Anda di halaman 1dari 9

ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER

EMFISEMA

Disusun oleh 2015B:

1. I KETUT SATRIA MURDINA PAMUNGKAS 1509005041


2. NI KOMANG SRI PUSPANINGSIH 1509005042
3. PUTU WAHYUNI PARAMITA 1509005043
4. YOHANA PUTRI HENI Br. KARO SEKALI 1509005044
5. NI LUH MANUELA 1509005045
6. I GEDE EKA CHANDRAWAN 1509005046
7. DWI ARSO PURBA 1509005047
8. CLAUDIA TRACY AGUSTYA MARPAUNG 1509005048
9. YASINTA NARTY 1509005050
10. FEDERIKA PINGKAN E. LASUT 1509005051

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2017
EMFISEMA

I. DEFINISI EMFISEMA

Emfisema adalah penyakit paru yang progresif, kronik dan jangka panjang. Emfisema
juga merupakan bagian dari penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive
Pulmonary Disease (COPD) (Oliveira et al., 2016). Pada emfisema terjadi peradangan yang
menyebabkan kerusakan jaringan paru, terutama yang letaknya berdekatan dengan saluran
udara. Kerusakan pada jaringan ini berakibat pada kerusakan saluran udara, sehingga udara
akan terjebak pada kantung udara (alveoli), dan paru-paru menjadi kosong. Karena hal itu,
alveoli yang terletak pada paru-paru akan menggembung. Alveoli yang menggembung ini
kemudian akan memenuhi dada tanpa meninggalkan ruang sedikitpun untuk pertukaran
udara, sehingga saluran udara menjadi terganggu dan aliran udara menjadi terhenti.

Pada kasus emfisema, paru-paru kehilangan kelenturannya. Paru-paru yang biasanya


meregang pada saat menarik nafas tidak dapat kembali ke keadaan normal karena udara yang
terjebak di kantung udara. Selain itu, emfisema juga menghancurkan pembuluh darah kecil
pada paru-paru, yang merupakan pembawa gas yang dibutuhkan untuk pernapasan, sehingga
darah yang mengalir menuju paru-paru pun ikut terkena dampaknya.

II. PATOFISIOLOGI / PATOGENESA

Alveolus mengembang dan mengempis sejak lahir sesuai batas elastisitas dindingnya.
Pengembangan alveoli yang berlebihan dalam waktu lama, misal oleh batuk paroxysmal dan
kronik, akan mengakibatkan penurunan elastisitas alveoli. Adanya stenosis pada saluran
pernafasan menyebabkan udara tidak dapat dikeluarkan semua, hingga terjadi kenaikan tekanan
intra alveolar. Tekanan intra alveolar meningkat pada suatu ketika mencapai batas maksimum
hingga alveoli akan dapat pecah dan mengakibatkan emfisema interstisial. Penurunan elastisitas
yang berlebihan akan menyebabkan emfisema alveolaris. Emfisema terjadi pada bagian paru-
paru yang normal sebagai kompensasi atas ketidakmampuan untuk berfungsi dari bagian paru-
paru yang lain, misalnya karena abses, oedema, dan bronchopneumonia. Penurunan elastisitas
bronchiol dan alveoli mungkin disebabkan oleh toksin yang dihasilkan kuman tertentu.
Kelemahan dinding alveoli udara ekspirasi harus dikeluarkan dengan usaha yang lebih besar dari
normalnya, hingga terlihat dispnea yang bersifat ekspiratorik. Kadang-kadang ditemukan
ekspirasi ganda ditandai dengan berkontraksinya otot perut secara berlebihan. Robeknya alveoli
diikuti robeknya kapiler disekitarnya, hingga titik-titik darah sering ditemukan bersama lendir
atau dahak yang keluar.

Gambar 1. Penebalan Pada Septa Alveoli

Gambar 2. Bagian histologis struktur paru pada emfisema eksperimental.


Keterangan Gambar 2 : Sampel paru yang dimasukan ke dalam paraffin dan di warnai dengan
menggunakan protocol pewarnaan H&E rutin Mayer. (A dan C) 2x dan (B dan D) 10x
pembesaran bagian paru-paru. Pada kelompok kontrol (A dan B), jaringan alveolar yang padat
terlihat dengan baik, sedangkan paru-paru emfisema (C dan D) menampilkan diameter alveoli
patologis yang lebih besar dengan jumlah alveoli yang kurang.

III. ETIOLOGI

Emfisema paru-paru primer dapat disebabkan oleh trauma yang langsung mengenai dada
hingga sampai ke paru-paru. Tidak menutup kemungkinan, emfisema paru-paru diikuti oleh
emfisema subkutan di sebagian besar tubuh (Maes Sofie et al., 2011). Emfisema primer jarang
sekali terjadi terutama pada ternak besar karena paru-paru ternak dilindungi oleh tulang iga dan
otot-otot yang kuat. Emfisema sekunder sering kali terjadi pada sebagian besar ternak. Emfisema
sekunder merupakan kejadian lanjutan dari penyakit saluran pernafasan dan radang paru-paru,
misalnya pneumonia suppurativa, pneumonia verminosa, pneumonia interstisial, bronchitis dan
bronchiolitis. Kuda tua yang dirawat di kandang terus-menerus dengan kualitas pakan yang jelek
dan berdebu maka mudah menderita emfisema alveolaris yang kronik tanpa diketahui sebab-
sebabnya (heaves). Alergen yang tidak tersifat seperti debu kandang, spora jamur dan sebagainya
akan dapat memudahkan timbulnya emfisema bagi hewan-hewan yang peka. Emfisema paru-
paru mungkin dapat timbul sebagai lanjutan dari perubahan patologis di luar alat pernapasan
yang disertai toksemia, misalnya mastitis yang disebabkan oleh E.coli. Adanya bahan-bahan
iritan menyebabkan peradangan pada alveoli. Jika suatu peradangan berlangsung lama, bisa
terjadi kerusakan yang menetap. Pada alveoli yang meradang, akan terkumpul sel-sel darah putih
yang akan menghasilkan enzim-enzim (terutama neutrofil elastase), yang akan merusak jaringan
penghubung di dalam dinding alveoli (Oliveira et al., 2016). Tubuh menghasilkan protein alfa-1-
antitripsin, yang memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh neutrophil
estalase. Ada suatu penyakit keturunan yang sangat jarang terjadi, dimana hewan tidak memiliki
atau hanya memiliki sedikit alfa-1-antitripsin, sehingga emfisema terjadi pada usia muda. Pada
sapi, emfisema bisa merupakan lesi karena pneumonia atipika, pneumonia parasiter dan bisa juga
dikarenakan anafilaksis (reaksi hipersensitifitas). Bentuk emfisema yang paling biasa terjadi
pada hewan adalah emfisema alveolaris kronis atau pada kuda sering disebut heaves. Penyebab
utamanya kurang diketahui namun penyakit ini sering sekali terjadi pada kuda dewasa yang
diberi pakan dengan kadar serat kasar yang rendah secara berkepanjangan dan semakin parah
jika makanan berdebu. Emfisema ini juga umum terjadi pada kuda yang dikandangkan di gudang
untuk periode yang lama. Emfisema akut terjadi karena perforasi (perlubangan) pulmo oleh
karena adanya benda asing yang menusuk atau menyebabkan trauma. Kasus ini sering disebut
Reticuloperitonitis Traumatik. Contoh kejadiannya adalah pada sapi atau kuda yang menelan
benda tajam seperti paku secara tidak sengaja. Pada pemeriksaan mikroskopis biasanya
ditemukan perubahan menahun dalam paru-paru antaralain :

1. Proliferasi epitel dan propia mukosa bronkhus dan bhonkioli

2. Hipertropi jaringan otot bronkhus, bhronkhioli pembuluh darah

3. Penambahan jaringan limfoit dan penebalan septa alveoli karena jaringan ikat

Adapun klasifikasi emfisema yakni:

1. Jenis emfisema berdasarkan lokasi kerusakan:

Centriacinar emfisema adalah salah satu jenis emfisema paru-paru yang ditandai
dengan pembesaran rongga udara di bagian proksimal acinus, terutama pada
tingkat bronchiolus repiratorius.
Distal acinar emfisema adalah salah satu jenis emfisema paru-paru yang terbatas
pada ujung distal alveolus di sepanjang septum inter lobularis dan di bawah pleura
membentuk bula.
Panacinar emfisema adalah satu jenis emfisema paru-paru yang ditandai dengan
pembesaran rongga udara yang relatif seragam di seluruh acinus. Merupakan
bentuk yang jarang, gambaran khas nya adalah tersebar merata di seluruh paru-
paru, meskipun bagian-bagian basal cenderung terserang lebih parah. Tipe ini
sering timbul pada hewan dengan defisiensi alfa-1 anti tripsin
Irregular emfisema adalah kerusakan pada parenkim paru tanpa menimbulkan
kerusakan pada asinus.

Menurut lokasi timbunan udaranya, kita mengenal dua jenis emfisema yaitu emfisema alveolaris
dan emfisema interstisialis. Emfisema alveolaris adalah jenis emfisema yang timbunan udaranya
masih tertimbun di dalam alveoli. Emfisema interstitialis adalah keadaan emfisema di mana
dinding alveoli sudah robek lalu udara yang terjebak tadi lepas ke ruang interstisial pulmo yang
ada di antara alveolus. Emfisema interstisial ini, jika berlanjut, akan berkembang menjadi
emfisema subkutan (Ferreira et al., 2017)

IV. GEJALA KLINIS

Pada umumnya gejala-gejala pada keadaan akut maupun kronik adalah sama, kecuali
dalam derajat dispnoea yang tampak. Dalam keadaan akut, emfisema terjadi secara mendadak
dengan dispnoea yang sangat meskipun penderita sedang istirahat. Usaha untuk memompa
keluar udara pernafasan tampak dari pernafasan abdominal yang menonjol. Ekspirasi dilakukan
lebih lama dan pada akhir ekspirasi udara didorong lebih keras, sehingga sering terlihat ekspirasi
ganda. Oleh kontraksi otot-otot perut pada kuda tua kandang juga terlihat keluarnya sebagian
anus waktu ekspirasi.

Derajat hipermi dari mukosa mata bervariasi. Dalam keadaan berat mukosa nampak
siatonik. Titik-titik darah sering dijumpai, dikeluarkan bersama ingus atau dahak yang
dibatukkan. Pada emfisema kuda yang dikenal sebagai heaves batuk bersifat kering, pendek-
pendek dan segera meningkat bila dibawa berlari sebentar saja, batuk juga timbul apabila daerah
tenggorok ditekan, atau bila hewan ditempatkan pada kandang yang berdebu akan segera
merangsang terjadinya batuk.

Pemeriksaan secara auskultasi pada kuda akan terdengar suara krepitasi. Pada sapi daerah
yang mengalami proses emfisema suara vesikuler hilang sama sekali,tinggal suara bronchial,
friksi dan krepitasi. Pemeriksaan secara perkusi akan dijumpai di daerah perkusi paru-paru yang
meluas ke belakang 2-3 rusuk. Daerah pekak jantung kadang berkurang atau hilang sama sekali.
Suara timpani akan terdengar dari sebagian besar daerah perkusi. Auskultasi pada jantung akan
terdengar suara yang teredam. Penderita emfisema paru-paru yang kronik biasanya jadi kurus.

V. DIAGNOSIS

1. Diagnosis Umum

Pada saat auskultasi akan terdengar suara krepitasi atau sibilant dan hal ini sering terjadi
pada sapi. Sementara pada kuda, kita akan sering mendapatkan suara friksi

2. Pemeriksaan Patologi Klinik


Karena tertahannya CO2 dalam darah akibat kegagalan eliminasi oleh sistem pernafasan,
maka tubuh mengkompensasi meningkatkan cadangan alkali. Polisitemia (peningkatan jumlah
total sel-sel darah) sebagai kompensasi kekurangan O2 juga bisa terjadi. Polisitemia dapat dilihat
melalui metode hematokrit.

3. Pemeriksaan Nekropsi

Paru-paru akan terlihat membesar dan pucat dan dapat terlihat adanya jejak (imprints)
dari tulang iga pada pulmo. Pada kasus emfisema interstisial, septa interalveolar akan mengalami
pengembungan (distensi) karena udara yang terjebak dan perubahan ini dapat meluas ke bagian
atas yaitu ke lapisan bawah pleura atau lapisan atas pleura. Hal ini yang menyebabkan timbulnya
suara krepitasi, friksi pada saat kita melakukan auskultasi. Hasil pemeriksaan nekropsi lainnya
yang dapat terlihat adalah adanya bukti gagal jantung kongestif. Jantung akan terlihat berwarna
merah kehitaman. Pemeriksaan histopatologis akan menunjukan adanya ruptur alveoli dan
terjadinya bronchiolitis.

VI. TERAPI DAN PENGOBATAN

Obat-obat yang telah diujikan dalam praktek: kortikosteroid, antihistaminika,


ekspektoransia, bronchodilatator dan antibiotika. Bronchodilatator dapat mengurangi kejang otot,
misalnya agonis reseptor beta-adrenergik (albuterol inhaler) dan theophylline per-oral (melalui
mulut) yang diserap lambat. Kortikosteroid dapat mengurangi peradangan. Tidak ada pengobatan
terpercaya yang dapat mengurangi kekentalan lendir sehingga mudah dikeluarkan melalui batuk.
Tetapi menghindari dehidrasi bisa mencegah pengentalan lendir. Minum cairan yang cukup
untuk menjaga air kemih tetap encer dan bening.

Untuk kuda yang diperlukan tenaganya seperti kuda pacu, kuda tarik, kuda beban dapat
dikatakan harapan untuk sembuh tidak ada. Jadi dapat dialih fungsikan sebagai pemacak jik
abelum terlalu tua. Dengan pemberian istirahat sebanyak-banyaknya, ditemapatkan dalam
kandang yang luas, bersih dan ventilasi yang baik. Diberikan makanan yang berkualitas baik dan
tidak berdebu. Jika tidak ada kontraindikasi dapat diberikan preparat boroglukonat 24-38%
sebanyak 100-200 ml secara IV agar dapat memperkuat pembuluh darah dalam paru-paru.
Apabila perubahan klinisnya belum terlalu jauh, emfisema yang bersifat kompensatorik dapat
sembuh jika penyakit primernya dapat diatasi.
Dapat juga diberikan oksigen yang akan mengurangi kelebihan sel darah merah yang
disebabkan menurunnya kadar oksigen dalam darah, memperbaiki gagal jantung, juga bisa
memperbaiki sesak nafas selama beraktivitas dan atropine untuk mengurangi hipoksia. Sapi atau
kuda tua yang menderita emfisema kronik sebaiknya dipotong saja. Adapun pencegahan yang
dapat di lakukan yakni:

1. Hewan yang sudah tua dirawat di kandang yang bersih dan sekali-kali dikeluarkan.

2. Hewan diberi pakan berkualitas baik dan tidak berdebu.

3. Kebersihan kandang dijaga dari debu dan spora jamur.

4. Polusi udara umumnya diberi batasan sebagai udara yang mengandung satu atau lebih
zat kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi untuk dapat menyebabkan gangguan pada
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan harta benda.
DAFTAR PUSTAKA

Ferreira, A.P., Alana Lucena Oliveira, Giuliano Queiroz Mostachio, Joana Zafalon Ferreira,
Stephanie Fernandez, Talita Floering Brda Souza, Andrigo Barboza de Nardi & Victor
Jos Vieira Rossetto. 2017. Cranioplasty Using Autologous Fasciae Latae Graft for Nasal
Bone Fracture Repair in a Dog. Acta Scientiae Veterinariae. 45 (Suppl 1) : 209.
Hwang, T.S, Y.M. Yoon, S.A. Noh, D.I. Jung, S.C. Yeon, H.C. Lee. 2016. Pneumatosis Coli in
A Dog A Serial Radiographic Study: A Case Report. Veterinarni Medicina. 2016 (7) :
404408.
Maes Sofie, Bart Van Goethem, Jimmy Saunders, Dominique Binst, Koen Chiers, Richard
Ducatelle. 2011. Pneumomediastinum and Subcutaneous Emphysema in A Cat
Associated With Necrotizing Bronchopneumonia Caused By Feline Herpesvirus-1. Can
Vet J. 52 : 11191122.
Oliveira, M.V., Soraia C. Abreu, Gisele A. Padilha , Nazareth N. Rocha, Lgia A. Maia,
Christina M. Takiya , Debora G. Xisto , Bela Suki , Pedro L. Silva & Patricia R.M.
Roccol. 2016. Characterization of a Mouse Model of Emphysema Induced by Multiple
Instillations of Low-Dose Elastase. Frontiersin Physiology. Volume7 : 457.

Anda mungkin juga menyukai