LYMFOGRANULOMA VENEREUM
Oleh :
NIM : 201504035
2017
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................3
2.1 Definisi.........................................................................3
2.2 Sinoni ..........................................................................3
2.3 Epidemologi ................................................................3
2.4 Etiologi ........................................................................4
2.5 Manifestasi klinis.........................................................5
2.6 Patofisiologi.................................................................14
2.7 Patogenesis..................................................................14
2.8 Pemeriksaan penunjang...............................................19
2.9 Diagnosis.....................................................................21
2.10 Diagnosis banding.................................................22
2.11 Penatalaksanaan....................................................23
2.12 Komplikasi............................................................25
2.13 Pronosis.................................................................25
3.1 Kesimpulan.................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..................................................................29
BAB I
PENDAHULUAN
1 .1 Latar Belakang
Penyakit Menular Seksual (PMS) adalah penyakit yang penularannnya
terutama melalui hubungan seksual (Sjaiful Fahmi Daili,1987). Tempat
terjangkit penyakit tersebut tidak hanya pada alat kelamin saja, tetapi
dapat di berbagai tempat di luar alat kelamin. Yang tergolong penyakit
menular seksual ini adalah sifilis, gonore, ulkus mole, lymfogranuloma
venereum dan granuloma inguinale. Dari sudut epidemiologi ternyata
penyaki menular seksual berkembang sangat cepat berkaitan dengan
pertambahan dan migrasi penduduk, bertambahnya kemakmuran serta
terjadi perubahan perilaku seksual yang semakin bebas ( Ida bagus Gede
Manuaba,1998).
Penyakit kelamin banyak terdapat di negara berkembang maupun
yang sudah maju dan tersebar luas pada semua lapisan masyarakat baik
miskin maupun kaya. Seperti pada penyakit IMS lainnya, limfogranuloma
venereum merupakan penyakit yang lebih sering dijumpai pada daerah-
daerah rural dan orang-orang berperilaku promiskus serta golongan
social ekonomi rendah.
1 .2 . Rumusan masalah
PEMBAHASAN
2 .1 . Definisi
2 .2 . Sinonim
2 .3 . Epidemiologi
Penyakit ini dijumpai pada usia antara 20-40 tahun, lebih sering pada
laki-laki dibanding dengan perempuan dengan rasio 5:1 atau lebih, hal ini
disebakan karena adanya perbedaan patogenesis. Kejadian akut LGV
berhubungan erat dengan usia dan tingginya aktivitas seksual, pernah
dilaporkan kasus LGV pada remaja. Kini penyakit ini jarang ditemukan.
2 .4 . Etiologi
1. Stadium Dini
a. Lesi primer genital
Setelah masa inkubasi antara 3-20 hari, akan terjadi lesi primer di
genital yang bersifat tidak sakit, ummumnya bersifat solitar, tidak khas,
dan cepat menghilang (sembuh) tanpa pembentukan jaringan parut
(scar) , lesi primer dapat berbentuk erosi atau ulkus dangkal, papula-
papula gerombolan vesikel kecil mirip lesi herpes, atau sebagai uretritis
nonspesifik. Masa inkubasi dapat bersifat lebih lama apabila lesi primer
genital tidak muncul, sebagai manifestasi adalah sindrom inguinal.
b. Sindrom inguinal
Masa inkubasi untuk gejala ini berkisar 10-30 hari, tapi mungkin
lebih lambat 4-6 bulan setelah infeksi.
9
Gejala sistemik seperti demam, menggigil, nausea, anoreksia,
sakit kepala sering menyertai sindrom ini. Gejala konstitusi ini
kemungkinan berhubungan dengan penyebaran sistemik dari
Chlamydia.Selamastadiumini, organismeLGVdapatdiisolasi dari
darah dan cairan serebrospinal pasien baik dengan gejala
meningoencephalitis maupuntidak danpadacairan
serebrospinalyang abnormal.
2. Stadium Lanjut
a. Sindrom ano-rektal
Sindrom anorektal merupakan manifestasi lanjut LGV terutama
pada wanita, karena penyebaran lansung dari lesi primer di vagina ke
kelenjar limfe perirektal. Gejala awal adalah perdarahan anus yang
diikuti duh anal yang purulen disertai febris, nyeri pada waktu
defekasi, sakit perut bawah, konstipasi dan diare. Selanjutnya bila
tidak diberi pengobatan akan terjadi proktokolitis berat yang gejalanya
mirip colitis ulserosa, dengan tanda-tanda fistel anal, abses perirektal
dan rektovaginal/rektovesikel. Gejala striktura rekti yang progresif
sering ditandai dengan secret dan perdarahan rektum, kolik dan
obstipasi oleh karena obstruksi total.
Pada pria :
Pada wanita :
12
tahun akan menyebabkan hambatan pasial (striktur) atau
komplit (stenosis) dari rektum.
Gejala proktokolitis :
1. Panas
2. Rasa sakit pada rektum
3. Tenesmus
4. Perut bagian bawah kiri terasa sakit jika disentuh
5. Pada palpasi kolon bagian pelvis terasa tegang
6. Mukosa rektal granuler pada pemeriksaan digital dan dapat
bergerak, kelenjar limfoid teraba pembesaran pada palpasi.
7. Pemeriksaan sigmoidoskopi tidak menunjukkan tanda yang
patognomonik.
Gejala konstipasi dari striktura rektal derajatnya sangat
2 .6 . Patofisiologi
LGV adalah penyakit menular seksual yang sering ditemukan di
Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Tengah serta Selatan. LGV jarang
terjadi di Amerika Serikat, kecuali pada laki-laki homoseksual. LGV
disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotype L-1, L-2 dan L-3.
2 .7 . Patogenesis
Chlamydia trachomatistidak dapat menembus membranataukulit
yang utuh, tetapi masuk melalui aberasi atau lesi kecil di kulit, kemudian
mengadakan penyebaran secara limfogen untuk bermultiplikasi ke dalam
fagositosis mononuklear pada kelenjar limfe regional kemudian akan
menimbulkan peradangan di sepanjang saluran limfe (limfangitis dan
perilimfangitis), seterusnya mencapai kelenjar limfe terdekat sehingga terjadi
peradangan kelenjar limfe dan jaringan di sekitarnya (limfadenitis dan
perilimfadenitis). Jadi LGV adalah penyakit yang terutama mengenai
jaringan limfatik. Proses patologis yang penting adalah trombolimfangitis dan
perilimfangitis, dengan penyebaran proses inflamasi dari limfenod ke jaringan
sekitarnya. Limfangitis ditandai dengan ploriferasi sel endotel sepanjang
pembuluh limfe saluran penghubung dalam limfenod. Pada tempat infeksi
limfenod cepat membesar, dan pada area tersebut dikelilingi oleh daerah
yang nekrosis yang terdiri atas kumpulan sel endotel yang padat. Area yang
nekrosis diserbu oleh sel lekosit polimorfonuklear dan mengalami
pembesaran yang khas berbentuk segitiga atau segiempat disebut sebagai
abses bersatu dan pecah
membentuk lokulasi abses, fistel atau sinus. Proses inflamasi dapat
berlansung beberapa minggu atau beberapa bulan. Penyembuhan disertai
dengan pembentukan jaringan fibrosis, yang merusak struktur limfenod dan
dapat menyumbat saluran limfe. Edema kronis dan fibrous sklerosis
menyebabkan indurasi dan pembengkakan daerah yang terkena. Fibrosis
juga mempengaruhi pembuluh darah kulit dan membrane mukosa sehingga
menyebabkan ulserasi. Dapat terjadi kerusakan rektum akibat ulserasi
mukosa, peradangan transmural dinding usus, obstruksi aliran limfe,
pembentukan jaringan fibrotic, dan striktur. Juga dapat terjadi perlekatan
diantara kolon sigmoid dan dinding rektum dengan dinding rektum dengan
dinding pelvis. Limfopatia pada laki-laki terjadi pada daerah inguinal,
sedangkan pada perempuan dan laki-laki homoseksual biasanya terjadi di
daerah genital, anal dan rektal. Perbedaan lokasi lesi penyakit ini tergantung
dari letak lesi primer. Pada laki-laki penis merupakan tempat pertama kali
masuknya (lesi primer) Chlamydia trachomatis kemudian menyebar ke
kelenjar limfe inguinal sedangkan perempuan melalui intravagina atau
servikal menuju kelenjar limfe intrapelvik, anus dan rektal.
LGV akut lebih sering pada laki-laki karena pada perempuan
biasanya asimtomatik dan baru didiagnosis setelah berkembang menjadi
proktokolitis akut atau bubo inguinal.
LGV kemungkinan bukanlah suatu penyakit menular seperti gonore.
Lesi primer herpes, urethritis, servisitis, proktokolitis, dan ulserasi kronis
kemungkinan adalah bentuk infeksi yang terbanyak dari LGV. Walaupun bukti
yang menyokong sangat minimal, endoservik kelihatanya adalah tempat
infeksi yang paling sering pada wanita, dan infeksinya masih berlangsung
sampai beberapa minggu atau bebrapa bulan. Penularan secara kongenital
tidak terjadi, tetapi infeksi mungkin terjadi melalui jalan lahir selama proses
kelahiran.
Meskipun proses patologi primer pdea limfagranuloma venereum
biasanya hanya terlokalisir pada satu atau dua bagian kelenjar limfe,
organism ini juga dapat menyebar secara sistemik melalui aliran darah dan
dapat memasuki system saraf pusat. Penyebaran lokal penyakit ini dibatasi
oleh imunitas hospes yang akan membatasi multiplikasi, Chlamydia Delayed
hypersensitivity (dapat dibukktikan melalui skin tes) dan LGV-spesifik
Chlamydia antibody dapat terlihat 1-2 minggu setelah infeksi. Imun hospes ini
mungkin juga tidak dikeluarkan dari tubuh sehingga terjadi laten. Chlamydia
yang hidup dapat diisolasi dari lesi lama selama 20 tahun setelah infeksi
awal. Kebanyakan kerusakan jaringan yang diakibatkan oleh limfogranuloma
venereum mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas yang diperantarai oleh
sel antigen terhadap Chlamydia. Persisten limfogranuloma venereum di
jaringan atau infeksi ulang oleh serovarians yang berhubungan dengan
Chlamydia trachomatis mungkin berperan dalam perkembangan penyakit
sistematik.
Pada pria :
1. Penis
Anyaman pembuluh getah bening dangkal ditampung oleh kelenjar-
kelenjar inguinal superficial medial, kadang-kadang ditampung oleh
kelenjar-kelenjar iliaka eksterna. Anyaman pembuluh getah bening
dalam ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal medial.
2. Skrotum
Dari skrotum ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial
medial.
3. Uretra
Dari uretra pars spongiosa getah bening ditampung oleh kelenjar-
kelenjar inguinal superfisial medial, kelenjar kelenjar inguinal dalam
iliaka eksterna. Dari uretra pars prostatika dan membranasea getah
bening disalurkan ke kelenjar-kelenjar iliaka interna.
4. Prostat dan vesikula seminalis
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sakral, iliaka eksterna, iliaka interna
dan anorektal.
5. Testis dan epididimis
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.
Pada wanita :
1. Labium mayor
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial, kadang-
kadang oleh kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.
2. Labium minor
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal superfisial medial, inguinal
dalam dan iliaka ekster.
3. Kelenjar bartholin
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar vesikel anterior.
4. Klitoris
Anyaman pembuluh getah bening dangkal ditampung oleh kelenjar-
kelenjar inguinal superfisial medial, kelenjar-kelenjar inguinal dalam
medial. Anyamn pembuluh getah bening dalam ditampung oleh
kelenjar-kelenjar iliaka eksterna.
5. Uretra
Getah bening uretra ditampung oleh kelenjar-kelenjar inguinal
superfisial medial, kelenjar-kelenjar inguinal dalam, interiliaka dan
gluteal inferior.
6. Ovarium
Ditampung oleh kelenjar-kelenjar sepanjang aorta abdominalis.
7. Uterus
Fundus uteri : sama seperti ovarium
Korpus uteri : ke kelenjar-kelenjar sepanjang aorta, kelenjar-kelenjar
inguinal superfisial, dan interiliakal.
Servik uteri : ke kelenjar-kelenjar iliaka dan kelenjar sepanjang aorta.
8. Vagina
Bagian kranial : beranastomosis dengan servik uteri lalu ke kelenjar
iliaka eksterna dan interiliaka.
Bagian kaudal : ke kelenjar-kelenjar interiliakal gluteal inferior dan
beberapa kelenjar inguinal superfisial.
Bagian dorsal : ke kelenjar anorektal.
2 .8 . Pemeriksaan Penunjang
Tes Frei
Tes Serologi
Kultur Jaringan
Dilakukan dalam yolk sac embrio ayam atau dalam biakan sel dengan bahan
pemeriksaan dari aspirasi pus bubo yang belum pecah dapat member
konfirmasi diagnosis
Sitologi
Dipaki untuk menemukan badan inklusi Chlamydia yang khas dari koloni
virus, baik intraseluler maupun ekstraseluler. Specimen diambil dari jaringan
yang terinfeksi kemudian diwarnai dengan menggunakan metode giemsa,
iodine, dan antibodi fluoresen. Ssitologi tidak terlalu baik sebagai metode
untuk diagnosis pasti LGV karena spesimen sering kali terkontaminasi
dengan bakteri dan artefak lain.
Biopsi-Histopatologi
Tes GPR
2 .9 . Diagnosis
3 . ulkus mole: ulkus pada ulkus mole dapat bervariasi dari satu
B. Sindrom Inguinal
1 . Granuloma Inguinalis: lesi pada kulit lebih khas, lebih besar
dan lebih persisten daripada LGV, ditemukan Donovan bodies.
Limfadenitis inguinal pada granuloma inguinale tidak khas.
Dapat dijumpai esthiomene.
2 .1 1 . Penatalaksanaan
Penderita LGV akut dianjurkan untuk istirahat total dan diberikan terapi untuk
gejala sistemik yang timbul yaitu meliputi terapi berikut.
Pengobatan
Pembedahan
Tidak ada satu prosedurpun yan diberikan tanpa didahului dengan pemberian
antibiotik, bahkan antibiotika harus diberikan beberapa bulan sebelum
diputuskan untuk dilakukan tindakan bedah. Resolusi spontan dari fibrosis
LGV belum pernah tejadi, tetapi proses inflamasi dan diameter striktur
mungkin mengalami kemajuan yang dramatis dengan pengobatan antibiotika.
2 .1 2 . Komplikasi
2 .1 3 . Prognosis
Gambaran klinis LGV secara umum dapat dibagi dalam 2 stadium, yaitu :
LGV, jika diobati secara dini, prognosisnya baik, tetapi jika terjadi komplikasi
lanjut dapat menyebabkan kematian. Reinfeksi dan relaps mungkin terjadi,
terutam pada pasien human immunodeficiency virus (HIV), pada pasien ini
dapat berkembang dengan multipel abses, sehingga memerlukan terai yang
lebih lama karena resolusinya terlambat.
DAFTAR PUSTAKA
$UQROG +/, 2GRP 5%, -DPHV :'. $QGUHZV GLVHDVH RI WKH VNLQ.
Philadelphia:
WB Saunders Co, 1990:994-6.
nd
Braum-Falco O, Plewig G. Wolff HH. Winkelman RK. Dermatology. 2
edition. Philadelphia: WB Saunders. 1991: 123-25.
Daili Sf. Anatomi alat kelamin. Djuamda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu
rd
Penyakit Kulit dan Kelamin. 3 editions. Jakarta: Balai penerbit FK UI.1999.
hal. 9-18.
Fiumura NJ. Genital ulcer infection in the female patient and vaginitides.
Dermatol Clin 1997;15:233-246.
Hutomo M, Barakbah J, Kasansengari U. Lymphogranuloma venereum,
berkala I.P. Kulit dan kelamin 1989;1(2):131-22.
rd
King, A. And Nicol,C.: Venereal disease; 3 edition.pp.243-251 (Bailliere
Tindall,London 1975).
rd
Moschella SL, Hurley HJ. Dermatology. 3 edition. Philadelphia: WB
Saunders CO. 1992:994-96.
Perine PL, Stamm WE. Lymphogranuloma venereum. In: Holmes KK, Mardh
PE, Sparling PF, Lemon SM, Stamm WE, Piot P, Wasserheit JN, editors.
rd
Sexually transmitted Diseases.3 edition. Newyork: McGraw-Hill, Inc.1999.p.
423 -2.
nd
Prakken, J.R.: Leorboek der Geslachtsziecten; 2 edition.pp.200-209
(Scheltema & Holkema N.V., Amsterdam 1956).