang prakarsa masyarakat.
- Partisipasi masyarakat merupakan potensi internal
masyarakat yang tidak dapat diintervensi oleh orang
lain, namun dapat dibangkitkan. Proses partisipatif
adalah menyerahkan kendali proses pengambilan
keputusan kepada masyarakat.
- Kegiatan yang berdasarkan kepada kebutuhan masya
rakat akan mendapat dukungan masyarakat secara
langsung melalui pembentukan institusi masyarakat
setempat sesuai dengan tujuannya.
- Pendekatan partisipatif merupakan pendekatan yang
berakar kepada perilaku dasar masyarakat dalam
pengambilan keputusan yang dapat direplikasi sesuai
dengan kebutuhan.
Dari uraian sebelumnya tercermin bahwa pembangunan
air minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia
masih banyak menghadapi kendala. Namun demikian,
ada beberapa potensi yang dapat dimanfaatkan untuk
mengatasi kendala tersebut. Untuk dapat menggerakkan
dan memanfaatkan potensi yang dimiliki serta untuk
mengatasi kendala yang dihadapi diperlukan beberapa
perubahan, khususnya yang terkait dengan mengenai
kebijakan, kelembagaan dan mekanismenya.
Dokumen ini merupakan paradigma baru dalam kebijakan
nasional pembangunan air minum dan penyehatan ling
kungan, yang berbasis pada dinamika kelompok masyarakat
yang bertumpu pada kemandirian, desentralisasi, otonomi,
serta demokrasi.
10

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

4. Tujuan Penyusunan Kebijakan


Tujuan dari penyusunan dokumen kebijakan ini adalah:
a. Menghasilkan kebijakan nasional air minum dan penye
hatan lingkungan yang merupakan kesepakatan seluruh
instansi/sektor pusat dan daerah, masyarakat, akademisi,
LSM, serta lembaga keuangan bilateral/multilateral pem
beri bantuan dan pinjaman.
b Mengidentifikasi strategi dan langkah-langkah pelaksa
naan kebijakan dalam sektor air minum dan penyehatan
lingkungan.
c Sebagai masukan untuk menyusun program jangka
panjang, menengah dan tahunan sektor air minum dan
penyehatan lingkungan, baik yang dilaksanakan oleh
pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah
sesuai dengan agenda desentralisasi dan reformasi.
5. Ruang Lingkup
Berdasarkan karakteristiknya, pelaksanaan pengelolaan air
minum dan penyehatan lingkungan di Indonesia terdapat
tiga pendekatan pengelolaan, yaitu pengelolaan berbasis
lembaga (tipe A), pengelolaan berbasis masyarakat (tipe C)
dan kombinasi dari keduanya (tipe B).
Kebijakan Nasional AMPL berbasis masyarakat tidak secara
khusus mengatur tipe pengelolaan berbasis lembaga (tipe
A). Fokus dari kebijakan yang diketengahkan dokumen ini
adalah prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan yang dikelola oleh masyarakat (tipe C). Walaupun
demikian, ruang lingkup kebijakan tersebut juga mencakup
sebagian tipe B yaitu pengelolaan bersama antara lembaga
dan masyarakat dengan tujuan untuk mendapatkan penga
kuan atas pengaturan dan hubungan antara pihak penyedia
dan masyarakat pengguna.

11

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

Gambar 1: Tipologi pengelolaan penyediaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

daRI aTas KE BaWaH TIPE A


PENGELOLAAN BERBASIS LEMBAGA

TIPE B
PENGELOLAAN BERSAMA

TIPE C
PENGELOLAAN BERBASIS MASYARAKAT
daRI BaWaH KE aTas

Tipologi Pengelolaan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan


Tipe A: Pengelolaan Berbasis Lembaga
Pengambil keputusan dalam manajemen tipe ini adalah lembaga. Lembaga ini memegang
kekuasaan tertinggi dalam perumusan rencana, rancangan, operasi dan pemeliharaan
prasarana dan sarana serta pengelolaan pelayanannya. Mungkin ada lembaga lain yang
melakukan satu atau dua dari aspek-aspek tersebut. Lembaga ini dapat berkonsultasi dapat
pula tidak dengan para pelanggan (pengguna)-nya, dan hubungan dengan mereka semata-
mata bersifat komersial: pelanggan membayar uang sebagai biaya penyambungan dan
selanjutnya secara periodik diwajibkan membayar biaya pelayanan. Contoh lembaga Tipe A
ini adalah Perusahaan Daerah Air Minum, Perusahaan Daerah Kebersihan, dan Perusahaan
Daerah Air Limbah di beberapa kota Indonesia
Tipe C: Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Karakteristik yang paling menonjol dari pengelolaan tipe ini adalah bahwa kekuasaan
tertinggi dalam pengambilan keputusan atas seluruh aspek yang menyangkut air minum
dan atau penyehatan lingkungan berada di tangan anggota masyarakat, mulai dari
tahap awal identifikasi kebutuhan pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan,
perencanaan tingkat pelayanan yang diinginkan, perencanaan teknis, pelaksanaan
pembangunan, hingga ke pengelolaan operasional. Dalam fase-fase tertentu selama
proses perkembangan mereka dapat memperoleh fasilitasi dari pihak luar, misalnya
informasi tentang berbagai alternatif teknologi dan bantuan teknis (misalnya kontraktor,
pengusaha, atau tenaga profesional), namun keputusan terakhir tetap berada di tangan
masyarakat itu sendiri.
Tipe B: Pengelolaan Bersama Lembaga dan Masyarakat
Kategori tipe B terjadi karena tumpang tindihnya cakupan wilayah masing-masing
pengelolaan lembaga dan pengelolaan oleh masyarakat. Pendekatan tipe B membuka
peluang hibrida antara keduanya, dimana beberapa elemen dikelola oleh lembaga sedang
elemen-elemen lain oleh masyarakat pengguna. Kerjasama pengelolaan didasarkan
kepada kesepakatan kedua belah pihak dengan tetap mempertimbangkan aspek
komersial, namun segala urusan pengelolaan di tingkat masyarakat sepenuhnya terserah
kepada anggota masyarakat yang bersangkutan.
Contoh pengelolaan tipe B ini terdapat dalam praktek pelayanan air minum di
kawasan perkotaan padat penduduk, misalnya kelompok pengguna air minum yang
mengoperasikan kran air dengan membayar biaya langganan ke Perusahaan Air Minum.

12

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

B. Kebijakan Pembangunan
Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
Berbasis Masyarakat
Bagian ini menguraikan tujuan umum4, tujuan khusus, dasar
hukum kebijakan, dan kebijakan umum pembangunan air
minum dan penyehatan lingkungan yang berbasis masyarakat.
Secara visual struktur Kebijakan ditampilkan dalam gambar 2.

Gambar 2: Struktur Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

KESEPAKATAN
INTERNATIONAL
PENGALAMAN
INTERNASIONAL
DAN NASIONAL

TUJUAN TUJUAN STRATEGI


KEBIJAKAN
UMUM KHUSUS PELAKSANAAN
UMUM

PRINSIP
DASAR
HUKUM

1. Tujuan Umum
Tujuan umum pembangunan sektor air minum dan penye-
hatan lingkungan adalah terwujudnya kesejahteraan ma-
syarakat melalui pengelolaan pelayanan air minum dan
penyehatan lingkungan yang berkelanjutan.

2. Tujuan Khusus
Secara khusus pembangunan air minum dan penyehatan
lingkungan bertujuan: (a) meningkatkan pembangunan,
penyediaan, pemeliharaan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan, (b) meningkatkan

4 Tujuan umum diartikan sebagai kondisi yang ingin dicapai dalam kurun waktu relatif panjang, sehingga
lebih merupakan kondisi ideal yang ingin dicapai. Tujuan khusus merupakan kondisi yang ingin dicapai dalam
kurun waktu relatif singkat dan dapat dengan mudah diukur pencapaiannya. Kebijakan adalah rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana atas pelaksanaan suatu pembangunan
13

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

kehandalan dan keberlanjutan pelayanan prasarana dan


sarana air minum dan penyehatan lingkungan. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka faktor-faktor yang harus
menjadi pijakan dalam menyusun kebijakan umum adalah
sebagai berikut:
a. Keberlanjutan
Dalam pembangunan air minum dan penyehatan ling
kungan, keberlanjutan dapat diartikan sebagai upaya
dan kegiatan penyediaan air minum dan penyehatan
lingkungan yang dilakukan untuk dapat memberikan
manfaat dan pelayanan kepada masyarakat pengguna
secara terus menerus. Keberlanjutan pelayanan air
minum dan penyehatan lingkungan harus dilihat sebagai
suatu sistem yang terdiri dari pembangunan prasarana
dan sarana, operasi, pemeliharaan, pengelolaan, dan
pengembangan pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan kepada masyarakat.
Mengingat pemberdayaan masyarakat merupakan
alat untuk mencapai tujuan pembangunan air minum
dan penyehatan lingkungan maka perubahan perilaku
masyarakat menuju budaya hidup yang lebih sehat
serta mendukung keberlanjutan pelayanan air minum
dan penyehatan lingkungan merupakan tolok ukur
keberhasilan pembangunan air minum dan penyehatan
lingkungan.

Aspek Keberlanjutan Pembangunan AMPL


keberlanjutan aspek pembiayaan
keberlanjutan aspek teknik
keberlanjutan aspek lingkungan hidup
keberlanjutan aspek kelembagaan
keberlanjutan aspek sosial

b. Penggunaan Efektif
Penggunaan prasarana dan sarana air minum dan penye
hatan lingkungan dikatakan efektif apabila prasarana
14

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

dan sarana yang tersedia tepat tujuan, tepat sasaran,


dan layak dimanfaatkan. Selain itu, prasarana dan sara
na yang tersedia tersebut memenuhi kaidah/standar
teknis, kesehatan, dan kelembagaan (pengelolaan),
serta memperhatikan perubahan perilaku masyarakat
serta kapasitas masyarakat untuk mengelola prasarana
dan sarana. Efektivitas penggunaan prasarana dan
sarana air minum dan penyehatan lingkungan dapat
dilihat dari dua hal yaitu:
Kemudahan Penggunaan
Kemudahan penggunaan berkaitan erat dengan ting
kat kemudahan masyarakat dalam memanfaatkan
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan. Dengan demikian, prasarana dan sara
na air minum dan penyehatan lingkungan yang
dibangun dan dimanfaatkan oleh kelompok masyara
kat dan atau oleh perseorangan/keluarga diharapkan
berteknologi tepat guna, mudah dioperasikan dan
dipelihara, mudah dimanfaatkan, serta berlokasi
dekat dengan lokasi aktivitas sehari-hari.
Kesetaraan
Kesetaraan (equity) berkaitan dengan suatu kondisi
bahwa prasarana dan sarana air minum dan penyeha
tan lingkungan yang dibangun bermanfaat bagi setiap
anggota masyarakat tanpa membedakan tingkat
(strata) sosial, jenis kelamin, suku, agama, dan ras.

3. Kebijakan Umum
Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penye
hatan Lingkungan Berbasis Masyarakat mencakup sebelas
pokok-pokok kebijakan sebagai berikut:
a. Air Merupakan Benda Sosial dan Benda Ekonomi
Peranan air sebagai sumber kehidupan telah disadari
semua lapisan masyarakat, namun manifestasinya
menimbulkan berbagai pandangan. Hingga saat ini
sebagian anggota masyarakat masih berpandangan
15

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

bahwa air sebagai sumber kehidupan semata-mata


merupakan benda sosial (public good) yang dapat
diperoleh secara cuma-cuma serta tidak mempunyai
nilai ekonomi. Untuk mengubah pandangan tersebut
di atas diperlukan upaya kampanye publik (public
campaign) kepada seluruh lapisan masyarakat bahwa
air merupakan benda langka yang mempunyai nilai
ekonomi dan memerlukan pengorbanan untuk menda
patkannya, baik berupa uang maupun waktu.
Sesuai dengan sifatnya sebagai benda ekonomi maka
prinsip utama dalam pelayanan air minum dan penye
hatan lingkungan adalah pengguna harus membayar
atas pelayanan yang diperolehnya. Prinsip tersebut
mencerminkan pandangan bahwa yang dibayar oleh
pengguna adalah biaya atas kemudahan untuk memper
oleh pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan.
b. Pilihan yang Diinformasikan sebagai Dasar dalam
Pendekatan Tanggap Kebutuhan
Pendekatan tanggap kebutuhan (Demand Responsive
Approach) menempatkan masyarakat pada posisi teratas
dalam pengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihan
sistem yang akan dibangun, pola pendanaan, maupun
tata cara pengelolaannya. Untuk meningkatkan efektivitas
pendekatan tanggap kebutuhan, pemerintah sebagai
fasilitator harus memberikan pilihan yang diinformasikan
(informed choice) kepada masyarakat. Pilihan yang
diinformasikan tersebut menyangkut seluruh aspek
pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan,
seperti aspek teknologi, pembiayaan, lingkungan, sosial
dan budaya, serta kelembagaan pengelolaan.
c. Pembangunan Berwawasan Lingkungan
Pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah
upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan

 Pilihan yang diinformasikan mencakup saat berpartisipasi, pilihan teknologi dan tingkat pelayanan
berdasar pada keinginan membayar (willingness to pay), bagaimana dan kapan diterimanya pelayanan,
bagaimana pengelolaan dana dan pertanggungjawabannya, dan bagaimana pengelolaan pelayanan
16

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

hidup, termasuk sumber daya air di dalamnya, ke dalam


proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, ke
sejahteraan, dan kualitas hidup generasi masa kini dan
generasi masa depan.
Pembangunan air minum mulai dari sumber air, penga
liran air baku, pengolahan air minum, jaringan distribusi
air minum, sampai dengan sambungan rumah dilak
sanakan dengan mempertimbangkan kaidah dan norma
kelestarian lingkungan. Demikian juga, pembangunan
prasarana dan sarana penyehatan lingkungan, khusus
nya pengelolaan limbah dan persampahan juga di
laksanakan mengikuti kaidah dan norma kelestarian
lingkungan.
d. Pendidikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Agar pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan
dapat berkelanjutan maka pembangunan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan lingkungan
harus mampu mengubah perilaku masyarakat dalam
menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan sebagai
dasar menuju kualitas hidup yang lebih baik.
Upaya yang dilakukan untuk mengubah perilaku masya
rakat dilakukan melalui pendidikan perilaku hidup ber
sih dan sehat. Sebagai suatu sistem yang menyeluruh
(komprehensif) maka dalam pembangunan air minum
dan penyehatan lingkungan komponen pendidikan pe
rilaku hidup bersih dan sehat merupakan komponen
utama, selain komponen fisik prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan.
d Keberpihakan pada Masyarakat Miskin
Pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan
harus memperhatikan dan melibatkan secara aktif kelom
pok masyarakat miskin dan kelompok masyarakat tidak
beruntung lainnya dalam proses pengambilan keputusan.
Hal ini sebagai upaya agar mereka tidak terabaikan
dalam pelayanan air minum dan penyehatan lingkungan,
17

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

sehingga kebutuhan air minum dan penyehatan ling


kungan bagi kelompok masyarakat miskin dan kelompok
masyarakat tidak beruntung lainnya dapat terpenuhi
secara layak, adil, dan terjangkau.
e. Peran Perempuan dalam Pengambilan Keputusan
Peranan perempuan untuk memenuhi kebutuhan air
minum dan penyehatan lingkungan untuk kepen
tingan sehari-hari sangat dominan. Sebagai pihak
yang langsung berhubungan dengan pemanfaatan
prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan, perempuan lebih mengetahui yang mereka
butuhkan dalam hal kemudahan mendapatkan air dan
kemudahan mempergunakan prasarana dan sarana.
Menempatkan perempuan sebagai pelaku utama
diartikan sebagai keikutsertaan mereka secara aktif
dalam menemukenali persoalan pokok air minum dan
penyehatan lingkungan, mengidentifikasi penyebab
nya, mengemukakan usulan pemecahan, dan mengam
bil keputusan untuk memecahkan persoalan pokok.
g. Akuntabilitas Proses Pembangunan
Dalam era desentralisasi dan keterbukaan maka pem
bangunan air minum dan penyehatan lingkungan
harus menempatkan masyarakat sasaran tidak lagi
sebagai obyek pembangunan namun sebagai subyek
pembangunan. Untuk itu proses pembangunan harus
lebih terbuka, transparan, serta memberikan peluang
kepada semua pelaku untuk memberikan kontribusi
sesuai dengan kemampuannya pada seluruh tahapan
pembangunan.
h. Peran Pemerintah sebagai Fasilitator
Pemberdayaan diartikan sebagai upaya yang dilaku
kan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk me
mandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi dan
kemampuan yang mereka miliki atas dasar prakarsa
dan kreativitas.
18

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

Fasilitasi tidak diartikan sebagai pemberian prasarana


dan sarana fisik maupun subsidi langsung, namun
pemerintah harus memberikan bimbingan teknis dan
non teknis secara terus menerus dalam rangka men
dorong dan memberdayakan masyarakat agar mereka
dapat merencanakan, membangun, dan mengelola
sendiri prasarana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan serta melaksanakan secara mandiri kegiatan
pendukung lainnya.
Sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat, peme
rintah dapat memberikan kesempatan kepada pihak
lain yang berkompeten serta mendorong inovasi untuk
meningkatkan pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan.
i. Peran Aktif Masyarakat
Seluruh masyarakat harus terlibat secara aktif dalam
setiap tahapan pembangunan air minum dan penyehatan
lingkungan. Namun demikian mengingat keterbatasan
ruang dan waktu maka keterlibatan tersebut dapat
melalui mekanisme perwakilan yang demokratis serta
mencerminkan dan merepresentasikan keinginan dan
kebutuhan mayoritas masyarakat.
j. Pelayanan Optimal dan Tepat Sasaran
Pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan
harus optimal dan tepat sasaran. Yang dimaksud de
ngan optimal adalah kualitas pelayanan sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan masyarakat, dan nyaman
serta terjangkau semua lapisan masyarakat. Oleh sebab
itu, pilihan jenis pelayanan air minum dan penyehatan
lingkungan harus ditawarkan kepada masyarakat peng
guna agar masyarakat dapat memanfaatkannya sesuai
dengan pilihannya. Tepat sasaran diartikan sebagai
cakupan pelayanan prasarana dan sarana air minum
dan penyehatan lingkungan yang dibangun sesuai de
ngan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat.
19

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

k. Penerapan Prinsip Pemulihan Biaya


Untuk menunjang keberlanjutan pelayanan maka pem
bangunan dan pengelolaan pelayanan air minum dan
penyehatan lingkungan perlu memperhatikan prinsip
pemulihan biaya (cost recovery). Dengan demikian,
pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan
yang berbasis masyarakat perlu memperhitungkan
seluruh komponen biaya dalam pembangunan mulai
biaya perencanaan, pembangunan fisik, dan operasi
pemeliharaan serta penyusutannya (depreciation). Besar
an iuran atas pelayanan air untuk menutup minimal
biaya operasional, harus disepakati oleh masyarakat
pengguna sesuai dengan tingkat kemampuan/daya beli
masyarakat setempat (miskin, menengah, dan kaya)

4. Strategi Pelaksanaan
Strategi pelaksanaan kebijakan pembangunan air minum
dan penyehatan lingkungan merupakan penjabaran dari
kebijakan umum sebagaimana uraian diatas. Strategi ini
merupakan kerangka umum untuk mewujudkan keberlan
jutan dan penggunaan prasarana dan sarana air minum
dan penyehatan lingkungan yang dibangun secara efektif
untuk mewujudkan kualitas hidup masyarakat yang lebih
baik. Strategi-strategi ini saling terkait satu dengan lainnya,
komprehesif, serta berorientasi kepada operasionalisasi
kebijakan dan pencapaian tujuan.
Kebijakan ini mencakup enam belas strategi yang pe
laksanaannya, khususnya di daerah, disesuaikan dengan
konteks dan permasalahannya. Enam belas (16) strategi
dimaksud adalah sebagai berikut:
Strategi 1 : Mengembangkan kerangka peraturan untuk
mendorong partisipasi aktif masyarakat da
lam perencanaan, pelaksanaan dan penge
lolaan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan.

20

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

Strategi 2 : Meningkatkan investasi untuk pengem


bangan kapasitas sumber daya masyarakat
pengguna.
Strategi 3 : Mendorong penerapan pilihan-pilihan pem
biayaan untuk pembangunan dan penge
lolaan prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan.
Strategi 4 : Menempatkan kelompok pengguna dalam
pengambilan keputusan pada seluruh
tahapan pembangunan serta pengelolaan
prasarana dan sarana air minum dan
penyehatan lingkungan.
Strategi 5 : Meningkatkan kemampuan masyarakat
di bidang teknik, pembiayaan, dan
kelembagaan dalam pembangunan dan
pengelolaan prasarana dan sarana air
minum dan penyehatan lingkungan.
Strategi 6 : Menyusun Norma, Standar, Pedoman dan
Manual (NSPM) sektor air minum dan
penyehatan lingkungan sebagai upaya
memperbaiki kualitas pelayanan pada
tahap perencanaan, pelaksanaan, operasi,
pemeliharaan, dan pengelolaan.
Strategi 7 : Mendorong konsolidasi penelitian, pengem
bangan, dan diseminasi pilihan teknologi
untuk mendukung prinsip pemberdayaan
masyarakat.
Strategi 8 : Mengembangkan motivasi masyarakat
melalui pendidikan formal dan informal.
Strategi 9 : Meningkatkan pelestarian dan pengelolaan
lingkungan, khususnya sumber daya air.
Strategi 10: Mempromosikan perubahan pendekatan
dalam pengelolaan prasarana dan sarana
air minum dan penyehatan lingkungan
dari pendekatan berdasarkan batasan
21

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

administrasi menjadi pendekatan sistem.


Strategi 11: Meningkatkan kualitas pengelolaan prasa
rana dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan yang dilakukan oleh masyarakat
pengguna.
Strategi 12 : Meningkatkan kepedulian masyarakat
pengguna.
Strategi 13 : Menerapkan upaya khusus pada masyarakat
yang kurang beruntung untuk mencapai
kesetaraan pelayanan air minum dan penye
hatan lingkungan.
Strategi 14 : Mengembangkan pola monitoring dan
evaluasi hasil pembangunan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan yang berorientasi kepada
pencapaian tujuan dan ketepatan sasaran.
Strategi 15 : Mengembangkan komponen kegiatan
monitoring dan evaluasi dalam empat tingkat.
Strategi 16 : Mengembangkan dan menyebarluaskan
indikator kinerja pembangunan prasarana
dan sarana air minum dan penyehatan
lingkungan.

22

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

Gambar 3: Strategi Pelaksanaan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Pemerintah
Kampanye Kesadaran Masyarakat

Kerangka
Kebijakan Masyarakat
Komoditi
Strategi 1 Ekonomi

Daerah Kebutuhan
Pengembangan
Opsi lembaga/peningkatan
Pelayanan UPS, Koperasi air,
PDAM atau organisasi
Pelaksanaan masyarakat yang
Pendekatan keberadaan dan
Kemauan
Stake Holder Partisipatif kepemilikan asetnya
Untuk
Lain memiliki status
Membayar
Strategi 3,4,5,13 hukum yang jelas

Strategi 5,11

Pemenuhan O&P,
Penyediaan
Kebutuhan Pengembangan
Fasilisator
dan Replikasi

Untuk memperoleh gambaran secara lengkap mengenai isi


kebijakan dapat dilihat dalam dokumen Kebijakan Nasional
Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat; Bappenas, Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, Departemen Kesehatan, De-
partemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan, tahun 2003.

23

BAGIAN I: MEMAHAMI KEBIJAKAN NASIONAL PEMBANGUNAN AMPL BERBASIS MASYARAKAT


BUKU 2

Bagian II

Memahami Operasionalisasi
Kebijakan Nasional AMPL
Berbasis Masyarakat di Daerah
1. Gambaran Umum
Operasionalisasi kebijakan merupakan istilah yang biasa
digunakan dalam lingkup Proyek WASPOLA. Dalam istilah
tersebut terdapat dua kegiatan besar, yaitu adopsi dan imple
mentasi kebijakan, yang satu dan lainnya sangat erat kaitannya.
Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat
dimaknai sebagai upaya adopsi dan implementasi kebijakan
oleh daerah.
Adopsi kebijakan ditunjukkan dengan adanya produk atau doku
men daerah yang mencantumkan pokok-pokok kebijakan di
dalamnya, untuk menuju sasaran pembangunan AMPL yang
berkelanjutan. Sedangkan implementasi kebijakan adalah upaya
mengaktualisasikan pokok-pokok kebijakan ke dalam kegiatan
nyata. Hal ini perlu ditunjukkan dengan adanya perangkat pen
dukung seperti penganggaran, kelembagaan, dan peraturan yang
memungkinkan pokok-pokok kebijakan dapat dilaksanakan.
Jalan yang harus ditempuh oleh daerah dalam adopsi dan
implementasi kebijakan, merupakan jalan panjang yang mene
kankan pada proses belajar dari semua stakeholder dalam mema
hami isu pembangunan AMPL. Secara ringkas, proses ini meliputi
24

Bagian II: Memahami Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah
BUKU 2

memahami kebijakan itu sendiri, memahami isu lokal dalam


pembangunan AMPL, internalisasi pokok-pokok kebijakan ke
dalam produk perencanaan daerah, dan aktualisasi pokok
kebijakan dalam penatalaksanaan pembangunan AMPL.

2. Alur Operasionalisasi Kebijakan


Berdasarkan pengalaman Proyek WASPOLA, ada tiga tahapan
utama dalam memfasilitasi operasionalisasi kebijakan AMPL
BM, yaitu: pemahaman, pendalaman, dan kerja mandiri. Tahap
an pemahaman menitikberatkan pada peningkatan penge
tahuan dan kesadaran stakeholder daerah terhadap isu-isu
pembangunan AMPL BM, serta kaitannya dengan pokok-po
kok kebijakan. Tahapan pendalaman fokus pada pengayaan
pengetahuan, pemahaman pokok-pokok kebijakan dalam
tataran lapangan, perluasan stakeholder, dan memperkuat
jaringan. Tahapan mandiri fokus kepada mendorong daerah
dalam melakukan kegiatan-kegiatan tindak lanjut perencanaan
yang telah disusun.
Secara ringkas, alur fasilitasi operasionalisasi Kebijakan Nasional
Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat ditampilkan dalam
gambar 4. Pada intinya ada proses komunikasi antara Kelompok
Kerja AMPL Nasional dengan daerah, proses peningkatan kapa
sitas daerah, dan kemudian proses operasionalisasi kebijakan di
daerah. Keseluruhan fasilitasi dijabarkan dalam kegiatan besar
sebagai berikut: i) Diseminasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis
Masyarakat, ii) Penggalangan dukungan pimpinan daerah,
iii) Penyiapan kelompok kerja AMPL daerah, iv) Pemahaman
kebijakan dan identifikasi isu AMPL, v) Pendalaman kebijakan,
vi) Penyusunan perencanaan pembangunan AMPL, vii) Penyu
sunan rencana kerja daerah/kelompok kerja.
Dalam upaya pembekalan kepada kelompok kerja daerah,
disediakan program peningkatan kapasitas dengan kegiatan
yang meliputi: i) Lokakarya operasionalisasi kebijakan, ii)
Pelatihan/lokakarya dasar fasilitasi, iii) Orientasi MPA PHAST, iv)
Pelatihan/lokakarya penyusunan perencanaan strategis AMPL,
v) Pelatihan/lokakarya CLTS.
25

Bagian II: Memahami Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah
26
BUKU 2

Bagan alir Proses operasionalisasi Kebijakan nasional aMPl Berbasis Masyarakat di daerah

Diseminasi Diseminasi Pendalaman Penyusunan Rencana Pemantapan Rencana


Kebijakan Nasional Kebijakan Nasional Kebijakan Pembangunan AMPL Kerja Pokja AMPL
AMPL-BM AMPL-BM
1 4 5 6 7

Penggalangan Lokakarya Kajian Keberlan- Kesepakatan Lokakarya


Dukungan Pimpinan Operasionalisasi jutan Sarana AMPL Penyusunan Rencana Konsolidasi
Daerah Kebijakan a Daerah Pembangunan Hasil Pelaksanaan
2 b AMPL-BM Kebijakan
f h
Kajian
Penyiapan Pengelolaan Data
Kelompok Kerja & Informasi AMPL Penyusunan
AMPL Daerah c Dokumen Renstra
3 AMPL-BM
Kajian Investasi g
dan Alternaif Penda-
Masyarakat di Daerah

naan AMPL Daerah d


Lokalatih Ope- Lokakarya dan
rasionalisasi Orientasi Penilaian Diri
Kebijakan A MPA Phast C (Self Assesment) Finalisasi
e Rencana Strategis
Pelatihan Pelatihan AMPL
keterampilan Penyusunan
Dasar Fasilitasi B Renstra AMPL D Sosialisasi dan Legalitas
Penyempurnaan
Dialog Publik Renstra
Lokakarya /
Pelatihan Monitoring
Acuan SKPD Umpan Balik
CLTS E dan Evaluasi
Gambar 4: Bagan Alir Proses Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis

BAGIAN II: MEMAHAMI OPERASIONALISASI KEBIJAKAN NASIONAL AMPL BERBASIS MASYARAKAT DI DAERAH
BUKU 2

3. Kegiatan Fasilitasi Operasionaisasi


Kebijakan Nasional AMPL Berbasis
Masyarakat
3.1. Diseminasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis
Masyarakat
Diseminasi kebijakan bertujuan untuk menyebarluaskan ke
bijakan kepada stakeholder pembangunan AMPL. Dengan
diseminasi ini diharapkan stakeholder peduli terhadap
isu pembangunan AMPL, dan memiliki kemauan untuk
mengadopsi serta menerapkan kebijakan dalam praktek
pembangunan yang menjadi tugasnya. Diseminasi kebijakan
dapat dilakukan secara berjenjang, untuk stakeholder nasional
dapat dilakukan oleh Kelompok Kerja AMPL Nasional, untuk
stakeholder propinsi dapat dilakukan oleh Kelompok Kerja
Propinsi, sedangkan untuk stakeholder kabupaten/kota
dapat dilakukan oleh Kelompok Kerja Kabupaten/Kota.

3.2. Penggalangan Dukungan


Diketahui bersama bahwa pimpinan daerah, eksekutif mau
pun legislatif, mempunyai kedudukan strategis dan politis
di daerah. Kebijakan Nasional AMPL-BM yang barangkali
telah dimengerti oleh para pemangku kepentingan AMPL
akan menjadi kurang bermakna tanpa adanya dukungan
dari pimpinan daerah. Dukungan dari pimpinan daerah
akan sangat bermakna dalam menjamin operasionalisasi
kebijakan di daerah. Paling tidak pernyataan dukungan dari
pimpinan daerah akan segera diterjemahkan oleh aparat di
bawahnya ke tataran teknis operasional. Misalnya, upaya
mewadahi operasionalisasi Kebijakan dalam kelompok kerja,
merencanakan pendanaannya, menyusun rencana AMPL
kedalam perencanaan strategis, dan kegiatan-kegiatan lain
nya dalam rangka menyebar luaskan Kebijakan nasional.
Penggalangan dukungan pimpinan daerah ini dapat dilaku
kan dengan 2 cara yaitu audiensi dan roadshow.

27

Bagian II: Memahami Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah
BUKU 2

3.3. Penyiapan kelompok kerja AMPL daerah


Kelompok kerja diartikan sebagai organ koordinatif dalam
rangka mengoperasionalkan kebijakan, artinya sebagai
perangkat koordinatif antar dinas/instansi/lembaga dan
pemangku kepentingan lainnya yang akan berperan meng
koordinasikan perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring
serta evaluasi terkait dengan operasionalisasi kebijakan.
Walaupun kedudukannya bersifat adhoc, namun lebih
jauh diharapkan spirit yang ada dalam Pokja dapat mem
berikan inspirasi gerakan pada struktur pemerintah yang
ada. Sehingga peran Pokja yang bersifat adhoc tadi, lambat
namun pasti, perannya akan diserahkan kepada struktur
yang sudah ada yang sesuai dengan tupoksinya seperti
Bappeda. Kendati demikian, semangat yang ada dalam
Pokja sebelumnya diharapkan masih dipertahankan. Oleh
karenanya, selama berproses, anggota-anggota Pokja per
lu dipersiapkan dengan berbagai macam masukan guna
peningkatan kapasitasnya. Peningkatan kapasitas yang
dimaksudkan seperti Lokalatih Operasionalisasi Kebijakan,
Lokalatih Keterampilan Dasar Fasilitasi, Orientasi MPA-
PHAST, Lokalatih Penyusunan Renstra AMPL, Lokalatih
CLTS, dan upaya peningkatan kapasitas lainnya yang diang
gap penting. Harapan lainnya dari kelompok kerja ini ada
lah dapat memotong jalur birokrasi yang selama ini ada.
Misalnya kerjasama dengan pihak lain, seperti LSM atau
donor, akan lebih mudah terwujud ketimbang melalui jalur
birokrasi yang ada. Agar kedudukannya kuat, Pokja dapat
diformalkan melalui surat keputusan Pemerintah Daerah.
3.4. Pemahaman kebijakan dan identifikasi isu AMPL
Secara lembaga, Pokja sebagai wadah dengan peran-
peran seperti yang disebutkan di atas sudah terbentuk.
Untuk menjalankan peran-peran itu secara kelembagaan
kedudukan para anggota Pokja perlu diperkuat, yaitu
dengan mengajak para anggota Pokja bersama dengan
pemangku kepentingan yang lainnya untuk memahami
isi Kebijakan nasional AMPL-BM dalam konstelasi isu
28

Bagian II: Memahami Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah
BUKU 2

AMPL daerah. Pemahaman ini sangat penting mengingat


Kebijakan nasional merupakan produk dan merupakan
muatan yang wajib diusung oleh Pokja dan disebar luaskan
kepada semua pihak yang berkepentingan. Melalui Loka
karya Operasionalisasi Kebijakan Pembangunan AMPL
Daerah yang dilaksanakan secara berjenjang diharapkan
dapat memberikan gambaran kepada para pemangku
kepentingan yang terlibat mengenai isi kebijakan, kondisi
pembangunan AMPL daerah yang telah dan sedang terjadi
di daerah, aspek-aspek keberlanjutan pembangunan AMPL,
upaya-upaya daerah dalam menanggapi kebutuhan daerah,
dan strategi dan langkah-langkah yang akan dilakukan
daerah sebagai upaya untuk mendorong terwujudkan
keberlanjutan program.
3.5. Pendalaman kebijakan
Melalui Lokakarya Operasionalisasi Kebijakan Pembangunan
AMPL Daerah, tergambar langkah-langkah operasional
Kebijakan dikalangan para pemangku kepentingan. Untuk
mempertajam gambaran yang telah diperoleh perlu adanya
upaya untuk mendalami Kebijakan, yaitu pemahaman
pada tataran operasional sekaligus pada tataran konsep.
Pendalaman kearah ini perlu dilakukan dengan serangkaian
kegiatan kajian mendalam agar operasionalisasi Kebijakan
benar-benar bermakna. Kajian-kajian dimaksud pada intinya
menyangkut kajian tentang keberlanjutan sarana AMPL
baik keberhasilan maupun kegagalan, kajian data dari sisi
ketersediaan, akurasi, dan sistem pengelolaannya. Selain itu,
kajian juga perlu dilakukan pada ketersediaan dana untuk
investasi yang dibutuhkan guna memenuhi pelayanan AMPL
yang berkelanjutan dan sumber-sumber pendanaan yang
bisa diakses untuk membiayai kebutuhan tadi. Tidak kalah
pentingnya, kajian mengenai Pokja sendiri sebagai lembaga
yang mendorong beroperasinya Kebijakan. Apakah Pokja
masih berjalan sesuai dengan peran yang diharapkan,
apa kegagalan dan keberhasilannya, dan lain sebagainya.
Semua kajian itu diarahkan pada prinsip-prinsip manfaat,
29

Bagian II: Memahami Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah
BUKU 2

efektif, efisien, dan akurat. Kajian-kajian ini dapat dilakukan


melalui forum lokakarya atau pertemuan-pertemuan yang
bersifat rutin atau insidentil.
3.6. Penyusunan perencanaan pembangunan AMPL
Seperti telah disampaikan di atas bahwa kajian-kajian dalam
upaya pendalaman Kebijakan yang dilakukan didasari atas
asas manfaat, efektif, efisien dan akurat. Terkait dengan itu,
agar masalah AMPL yang tercermin dalam data cakupan
pelayanan, tidak berlanjutnya penggunaan sarana, dan
rencana kebutuhan investasi untuk pemenuhan cakupan
pelayanan dapat teratasi dengan tepat, dan targetnya terarah
perlu dilakukan penyusunan Rencana Pembangunan AMPL
Daerah. Rumusan Rencana Pembangunan AMPL Daerah ini
tentu mengacu pada data cakupan pelayanan yang target
capaiannya dirumuskan dalam jangka pendek, menengah
dan panjang. Hasil kajian sistem pengelolaan data yang telah
dilaksanakan sebelumnya dapat menjadi bahan rumusan ini.
Bahan lain selain dari kajian data ini, hasil kajian keberlan
jutan sarana dan kajian investasi dan alternatif pendanaan
juga dapat menjadi bahan perumusan Rencana Pembangu
nan AMPL Daerah. Sebagai pembuka (entry point) untuk
merumuskan lebih dalam tentang Rencana Pembangun
an AMPL Daerah, perlu dilaksanakan Lokakarya Daerah
Kesepakatan Penyusunan Rencana Pembangunan AMPL Ber
basis Masyarakat. Setelah lokakarya ini, kesepakatan yang
diperoleh pada akhir lokakarya ini perlu disampaikan kepa
da atasan untuk memperoleh kesepakatan yang lebih kon
krit. Kemudian, melalui pertemuan atau lokakarya disusun
dokumen Rencana Strategis Pembangunan AMPL-BM.
Lokakarya ini dapat dilakukan secara berjenjang ditingkat
provinsi, kabupaten/kota. Penyusunan dokumen Renstra
dapat dilakukan melalui pertemuan intensif atau lokakarya.
3.7. Pemantapan rencana kerja daerah
Beberapa dokumen Renstra daerah telah tersusun, namun
status dokumen tersebut berbeda-beda antara daerah satu
kabupaten/kota dengan kabupaten/kota lainnya. Mungkin
30

Bagian II: Memahami Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah
BUKU 2

ada yang sudah bersifat final dan dilegalkan, namun ada


pula yang yang sudah final tetapi belum mendapatkan
legalisasi. Bahkan masih ada yang bersifat draft. Untuk
melihat itu, perlu ada kajian bersama di tingkat provinsi.
Apa implikasi dari final legal, final, dan draft terhadap
pelaksanaan kebijakan. Mungkin bisa terjadi Renstra yang
masih bersifat draft, namun dalam operasionalnya sudah
secara konsisten mengacu pada Renstra yang berorientasi
pada peran masyarakat. Demikian juga sebaliknya. Untuk
mengetahui perkembangan operasional Kebijakan, status
Renstra, dan rencana kedepan sehubungan dengan fina
lisasi Renstra serta hal lain yang terkait dengan operasi
onalisasi kebijakan di daerah perlu dikaji bersama melalui
Lokakarya Konsolidasi Rencana Kerja Pokja AMPL Provinsi,
Kabupaten/Kota.

4. Kegiatan peningkatan kapasitas


4.1. Lokakarya Operasionalisasi Kebijakan
Lokakarya ini bertujuan: memberikan pemahaman kepada
daerah tentang latar belakang penyusunan Kebijakan, kan
dungan Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, operasionalisasi
kebijakan di daerah, termasuk proses yang harus dilalui,
dan sumber daya yang harus disediakan oleh daerah, serta
mengembangkan rencana tindak operasionalisasi kebijakan
di daerah. Dengan tujuan tersebut, materi pokok bahasannya
adalah: (1) Latar belakang, maksud dan tujuan Kebijakan,
(2) Pokok-pokok Kebijakan dan strategi pelaksanaannya, (3)
Pendalaman pokok Kebijakan dan strategi pelaksanaannya,
(4) Pendalaman alur implementasi Kebijakan di kabupaten/
kota untuk penajaman Rencana Kerja Daerah sesuai dengan
kemampuannya masing masing.
4.2. Lokakarya dan Pelatihan Keterampilan Dasar Fasilitasi
Lokakarya ini bertujuan: Meningkatkan kompetensi peserta
dalam memfasilitasi proses diseminasi dan operasionalisasi
Kebijakan, kemampuan peserta menyusun agenda fasilitasi
31

Bagian II: Memahami Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah
BUKU 2

agar prinsip-prinsip Kebijakan dapat dipahami oleh berbagai


pemangku kepentingan; mendapatkan umpan balik untuk
menemukan teknik-teknik yang efektif dalam proses fasilitasi,
serta penyusunan rencana kerja fasilitasi dalam rangka
diseminasi dan operasionalisasi Kebijakan. Dengan tujuan
tersebut, materi pokok bahasannya adalah: (1) Kebijakan:
Diskusi pendalaman langkah langkah fasilitasi operasionalisasi
Kebijakan, (2) Kompetensi Fasilitator: Dasar dasar fasilitasi,
Metoda dan pendekatan partisipatori, Etika fasilitator, Teknik
komunikasi, Media fasilitasi, Penjajagan kebutuhan fasilitasi,
Menyusun kerangka acuan fasilitasi, Menyusun kurikulum
fasilitasi, (3) Simulasi Fasilitasi di Lapangan: Persiapan simulasi
fasilitasi, Pelaksanaan praktek fasilitasi, Acara kreatifitas
kelompok, Refleksi praktek fasilitasi.

4.3. Orientasi MPA-PHAST


Orientasi ini bertujuan: memperkenalkan MPA-PHAST seba
gai piranti assessment dalam perencanaan, pelaksanaan dan
monitoring-evaluasi program AMPL berbasis masyarakat;
memberikan pemahaman kerangka kerja MPA-PHAST dalam
siklus proses pembangunan AMPL berbasis masyarakat, serta
memperoleh umpan balik untuk menemukan teknik-teknik
yang efektif dalam penggunaan MPA-PHAST. Dengan tujuan
tersebut, materi pokok bahasannya adalah: (1) Konsep dan
metode MPA-PHAST sebagai piranti perencanaan, monitoring,
evaluasi dan pengambilan keputusan pembangunan AMPL
yang berkelanjutan, (2) Kerangka kerja MPA-PHAST, (3) Tata
cara penggunaan piranti MPA-PHAST, (3) Simulasi peng
gunaan piranti MPA-PHAST

4.4. Lokakarya dan Pelatihan Penyusunan Renstra AMPL,


Lokakarya ini bertujuan: memberikan pemahaman bagian-
bagian strategis dari Kebijakan sebagai landasan pengem
bangan kerangka strategi pembangunan AMPL yang
berkelanjutan di daerah, tentang arah dan pola pembangunan
AMPL berdasarkan aturan dan perundangan yang berlaku
sebagai acuan dalam penyusunan rencana strategis pem
32

Bagian II: Memahami Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah
BUKU 2

bangunan AMPL, konsep dasar dan arti pentingnya peren


canaan strategis untuk mengimplementasikan Kebijakan
di daerah; membekali pengetahuan dan ketrampilan me
nyusun perencanaan strategis sesuai dengan kaidah dan
tahapannya, serta menyepakati langkah-langkah kunci
dan kegiatan dalam rangka penyusunan rencana strategis
pembangunan AMPL di daerah. Dengan tujuan tersebut,
materi pokok bahasannya adalah: (1) Pengantar Pola
Pembangunan, (2) Pengantar Rencana Strategis, (3) Kaji
ulang pelaku AMPL Daerah, (4) Klarifikasi Mandat, (5)
Penyusunan Visi-Misi dan Nilai AMPL Daerah, (6) Analisis
SWOT AMPL, (6) Perumusan Strategi: Analisa Isu Strategis,
Perumusan Tujuan Strategis, Kebijakan Strategis, Program
Strategis dan Kegiatan, (7) Pengenalan Indikator Kinerja.

4.5. Lokakarya dan Pelatihan CLTS


Lokalatih ini bertujuan: memberikan pemahaman konsep
pendekatan CLTS; meningkatkan pengetahuan tentang cara
efektif dan mampu untuk memfasilitasi masyarakat dalam
melakukan analisis terhadap kondisi sanitasi suatu komu
nitas; memberikan pemahaman teknik teknik fasilitasi dan
pemicuan dalam rangka pelaksanaan CLTS di masyarakat,
serta memfasilitasi masyarakat dalam proses perencanaan
kegiatan pembangunan sarana sanitasi dasar secara
swadaya. Dengan tujuan tersebut, materi pokok bahasannya
adalah: (1) Refleksi pengalaman sanitasi sebelumnya, (2)
Pengenalan CLTS dan pengalaman di negara dan daerah
lain, (3) Prinsip2 CLTS, Tiga pilar PRA dalam CLTS, Perubahan
perilaku, Elemen pemicu: Pembuatan Peta, Transek, Alur
Kontaminasi, Air Terkontaminasi, FGD, Faktor penghambat,
Apa yang seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan, (4)
Praktek pemicuan di lapangan: persiapan, simulasi di kelas,
pelaksanaan pemicuan, Kompilasi temuan lapangan dan
pe-nyusunan laporan, Refleksi temuan praktek lapan,
Penyusunan RKM, (5) Sanitation ladder

33

Bagian II: Memahami Operasionalisasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah
Sekretariat : Jl. Cianjur No. 4, Jakarta 10310
Telp./Fax. : (62-21) 314 2046
E-mail : waspola1@cbn.net.id
Website : www.waspola.org, www.ampl.or.id

Anda mungkin juga menyukai