Anda di halaman 1dari 3

Menyambut Hari Kartini 21 April

Oleh Andi Gunawan


Emansipasi wanita/perempuan kerap disalah artikan oleh sebgaian dari kita, yaitu dengan
mengejar karir setinggi langit, kesetaraan jender yang kebablasan, bahkan dengan
mengorbankan kodratnya sebagai perempuan. Padahal sesungguhnya apa yang diperoleh dari
itu semua terlebih mengorbankan kodratnya sebagai perempuan adalah kekalahan bagi
perempuan yang paling telak.
Kodrat perempuan yang lazim kita kenal adalah bahwa setelah seorang perempuan menikah,
kemudian akan mengurus keperluan suaminya, melahirkan anak dan menjaganya hingga
dewasa. Bentuk kehidupan bagi sebagaian perempuan seperti di atas adalah salah satu bentuk
kebahagian yang paling alami, namun bagi sebagian yang lain bentuk kehidupan tersebut
adalah pengekangan dimana wanita tidak bebas bergerak dalam menentukan hidupnya
sebagaimana laki-laki.
Atas dasar penolakan bentuk kehidupan di atas, maka sebagian perempuan menyuarkan
adanya kesetaraan jender antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai bidang kehidupan.
Kesetaraan tersebut lebih kita kenal dengan emansipasi wanita/perempuan.
Kesetaraan jender atau emansipasi wanita yang berasal dari barat terkadang kebablasan,
mengejar karir setinggi langit dan melupakan kodratnya sebagai perempuan, akibatnya banyak
perempuan di Negara-negara barat enggan menikah bahkan enggan untuk melahirkan. Efek
yang paling fatal adalah pertumbuhan penduduk menjadi nol bahkan minus, ini artinya
mengancam kelangsungan hidup umat manusia di negara tersebut.
Emansipasi yang disuarakan oleh Kartini, sebenarnya lebih menekankan pada tuntutan agar
perempuan saat itu memperoleh pendidikan yang memadai, menaikkan derajat perempuan
yang kurang dihargai pada masyarakat Jawa, dan kebebasan dalam berpendapat dan
mengeluarkan pkiran. Pada masa itu tuntutan tersebut khususnya pada masyarakat Jawa
adalah lompatan besar bagi perempuan yang disuarakan oleh perempuan.
Perintis kesetaraan jender di Indonesia tidak hanya Kartini, ada Tjut Nyak di Aceh yang
memimpin sebuah pasukan perang mengusir penjajah menggantikan suaminya Teuku Umar.
Tjut Nyak Dien merupakan salah satu contoh paling baik emansipasi wanita dan kesetaraan
gender di Indonesia karena beliau adalah pemimpin tidak hanya bagi kaum wanita tapi juga
laki-laki.
Perintis yang lainnya adalah Tjut Meutia, Laksamana Tjut Malahayati, Martha Kristina Tiahahu,
Dewi Sartika dan sebagainya.
Dalam memperingati hari Kartini 21 April, yang kita harapkan tentu semangat Kartini dan
perintis kesetaraan jender menjadi teladan bagi wanita Indonesia. Namun yang harus kita ingat
bahwa dalam memperjuangkan kesetaraan gender tidak melupakan kodratnya sebagai wanita.
Dibawah ini ada satu artikel menarik dari INTISARI on the Net, edisi April 2001 yang berjudul
Emansipasi Wanita :
EMANSIPASI WANITA
Salah satu persepsi publik paling popular adalah anggapan bahwa makna emasipasi wanita
adalah perjuangan kaum wanita demi memperoleh persamaan hak dengan kaum pria. Persepsi
itu keliru, namun kaprah dipertahankan, sampai Menteri Urusan Wanita pun lantang
mencanangkannya sebagai pekik perjuangan resmi kaum wanita Indonesia.
Makna emansipasi wanita sebenarnya bukan demi memperoleh persamaan hak dengan kaum
pria. Apabila hak kaum wanita disamakan dengan pria, malah akan merugikan pihak wanita!
Sebaliknya, hak kaum pria, secara kodrati, juga mustahil disamakan dengan wanita, akibat
realita kewajiban masing-masing jenis kelamin dengan latar belakang biologis kodrati yang tidak
sama.
Secara kodrati, meski dipaksakan dengan cara apa pun, kaum pria tidak mungkin melakukan
perilaku kodrati wanita, seperti menstruasi, pregnasi, laktasi (datang bulan, mengandung (plus
melahirkan), menyusui). Allah memang menciptakan sifat-sifat biologis kodrati pria beda
dengan wanita. Bentuk alat kelamin pria juga diciptakan Allah, berbeda dari wanita, justru demi
fungsi reproduksional agar makhluk manusia tidak punah.
Keliru sambil merugikan, jika kaum wanita berjuang untuk memperoleh hak yang sama dengan
hak pria. Karena berdasar latar-belakang kodrati yang berbeda, di dunia tenaga kerja di
Indonesia masa kini, kaum wanita justru memiliki kelebihan hak ketimbang pria, yakni cuti
menstruasi, hamil sekaligus melahirkan. Dengan hak cuti dua hari setiap bulan di masa
menstruasi, masih ditambah hak cuti tiga bulan = 90 hari di masa hamil dan melahirkan,
seorang pekerja wanita malah memiliki kelebihan hak cuti selama: 90 + (12 x 2) = 114 hari
ketimbang pria.
Apabila hak pekerja wanita disamakan dengan pekerja pria, maka langsung hak lebih 114 hari
itu akan lenyap, demi kerugian wanita. Sebaliknya tidak ada alasan, bagi pekerja pria untuk
disamakan hak cuti kodratinya dengan pekerja wanita, akibat latar belakang realita kodrati
biologis kaum pria mustahil memenuhi syarat untuk memperoleh cuti. Menggelikan, jika
pekerja pria menuntut hak cuti kodrati mereka, misalnya cuti ereksi, atau cuti menghamili, yang
secara fisik sebenarnya cukup melelahkan itu. Yang lebih produktif sebenarnya adalah
perjuangan agar pekerja wanita memperoleh hak atas imbalan gaji sesuai realita
kemampuannya, setara dengan yang diterima pekerja pria dengan kemampuan sama.
Secara kultural, jika hak wanita disamakan dengan pria, juga merugikan wanita! Karena dengan
persamaan hak, maka kaum wanita, terutama yang sedang hamil, akan kehilangan hak kultural
untuk dilindungi, dan prioritas kemudahan di saat-saat khusus, seperti hak memperoleh tempat
duduk yang layak di kendaraan umum, atau hak untuk terlebih dahulu diselamatkan di saat
bencana atau kecelakaan, maupun hak untuk memperoleh prioritas kehormatan seperti
dibukakan pintu mobil, dipayungi di saat hujan, dan aneka adat istiadat tata kesopanan yang
menguntungkan kaum wanita lainnya.
Makna emansipasi wanita yang benar, adalah perjuangan kaum wanita demi memperoleh hak
memilih dan menentukan nasib sendiri. Sampai kini, mayoritas wanita Indonesia, terutama di
daerah pedesaan dan sektor informal belum sadar atas, apalagi memiliki, hak memilih dan
menentukan nasib mereka sendiri, akibat normatif terbelenggu persepsi etika, moral, dan
hukum genderisme lingkungan sosio-kultural serba keliru. Belenggu budaya anakronistis itulah
yang harus didobrak gerakan perjuangan emansipasi wanita demi memperoleh hak asasi untuk
memilih dan menentukan nasib sendiri.
Kartini
Oleh diazhandsome pada Otomotif. & Komentar

Karena udah deket dengan Hari Kartini pada 21 April, langsung aja gue isi buat Hari Kartini
tersebut. Soalnya, pada tanggal 21 April ada pertandingan Karate di GOR Pajajaran, Bogor.
Jadinya, ga akan sempat ngisi blog pada hari tersebut. Nah, berikut ini adalah pidato saya untuk
Hari Kartini di sekolah.
Hari Kartini
Assalamualaikum Warohmatulah Wabarokatuh
Yang terhormat, kepala sekolah SMP Bina Insani, ketua panitia Hari Kartini, guru-guru di SMP
Bina Insani dan rekan-rekanku sekalian yang saya cintai.
Pertama-tama, mari kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayahnya, kita dapat berkumpul d sini kembali. Shalawat serta salam semoga
dicurahkan kepada jujunjungn kita, nabi besar Muhammad SAW, kepada sahabatnya,
keluarganya, serta kita sekalian sebagai umatnya hingga akhir zaman.
Pada hari ini, 21 April, kita akan memperingati Hari Kartini. Sebagaimana telah kita ketahui,
R.A. Kartini adalah pahlawan bangsa yang memperjuangkan hak asasi wanita. Ia telah
membawa perubahan untuk kaum wanita di Indonesia. Atas perjuangannya, bangsa
Indonesia, khususnya wanita dapat meraih kebebasan dan kemerdekaan Negara Indonesia.
Kehadiran Kartini mungkin yang membuat wanita bebas dari budaya yang tidak baik pada
zaman penjajahan. Wanita yang menjadi korban kekerasan mereka, namun Kartini
membebasakan wanita dari orang kejam. Mungkin tak akan bebas wanita tanpa Kartini.
Sosok Kartini sangat mengagumkan, dan tidak mungkin ada sosok seperti Kartini pada zaman
ini. Zaman yang serba keras dan serba cepat. Sosok ia saat ini masih dibutuhkan oleh kita.
Sebab, perempuan saat ini mulai terjajah kembali, seperti dulu saat Indonesia masih terjajah.
Mereka ingin kebebasan, ketenangan dan kedamaian. Mereka ingin saat ini Kartini muncul
sosoknya kembali. Tapi hanya sia-sia belaka.
Nah, pada saat ini kita hanya bisa mengenangnya. Maka, mari kita sama-sama mengenang
hari Kartini. Hari dimana Kartini dilahirkan. Dengan mengenang Kartini diharapkan kita bisa
lebih menganal tentang Kartini dan juga kita bisa meningkatkan derajat wanita.
Sekian pidato dari saya, semoga bermanfaat. Mohon maaf apabila terdapat kekurangan atau
salah kata. Akhir kata saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Warohmatulah Wabarokatuh

Anda mungkin juga menyukai