Laporan Hasil Penelitian TB Mijen Suharyo
Laporan Hasil Penelitian TB Mijen Suharyo
1
DAFTAR ISI
Daftar Isi .. 2
Daftar Tabel . 3
Daftar Gambar . 4
BAB I PENDAHULUAN ... 5
A. Latar Belakang Dan Permasalahan . 5
B. Tujuan Khusus . 6
C. Urgensi Penelitian 7
D. Lingkup Penelitian.. ............ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
A. Penyakit Tuberkulosis . 8
B. Penularan dan Patofisiologi Penyakit Tuberkulosis .... 8
C. Diagnosis Tuberkulosis 9
D. Program Penanggulangan Tuberkulosis .. 12
BAB III METODE PENELITIAN ... 16
A. Alur Penelitian . 16
B. Populasi dan Sampel 16
C. Rancangan Penelitian .. 17
D. Pengumpulan Data .. 18
E. Penyajian dan Analisa data .. 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................ 20
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 37
Daftar Pustaka 39
Lampiran-Lampiran
2
DAFTAR TABEL
3
DAFTAR GAMBAR
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
tahun 2011 berjumlah 61 penderita sehingga mengindikasikan penyakit ini perlu
penanganan yang intensif mengingat jumlah penderita yang cukup besar
Menurut HL. Blum, faktor faktor yang mempengaruhi kesehatan baik
individu, kelompok, dan masyarakat dikelompokkan menjadi 4, yaitu: lingkungan
(mencakup lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya),
perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut dalam
mempengaruhi kesehatan tidak berdiri sendiri, namun masing masing saling
mempengaruhi satu sama lain. Faktor lingkungan selain langsung mempengaruhi
kesehatan juga mempengaruhi perilaku, dan perilaku sebaliknya juga
mempengaruhi lingkungan.
Rumusan masalah penelitian yang akan dijawab pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik penderita Tb paru di kecamatan Mijen?
2. Bagaimana gambaran lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru di
kecamatan Mijen?
3. Bagaimana gambaran praktik pencegahan dan pengobatan penderita Tb paru di
kecamatan Mijen?
4. Bagaimana peran keluarga penderita Tb paru, tokoh masyarakat, dan petugas
kesehatan dalam upaya penanggulangan TB paru di Kecamatan Mijen?
B. Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan:
1. Mendeskripsikan karakteristik penderita Tb paru meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, dan status gizi.
2. Mendeskripsikan lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru yang meliputi
kepadatan penghuni, pencahayaan, ventilasi, dan jenis lantai.
3. Mendeskripsikan praktik pencegahan dan pengobatan penderita Tb paru.
4. Mendeskripsikan peran keluarga penderita Tb paru dalam pencegahan dan
penanggulangan Tb paru.
5. Mendeskripsikan peran tokoh masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan Tb paru.
6. Mendeskripsikan peran petugas kesehatan dalam pencegahan dan
penanggulangan Tb paru.
6
C. Urgensi Penelitian
Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam kajian penyakit TB Paru di
daerah pedesaan. Hasil penelitian ini akan menjadi dasar pengambilan keputusan
dilakukan untuk pencegahan dan penguatan program penanggulangan Tb paru
D. Lingkup Penelitian
1. Lingkup Materi
Penelitian tentang determinasi penyakit Tb paru ini akan dibatasi pada
karakteristik individu, perilaku pencegahan penularan dan pengobatan, serta
kondisi lingkungan tempat tinggal penderita Tb paru. Selain itu juga peran
keluarga, tokoh masyarakat, dan petugas dalam penanggulangan Tb paru
2. Lingkup Metode
Metode yang akan digunakan adalah eksploratif dengan pendekatan kualitatif.
3. Lingkup Sasaran
Sasarn penelitian adalah penderita Tb paru, lingkungan tempat tinggal,
keluarga penderita Tb paru, tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan.
4. Lingkup Lokasi
Penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah Kecamatan Mijen Kota Semarang.
5. Lingkup Waktu
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 2 bulan, April Mei 2013
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis dikenal sebagai penyakit infeksi yang bersifat menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, sebagian besar menyerang paru
tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Tuberkulosis dapat memasuki
tubuh barsama butir-butir debu atau percikan dahak (Droplet) yang menyebar
keudara sewaktu penderita tuberkulosis batuk atau bersin (Yoga. Tjandra, 1999).
Mycobacterium Tuberculosis berbentuk batang ramping, lurus atau sedikit
bengkok dengan kedua ujungnya membulat. Basil ini sulit sekali diwarnai, tetapi
sekali terwarnai maka ia akan menahan zat warna itu dengan baik sekali dan tidak
dapat lagi dilunturkan walaupun dengan asam alkohol. Oleh karena itu disebut
juga sebagai Basil Tahan Asam ( BTA). Zat lilin yang ada di dinding selnya yang
menyebabkan sulit diwarnai dan kesulitan ini dapat diatasi bila digunakan zat
warna yang melunturkan lilin sambil dilakukan pemanasan. Untuk mewarnai
kuman ini lazimnya digunakan zat warna Zeihl-Neelsen (ZN). Basil ini cepat mati
dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat
yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, Mycobacterium Tuberculisis dapat
dormant (tertidur/ tidak aktif)selama beberapa tahun (Jawetz. 1996).
8
perilaku pencegahan baik oleh penderita maupun orang yang rentan sangat
mempengaruhi proses penularan penyakit TB paru.
Bila penderita baru pertama kali tertular kuman tuberkulosis terjadi suatu
proses dalam paru-parunya yang disebut infeksi primer. Droplet yang terhirup
sangat kecil ukurannya sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosiler
bronkus dan terus berjalan sampai alveolus. Infeksi dimulai saat kuman
tuberkulosis berhasil berkembangbiak dengan pembelahan diri di paru-paru yang
berakibat peradangan di dalam paru-paru. Terjadi sel eksudasi dari sel karena
proses dimakannya kuman tuberkulosis oleh sel makrofag. Lesi dapat terjadi pada
kelenjar limfe yang disebabkan lepasnya kuman pada saluran limfe, saluran limfe
akan membawa kuman tuberkulosis ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini
disebut komplek primer (Crevel RV, et al. 2001).
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang
masuk dan besar respon daya tahan tubuh. Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis, meskipun demikian ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman dormant. Kadang-kadang daya
tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam
beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis. Masa
inkubasi yaitu waktu yang di perlukan mulai terinfeksi kuman tuberkulosis sampai
dengan timbulnya gejala penyakit, diperkirakan 6 bulan. Proses pemusnahan
kuman tuberkulosis oleh sel makrofag menimbulkan kekebalan spesifik terhadap
kuman tuberkulosis. Memperhatikan proses patofisiologi tersebut maka
dibutuhkan suatu standar deteksi dini bagi
2. Diagnosis Tuberkulosis
Diagnosa tuberkulosis adalah upaya untuk menegakkan atau mengetahui
jenis penyakit yang diderita seseorang. Untuk menegakkan diagnosis tuberkulosis
dilakukan secara bersama-sama, yaitu : anamnesa, gejala klinis dari penyakit
tuberkulosis, pemeriksaan bakterologis ditunjang pemeriksaan radiologist dan tes
tuberkulin (Yoga. Tjandra. 1999).
9
a. Anamnesa
Penderita biasanya mengeluh batuk terus menerus dan berdahak selama
tiga minggu atau lebih, dahak bercampur darah, rasa nyeri dada dan sesak
nafas.
b. Gejala klinis penyakit tuberkulosis
Gejala klinis pada penderita tuberkulosis adalah wajah tampak pucat,
batuk berdahak, badan lemah, berat badan turun, badan berkeringat pada
malam hari walaupun tanpa kegiatan, malaise, suhu badan sedikit meningkat
siang atau sore hari yang berlangsung selama empat minggu.
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Diagnosa yang paling pasti untuk penyakit 10riteria1010is adalah
dengan cara mengisolasi kumannya. Bahan 10riteria dapat berupa dahak segar,
cairan lambung, urine, cairan pleura, cairan otak, cairan sendi dan 10riter
(Crevel RV, et al. 2001).
Pemeriksaan bahan sampel dahak penderita tersangka secara
mikroskopis dilakukan dengan menggunakan pewarna Ziel Neelsen.
Pemeriksaan mikroskopis untuk diagnosis adalah cara termudah, tercepat dan
termurah.
10
prevalensi 11riteria1111is. Hasil tes 11riteria1111 positif hanya menunjukkan
bahwa yang dites pernah terpapar dengan kuman 11riteria1111is dan tes 11rit
11riteria meskipun orang tersebut menderita penyakit 11riteria1111is, misalnya
pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat, 11riteria1111is milier dan morbili
(Yoga. Tjandra. 1999).
Interferon Gamma
Interferon merupakan sekelompok sitokin yang berfungsi sebagai kurir
(pembawa berita) antar sel. Interferon dilepaskan berbagai macam sel bila
distimulasi oleh berbagai macam penyebab seperti polinukleotida, beberapa
sitokin lain serta ekstrak virus, jamur dan bakteri. Berdasarkan sifatnya
terhadap antigen, IFN manusia terbagi menjadi 3 tipe utama yaitu a (diproduksi
lekosit), b (diproduksi 11riteria1111) dan g (diproduksi limfosit T). Interferon a
dan b struktur dan fungsinya mirip selanjutnya disebut interferon tipe I.
Interferon g mempunyai reseptor berbeda dan secara fungsional berbeda
dengan IFN a dan b selanjutnya disebut IFN tipe II (Duggan DB. 1994). IFN-
diketahui menjadi inhibitor antara replikasi virus dan regulasi fungsi ketahanan
tubuh (immunological). Mempengaruhi tingkat produksi antibody oleh sel B,
peningkatan regulasi tingkat I dan II MHC kompleks antigen dan peningkatan
efisiensi fungsi sel makrofag terhadap parasit. (Paludan S. et all, 2001).
Limfosit T hanya dapat mengenali antigen asing apabila molekul tersebut
diekspresikan bersama molekul MHC. Penyajian antigen oleh MHC kelas I
atau kelas II menentukan jenis limfosit yang bereaksi. Antigen peptida
MHC kelas II kepada sel T CD4. Sel Th CD4 yang telah mengenal peptida
tersebut akan diaktifkan menuju jalur yang berbeda berdasarkan konsep
proliferasi Th1 dan Th2. Jenis penyakit karena infeksi mikroorganisme tertentu
mempengaruhi fenotip respon tertentu pula. Infeksi dengan mikobakterium
tuberkulosis cenderung mengaktifkan jalur Th1 dari pada Th2. Namun dalam
perjalanan penyakit TBC fenotipe Th1 dan Th2 dapat saling bergeser
(switching) tergantung dari berbagai kondisi, misalnya keparahan penyakit,
pengaruh pengobatan dan sebagainya. Aktivasi fenotipe Th1 menghasilkan
pola produksi sitokin antara lain IFN-, sedangkan fenotipe Th2 menghasilkan
11
sitokin antara lain IL-4. Pada penelitian ini dikaitkan dengan kesembuhan
dalam pengobatan dengan strategi DOTS selama 2 bulan awal (Chackerian AA,
Perera TV, Behar SM. 2001).
Hubungan produksi atau kadar sitokin di dalam serum dengan
pengobatan telah banyak diteliti, di Indonesia telah diteliti di Yogyakarta
dengan hasil produksi IFN- pada PBMC penderita TBC paru aktif yang
distimulasi dengan PPD dan mikobakterium sonicate jauh lebih rendah
dibanding kontrol sehat dan penyakit paru non tuberkulosis. Tidak terdapat
perbedaan pada stimulasi dengan PHA, hal ini menunjukkan penderita
tuberkulosis mempunyai defisiensi yang sifatnya spesifik dalam kapasitasnya
12
MDR-TB adalah keadaan resistensi 13riteria1313is terhadap isoniazid
(H) dan rifampisin dengan atau tanpa obat 13riteria1313is (OAT)
lainnya.
E. Rumah Sehat
Rumah sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai
sarana pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik,
mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja secara
produktif. Oleh karena itu, keberadaan perumahan yang sehat, aman, serasi, teratur
sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan rumah dapat terpenuhi dengan baik.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
829/Menkes/SK/VII/1999.
13
Ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal adalah sebagai berikut:
1. Bahan bahan bangunan tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat
yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain:
a. Debu total kurang dari 150 mg per meter persegi;
b. Asbestos kurang dari 0,5 serat per kubik, per 24 jam;
c. Timbal (Pb) kurang dari 300 mg per kg bahan;
d. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme 14riteria.
2. Komponen dan penataan ruangan
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;
b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap
air dan mudah dibersihkan;
c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan;
d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;
e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya;
f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan
tidak menyilaukan mata.
4. Kualitas udara
a. Suhu udara nyaman, antara 18 30 oC;
b. Kelembaban udara, antara 40 70 %;
c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm per 24 jam;
d. Pertukaran udara 5 kali 3 per menit untuk setiap penghuni;
e. Gas CO kurang dari 100 ppm per 8 jam;
f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg per meter kubik.
5. Ventilasi
Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
6. Vektor penyakit
Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
7. Penyediaan air
a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter
per orang setiap hari;
14
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air
minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun
2002.
8. Pembuangan Limbah
a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air,
tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;
b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau,
tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.
9. Kepadatan hunian
Luas kamar tidur minimal 8 meter persegi, dan dianjurkan tidak untuk lebih
dari 2 orang tidur.
BAB III
METODE PENELITIAN
15
A. Alur Penelitian
Peran Keluarga
Peran Tokoh
Masyarakat
Peran Petugas
Kesehatan
Bagan 1
Alur Penelitian
16
b. Berdomisili di wilayah Puskesmas Mijen minimal 2 tahun.
c. Sedang dalam masa pengobatan
d. Tidak sedang mengalami penyakit yang berat (masih dapat melakukan
aktifitas sehari-hari).
Jumlah sampel yang akan diambil dilakukan dengan kuota yaitu 7 penderita Tb
paru.
2. Anggota keluarga penderita Tb paru yang akan menjadi sasaran adalah anggota
keluarga yang tinggal serumah dengan penderita Tb paru minimal 2 tahun dan
mengetahui riwayat penyakit penderita. Jumlahnya masing-masing 1 tiap
penderita Tb paru, jadi ada 7 orang.
3. Tokoh masyarakat yang akan menjadi sasaran penelitian ini adalah orang yang
berpengaruh yang berada di wilayah sekitar penderita Tb paru tinggal.
4. Petugas kesehatan yang dimaksud adalah kepala Puskesmas Mijen atau
pemegang program Tb di Puskesmas Mijen
C. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
kualitatif, dimana tujuan riset kualitatif adalah pengembangan konsep yang dapat
membantu memahami fenomena sosial dalam setting atau lingkungan yang alami
(bukan percobaan/eksperimen), yang dengan demikian memberi penekanan pada
makna-makna pengalaman dan pandangan semua peserta risetnya.(Kusnanto,
2003). Dengan metode ini, akan didapat jawaban mendalam dibanding metode
kuantitatif. Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan lain, yakni
: Pertama, luwes karena rancangan studi ini bisa dimodifikasi, meskipun sedang
dilaksanakan. Kedua, berhubungan langsung dengan khalayak sasaran. Teknik
kualitatif memberi kesempatan pada peneliti untuk mengamati dan berhubungan
langsung dengan khalayak sasaran.(Debus, 1998) Ketiga, analisis induktif karena
peneliti tidak memaksa diri untuk hanya membatasi penelitian pada upaya
menerima atau menolak dugaan-dugaannya, melainkan mencoba memahami
situasi (make sense of the situation) sesuai dengan bagaimana situasi tersebut
menampilkan diri. Keempat, perspektif, holistik, yakni berusaha memahami secara
menyeluruh dan utuh tentang fenomena yang diteliti.(Poerwandari, 2004)
D. Pengumpulan Data
a. Jenis dan Sumber Data
17
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder, antara lain :
1) Data Primer
Hasil wawancara mendalam dengan sasaran penelitian menggunakan
pedoman pertanyaan yang telah disusun. Kemudian hasil observasi
tempat tinggal subjek penelitian.
2) Data Sekunder
Data sekunder yaitu merupakan data penunjang atau pelengkap dari
data primer yang diperoleh, yaitu gambaran lokasi tempat subyek
penelitian tinggal dan masalah-masalah yang berkaitan dengan program
penanggulangan Tb paru di Puskesmas Mijen.
1. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dilakukan adalah Wawancara Mendalam yaitu percakapan dan tanya
jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Poerwandari, 2004). Selain
itu, teknik observasi langsung dilakukan untuk pengambilan data kondisi rumah
18
c. Penyajian Data
Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Penyajian data merupakan analisis dalam bentuk matrik, network, chart atau
grafis sehingga peneliti dapat menguasai data.
d. Verifikasi atau Kesimpulan.
Sejak semula peneliti berusaha mencari makna dari data yang diperoleh.
Untuk itu peneliti berusaha mencari pola, model, tema, hubungan, persamaan,
hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Jadi dari data tersebut
peneliti mencoba mengambil kesimpulan. Verifikasi dapat dilakukan dengan
singkat yaitu dengan cara mengumpulkan data baru. Dalam pengambilan
keputusan, didasarkan pada reduksi data dan penyajian data yang merupakan
jawaban atas masalah yang diangkat dalam penelitian.
Keempat komponen tersebut saling mempengaruhi dan terkait. Pertama-tama
peneliti melakukan penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara yang
disebut tahap pengumpulan data, karena data yang dikumpulkan banyak, maka
diadakan reduksi data. Setelah direduksi kemudian diadakan sajian data, selain itu
pengumpulan data juga digunakan untuk penyajian data. Apabila ketiga tahapan
tersebut selesai dilakukan, maka diambil suatu keputusan atau verifikasi.
Validitas data dalam penelitian kulitatif dilakukan dengan membandingkan hasil
wawancara mendalam dengan hasil cross check dari anggota keluarga penderita
Tb paru yang tidak menjadi sasaran penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
A. Gambaran Lokasi Penelitian
Puskesmas Mijen terletak di bagian Barat Kota Semarang, berlokasi di
Kecamatan Mijen yang mempunyai 14 kelurahan. Di satu Kecamatan Mijen
terdapat dua Puskesmas Induk yaitu Puskesmas Mijen dan Puskesmas Karang
Malang. Wilayah kerja Puskesmas Mijen meliputi 10 kelurahan dari 14 kelurahan
yang ada di Kecamatan Mijen. Kesepuluh kelurahan binaan mempunyai luas
wilayah 1.623.282,4 KM2 dengan batas-batas wilayah :
1. Utara : Kecamatan Ngaliyan
2. Selatan : Kecamatan Boja / Kab. Kendal
3. Barat : Kabupaten Kendal
4. Timur : Kabupaten Gunungpati
Letak geografis di dataran tinggi membuat hawa pegunungan sangat terasa
karena dominasi floranya yaitu hutan karet dan hutan jati yang tersebar di
hampir seluruh wilayah mijen dan 86.860 ha merupakan tanah sawah.
Puskesmas Mijen Semarang memiliki 10 kelurahan untuk tahun 2012 akhir
dan mempunyai jumlah penduduk 40.985 jiwa dan jumlah kepala keluarga 11.191
KK. Kesepuluh kelurahan tersebut adalah Kelurahan Kedungpane, Jatibarang,
Pesantren, Wonolopo, Wonoplumbon, Jatisari, Mijen, Tambangan, Cangkringan,
dan Kelurahan Ngadirgo. Upaya Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
meliputi Tb Paru, Malaria, Kusta, Pelayanan Imunisasi, Diare, ISPA, DBD, PMS,
HIV&AIDS serta Sistem Kewaspadaan Dini. Khusus untuk upaya pencegahan dan
penanggulangan Tb Paru, kegiatannya meliputi penemuan suspek, penemuan dan
pengobatan penderita Tb Paru (DOTS) BTA Positif maupun BTA Negatif.
Guna menunjang kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyakit
menular di atas, maka puskesmas Mijen juga melakukan kampanye perilaku hidup
bersih dan sehat pada sasaran tatanan rumah tangga, institusi pendidikan sekolah,
institusi tempat-tempat umum, dan tempat kerja. Upaya tersebut juga didukung
dengan mendorong terbentuk dan berperannya masyarakat yang berwawasan
kesehatan melalaui tokoh masyarakat, pembinaan poskestren, posyandu aktif, dan
kader kesehatan aktif. Puskesmas Mijen juga melakukan pelayanan terhadap
keluarga miskin melalui program jamkesmas dan jampersal.
20
Subjek penelitian diambil secara purposive sampling. Prosedur
pengambilan subjek penelitian berdasarkan kriteria subjek lapangan yaitu pasien
penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Mijen Semarang yang melakukan
pengobatan di Puskesmas Mijen Semarang, bersedia dan mampu berpartisipasi
menjadi subyek penelitian. Subjek penelitian yang di wawancara mendalam
berjumlah 7 orang penderita TB Paru. Adapun karakteristik subjek penelitian
meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan. Seperti ditampilkan tabel berikut ini:
Tabel 4.1
Karakteristik Subjek Penelitian
21
1. Rumah yang diamati oleh peneliti berlokasi di Desa Kahuripan RT 1 RW 2
Mijen Semarang yaitu pondok pesantren dimana terdapat 3 subjek penelitian
yang tinggal, dimana observasi atau pengamatan dilakukan pada siang hari
antara pukul 12.00 13.30.
Tabel 4.2. Kondisi Rumah Subjek Penelitian
No Obyek observasi Hasil observasi
Kepadatan hunian a. ruangan kamar 1
- Jumlah penghuni : 25 orang
- luas ruangan : 5 x 4 = 20 m2
b. ruangan kamar 2
- jumlah penghuni : 23 orang
- Luas ruangan : 5 x 4 = 20 m2
Ruangan kamar 3
- jumlah penghuni : 15 orang
- Luas ruangan : 7 x 4 = 35 m2
Suhu - ruangan kamar 1 : 32 oC
- ruangan kamar 2 : 34 oC
- ruangan kamar 3 : 30 oC
Kelembapan - ruangan kamar 1 : 59 %
- ruangan kamar 2 : 59 %
- ruangan kamar 3 : 56 %
Pencahayaan - Sumber cahaya : cahaya matahari
- ruangan kamar 1 : 19.4 lux
- ruangan kamar 2 : 20.4 lux
- ruangan kamar 3 : 18.6 lux
Ventilasi a. ruangan kamar 1
- luas lantai : 20 m2
- luas ventilasi : 1,7 x 1,3 = 2.21 m2
b. ruangan kamar 2
- luas lantai : 20 m2
- luas ventilasi : 1 x 2 = 3 m2
c. ruangan kamar 3
- luas lantai : 35 m2
- luas ventilasi : 3.25 m2
Dinding - ruangan kamar 1 : tembok
- ruangan kamar 2 : tembok
- ruangan kamar 3 : kayu
Jenis lantai - ruangan kamar 1 : plester/semen
- ruangan kamar 2 : keramik
-ruangan kamar 3 : plester/semen
22
- ruang kamar 2 : 32 0C
- ruang kamar 3 : 31 0C
- ruang keluarga : 33 0C
3 Kelembapan - ruang kamar 1 : 58 %
- ruang kamar 2 : 57 %
- ruang kamar 3 : 57 %
- ruang keluarga : 59%
4 Pencahayaan -Sumber cahaya : cahaya matahari
- ruang kamar 1 :18 lux
- ruang kamar 2 : 15 lux
- ruang kamar 3 : 15 lux
- ruang keluarga : 50 lux
5 Ventilasi Ruang Kamar 1
- Luas lantai : 6.5 m2
- Luas ventilasi : 2.3 m2
Ruang Kamar 2
- Luas lantai : 6.5 m2
- Luas ventilasi : 2.6 m2
Ruang Kamar 3
- Luas lantai : 9 m2
- Luas ventilasi : 2.6 m2
Ruang tamu/keluarga
- Luas lantai : 22.5 m2
- Luas ventilasi : 4.2 m2
6 Dinding - ruang kamar 1: tembok
- ruang kamar 2: tembok
- ruang kamar 3: tembok
- ruang keluarg : tembok
7. Lantai - ruang kamar 1: tegel
- ruang kamar 2: tegel
- ruang kamar 3: tegel
- ruang keluarga : tegel
23
2 Suhu - ruang kamar : 33 0C
- ruang keluarga : 32 0C
3 Kelembapan - ruang kamar : 56 %
- ruang keluarga : 57 %
4 Pencahayaan - Sumber cahaya : cahaya matahari
- ruang kamar tidur: 19 lux
- ruang keluarga : 20 lux
5 Ventilasi Kamar tidur
- Luas lantai : 16 m2
- Luas ventilasi : 3 m2
Ruang tamu/keluarga :
- Luas lantai : 32 m2
- Luas ventilasi : 8 m2
6 Dinding - ruang kamar tidur: tembok
- ruang keluarga : tembok
7 Lantai - ruang kamar tidur: plester
- ruang keluarga : plester
24
dana untuk membangun tempat tinggal yang sehat, seharusnya mendapatkan
perhatian dari pemerintah. Pemerintah dapat membuat kamar khusus bagi santri
yang menderita Tb paru agar memperkecil penularan.
b. Penularan TB Paru
Iya tahu..saat berbicara, batuk, dan meludah juga bisa
Sebagian besar subjek penelitian berpendapat bahwa penularan
Penyakit TB Paru bisa melalui dahak, batuk dan saat berbicara Seperti
yang ditampilkan pada kotak 2 berikut di bawah ini :
Kotak 2
25
WM, SP1, 19 Th
iya tau, saat batuk, berbicara dengan oranglain, juga dari
dahak . WM, SP2, 17 Th
iya tau, dari saat berbicara dengan orang, bergantian
piring/gelas, dari napas. WM, SP3, 24 Th
iya tau,lewat makanan bisa,maemnya berdua atau satu piring
berdua itu bisa, lewat omongan juga bisa gitu setaunya saya.
WM, SP4, 21 Th
iya bisa menular, dari dahak, air liur, trus juga kalau kita
ngomong. WM, SP5, 41 Th
iya bisa mba...ya saya..dari meludah, hati-hati meludah kalau
bisa meludah itu dikasih air, atau ke kalen. WM, SP6, 52 Th
iya tahu mbak,kalau lagi ngomong mbak, meludah, trus batuk
juga bisa . WM, SP7, 25 Th
26
Iya.rutin berobat
Sebagian besar subjek penelitian menyatakan bahwa mereka
melakukan pengobatan secara rutin. Seperti yang ditampilkan pada
kotak 3 berikut di bawah ini :
Kotak 3
27
c. Apakah anda menutup mulut saat bersin / batuk? Ya atau tidak? Berikan
alasan?
Iya.kalau batuk menutup mulut
Rata rata subjek penelitian menyatakan bahwa saat bersin atau
batuk penderita menutup mulut, karena tidak ingin menulari orang lain dan
sebagian kecil subyek penelitian menyatakan hanya menutup mulut saat
batuk atau bersin kadang-kadang saja jika sedang ingat. Seperti yang
ditampilkan pada kotak 5 berikut di bawah ini :
Kotak 5
28
kalau saya, dibuang di ruas-ruas pot kayak aqua, kalau ada
panas dijemur biar kering. WM, SP1, 19 Th
tidak, biasanya dikamar mandiditempat yang panas yang ada
cahaya matahari WM, SP2, 17 Th
biasanya saya membuang ludahnya di kamar mandi mba trus
langsung saya siram pake air. WM, SP3, 24 Th
ya kadang sembarang, kalu lagi ada panas ya dibawah panas
atau jauh dari kamar. WM, SP4, 21 Th
kalau kemarin saya dikantong plastik gitu trus saya buang ke
tempat sampah. WM, SP5, 41 Th'
29
jarang.kira-kira sebulan sekali
Sebagian besar subjek penelitian menyatakan bahwa menjemur kasur
dan bantal dilakukan hanya kadang-kadang saja. Seperti yang ditampilkan
pada kotak 8 berikut dibawah ini :
Kotak 8
30
Kotak 9
31
Kotak 11
Apakah anda merokok?
dulu merokok tapi setelah sakit TB Paru saya berhenti merokok
WM, SP1, 19 Th
dulu sih iya.tapi sekarangsudah nggak WM, SP2, 17 Th
dulu sebelum sakit merokok, tapi sekarang sudah nggak.
WM, SP3, 24 Th
nggak WM, SP4, 21 Th
nggak,nggak WM, SP5, 41 Th
nggak, tapi dulu sebelum sakit merokok WM, SP6, 52Th
nggak,..ndak merokok WM, S7. 25 Th
j. Apakah anda tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain ? ya / tidak?
Berikan alasan?
Iya.tidur sekamar dengan yang lain
Rata rata subjek penelitian menyatakan bahwa subyek tetap tidur
sekamar dengan anggota keluarga yang lain. Seperti yang ditampilkan pada
kotak 12 berikut dibawah ini :
Kotak 12
Apakah anda tidur sekamar dengan anggota keluarga yang
lain?ya/tidak?berikan alasannya?
iya, tapi setelah saya difonis kena penyakit ini kata dokter tidak
boleh, lalu ambil alternatif saya dipindah ke kamar sendiri selama
dalam masa pengobatan WM, SP1, 19 Th
iya, bareng dengan teman-teman juga WM, SP2, 17 Th
iya, tidur satu kamar dengan yang lain WM, SP3, 24 Th
iya WM, SP4, 21 Th
aah memang dari dulu kita itu, ah tidur pasti bareng cuman
setelah tahu kena penyakit itu suami, anak seluruh keluarga ikut
periksa, sampai sekarang tidurnya tetep bareng WM, SP5, 41 Th
nggak,setelah saya sakit saya tidurnya sendirian.biar tidak
menulari keluarga yang lain karena saya juga semanagat pingin
sembuh WM, SP6,52 th
dulu iya.tapi sekarang sudah ndak WM, SP7, 25 Th
32
b. masih ada subyek penelitian yang membuang ludah di sembarang tempat
c. Sebagian besar subyek penelitian menyatakan jarang menjemur kasur atau
bantal dibawah sinar matahari.
d. masih ada subyek penelitian yang tidak membuka jendela rumah setiap
hari.
e. Rata rata subyek penelitian menyatakan pernah merokok, dan berhenti
merokok setelah menderita penyakit TB Paru dan sebagian kecil subyek
penelitian menyatakan tidak merokok.
f. Subyek penelitian tetap tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain
33
Sebagian besar subjek penelitian menyatakan bahwa PMO selalu
mengingatkan subyek penelitian untuk rutin melakukan pengobatan dan minum
obat secara teratur. Seperti yang ditampilkan pada kotak 13 berikut dibawah ini :
Kotak 13
Apakah anda selalu di ingatkan oleh PMO untuk minum obat dan melakukan
kunjungan/pengobatan rutin? Siapa PMO anda?
iya, tapi saya membuat tanggalan sendiri, biar selalu ingat, teman.
WM, SP1, 19 Th
Iya kadang-kadang diingatkan.
WM, SP2, 17 Th
iya.teman sekamar saya.
WM, SP3, 24 Th
iya..teman.
WM, SP4, 21 Th
iya suami sering mengingatkan.
WM, SP5, 41 Th
iya, mengingatkan, tapi kadang saya malas minum obat, obatnya banyak,
kadang saya minum pake pisang.
WM, SP6, 52 Th
iya.diingatkan, tapi kadang nggak sih. WM, SP7, 25 Th
34
wawancara beliau mengatakan bahwa pengobatan TB Paru yang ada di Puskesmas
Mijen dilakukan setiap minggu yaitu pada hari selasa, pihak Puskesmas tidak rutin
diminta oleh pihak tertentu misalnya dari kelurahan, dari wawancara yang
pengobatan rutin. Selain itu informan juga mengatakan dari pihak koordinator TB
Paru atau petugas yang ada tidak melakukan penemuan kasus baru secara aktif,
Kotak 14
35
Tindakan apa yang dilakukan oleh petugas/koordinator TB Paru jika ada
pasien penderita TB Paru yang tidak melakukan pengobatan secara rutin?
hmmmtindakan yang kita lakukan paling menelefon agar kembali
melakukan pengobatan.
Keterbatasan tenaga dan cakupan wilayah yang luas menjadikan petugas kesehatan
(koordinator program Tb paru) belum melakukan penjangkauan terhadap orang yang
berisiko dan pencarian penderita baru secara aktif. Namun demikian, petugas
kesehatan telah merencanakan akan melakukan pembentukan kader Tb ke depannya.
Hal ini perlu didukung dengan kebijakan operasional dan penganggaran. Pemerintah
juga harus membuat sistem penjangkauan terhadap suspek dan penderita tb paru baru
yang lebih efektif dan efisien.
36
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Sebagian besar penderita Tb paru di daerah pedesaan berpendidikan menengah,
dalam masa usia produktif, dan dalam kategori kurang mampu dari sisi
ekonomi.
2. Tempat tinggal sebagian besar penderita Tb paru di daerah pedesaan belum
memenuhi kriteria rumah sehat baik dari sisi kepadatan hunian, pencahayaan,
ventilasi, dan kelembaban.
3. Pengetahuan hampir semua penderita Tb paru sudah cukup baik, namun masih
ada sebagian yang masih berperilaku buruk yaitu tidak menutup mulut saat
batuk.
4. Peran tokoh masyarakat di pedesaan belum menunjang program pencegahan
dan penanggulangan penyakit Tb paru.
5. Peran petugas kesehatan (koordinator Tb paru) masih terbatas melaksanakan
pengobatan, penyuluhan, dan belum melaksanakan pencarian kasus baru secara
aktif.
B. Saran
1. Pemerintah sebaiknya membuat kebijakan tentang pemberian bantuan makanan
tambahan bagi penderita Tb paru yang tidak mampu.
2. Pemerintah seharusnya memprioritaskan program perbaikan rumah bagi tempat
tinggal penderita Tb paru yang tidak mampu baik per keluarga maupun di
tempat-tempat pemondokan seperti pondok pesantren.
3. Petugas kesehatan tetap memberikan motivasi dan penguatan terhadap
penderita agar perilakunya lebih baik lagi untuk mencegah penularan Tb paru
ke orang lain.
4. Pemerintah sebaiknya melaksanakan program perberdayaan tokoh masyarakat
pedesaan untuk menjadi penguat program pencegahan dan penanggulangan Tb
paru.
37
5.Pemerintah seharusnya membuat sistem yang efektif tetapi efisien untuk
melaksanakan case finding secara aktif.
6.Penelitian selanjutnya sebaiknya berupa penelitian tindakan untuk mencoba
suatu upaya penguatan program pencegahan dan penanggulangan penyakit Tb
paru di pedesaan baik intervensi terhadap penderita, tempat tinggal, tokoh
masyarakat, maupun sistem case finding.
38
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2010, Profil Kesehatan Kota Semarang 2009,
Semarang
Ditjen PPM & PLP Depkes RI. 1997. Tatalaksana Pengobatan. Jakarta: pelatihan
Program Pemberantasan Penyakit Tuberkulosis tingkat Puskesmas.; modul 4: 1-
41
Kresno SB. 2001. Diagnosis dan prosedur laboratorium. Balai Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta;: 83-95
Singh MM. 1999. Immunology of tuberculosis an update. New Delhi: Ind J Tub;
Sudigdo S. & Sofyan ismael. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian klinis. Edisi ke
2. Sagung Seto Jakarta
World Health Organization (WHO). 2000. Global Tuberculosis Control. WHO Report
WHO. Geneva
39
Lampiran 1
Alasan peneliti mengetahui informasi crosschek adalah PMO (pengawas
menelan obat) oleh anggota keluarga karena keluarga merupakan orang terdekat
subyek penelitian atau orang-orang yang ada serumah dengan subyek penelitian,
karena dukungan keluarga berpengaruh pada kesembuhan penderita dan keluarga juga
lebih mengetahuiperilaku / perubahan diri pada subyek penelitian.
Berikut adalah hasil dari wawancara dengan crosschek :
1. Apa hubungan anda dengan penderita?
Kotak 1
40
3. Apakah penderita meminum obat secara rutin dan teratur?
Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar PMO mengatakan
bahwa penderita meminum obat secara rutin dan teratur. Seperti yang ditampilkan
pada kotak 3 berikut dibawah ini :
Kotak 3
iya WM,PMO,SP1
iya teratur WM,PMO,SP2
ya rutin WM,PMO,SP3
rutin WM,PMO,SP4
teratur. WM,PMO,SP5
iya. WM,PMO,SP6
iya WM,PMO,SP7
ya ditutup. WM,PMO,SP1
setahu saya ditutup WM,PMO,SP2
ya....kadang ya ditutup. WM,PMO,SP3
iya ditutup. WM,PMO,SP4
iya ditutup. WM,PMO,SP5
nggak WM,PMO,SP6
kayaknya ya ditutup WM,PMO,SP7
41
5. Apakah penderita membuang ludah disembarang tempat?ya/tidak?dimana
biasanya menbuang ludah?
Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar PMO mengatakan
bahwa penderita tidak membuang ludah disembarang tempat. Seperti yang
ditampilkan pada kotak 5 berikut dibawah ini :
Kotak 5
nggak WM,PMO,SP1
kadang sembarang tempat WM,PMO,SP2
ya biasanya dikamar mandi, kan kamar mandinya dekat dengan
kamar tidur. WM,PMO,SP3
biasanya di luar WM,PMO,SP4
biasanya dikamar mandi WM,PMO,SP5
biasanya di depan, kan ada comberan WM,PMO,SP6
didepan WM,PMO,SP7
jarang WM,PMO,SP1
jarang WM,PMO,SP2
iya dijemur. WM,PMO,SP3
kadang, sebulan satu kali WM,PMO,SP4
dijemur, kadang seminggu sekali WM,PMO,SP5
iya dijemur. WM,PMO,SP6
iya dijemur. WM,PMO,SP7
42
7. Apakah penderita mengkonsumsi makanan yang mengandung 4 sehat 5
sempurna?
Dari hasil wawancara yang dilakukan rata-rata PMO mengatakan bahwa
penderita jarang mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna. Seperti yang
ditampilkan pada kotak 7 berikut dibawah ini :
Kotak 7
kadang-kadang WM,PMO,SP1
kadang -kadang WM,PMO,SP2
iya...satu minggu sekali, kalu nggak salah hari jumat pas pondok
libur. WM,PMO,SP3
jarang mbak WM,PMO,SP4
kalau ibu tuh jarang olah raga. WM,PMO,SP5
waktu sakit ya nggak, jalan saja dah sempoyonganWM,PMO,SP6
nggak WM,PMO,SP7
43
9. Apakah penderita merokok?
Dari hasil wawancara yang dilakukan rata-rata PMO mengatakan bahwa
penderita merokok sebelum sakit. Seperti yang ditampilkan pada kotak 9 berikut
dibawah ini :
Kotak 9
10. Apakah penderita tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain?
Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian besar PMO mengatakan
bahwa penderita tidur sekamar dengan anggota keluarga yang lain. Seperti yang
ditampilkan pada kotak 10 berikut dibawah ini :
Kotak 10
iya WM,PMO,SP1
iya WM,PMO,SP2
iya..haa tidur dengan yang lain WM,PMO,SP3
iya WM,PMO,SP4
iya tidur bareng keluarga yang lain WM,PMO,SP5
nggak tidur sendiri WM,PMO,SP6
tidur sendiri WM,PMO,SP7
44
11. Apakah penderita selalu membuka jendela rumah setiap hari?
Dari hasil wawancara yang dilakukan rata-rata PMO mengatakan bahwa
penderita jarang membuka jendela rumah. Seperti yang ditampilkan pada kotak 11
berikut dibawah ini :
Kotak 11
jarang WM,PMO,SP1
nggak, jarang WM,PMO,SP2
karena dikamar itu nggak ada jendela ya...nggak dibuka,tapi
ruangannya sudah sangat terbuka mbak. tapi kalau kamar yang lain
ya ada. WM,PMO,SP3
dibuka setiap hari WM,PMO,SP4
iya dibuka WM,PMO,SP5
kalau pagi-pagi dibuka WM,PMO,SP6
iya kalau pagi-pagi dibuka WM,PMO,SP7
12. Apakah anda selalu mengingatkan penderita untuk rutin melakukan pengobtan dan
minum opbat secara teratur?
Dari hasil wawancara yang dilakukan sebagian kecil PMO mengatakan
bahwa mereka rutin mengingatkan penderita untuk melakukan pengobatan dan
minum obat secara teratur. Seperti yang ditampilkan pada kotak 12 berikut
dibawah ini :
Kotak 12
45
iya rutin WM,PMO,SP7
13. Apakah penderita menurut saat anda mengingatkan penderita untuk rutin
melakukan pengobtan dan minum obat secara teratur?
Dari hasil wawancara yang dilakukan Sebagian besar PMO mengatakan
bahwa penderita menurut saat PMO mengingatkan untuk melakukan pengobatan
rutin dan meminum obat secara teratur. Seperti yang ditampilkan pada kotak 13
berikut dibawah ini :
Kotak 13
46