Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

PANCASILA DAN HAK ASASI MANUSIA

Nama Kelompok :

1. DIAGO SUBANGKIT 1541150091


2. SALMA ILMAWATI 1541150023

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


PROGRAM STUDI SISTEM KELISTRIKAN
POLTEKNIK NEGERI MALANG
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan pentunjuk Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul PANCASILA DAN HAK
ASASI MANUSIA.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyajian
data dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna untuk memenuhi tugas
pancasila.

Demikian makalah ini kami susun, apabila ada kata - kata yang kurang berkenan dan
banyak kekurangan, kami mohon maaf yang sebesar - besar nya.

Malang, 8 Desember 2016

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
.

A. Latar Belakang
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat
Indonesia, yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang bertujuan untuk menjadi
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Pada dasarnya Pancasila telah di
tetapkan sebagai dasar negara seperti tercantum dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji
kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun
juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia.
Mengingat tingkah laku para tokoh di berbagai bidang dewasa ini, yang berkaitan
dengan situasi negeri kita di bidang politik, sosial, ekonomi dan moral, maka sudah
sepantasnya kalau kita saling mengingatkan bahwa tidak mungkin ada solusi
(pemecahan) terhadap berbagai persoalan gawat yang sedang kita hadapi bersama,
jika pikiran dan tindakan kita bertentangan dengan prinsip-prinsip Pancasila yang
sangat menjunjung tinggi Hak asasi manusia. Terutama hak-hak kodrat manusia
sebagai hak dasar ( hak asasi ) yang harus dijamin dalam peraturan perundang-
undangan.
Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang
dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan
yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga
merupakan sesuatu yang harus diperoleh.Masalah HAM adalah sesuatu hal yang
sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. HAM lebih
dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum
reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan
kita hidup bersosialisasi dengan oranglain. Jangan sampai kita melakukan
pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM
pada diri kita sendiri.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian Hak Asasi Manusia?
2. Bagaimana pengaturan Hak Asasi Manusia dalam hukum di Indonesia?
3. Bagaimana perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Hak Asasi Manusia.
2. Untuk mengetahui sistem pengaturan yang berlaku bagi Hak Asasi Manusia dalam
hukum di Indonesia.
3. Untuk mengetahui perkembangan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Asasi Manusia


Hak asasi manusia (HAM) terbentuk dari tiga kata, yaitu hak, asasi, dan
manusia. Hak berarti milik atau kepunyaan. Hak juga didefinisikan sebagai kekuasaan
untuk berbuat sesuatu. Asas berarti pokok, dasar, atau utama. Asasi berarti yang dasar
atau yang pokok. Manusia didefinisikan sebagai orang, insan, atau makhluk yang
berakal budi. Dengan demikian hak asasi manusia dapat didefinisikan sebagai milik
atau kepunyaan yang bersifat mendasar atau pokok yang melekat pada seseorang
sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa (Hudriyah Mundzir dkk;2013;61).
Menurut Jhon Locke, Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi
dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Sri Hudiarini dkk;2014;121).
Menurut Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Hak
Asasi Manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia,
bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati,
dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.
Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras,
agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.

B. Perkembangan Hak Asasi Manusia


1. Perkembangan HAM Internasional
Sejarah perkembangan HAM tidak terlepas dengan sejarah berdirinya
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ketika menandatangani Piagam PBB
pada tahun 1945, timbul pemikiran tentang perlu adanya hak-hak manusia
yang perlu dijunjung tinggi sebagai hak asasi yang menjadi tanggungjawab
inrernasional. Maka pada tahun 1946, PBB membentuk Komisi Hak Asasi
Manusia dengan tugas untuk merumuskan rancangan ketentuan internasional
tentang hak-hak asasi manusia.
Sebagai hasil kerja Komisi ini, maka pada tanggal 10 Desember 1948
dideklarasikanlah Universal Declaration of Human Right (Deklarasi Universal
tentang Hak-hak Asasi Manusia) (Hadi Setia;2000;4-5). Sejarah lahirnya
HAM melalui perjalanan panjang. Substansi HAM didasari pada naskah-
naskah yang terdapat dalam:
a. Magna Charta (1215), yaitu piagam agung yang diberikan oleh Raja John
(dari Inggris) kepada beberapa bangsawan bawahannya. Piagam ini
menandai adanya pembatasan hak-hak raja Inggris.
b. Bill of Right (Undang-undang Hak 1689), yaitu undang-undang yang
diterima Parlemen Inggris dari Raja James II, untuk memenuhi tuntutan
rakyat dalam revolusi tak berdarah.
c. Declaration des droit de lhomme et du citoyen, yaitu pernyataan hak-hak
asasi manusia dan warganegara tahun 1789, yang lahir dari revolusi
Perancis melawan rezim penguasa (Raja Lodewijk XIV).
d. Bill of Right (Undang-undang Hak 1789), yaitu naskah yang disusun oleh
rakyat Amerika Serikat, yang kemudian dimasukkan dalam konstitusi
Amerika Serikat Tahun 1791 (Subhan Sofhian;2011;142-143)
Keempat naskah tersebut pada prinsipnya memuat hak-hak yang
bersifat politik saja, misalnya kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk
memilih dan hak untuk dipilih. Oleh sebab itu, presiden Amerika Serikat
Franklin D. Roosevelt mencetuskan empat kebebasan yang dikenal dengan
The Four Freedom, yaitu :
a. Freedom of speech (kebebasan untuk berbicara dan mengemukakan
pendapat),
b. Freedom of religion (kebebasan beragama),
c. Freedom of fear (kebebasan dari rasa takut),
d. Freedom of want (kebebasan dari kemiskinan/kemelaratan)
(Subhan Sofhian;2011;142-143).
Berangkat dari naskah-naskah dan pendapat para ahli hukum serta
negarawan tersebut diatas, maka disusunlah naskah piagam HAM tersebut
sebagaimana yang tertuang dalam Universal Declaration of Human Right
tahun 1948. Substansi HAM yang termuat dalam deklarasi HAM tersebut
pada intinya terdiri dari : hak-hak personal, hak legal, hak sipil, hak politik,
hak ekonomi, sosial dan budaya. Hak-hak inilah yang diadopsi dan
disempurnakan kedalam peraturan per-undangan Indonesia.
2. Perkembangan HAM di Indonesia
a. Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 1945 )
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh
manusia, sesuai dengan kodratnya (Kaelan: 2002). Secara garis besar
perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua
periode, yaitu : sebelum kemerdekaan (1908-1945) dan sesudah kemerdekaan.
Perkembangan HAM pada periode sebelum kemerdekaan
memiliki ciri khas seperti besifat tradisional. Dengan cara yang sederhana,
dipimpin oleh tokoh masyarakat, agama atau kalangan bangsawan, belum
teroganisasi secara modern, dan khususnya perjuangan kemerdekaan
masih mengandalkan kekuatan fisik persenjataan. Contoh tokoh
masyarakat yang menyelamatkan HAM adalah R.A Kartini dan Dewi
Sartika, beliau memperjuangkan peningkatan harkat dan martabat kaum
wanita pada masanya, perjuangan fisik yang mengandalkan kekuatan
senjata, misalnya Si Singamangaraja, Cut Nyak Dien, Tuanku Imam
Bonjol, Pangeran Diponogoro, Sultan Hasanudin, Patimura, dan tokoh
lainnya.
HAM pada Masa Kebangkitan Nasional (1908)
Perkembangan HAM pada masa kebangkitan nasional di mulai
dengan banyaknya kaum terpelajar di Indonesia, maka semakin
meningkat pula pemahaman dan kesadaran akan persamaan harkat dan
martabat manusia terutama hak kemerdekaan dan kebebasan sebagai
suatu bangsa.disamping itu ,meningkat pula pengetahuan dan cara-cara
memperjuangkan hak kemerdekaan dengan itu terjadi perubahan
strategi dari mengandalkan kekuatan fisik dengan strategi organisasi
diplomasi dan politik.contoh-contoh perjuanganya sebagai berikut :
Boedi Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin
Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui petisi petisi yang dilakukan kepada
pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar
goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak
kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk
menentukan nasib sendiri.
Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan
paham Marxisme lebih condong pada hak hak yang bersifat sosial
dan menyentuh isu isu yang berkenan dengan alat produksi.
Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah
hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan
yang sama dan hak kemerdekaan.
Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk
memperoleh kemerdekaan.
Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada
hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk
menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak
persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam
penyelenggaraan Negara.
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan
dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak
dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain.
Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI
berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum,
hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk
agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak
untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
HAM pada Masa Sumpah Pemuda
Perkembangan HAM pada masa sumpah pemuda tepatnya
tanggal 28 oktober 1928 yang bertujuan memberi pengaruh yang
sangat kuat pada organisasi pergerakan nasional pada masa itu semula
pada jaman itu banyak yang tidak berani secara tegas tujuan mencapai
Indonesia merdeka, namun setelah adanya kongres pemuda, organsasi-
organisasi mulai berani untuk menyatakan Indonesia merdeka.dalam
masa itu banyak tumbuh partai-partai politik dengan asasnya masing-
masing bertujuan utamanya adalah Indonesia merdeka.
b. Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 sekarang )
Periode Awal Kemerdekaan Indonesia (1945 1950)
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih
pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui
organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk
menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM
telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh
pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi )
yaitu, UUD 1945 tidak mengatur secara rinci tentang HAM.
Komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana
ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November
1945. Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat
untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam
Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.pada masa
berlakunya KRISS konstitusi republik indonesia serikat tahun 1949
dan UUDS 1950.Kedua UUD ini memuat lebih rinci tentang HAM
terbukti dengan adanya pasal-pasal yang memuat tentang Hak
Asasi Manusia yang di ambil dari Universal Declaration Of
Human Righty.
Periode 1950 1959 (Masa Orde lama)
Periode 1950 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia
dikenal dengan sebutan tim yang sangat membanggakan, karena
suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau
demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit
politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran
dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami periode
Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini
menapatkan momen pasang dan menikmati bulan madu
kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada
lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai partai
politik dengan beragam ideologinya masing masing. Kedua,
Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul betul menikmati
kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari
demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan
demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat
resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan
kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang
semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran
tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan
tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Pada
masa pemerintahan ini hanya satu konvernsi ham yang di
rativikasikan yaitu Hak politik wanita.
Periode 1959 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah
sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno
terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi
terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden.
Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan
tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik
maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan
HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak
sipil dan hak politik.
Periode 1966 1998 (Masa Orde Baru)
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke
Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal
periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah
satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang
merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan
Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM
untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan
seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak
uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi
HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No.
XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah
menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang
Hak hak Asasi Manusia dan Hak hak serta Kewajiban
Warganegara.
Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai
periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran,
karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan.
Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang
dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap
HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan
bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai
dengan nilai nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam
Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal
HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang
terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM.
Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada
anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara
Negara Barat untuk memojokkan Negara yang sedang berkembang
seperti Inonesia. Meskipun dari pihak pemerintah mengalami
kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya
terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang
dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan
masyarakat akademisi yang concern terhaap penegakan HAM.
Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan
jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM
yang terjadi seprti kasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus
DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya. Upaya yang
dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampak
memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran
strategi pemerintah dari represif dan defensif menjadi ke strategi
akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan
HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan
penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun
1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk
memantau dan menyeliiki pelaksanaan HAM, serta memberi
pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal
pelaksanaan HAM.
Periode 1998 sekarang (Masa Reformasi)
Pergantian rezim pemerintahan pada tahan 1998
memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan
perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan
pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru
yang beralwanan dengan pemjuan dan perlindungan HAM.
Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang
undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam
kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil
dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan
ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan
penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional
dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan
melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan
aturan secara konsisten. pada tahap penentuan telah ditetapkan
beberapa penentuan perundang undangan tentang HAM seperti
amandemen konstitusi Negara ( Undang undang Dasar 1945 ),
ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang undang (UU), peraturan
pemerintah dan ketentuan perundang undangam lainnya.
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Indonesia tengah
disorot oleh dunia internasional. Desakan, tawaran bantuan teknis
maupun kritikan telah dilontarkan oleh pihak luar negeri dan
badan-badan internasional. Desakan terkuat tertuju pada
percepatan penyelesaian kasus pelanggaran HAM Timtim.
Hak Asasi Manusia sebenarnya bukan istilah baru di
Indonesia, masalah ini telah tercantum dalam UUD 1945, dan
secara tegas diatur sejak era reformasi bergulir. Produk Hukum
yang mengaturnya diantaranya Tap MPR No. XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia, Pencantuman dalam Amandemen II
UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
dan UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.
Walaupun UUD 1945 telah mengaturnya, namun kesadaran
akan pentingnya penegakan HAM tumbuh di saat tumbangnya
rezim otoriter. Masa transisi saat ini, telah memberikan ruang
gerak yang lebih luas kepada para pejuang HAM. Komnas HAM
telah dibentuk dimasa pemerintahan Soeharto, namun dalam era
reformasi ini kiprahnya terlihat lebih maksimal.
Banyak permasalahan muncul dalam proses penegakan
HAM saat ini. Permasalahan itu timbul disebabkan oleh
Pengetahuan dan pengalaman yang terbatas tentang HAM, baik
pada Lembaga-lembaga Negara, maupun masyarakat. Pengetahuan
yang terbatas menyebabkan pembentukan dan pelaksanaan
peraturan perundangan menjadi kurang dapat menjamin keadilan
dan kepastian hukum. Intepretasi yang berbeda-beda terhadap
peraturan perundangan menjadi topik sehari-hari.
Perbedaan intpretasi peraturan tertulis menimbulkan
polemik tentang proses penegakan HAM. Polemik yang
berkembang berkisar pada beberapa masalah, diantaranya:
Keabsahan pembentukan KPP HAM, Kewenangan memaksa KPP
HAM dalam memanggil saksi dan tersangka, Penetapan Jaksa dan
Hakim ad hoc yang independen dan penolakan intervensi pihak
asing dalam proses pengakan HAM (Wijayanti Asri;2008).

C. Hubungan Pancasila dengan Hak Asasi Manusia


Hubungan antara Hak asasi manusia dengan Pancasila dapat dijabarkan di
setiap sila-sila dalam pancasila dan kita sebagai warga negara yang baik di harapkan
dapat mengamalkannya di kehidupan sehari-hari sehingga tidak ada lagi pelanggaran-
pelanggaran HAM di indonesia. Berikut ini adalah hubungan antara HAM dan
Pancasila :
1. Sila ketuhanan yang maha Esa menjamin hak kemerdekaan untuk memeluk
agama , melaksanakan ibadah dan menghormati perbedaan agama.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab menempatkan hak setiap warga
negara pada kedudukan yang sama dalam hukum serta serta memiliki
kewajiban dan hak-hak yang sama untuk mendapat jaminan dan perlindungan
undang-undang.
3. Sila persatuan indonesia mengamanatkan adanya unsur pemersatu diantara
warga Negara dengan semangat rela berkorban dan menempatkan kepentingan
bangsa dan Negara diatas kepentingan pribadi atau golongan, hal ini sesuai
dengan prinsip HAM dimana hendaknya sesama manusia bergaul satu sama
lainnya dalam semangat persaudaraan.
4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan dicerminkan dalam kehidupan pemerintahan,
bernegara, dan bermasyarakat yang demokratis. Menghargai hak setiap warga
negara untuk bermusyawarah mufakat yang dilakukan tanpa adanya tekanan,
paksaan, ataupun intervensi yang membelenggu hak-hak partisipasi
masyarakat.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengakui hak milik
perorangan dan dilindungi pemanfaatannya oleh negara serta memberi
kesempatan sebesar-besarnya pada masyarakat.

D. Kedudukan HAM dalam Hukum Nasional


Kedudukan HAM di sistem hukum nasional di pengaruhi oleh 3 unsur yang meliputi :
1. Legal Substance
Dimana dalam legal substance, hukum melihat HAM dari esensi
adanya HAM tersebut yaitu untuk terciptanya dan terjaganya hak hak setiap
individu yang sudah di atur di dalam HAM PBB. Dimana isi dari HAM sendiri
terbagi menjadi 2 yaitu :
a. Non-Derogable
Yaitu hak asasi yang bersifat mutlak dan tidak boleh di kurangi
oleh siapapun dalam kondisi gimanapun. Dimana di dalamnya terdapat
hak hidup, hak memeluk agama, hak bebas dari penyiksaan, hak bebas
dari perbudakan, hak bebas dari penahanan karena gagal dari
memenuhi perjanjian (seperti: hak bebas dari pemidanaan yang berlaku
surut, hak sebagai subyek hukum, hak atas kebebasan berfikir,
keyakinan dan agama). Pelanggaran terhadap hak ini termasuk kategori
kejahatan HAM.
b. Derogable
Yaitu hak asasi yang bisa dikurangi haknya oleh negara.
Dimana di dalamnya terdapat hak atas kebebasan berkumpul secara
damai, hak atas kebebasan berserikat termasuk membentuk dan
menjadi anggota serikat buruh, hak atas kebebasan menyatakan
pendapat atau berekspresi termasuk kebebasan mencari, menerima dan
memberikan informasi dan segala macam gagasan (lisan-tulisan).
2. Legal Structure
Dimana legal structure meliputi kepada struktur kelembagaan HAM
yang ada di Indonesia. Dimana tujuan dari adanya kelembagaan ini sebagai
wadah di junjungnya HAM di Indonesia. Lembaga lembaga tersebut
meliputi Komnas HAM, Pengadilan HAM, Kepolisian, dll.
3. Legal Culture
Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial
yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau
disalahgunakan. Kultur hukum di indonesia sudah sejak lama memahami
HAM di dalam adatnya. Seperti rembug desa, adat pusako jo koto, mufakat,
gotong royong, tut wuri handayani, kabukit samo mendaki ka lurah samo
menurun, musyawarah, dan lain-lain. Kultur hukum menentukan perilaku
masyarakat dalam menjalankan hak asasi manusia (Hadi Setia;2000).

E. Pengaturan HAM dalam Konstitusi Negara


Pengaturan HAM dalam Konstitusi Negara terdapat pada dokumen-dokumen
berikut :
a. Undang Undang Dasar Tahun 1945
Jaminan perlindungan atas hak asasi manusia yang terdapat dalam Undang
Undang Dasar Tahun 1945, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Hak atas persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, Pasal 27
Ayat (1)
2. Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, Pasal 27 Ayat (2)
3. Hak berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan,
Pasal 28
4. Hak memeluk dan beribadah sesuai dengan ajaran agama, Pasal 29 Ayat (2)
5. Hak dalam usaha pembelaan negara, Pasal 30
6. Hak mendapat pengajaran, Pasal 31
7. Hak menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah, Pasal
32
8. Hak di bidang perekonomi, Pasal 33
9. Hak fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, Pasal 34
b. Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)
Jaminan pemajuan hak asasi manusia, dalam Konstitusi RIS 1949, di
antaranya adalah sebagai berikut.
1. Hak diakui sebagai person oleh UU (The Right to recognized as a person
under the Law), Pasal 7 Ayat (1)
2. Hak persamaan di hadapan hukum (The right to equality before the law), Pasal
7 Ayat (2)
3. Hak persamaan perlindungan menentang diskriminasi (The right to equal
protection againts discrimination), Pasal 7 Ayat (3)
4. Hak atas bantuan hukum (The Right to Legal assistance), Pasal 7 Ayat (4)
5. Hak atas keamanan personal (The Right to personal security), Pasal 8
6. Hak atas kebebasan bergerak (The Right to freedom or removement and
residence), Pasal 9 Ayat (1)
7. Hak untuk meninggalkan negeri (The Right to leave any country), Pasal 9
Ayat (2)
8. Hak untuk tidak diperbudak (The Right not to be subjected to slavery,
servitude, or bondage), Pasal 10
9. Hak mendapatkan proses hukum (The Right to due process of law), Pasal 11
10. Hak untuk tidak dianiaya (The Right not to be subjected to turtore, or to cruel,
inhuman or degrading treatement or punishment), Pasal 12
11. Hak atas peradilan yang adil (The Right to impartial judiciary), Pasal 13 Ayat
(1)
12. Hak atas pelayanan hukum dari para hakim (The Right to an effective remedy
by the competent national tribunals), Pasal 13 Ayat (2)
13. Hak dianggap tidak bersalah (The Right to be persumed innonence), Pasal 14
Ayat (1),(2),dan (3)
14. Hak atas kebebasan berpikir dan beragama (The Right to freedom or thought,
conscience, and religion), Pasal 18
15. Hak atas kebebasan berpendapat (The Right to freedom of opinion and
express), Pasal 19
16. Hak kebebasa berkumpul (The Right to association), Pasal 20
17. Hak atas penuntutan (The Right to petition the government), Pasal 21 Ayat (1)
18. Hak turut serta dalam pemerintahan (The Right to take part in the
government), Pasal 22 Ayat (1)
19. Hak akses dalam pelayanan publik (The Right to equal acess to public
service), Pasal 22 Ayat (2)
20. Hak mempertahankan negara (The Right to national defence), Pasal 23, setiap
warga negara berhak dan berkewajiban turut serta dan sungguh-sungguh
dalam pertahanan kebangsaan.
21. Hak atas kepemilikan (The Right to own proverty alone as well as in
association with others), Pasal 25 Ayat (1)
22. Hak untuk tidak dirampas hak miliknya (The Right to be arbitrary deprived of
his property), Pasal 25 Ayat (2)
23. Hak mendapatkan pekerjaan (The right to work, to free choice employment, to
just and favourable conditions), Pasal 27 Ayat (1)
24. Hak atas kerja (The Right to work and to pay for equal work), Pasal 27 Ayat
(2)
25. Hak untuk membentuk serikat kerja (The Right to labour union), Pasal 28
c. Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950
Perlindungan dan materi muatan hak asasi manusia dalam Undang- Undang
Dasar Sementara (UUDS) Tahun 1950, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Hak atas kebebasan agama, keinsyafan batin, dan pikiran, Pasal 28.
2. Hak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, Pasal 19.
3. Hak atas kebebasan berkumpul dan berapat diakui dan diatur dengan undang-
undang, Pasal 20.
4. Hak berdemonstrasi dan mogok diakui dan diatur dengan undangundang,
Pasal 21.
5. Hak berpendapat, berserikat dan berkumpul, bahkan hak berdemonstrasi dan
mengajukan pengaduan kepada penguasa, Pasal 22.
6. Hak turut serta dalam pemerintahan, Pasal 23.
7. Berhak dan berkewajiban turut serta dengan sungguh-sungguh dalam
pertahanan negara, Pasal 24.
8. Hak atas kepemilikan baik sendiri maupun bersama-sama orang lain, Pasal 26.
9. Hak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan, Pasal 28.
10. Hak untuk mendirikan serikat pekerja dan masuk kedalamnya untuk
melindungi dan memperjuangkan kepentingannya, Pasal 29.
11. Hak dibidang pendidikan dan pengajaran, Pasal 30 .
12. Hak untuk terlibat dalam pekerjaan dan organisasi-organisasi sosial, Pasal 31.
13. Hak atas kebebasan kebudayaan dan ilmu pengetahuan, Pasal 40.
14. Hak atas jaminan kesehatan, Pasal 42.
d. Undang Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Jaminan atas pengakuan dan perlindungan hak asasi manusia menurut UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya, Pasal 28 A .
2. Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah, Pasal 28 B Ayat (1) .
3. Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta hak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, Pasal 28 B Ayat (2).
4. Hak untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar, Pasal
28 C Ayat(1).
5. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, Pasal 28 C Ayat (1).
6. Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara kolektif,
Pasal 28 C Ayat (2).
7. Hak atas pengakuan, jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil
dan perlakuan yang sama di depan hukum, Pasal 28 D Ayat (1).
8. Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja, Pasal 28 D Ayat (3).
9. Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan, Pasal 28
D Ayat (3).
10. Hak atas status kewarganegaraan, Pasal 28 D Ayat (4)

F. Pengaturan HAM dalam Undang-Undang


Pengaturan HAM juga dapat dilihat dalam Undang-undang yang pernah
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut.
a. UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan, Perlakuan
atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat.
b. UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kebebasan Menyatakan Pendapat.
c. UU Nomor 11 Tahun 1998 tentang Amandemen terhadap UU Nomor 25 Tahun
1997 tentang Hubungan Perburuhan.
d. UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
e. UU Nomor 19 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 105 tentang
Penghapusan Pekerja secara Paksa.
f. UU Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 tentang
Usia Minimum Bagi Pekerja.
g. UU Nomor 21 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 11 tentang
Diskriminasi dalam Pekerjaan.
h. UU Nomor 26 Tahun 1999 tentang Pencabutan UU Nomor 11 Tahun 1963
tentang Tindak Pidana Subversi.
i. UU Nomor 29 Tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi.
j. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
k. UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
l. UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
m. UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hak asasi manusia dapat merupakan milik atau kepunyaan yang bersifat
mendasar atau pokok yang melekat pada seseorang sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa.
Perkembangan hak asasi manusia dalam lingkup internasional didasari oleh
naskah-naskah perjanjian internasional yang merupakan cikal bakal peraturan HAM
di Indonesia. Sedangkan perkembangan HAM di Indonesia terbagi atas beberapa
tahap berdasarkan sebelum kemerdekaan dan sesudahnya serta terbagi pula atas masa
kepemimpinan.
Pancasila dan HAM sangat berhubungan erat satu sama lainnya. Di dalam
pancasila terdapat butir-butir yang membahas dan mengatur hal-hal yang menyangkut
HAM.
Kedudukan HAM dalam nasional memiliki tiga unsur, yaitu legal substance,
legal structure, dan legal culture.
HAM juga diatur dalam konstitusi negara serta undang-undang yang berlaku
demi mencapai kesejahteraan masyarakat.

B. Saran
Demi untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, maka
pelaksanaan dan penerapan HAM di Indonesia harus ditegakkan sesuai dengan aturan
yang berlaku serta menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA

Hudiarini, Sri dkk. 2014. Pendidikan Pancasila. Malang: Aditya Media Publishing
Mundzir, Hudriyah dkk. 2013. Pendidikan Pancasila. Malang: Aditya Media
Publishing
Hadi Setia Tunggal, 2000. Deklarasi Universal tentang Hak-hak Azasi Manusia
(Universal Declaration of Human Right). Jakarta: Harvindo
Subhan Sofhian dan Asep Sahid Gatara, 2011. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic
Education). Bandung: Faocusmedia
Kaelan, H, Pendidikan Kewarganegaraan. 2010. Yogyakarta: Paradigmaisi
Wijayanti Asri, 2008. Sejarah perkembangan Hak Asasi Manusia
UNDANG-UNDANG DASAR 1945 setelah amandemen ke IV

Anda mungkin juga menyukai