Anda di halaman 1dari 3

Setelah melakukan berbagai kajian dan kunjungan para legislatif maupun eksekutif ke

berbagai negara untuk belajar tentang sistem JKN, pada tanggal 28 September 2004
UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang salah satunya berisi JKN disetujui
Rapat Pleno DPR untuk diundangkan. Pada tanggal 19 Oktober 2004, Presiden
Megawati mengundangkan UU SJSN dengan upacara khusus yang dihadiri menteri-
menteri terkait dan anggota inti Tim SJSN. Penempatan UU SJSN dalam Lembaran
Negara dengan upacara spesial tersebut bukan tanpa alasan. Tidak banyak pejabat
publik yang mengetahui bahwa UU SJSN tersebut merupakan inti dari suatu tujuan
dibentuknya Indonesia dan merupakan penjabaran pasal 34 UUD45 hasil amandemen
ke-empat tahun 2002. putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 31 Agustus 2005 tentang
uji materi UU SJSN memperkuat UU SJSN karena keputusan MK menyatakan bahwa
ke-empat BJPS sah sebagai badan penyelenggara tingkat nasional dan UU SJSN telah
memenuhi amanat UUD45.
Dengan adanya reformasi kesehatan maka diharpkan semua lapisan masyarakat
memperoleh perlindungan kesehatan dan setiap orang memperoleh kartu jaminan yang
dapat digunakannya di fasilitas kesehatan yang pasang logo Malayani peserta JKN.
Disini BPJS menetapkan dan mengontrak puskesmas, klinik, rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya baik milik publik maupun miliki swasta, yang jumlahnya tidak
mencapai 100 ribu buah. Setiap pemegang kartu dapat membeli pelayanan kesehatan
dan tagihannya dikirim langsung oleh fasilitas kesehatan ke BPJS. Prinsip ini
merupakan perwujudan dari prinsip kerja money follow patient. Sangat memudahkan
untuk rakyat dimanapun ia berada dan kemanapun ia bepergian, dalam jurisdiksi NKRI.
Jangan lupa, bahwa yang diurus oleh BPJS adalah uangnya, pembayarannya, sama
seperti yang diurus oleh pengelola kartu kredit Tidak ada alasan negara kita luas,
penduduknya besar, dan berpulau-pulau sehingga tidak mungkin dikelola oleh satu
badan.
Beberapa prinsip dalam menyusun dan melaksanakan JKN juga banyak manfaat yang
bisa kita atupun masyarakat peroleh seperti :
1. Prinsip Kegotong Royongan.
Prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme gotong royong dari peserta yang
mampu kepada peserta yang kurang mampu, yang berisiko rendah membantu
yang berisiko tinggi, dan yang sehat membantu yang sakit. Mekanisme pasar,
yang didasari transaksi sukarela dan pilihan (free choices) tiap orang, tidak
mungkin mewujudkan kegotong-royongan. Secara alamiah, pasar bersifat egois-
individualistis. Maka transaksi jaminan sosial haruslah bersifat memaksa atau
wajib sama dengan transaksi pajak penghasilan. Melalui prinsip kegotong
royongan ini jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Hanya dengan prinsip ini, cakupan universal dapat dicapai.
Sifat transaksi yang wajib ini membawa konsekuensi penyelenggaraan yang
tidak sama dengan penyelenggaraan urusan bisnis biasa. Prinsip ini merupakan
dasar dari perbedaan penyelenggaraan urusan bisnis atau urusan pemerintahan
lain.
2. Prinsip Nirlaba.
Untuk Indonesia istilah nirlaba masih banyak disalah-tafsirkan. Sering ditafsirkan
sebagai tidak boleh ada surplus. Salah besar. Yang lebih tepat adalah bukan
untuk memberi keuntungan kepada sebagian orang. Dalam bahasa Inggris
disebut not for proft. Bukan no-prift. Prinsip ini adalah konsekuensi transaksi
wajib. Dalam transaksi sukarela (mekanisme pasar), keuntungan bagi sebagian
orang merupakan persayaratan untuk tercapainya mekanisme pasar yang
menghasilkan produk bermutu dan harga bersaing. Dalam UU SJSN, dana yang
terkumpul dari transaksi wajib disebut Dana Amanat yang akan digunakan di
masa depan dengan tujuan utama memenuhi sebesar-besarnya kepentingan
peserta, bukan memberi keuntungan kepada badan penyelenggara. Oleh
karenanya, indikator kinerja bukan laba sebagaimana indikator perusahaan yang
harus selalu diumumkan (paling tidak kepada pemegang saham) setiap tahun.
Dalam konsep jaminan sosial, selain akumulasi iuran, hasil investasi iuran juga
merupakan Dana Amanat. Hasil investasi tidak boleh dibukukan sebagai
pendapatan badan, sebagaimana bank membukukan hasil bunga dana pihak
ketiga sebagai pendapatan bank. Dana Amanat mempunyai ciri yang mirip dana
APBN, kecuali bahwa dana tersebut harus diinvestasi dan jasa bunga atau hasil
pengembangan menajdi bagian dari Dana Amanat. Dana APBN tidak boleh
diinvestasikan oleh penyelenggara pemerintahan atau pengguna kuasa
anggaran. Dana Amanat yang belum digunakan, karena menunggu peserta
pensiun atau sakit, justeru harus diinvestasikan agar dana tersebut mempunyai
manfaat maksimal bagi peserta. Itulah sebabnya, penyelenggaran jaminan sosial
secara hukum dipisahkan dari penyelenggaraan pemerintahan, agar terjadi
fleksibiltas pengelolaan dana.

Begitulah nanti sistem JKN kita. Bedanya, dalam JKN kita tidak perlu memikirkan limit
pinjaman seperti di kartu kredit dan membayar tagihan sebelum jatuh tempo.
Berapapun besar biaya berobat, sejauh pengobatan itu secara medis dibutuhkan dan
RS tempat kita berobat kompeten, maka dengan kartu peserta JKNpeserta akan
dilayani. Rumah sakit tidak perlu khawatir bed debt, atau minta uang muka, karena
sejauh mereka memenuhi prosedurbiaya berobat akan dibayar BPJS. Peserta dan
pemberi kerja, khususnya bagian SDM sebuah korporat, hanya membayar rutin iuran
tiap bulan yang besarnya proporsional pembayaran upah/gaji. Tidak perlu periksa
tagihan dirinya atau karyawannya. Cuma mengalikan, misalnya 5% besar upah. Jumlah
yang relatif tetap dan dapat dianggarakan dengan mudah. Inilah prinsip money follow
patient. Dengan kartu peserta JKN, kemanapun kita berobat di tanah air, NKRI, baik di
RS publik maupun RS swasta, kita tidak perlu memikirkan ada atau tidak uang tunai.
cukup membayar iuran rutin bulanan. Oleh karenanya, JKN nantinya akan menjadi
suatu kebanggaaan dan identitas nasional, seperti halnya Social Security Number di
Amerika.

Anda mungkin juga menyukai