Makalah BLS 2010
Makalah BLS 2010
PENDAHULUAN
2.1 Pengertian
Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support, disingkat BLS) adalah suatu
tindakan penanganan yang dilakukan dengan sesegera mungkin dan bertujuan untuk
menghentikan proses yang menuju kematian.
Menurut AHA Guidelines tahun 2005, tindakan BLS ini dapat disingkat
dengan teknik ABC pada prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)yaitu :
1) A (Airway) : Menjaga jalan nafas tetap terbuka
2) B (Breathing) : Ventilasi paru dan oksigenasi yang adekuat
3) C (Circulation) :Mengadakan sirkulasi buatan dengan keompresi jantung paru.
Pada tanggal 18 Oktober 2010, AHA (American Hearth Association)
mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)yang
sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway Breathing Circulation)sekarang
menjadi C-A-B (Circulation Airway Breathing).
2.2 Indikasi
Basic life support (BLS) dilakukan pada pasien-pasien dengan keadaan
sebagai berikut :
1) Henti nafas (respiratory arrest)
Henti napas ditandai dengan tidak adanya gerakan dada dan aliran udara
pernapasan dari korban / pasien. Henti napas merupakan kasus yang harus dilakukan
tindakan Bantuan Hidup Dasar. Henti napas dapat terjadi pada keadaan :
a. Tenggelam
b. Stroke
c. Obstruksi jalan napas
d. Epiglotitis
e. Overdosis obat-obatan
f. Tersengat listrik
g. Infark miokard
h. Tersambar petir
i. Koma akibat berbagai macam kasus
Pada awal henti napas oksigen masih dapat masuk ke dalam darah untuk
beberapa menit dan jantung masih dapat mensirkulasikan darah ke otak dan organ
vital lainnya, jika pada keadaan ini diberikan bantuan napas akan sangat bermanfaat
agar korban dapat tetap hidup dan mencegah henti jantung.
2) Henti jantung (cardiac arrest)
Pada saat terjadi henti jantung secara langsung akan terjadi henti sirkulasi.
Henti sirkulasi ini akan dengan cepat menyebabkan otak dan organ vital kekurangan
oksigen. Pernapasan yang terganggu (tersengal-sengal) merupakan tanda awal akan
terjadinya henti jantung.
Penyebab henti jantung adalah :
1) Cardiac
a) Penyakit Jantung Koroner
b) Aritmia
c) Kelainan Katup Jantung
d) Tamponade jantung
e) Pecahnya Aorta
2) Extra - Cardiac
a) Sumbatan Jalan Nafas
b) Gagal nafas
c) Gangguan Elektrolit
d) Syok
e) Overdosis Obat
f) Keracunan
2.3 Tujuan
Tindakan Basic life support (BLS) memiliki berbagai macam tujuan,
diantaranya yaitu:
1) Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ organ vital (otak,
jantung dan paru)
2) Mempertahankan hidup dan mencegah kematian
3) Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan
4) Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban
5) Melindungi orang yang tidak sadar
6) Mencegah berhentinya sirkulasi atau berhentinya respirasi.
7) Memberikan bantuan eksternal terhadap sirkulasi dan ventilasi dari korban yang
mengalami henti jantung atau henti napas melalui Resusitasi Jantung Paru (RJP).
2.4 Perbedaan BLS Menurut AHA Tahun 2005 dan AHA Tahun 2010
Tanggal 18 oktober 2010 lalu AHA (American Hearth Association)
mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau
dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari
prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan tersebut
ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway-
Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation Airway
Breathing).Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada
orang dewasa, anak, dan bayi.Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus.
Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi
dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita
henti jantung.Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada
lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh
terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lain-lain.
Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti
jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulasi darah. Oleh karena itu
memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang
mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada
dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan
napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti prosedur yang lama.
AHA selalu mengadakan review guidelines CPR setiap 5 tahun sekali.
Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan
perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.
Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan
perubahan ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan
masayarakat umum.Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi
selama lima tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan RJP 2010. Fokus utama RJP
2010 ini adalah kualitas kompresi dada.Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara
Panduan RJP 2005 dengan RJP 2010.
1) Bukan lagi ABC, melainkan CAB
AHA 2010 (new)
A change in the 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC is to reccomend
the initiation of chest compression before ventilation.
AHA 2005 (old)
The sequence of adult CPR began with opening of the airway, checking for
normal breathing, and then delivering 2 rescue breaths followed by cycles of
30 chest compressions and 2 breaths.
Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC:
Airway, Breathing, Circulation (Chest Compression) yaitu buka jalan nafas, bantuan
pernafasan, dan kompresi dada. Pada saat ini, prioritas utama adalah Circulation baru
setelah itu tatalaksana difokuskan pada Airway dan selanjutnya Breathing. Satu-
satunya pengecualian adalah hanya untuk bayi baru lahir (neonatus), karena penyebab
tersering pada bayi baru lahir yang tidak sadarkan diri dan tidak bernafas adalah
karena masalah jalan nafas (asfiksia). Sedangkan untuk yang lainnya, termasuk RJP
pada bayi, anak, ataupun orang dewasa biasanya adalah masalah Circulation kecuali
bila kita menyaksikan sendiri korban tidak sadarkan diri karena masalah selain
Circulation harus menerima kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan
bantuan jalan nafas.
2) Tidakada lagi Look, Listen, and Feel
AHA 2010 (new)
Look, listen, and feel for breathing was removed from the sequence for
assessment of breathing after opening the airway. The healthcare provider
briefly checks for breathing when checking responsiveness to detect signs of
cardiac arrest. After delivery of 30 compressions, the home rescuer opens
the victims airway and delivers 2 breaths.
AHA 2005 (old)
Look, listen, and feel for breathing was used to assess breathing after the
airway was opened.
Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah Bertindak
bukan Menilai.Telepon ambulan segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak
bernafas dengan baik (gasping). Percayalah pada nyali Anda. Jika Anda mencoba
menilai korban bernapas atau tidak dengan mendekatkan pipi Anda pada mulut
korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban tidak bernafas dan tindakan
look listen and feel ini hanya akan menghabiskan waktu.
3) Tidak adalagi Resque Breath
AHA 2010 (new)
Beginning CPR with 30 compressions rather than 2 ventilations leads to a
shorter delay to first compression
Resque breath adalah tindakan pemberian napas buatan sebanyak dua kali
setelah kita mengetahui bahwa korban henti napas (setelah Look, Listen, and Feel).
Pada AHA 2010, hal ini sudah dihilangkan karena terbukti menyita waktu yang
cukup banyak sehingga terjadi penundaan pemberian kompresi dada.
4) Kompresi dada lebih dalam lagi
AHA 2010 (new)
The adult sternum should be depressed at least 2 inches (5 cm)
AHA 2005 (old)
The adult sternum should be depressed 11/2 to 2 inches (approximately 4
to 5 cm).
Pada pedoman RJP sebelumnya, kedalaman kompresi dada adalah 1 2 inchi
(45 cm), namun sekarang AHA merekomendasikan untuk melakukan kompresi dada
dengan kedalaman minimal 2 inchi (5 cm).
5) Kompresi dada lebih cepat lagi
AHA 2010 (new)
It is reasonable for lay rescuers and healthcare providers to perform chest
compressions at a rate of at least 100x/min.
AHA 2005 (old)
Compress at a rate of about 100x/min.
AHA mengganti redaksi kalimat disini sebelumnya tertulis: tekan dada sekitar
100 kompresi/ menit. Sekarang AHA merekomendasikan kita untuk kompresi dada
minimal 100 kompresi/ menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu
18 detik.
6) Hands only CPR
AHA 2010 (new)
Hands-Only (compression-only) bystander CPR substantially improves
survival following adult out-of-hospital cardiac arrests compared with no
bystander CPR.
AHA mendorong RJP seperti ini pada tahun 2008. Dan pada pedoman tahun
2010 pun AHA masuh menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan
Hands Only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan
terbesar adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak terlatih pada korban yang
tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan dewasa? AHA memang tidak
memberikan jawaban tentang hal ini, namun ada saran sederhana disini: berikan
Hands Only CPR, karena berbuat sesuatu lebih baik daripada tidak berbuat sama
sekali.
7) Pengaktivasian Emergency Response System (ERS)
AHA 2010 (new)
Check for response while looking at the patient to determine if breathing is
absent or not normal. Suspect cardiac arrest if victim is not breathing or
only gasping.
AHA 2005 (old)
Activated the emergency response system after finding an unresponsive
victim, then returned to the victim and opened the airway and checked for
breathing or abnormal breathing.
Pada pedoman AHA yang baru, pengaktivasian ERS seperti meminta
pertolongan orang di sekitar, menelepon ambulans, ataupun menyuruh orang untuk
memanggil bantuan tetap menjadi prioritas, akan tetapi sebelumnya telah dilakukan
pemeriksaan kesadaran dan ada tidaknya henti nafas (terlihat tidak ada nafas/
gasping) secara simultan dan cepat.
8) Jangan berhenti kompresi dada
AHA 2010 (new)
The preponderance of efficacy data suggests that limiting the frequency
and duration of interruptions in chest compressions may improve clinically
meaningful outcomes in cardiac arrest patients.
Setiap penghentian kompresi dada berarti menghentikan aliran darah ke otak
yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu
lama.Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalurkan darah kembali.
AHA menghendaki kita untuk terus melakukan kompresi selama kita bisa atau
sampai alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan jantung
korban. Jika sudah tiba waktunya untuk pernapasan dari mulut ke mulut, lakukan
segera dan segera kembali melakukan kompresi dada. Prinsip Push Hard, Push Fast,
Allow complete chest recoil, and Minimize Interruption masih ditekankan disini.
Ditambahkan dengan Avoiding excessive ventilation.
9) Tidak dianjurkan lagi Cricoid Pressure
AHA 2010 (new)
The routine use of cicoid pressure in cardiac arrest is not recommended.
AHA 2005 (old)
Cricoid pressure should be used only if the victim is deeply unconscious,
and it usually requires a third rescuer not involved in rescue breaths or
compressions.
Cricoid pressure dapat menghambat atau mencegah pemasangan jalan nafas
yang lebih adekuat dan ternyata aspirasi tetap dapat terjadi walaupun sudah dilakukan
cricoid pressure. Cricoid pressure merupakan suatu metode penekanan tulang rawan
krikoid yang dilakukan pada korban dengan tingkat kesadaran sangat rendah, hal ini
pada pedoman AHA 2005 diyakini dapat mencegah terjadinya aspirasi dan hanya
boleh dilakukan bila terdapat penolong ketiga yang tidak terlibat dalam pemberian
nafas buatan ataupun kompresi dada.
10) Pemberian Precordial Thump
AHA 2010 (new)
The precordial thump should not be used for unwitnessed out-of-hospital
cardiac arrest. The precordial thump may be considered for patients with
witnessed, monitored, unstable VT (including pulseless VT) if a defibrillator
is not immediately ready for use, but it should not delay CPR and shock
delivery.
AHA 2005 (old)
No recommendation was provided previously.
Pada beberapa kasus dilaporkan bahwa precordial thump dapat mengembalikan
irama ventricular tachyarrhytmias ke irama sinus. Akan tetapi pada sejumlah besar
kasus lainnya, precordial thump tidak berhasil mengembalikan korban dengan
ventricular fibrillation ke irama sinus atau kondisi Return of Spontaneous Circulation
(ROSC). Kemudian terdapat banyak laporan yang menyebutkan terjadinya
komplikasi akibat pemberian precordial thump seperti fraktur sternum, osteomyelitis,
stroke, dan bahkan bisa mencetuskan aritmia yang ganas pada korban dewasa dan
anak-anak. Pemberian precordial thump boleh dipertimbangkan untuk dilakukan pada
pasien dengan VT yang disaksikan, termonitor, tidak stabil, dan bila defibrilator tidak
dapat disediakan dengan segera. Dan yang paling penting adalah precordial thump
tidak boleh menunda pemberian RJP atau defibrilasi.
Alasan untuk perubahan sistem ABC menjadi CAB adalah :
1) Henti jantung terjadi sebagian besar pada dewasa. Angka keberhasilan
kelangsungan hidup tertinggi dari pasien segala umur yang dilaporkan adalah
henti jantung dan ritme Ventricular Fibrilation (VF) atau pulseless Ventrivular
Tachycardia (VT). Pada pasien tersebut elemen RJP yang paling penting adalah
kompresi dada (chest compression) dan defibrilasi otomatis segera (early
defibrillation).
2) Pada langkah A-B-C yang terdahulu kompresi dada seringkali tertunda karena
proses pembukaan jalan nafas (airway) untuk memberikan ventilasi mulut ke
mulut atau mengambil alat pemisah atau alat pernafasan lainnya. Dengan
mengganti langkah menjadi C-A-B maka kompresi dada akan dilakukan lebih
awal dan ventilasi hanya sedikit tertunda satu siklus kompresi dada (30 kali
kompresi dada secara ideal dilakukan sekitar 18 detik).
3) Kurang dari 50% orang yang mengalami henti jantung mendapatkan RJP dari
orang sekitarnya. Ada banyak kemungkinan penyebab hal ini namun salah satu
yang menjadi alasan adalah dalam algoritma A-B-C, pembebasan jalan nafas dan
ventilasi mulut ke mulut dalam Airway adalah prosedur yang kebanyakan
ditemukan paling sulit bagi orang awam. Memulai dengan kompresi dada
diharapkan dapat menyederhanakan prosedur sehingga semakin banyak korban
yang bisa mendapatkan RJP. Untuk orang yang enggan melakukan ventilasi
mulut ke mulut setidaknya dapat melakukan kompresi dada.
RJP Dewasa 2 penolong digunakan bila ada penolong kedua. Pada RJP dewasa
2 penolong, satu penolong melakukan kompresi dada, yang lain melakukan bantuan
napas dari mulut ke mulut. Tujuan RJP dewasa 2 penolong adalah untuk mengurangi
keletihan penolong dan kompresi dada yang tidak adekuat.
Kelelahan dan kompresi dada yang tidak adekuat dapat terjadi setelah RJP 2
menit sehingga dapat di lakukan Pergantian RJP selama 2 menit atau (5 siklus 30
kompresi dan 2 tiupan napas)
Posisi recovery dilakukan pada korban tidak sadar dengan adanya nadi, napas,
dan tanda-tanda sirkulasi. Jalan napas dapat tertutup oleh lidah, lendir,dan muntahan
pada korban tidak sadar yang bebaring terlentang. Masalah-masalah ini dapat di
cegah bila dilakukan posisi recovery pada korban tersebut, karena cairan dapat
mengalir keluar mulut dengan mudah.
Bila tidak di dapatkan tanda-tanda trauma, tempatkan korban pada posisi
recovery.Posisi ini menjaga jalan napas tetap terbuka. Langkah-langkah
menempatkan korban pada posisi recovery :
Langkah 1 : Posisikan Korban
A. Lipat lengan kriri korban. Luruskan lengan kanan dengan telapak tangan
menghadap ke atas, di bawah paha kanan.
B. Lengan kanan harus di lipat di silangkan di depan dada dan tempelkan punggung
tangan pada pipi kiri korban.
C. Dengan menggunakan tangan anda yang lain, tekuk lutut kanan korban dengan
sudut 90 derajat.
Langkah 2 : Gulingkan Korban Ke Arah Penolong
Tempelkan tangan pada tangan korban yang ada di pipi. Gunakan tangan yang
lain memegang pinggul korban dan gulingkan korban menuju anda sampai di
berbaring miring.
Gunakan lutut untuk menyangga tubuh korban saat pada menggulingkannya
agar tidak terguling.
Tehnik yang di gunakan untuk mengeluarkan SBA pada dewasa sadar adalah
manuver Heimlich (abdominal thrust) atau chest thrust.
A. Tehnik Manuver Heimlich (Abdominal Thrust)
Langkah 1
Memastikan korban tersedak,tanyakan tanyakan anda tersedak?
Bila korban dapat batuk, mintalah dia batuk sekeras mungkin agar benda
asing dapat keluar dari jalan napas.
Bila jalan napas korban tersumbat, dia tidak dapat bicara, bernapas, maupun
batuk. Wajah korban kebiruan. Penolong harus segera melakukan langkah
berikutnya.
Langkah 2
Bila korban berdiri penolong berdiri di belakang korban. Mintalah agar
korban membuka kakinya. Bila korban duduk penolong berlutut dan berada
di belakang korban.
Letakkan satu kaki diantara kedua tungkai korban.
Langkah 3
Lingkarkan lengan anda pada perut korban dan cari pusar.
Letakkan dua jari di atas pusar.
Kepalkan tangan yang lain.
Tempatkan sisi ibu jari kepalan tangan pada dinding abdomen di atas dua
jari tadi.
Minta korban membungkuk dan genggam kepalan anda dengan tangan yang
lain.
Lakukan hentakan ke arah dalam dan atas (sebanyak 5 kali)
Periksa bilamana benda asing keluar setiap 5 kali hentakan.
Ulangi abdominal thrust sampai benda asing keluar atau korban tidak sadar.
B. Tehnik Chest Thrust
Tehnik chest thrust dilakukan sebagai alternatif manuver heimlich pada
korban sadar yang gemuk atau hamil.
Langkah 1
Memastikan korban tersedak, tanyakan Apakah anda tersedak? korban
yang tersedak tidak mampu berbicara,bernapas,maupun batuk.
Langkah 2
Bila korban berdiri penolong berdiri di belakang korban. Mintalah korban
membuka kakinya selebar bahu. Bila korban duduk penolong berlutut dan
berada di belakang korban.
Letakkan satu kaki di antara kedua tungkai korban.
Langkah 3
Lingkarkan lengan anda pada perut korban dan cari pusar.
Letakkan dua jari di atas pusar.
Kepalkan tangan yang lain.
Tempatkan sisi ibu jari kepalkan tangan pada dinding abdomen di atas dua
jari tadi.
Minta korban membungkuk dan genggam kepalan anda dengan tangan yang
lain.
Lakukan hentakan ke arah dalam dan atas (sebanyak 5x)
Periksa bilamana benda asing keluar setiap 5x hentakan.
Ulangi abdominal thrust sampai benda asing keluar atau korban tidak sadar.
PERTOLONGAN SBA DEWASA TAK SADAR
Pada korban dewasa yang tidak sadar, tidak bernapas atau bernapas gasping
kuri prosedur berikut :
Langkah 1
Posisikan korban terlentang di alas yang datar dan keras dan segera aktifkan
Emergency Medical Service dengan menghubungi ambulan 118
Cari/pasang AED bila ada.
Langkah 2
Periksa nadi, bila dalam 10 detik tidak teraba, lakukan RJP 30:2 ventilasi
Bila dada tidak mengembang pada ventilasi 1, reposisi kepala dan lakukan
ventilasi 2. Bila ventilasi 2 masih gagal, berarti terdapat sumbatan jalan
napas..
Kompresi dada kembali. Setelah 30 kompresi dada, sebelum di ventilasi,
evaluasi ke mulut korban dengan cara Tonge Jaw Lift.
Bila tidak nampak benda asing, berikan 2 ventilasi, lalu kompres dada
kembali. Begitu seterusnya 30 kompresi dada evaluasi ventilasi sampai
benda asing berhasil dikeluarkan.
Langkah 3
Bila nampak benda asing bersihkan dengan sapuan jari (finger sweep)
Langkah 4
Evaluasi breathing (dengan 3M) bila tidak bernapas berikan bantuan napas,
bila dada mengembang berarti jalan napas sudah bebas
Langkah 5
Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi ketika jalan napas sudah bebas. Jika nadi
tidak teraba (bila nadi sulit ditemukan dan tidak didapat tanda-tanda sirkulasi,
perlakukan sebagai henti jantung. Lakukan RJP 30:2.
Jika nadi teraba, periksa pernapasan.
Jika tidak ada napas, lakukan napas bantuan 8-10 x/menit (satu tiupan napas
6-7 detik) dengan hitungan satu ribu, dua ribu, tiga ribu, empat ribu
tiup....!
Ulangi sampai 8-10 x/menit jika nadi dan napas ada, letakkan korban pada
posisi recovery.
Evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan tiap beberapa menit
RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BAYI
Bayi adalah anak yang berusia kurang dari 1tahun. Henti jantung umumnya
terjadi sebagai akibat sekunder dari masalah lain, seperti trauma mayor atau masalah
pada sistem pernafasan. Jarang yang merupakan akibat dari masalah jantung itu
sendiri.Untuk mencegah terjadinya henti jantung penolong harus mendeteksi da tata
laksana dini dari tanda-tanda awal gagal napas.
a. Langkah 1 : Evaluasi Kesadaran
1) Evaluasi dan tentukan status kesadaran bayi dengan menepuk bahu bayi
dengan lembut.
2) Tentukan bayi bernapas atau tidak, bila tidak bernapas atau bernapas gasping
ke langkah 2.
3) Hindari guncangan kasar, pergerakan kepala dan leher bayi yang tidak perlu
karena dapat menimbulkan cedera.
4) Bayi yang tidak berespon berarti tidak sadar.
5) Kemungkinan penyebab tidak sadar pada bayi :
Sumbatan jalan napas oleh makanan, sekresi maupun lidah yang jatuh
ke belakang
Henti napas
Henti jantung
Catatan :
Agar tidak membuang waktu untuk mereposisi kepala saat ventilasi, gunakan
satu tangan untuk mempertahankan posisi head tilt saat melakukan kompresi
dada.
g. Langkah 7 : Membuka Jalan Napas
Lakukan manuver head tilt-chin lift untuk membuka jalan napas.Pada bayi yang
tidak sadar, tonus otot melemah sehingga lidah jatuh ke belakang dan menutup jalan
napas. Lidah melekat pada tulang rahang bawah, sehingga dengan menggerakkan
rahang bawah ke depan akan menjauhkan lidah dari tenggorokan dan jalan napas
terbuka.
Melakukan manuver head tilt-chin lift :
Letakkan satu tangan pada dahi bayi dan tekan ke belakang dengan telapak
tangan untuk menengadahkan kepala.
Letakkan jari tangan anda yang lain di bawah tulang rahang bawah untuk
mengangkatnya ke depan.
Memeriksa jalan napas :
Jangan menekan jaringan lunak di bawah dagu terlalu dalam atau terlalu
mengekstensikan leher bayi karena dapat membuntu jalan napas.
Jangan melakukan finger sweep tanpa melihat karena dapat mendorong benda
asing ke saluran napas.
Lakukan chin lift dengan lembut bila diduga ada cedera kepala dan leher.
Periksa Pernapasan
Dekatkan telinga dan pipi anda ke mulut dan hidung bayi untuk mengevaluasi
pernapasan ( 10 detik).
Melihat pergerakan dinding dada
Mendengarkan suara napas
Merasakan hembusan napas dengan pipi
Pernapasan Mulut Ke Mulut Dan Hidung
Bila tidak ada napas, lakukan pernapasan mulut ke mulut dan hidung.
Pertahankan posisi head tilt-chin lift
Lingkupi mulut dan hidung bayi dengan mulut penolong dan berikan 2 tiupan
dengan jeda singkat di antaranya.
Setiap tiupan harus dapat mengembangkan dada.
Durasi tiap tiupan adalan 1 detik.
Volume ventilasi sekitar 30 ml tiap tiupan.
Biarkan bayi ekspirasi pasif diantara tiupan.
h. Langkah 7 Evaluasi
1) Evaluasi nad, tanda-tanda siirkulasi dan pernapasan setiap 5 siklus RJP 30:2.
Bila 2 penolong ratio kompresi : ventilasi menjadi 15:2.
2) Bila nadi tidak teraba (denyut nadi yang sulit dievaluasi dan tidak ada tanda-
tanda sirkulasi dianggap sebagai henti jantung) lanjutkan RJP 30:2. Bila
AED sudah terpasang, evaluasi irma jantung, selanjutnya ikuti perintah dari
AED.
3) Bila nadi teraba, periksa pernapasan bayi.
4) Bila tidak ada napas, lakukan rescue breathing 20x/menit (satu tiupan napas
tiap 3 detik) dengan tiupan satu ribu, dua ribu, tiup. Ulangi sampai 20 kali
tiupan napas.
5) Bila nadi dan napas ada, letakkan bayi pada posisi recovery.
6) Monitor nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan bayi tiap beberapa menit.
POSISI RECOVERY PADA BAYI
Posisi recovery digunakan untuk tatalaksana bayi yang tidak sadar ttapi ada
pernapasan dan tanda-tanda sirkulasi.Bila bayi yang tidak sadar berbaring terlentang,
jalan napas dapat tertutup oleh lidah atau lendir dan muntahan.Masalah ini dapat
dihindari dengan menempatkan bayi pada posisi recovery, sehingga cairan dapat
keluar dari mulut dengan mudah.
Posisi recovery pada bayi berbeda dengan dewasa.Bayi diletakkan pada posisi
miring bila nadi dan napas sudah ada.Posisi ini juga menjaga jalan napas tetap
terbuka. Beriikut ini langkah-langkah yang direkomendasikan :
a. Langkah 1 Posisi Bayi
Dekatkan lengan bayi ke tubuh.
Luruskan tungkai bayi.
c. Posisi Recovery
Tahan punggung bayi dengan bantal/guling lunak
Pastikan kepala bayi tidak terlalu ekstensi maupun fleksi
Tetap berada di dekat bayi dan monitor nadi, tanda-tanda sirkulasi dan
pernapasan setiap beberapa menit.
SUMBATAN BENDA ASING (SBA) PADA BAYI
Catatan :
Tiap back blow dan chest thrust harus dilakukan dengan tenaga yang
cukup dengan tujuan mengeluarkan benda asing.
e. Langkah 6 Evaluasi
Periksa bilamana benda asing keluar setiap selesai satu rangkaian 5 back
blow dan 5 chest thrust dan keluarkan dengan jari kelingking anda bila
benda asing terlihat di dalam mulut.
Bila benda asing dapat dikeluarkan, evaluasi nadi, tanda-tanda sirkulasi
dan pernapasan.
Bila jalan napas tetap tersumbat dan bayi masih sadar, ulangi rangkaian 5
back blow dan 5 chest thrust sampai benda asing keluar atau bayi tidak
sadar.
Pengeluaran SBA Pada Bayi Tidak Sadar (Lanjutan..)
Pada bayi tidak sadar, lakukan langkah-langkah berikut :
a. Langkah 1
Evaluasi nadi brachialis selama 10 detik
Bila nadi tidak teraba, segera RJP dengan 30 kompresi dada, lalu open
airway.
Beri tiupan 2 kali. Tiupan 1 dada tidak mengembang/tiupan terasa berat,
reposisi kepala berikan tiupan kedua, masih gagal, berarti terdapat
sumbatan jalan napas.
b. Langkah 2
Bila jalan napas tersumbat, lakukan 30 kompresi dada (landmark dan
teknik yang digunakan sama dengan RJP bayi).
c. Langkah 3
Ulangi langkah kompresi dada buka jalan napas sampai berhasil
melakukan 2 kali ventilasi (ventilasi berhasil bila dada mengembang
setiap tiupan).
Bila sudah nampak benda asing di mulut, ambil dengan sapuan jari
(finger sweep).
d. Langkah 4
Evaluasi nadi dan tanda-tanda sirkulasi setelah jalan napas bebas.
Bila nadi tidak teraba (denyut nadi yang sulit dievaluasi dan tidak ada
tanda-tanda sirkulasi dianggap sebagai henti jantung) lanjutkan RJP 30:2
Bila nadi teraba, periksa pernapasan bayi, bila tidak ada napas, lakukan
rescue breathing 20x/menit (satu tiupan napas 3 detik) dengan hitungan
satu ribu, dua ribu, tiup. Ulangi sampai 20 kali tiupan napas.
Bila nadi dan napas ada, letakkan bayi pada posisi recovery. Monitor
nadi, tanda-tanda sirkulasi dan pernapasan bayi tiap beberapa menit.
Aktifkan EMS bila belum dilakukan.
Langkah sapuan jari :
Buka jalan napas bayi dengan head tilt chin lift
Periksa bilamana terlihat benda asing dalam mulut bayi.
Kait dan keluarkan dengan jari kelingking bila benda asing terlihat di dalam
mulut. Telusuri mucosa pipi, pangkal lidah, mucosa pipi yang lain.
Langkah Ventilasi :
Evaluasi pernapasan bayi dengan melihat, mendenganr dan merasakan.
Bila tidak ada napas, berikan ventilasi.
Bila jalan napas tersumbat, reposisi kepala bayi lalu ulangi ventilasi.
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR
RJP DEWASA 1 PENOLONG
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa Bantuan
hidup dasar (BHD)/Basic life support (BLS) adalah Usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan
yang mengancam jiwa. BLS/BHD dilakukan pada pasien yang mengalami henti
nafas dan henti jantung untuk mempertahankan hidup pasien. Perbedaan BLS
antara tahun 2005 dengan 2010 menurut AHA adalah BLS 2005 masih
menggunakan ABC dan pada tahun 2010 diperbaharui menjadi BAC. Langkah-
langkah BLS dengan menggunakan sistem BAC dimulai dengan mengecek
respon pasien dan diakhiri dengan defribilasi.
B. Saran
Sebagai perawat professional sudah pasti dan harus mengerti,
memahami dan mampu melaksanakan Bantuan hidup dasar (BHD)/Basic life
support (BLS) dengan atau tanpa bantuan orang lain secara cepat dan tepat
karena tindakan kegawatdaruratan sangatlah penting dan dapat terjadi dimana
saja. Dalam perkembangan Ilmu kesehatan perawat juga tidak boleh buta dengan
perkembangan teknik-teknik terbaru dalam proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA