PENDAHULUAN
Pasar adalah salah satu bentuk dari sistem, prosedur, atau hubungan sosial dan juga
infrastruktur di mana terdapat usaha menjual suatu barang, jasa dan tenaga kerja untuk
orang-orang dengan imbalan uang. Barang dan jasa yang dijual menggunakan alat
pembayaran yang sah seperti uang. Kegiatan ini merupakan bagian dari perekonomian.
Dalam konsep pasar terdapat setiap struktur yang memungkinkan pembeli dan penjual
untuk menukar jenis barang, jasa dan informasi. Pertukaran barang atau jasa untuk uang
disebut dengan transaksi. Pasar merupakan tempat yang memfasilitasi perdagangan dan
memungkinkan distribusi dan alokasi sumber daya dalam masyarakat. Pasar adalah suatu
tempat fisik dimana pembeli dan penjual berkumpul untuk mempertukarkan barang dan
jasa (Sumber : Kotler:2002,55).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pasar
Desa, pada ayat 7 menjelaskan Pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk
melaksanakan transaksi. Dan pada ayat 10 menguraikan juga tentang Pasar Tradisional
adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah, swasta, koperasi atau swadaya
masyarakat setempat dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda, atau nama lain
sejenisnya, yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil menengah, dengan skala usaha
kecil dan model kecil, dengan proses jual beli melalui tawar menawar, sarana interaksi
sosial budaya masyarakat, dan pengembangan ekonomi masyarakat.
Terdapat dua klasifikasi pasar yaitu pasar tradisional dan pasar modern. Pasar
tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli serta ditandai dengan
adanya transaksi penjual pembeli secara langsung dan biasanya ada proses tawar-
menawar, bangunan biasanya terdiri dari kios-kios atau gerai, los dan dasaran terbuka
yang dibuka oleh penjual maupun suatu pengelola pasar. Kebanyakan menjual kebutuhan
sehari-hari seperti bahan-bahan makanan berupa ikan, buah, sayur-sayuran, telur, daging,
kain, pakaian barang elektronik, jasa dan lain-lain, (Gallion:1986). Pasar tradisional di
seluruh Indonesia terus mencoba bertahan menghadapi serangan dari pasar modern. Pasar
modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun pasar jenis ini penjual dan
1
pembeli tidak bertransakasi secara langsung melainkan pembeli melihat label harga yang
tercantum dalam barang (barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan
secara mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang dijual,
selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging; sebagian besar barang
lainnya yang dijual adalah barang yang dapat bertahan lama. Contoh dari pasar modern
adalah hypermart, pasar swalayan (supermarket), dan minimarket. (Sumber : Hutabarat,
2009:34)
Pasar tradisional disuatu daerah merupakan salah satu pusat perdagangan bagi
masyarakat. Bagi bangsa Indonesia, pasar tradisional tidak saja merupakan penyangga
ekonomi namun juga merupakan aset budaya yang harus dilestarikan. Pasar tradisional
secara nyata mampu memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang
berpenghasilan rendah, sehingga tercipta suatu kondisi pemerataan hasil-hasil
pembangunan. Namun dikalangan masyarakat banyak bermunculan citra negatif pada
pasar tradisional saat ini, dimana salah satunya adalah lemahnya pengelolaan pasar. Hal
ini dapat dijumpai hampir di semua daerah terutama pada pasar-pasar tradisional yang
dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota. Keberadaan pasar tradisional dalam beberapa
tahun terakhir mulai menghadapi ancaman dalam waktu tidak lama lagi karena tidak
mampu bersaing menghadapi semakin banyaknya pusat perbelanjaan atau pasar modern
yang merambah hingga ke pelosok permukiman penduduk. Masyarakat pun tampaknya
lebih memilih berbelanja di pasar-pasar modern dengan berbagai pertimbangan, seperti
kenyamanan, kebersihan, kualitas barang, sampai alasan demi gengsi. Akan tetapi,
keberadaan pasar tradisional tidak mungkin ditiadakan karena sebagian besar masyarakat
masih berada dalam kondisi ekonomi menengah ke bawah, sehingga tidak memiliki daya
beli yang cukup besar untuk terus-menerus berbelanja di pasar-pasar modern. Hilangnya
pasar-pasar tradisional akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi suatu daerah, seperti
bertambahnya pengangguran, menurunnya daya beli akibat tingkat pendapatan per kapita
yang semakin kecil, melemahnya sektor-sektor perdagangan informal, terhambatnya arus
ditribusi kebutuhan pokok, dll yang pada akhirnya bermuara pada marginalisasi ekonomi
pasar tradisional. Menghadapi kondisi persaingan yang tidak seimbang antara pasar
tradisional dan pasar modern, Pemerintah Daerah sebenarnya telah berupaya memperbaiki
penampilan pasar tradisional yang selama ini dicitrakan becek, kumuh, semrawut, dan
tidak ada kepastian harga.
2
Namun selain memperbaiki infrastruktur, dibutuhkan juga untuk mengembangkan
kelembagaan dan SDM, seperti fungsi pasar yang menonjol seharusnya untuk
memfasilitasi masyarakat agar kehidupannya menjadi lebih sejahtera melalui ketersediaan
barang kebutuhan masyarakat konsumen dengan harga layak relatif tidak berfluktuasi,
serta menyediakan kesempatan berusaha bagi masyarakat pedagang tradisional agar
mereka dapat memperoleh pendapatan yang layak. Jadi fungsi utamanya bukan sebagai
penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi yang dikenakan kepada
para pedagang. Dengan kata lain pasar lebih bersifat "cost centre" daripada berfungsi
sebagai "financial resources".
3
pembinaan pedagang. Karena hal itulah seharusnya para pelaku kebijakan dapat
mengimplementasikan kebijakan yang telah dibuat dengan semaksimal mungkin, sesuai
dengan tujuan awal yaitu untuk terciptanya tata kelola pasar yang terpadu. Sehingga citra
buruk dari pasar tradisional akan perlahan-lahan tersingkirkan. hal itu harus mulai
dilakukan dengan pembangunan dari segi infrastruktur dan sarana yang menunjang
aktivitas dari pasar tersebut. Dan selanjutnya perbaikan dari segi pemberdayaan pedagang
dengan cara pembinaan pedagang itu sendiri.
Peraturan tersebut dibuat agar lebih jelas operasionalisasinya pada bentuk Organisasi
yang membidangi pasar tradisional yang seringkali di beberapa daerah diwujudkan dengan
membentuk Dinas Pasar atau Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) atau Bidang Pasar di bawah
Dinas Perindustrian. Apabila di dalam detail struktur organisasi dinas pembina pasar
tradisional hanya terdapat Bidang atau Seksi yang menangani retribusi, keamanan dan
ketertiban pasar, maka hampir dapat dipastikan bahwa penanganan aspek pembinaan
pengelolaan pasar tidak akan tersentuh, terlebih lagi pembinaan terhadap pedagang pasar
sama sekali akan luput dari perhatian. Hal ini lah yang sering banyak dijumpai di
kabupaten/kota yang secara hierarki bermuara pada tampilan pasar tradisional di
wilayahnya yang kebanyakan kotor dan kumuh.
4
simbiosis mutualistis; memberikan pedoman bagipenyelenggara pasar tradisional, pusat
perbelanjaan, dan toko modern;memberikan norma-norma keadilan, saling
menguntungkan dan tanpatekanan dalam hubungan antara pemasok barang dengan toko
modern, sertabagaimana pengembangan kemitraan dengan UK (Usaha Kecil),
sehinggatercipta tertib persaingan dan keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, dan
konsumen (Sumber : Harvey David. 2009: 140).
Pembinaan pasar tradisional memerlukan upaya terintegrasi, mulai di tingkat
kebijakan hingga di tingkat operasional. Setiap tingkat memerlukan bentuk-bentuk
pembinaan yang saling terkait satu bidang dengan bidang lain. Sebagai contoh, pembinaan
pasar tradsional beserta pedagang pasar dan PKL di tingkat operasional merupakan
kelanjutan dari kebijakan Pemerintah Daerah yang tertuang dalam Peraturan Daerah
beserta peraturan pelaksanaannya. Pembinaan di tingkat operasional diwujudkan dalam
bentuk pembinaan manajemen pasar tradisional dan pedagang pasar serta pembinaan PKL
dan lingkungannya, ketertiban perparkiran, penataan jalur angkutan kota, penataan tempat
pejalan kaki (pedesterian), dan kawasan wisata kuliner. Dalam penanganan masalah yang
bersifat parsial, hasil yang kurang maksimal karena kurang dapat menyentuh akar
permasalahan yang sebenarnya.
Masalah lain yang juga penting dan di banyak kabupaten/kota seperti halnya di pasar
kota kayuagung tidak banyak diperhatikan adalah pembinaan terhadap pedagang pasar,
seperti yang terkait dengan upaya untuk mewujudkan pasar bersih dan nyaman. Para
pedagang harus memahami tentang prinsip persediaan barang dagangan yang dapat
memenuhi kebutuhan pembeli/pelanggan dan ekonomis (efektif dan efisien), sehingga
mereka tidak asal menimbun barang dagangan di lapak atau kiosnya yang menjadikan
pasar menjadi gudang yang pada akhirnya los-los pasar tampak kumuh. Selain itu, para
pedagang juga harus diberikan pemahaman tentang manajemen keuangan sederhana. Ini
dimulai dari pemahaman tentang pemisahan keuangan pribadi dan keuangan usaha, agar
mereka dapat menghitung pendapatan dan keuntungan secara benar .
Untuk hal tersebutlah, maka perlu dilakukannya pengelolaan yang baik terhadap pasar
tradisional, sehingga pasar tradisional juga dapat memberikan kenyamanan bagi para
pembeli maupun pedagangnya. Memperhatikan uraian tersebut diatas penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui terhadap Evaluasi Kebijakan Pemerintah Daerah dalam
Melakukan Pengelolaan Pasar pada Shopping Centre Kota Kayuagung. Untuk dapat
mengoptimalkan kinerja dari dinas terkait dalam mengatur tata kelola pasar dan
menciptakan kemandirian di kota Kayuagung itu sendiri.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah terkait
Evaluasi Terhadap Pemerintah Daerah Dalam Melakukan Pengelolaan Pasar adalah
sebagai berikut :
Secara umum tujuan penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan memberikan
jawaban terhadap permasalahan yang telah rumuskan :
a. Untuk menjelaskan secara aktual dan faktual mengenai kinerja dari kebijakan
pemerintah dalam pengelolaan dan penataan pasar, pada shopping centre Kayuagung
b. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghambat dan mendukung kebijakan
pemerintah pengelolaan dan penataan pasar, pada shopping centre Kayuagung
Manfaat Teoritis
6
a. Manfaat Praktis
1) Sebagai bahan belajar bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya, agar
lebih mengetahui bagaimana prosedur dan tatacara mendirikan usaha
perdagangan.
2) Sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi pemerintah kota Kayuagung dalam
setiap pelaksanaan kebijakan, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan
pasar.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
diantara berbagai alternatif yang ada. Richard Rose sebagaimana dikutip Budi
Winarno (2007: 17) juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami
sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta
konsekuensi konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai
keputusan yang berdiri sendiri.Pendapat kedua ahli tersebut setidaknya dapat
menjelaskan bahwa mempertukarkan istilah kebijakan dengan keputusan adalah
keliru, karena pada dasarnya kebijakan dipahami sebagai arah atau pola kegiatan
dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu. Berdasarkan
pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan
adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak
dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya
terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif
yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu.
Ruang lingkup dari studi kebijakan publik sangat luas karena mencakup
berbagai bidang dan sektor seperti ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dan
sebagainya. Disamping itu dilihat dari hirarkirnya kebijakan publik dapat bersifat
nasional, regional maupun lokal seperti undang - undang, peraturan pemerintah,
peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan pemerintah daerah/provinsi,
keputusan gubernur, peraturan daerah kabupaten/kota,dan keputusan
bupati/walikota.
9
tujuan nasional; 2) kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur,
karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita sudah
ditempuh. Thomas R Dye sebagaimana dikutip Islamy (2009: 19) mendefinisikan
kebijakan publik sebagai is whatever government choose to do or not to do (
apapaun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau untuk tidak dilakukan).
Definisi ini menekankan bahwa kebijakan publik adalah mengenai perwujudan
tindakan dan bukan merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat
publik semata. Di samping itu pilihan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu
juga merupakan kebijakan publik karena mempunyai pengaruh (dampak yang
sama dengan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu. Terdapat beberapa
ahli yang mendefiniskan kebijakan public sebagai tindakan yang diambil oleh
pemerintah dalam merespon suatu krisis atau masalah publik.
10
2.1.1.2 Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Dalam pembuatan kebijakan terdapat tahap-tahap yang harus dilewati
agar suatu kebijakan dapat disusun dan dilaksanakan dengan baik. Kebijakan
yang dimunculkan sebagai sebuah keputusan terlebih dahulu melewati beberapa
tahap penting. Tahap-tahap penting tersebut sangat diperlukan sebagai upaya
melahirkan kebijakan yang baik dan dapat diterima sebagai sebuah keputusan.
Tahap-tahap dalam kebijakan tersebut yaitu:
a) Penyusunan agenda
Sebelum kebijakan ditetapkan dan dilaksanakan, pembuat kebijakan
perlu menyusun agenda dengan memasukkan dan memilih masalah-
masalah mana saja yang akan dijadikan prioritas untuk dibahas.
Masalah-masalah yang terkait dengan kebijakan akan dikumpulkan
sebanyak mungkin untuk diseleksi. Pada tahap ini beberapa masalah
dimasukkan dalam agenda untuk dipilih. Terdapat masalah yang
ditetapkan sebagai fokus pembahasan, masalah yang mungkin ditunda
pembahasannya, atau mungkin tidak disentuh sama sekali. Masing-
masing masalah yang dimasukkan atau tidak dimasukkan dalam agenda
memiliki argumentasi masing-masing. Pihak-pihak yang terlibat dalam
tahap penyusunan agenda harus secara jeli melihat masalah-masalah
mana saja yang memiliki tingkat relevansi tinggi dengan masalah
kebijakan. Sehingga pemilihan dapat menemukan masalah kebijakan
yang tepat.
b) Formulasi kebijakan
Masalah yang sudah dimasukkan dalam agenda kebijakan kemudian
dibahas oleh pembuat kebijakan dalam tahap formulasi kebijakan. Dari
berbagai masalah yang ada tersebut ditentukan masalah mana yang
merupakan masalah yang benar-benar layak dijadikan fokus pembahasan
c) Adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif yang ditawarkan, pada akhirnya akan
diadopsi satu alternatif pemecahan yang disepakati untuk digunakan
sebagai solusi atas permasalahan tersebut. Tahap ini sering disebut juga
dengan tahap legitimasi kebijakan (policy legitimation) yaitu kebijakan
yang telah mendapatkan legitimasi. Masalah yang telah dijadikan
11
sebagai fokus pembahasan memperoleh solusi pemecahan berupa
kebijakan yang nantinya akan diimplementasikan.
d) Implementasi kebijakan
Pada tahap inilah alternatif pemecahan yang telah disepakati tersebut
kemudian dilaksanakan. Pada tahap ini, suatu kebijakan seringkali
menemukan berbagai kendala. Rumusan-rumusan yang telah ditetapkan
secara terencana dapat saja berbeda di lapangan. Hal ini disebabkan
berbagai faktor yang sering mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.
Kebijakan yang telah melewati tahap-tahap pemilihan masalah tidak
serta merta berhasil dalam implementasi. Dalam rangka mengupayakan
keberhasilan dalam implementasi kebijakan, maka kendala-kendala yang
dapat menjadi penghambat harus dapat diatasi sedini mungkin.
e) Evaluasi kebijakan
Pada tahap ini, kebijakan yang telah dilaksanakan akan dievaluasi, untuk
dilihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan
masalah atau tidak. Pada tahap ini, ditentukan kriteria-kriteria yang
menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan telah meraih hasil yang
diinginkan. Pada tahap ini, penilaian tidak hanya menilai implementasi
dari kebijakan. Namun lebih jauh, penilaian ini akan menentukan
perubahan terhadap kebijakan. Suatu kebijakan dapat tetap seperti
semula, diubah atau dihilangkan sama sekali.
12
c. Sumber daya yang mendukung kebijakan. Kinerja suatu kebijakan akan
ditentukan oleh sumber daya finansial, material, dan infrastruktur
lainnya.
d. Kemampuan aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan.Kualitas
dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh kualitas actor kebijakan yang
terlibat dalam proses penetapan kebijakan. Kualitas tersebut ditentukan
oleh tingkat pendidikan, kompetensi dalam bidangnya, pengalaman kerja
dan integritas moralnya.
e. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik, dan
sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks
sosial, ekonomi, maupun politik tempat kebijakan tersebut dilaksanakan.
Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan.
f. Strategi yang digunakan untuk menjalankan suatu kebijakan akan
mempengaruhi kinerja suatu kebijakan. Stretegi yang digunakan dapat
bersifat top/down approach atau bottom approach, otoriter atau
demokratis (Suharno: 2010: 31).
13
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternative yang tepat dalam mengambil
keputusan. Menurut Worthen dan Sanders (1979:1) Evaluasi adalah mencari
sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa
informasi tentang sesuatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
evaluasi lebih bersifat komprehensif yang di dalamnya meliputi pengukuran. Di
samping itu, evaluasi pada hakekatnya merupakan suatu proses membuat
keputusan tentang nilai suatu objek. Keputusan evaluasi (value judgement) tidak
hanya didasarkan kepada hasil pengukuran (quantitative description), dapat pula
didasarkan kepada hasil pengamatan (qualitative description). Baik yang
didasarkan kepada hasil pengukuran (measurement) maupun bukan pengukuran
(non-measurement) pada akhirnya menghasilkan keputusan nilai tentang suatu
program yang di evaluasi. Rusman (2009:94).
14
evaluator dapat mengidentifikasi masalah, kondisi dan aktor yang mendukung
keberhasilan atau kegagalan kebijakan-eksplanasi.
15
e) Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan
untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin
terjadi, dengan cara membandingkan antara tujuan dan sasaran dengan
pencapaian target.
f) Sebagai bahan masukan (input) unutk kebijakan yang akan datang.
Tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses
kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.42
16
merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi adalah merupakan
hubungan antara efektifitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur
dari ongkos moneter.
c) Kecukupan (adequacy). Berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat
efektifitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan menumbuhkan
adanya masalah. Kriteria kecukupan menekankan pada kuatnya
hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang diharapkan.
d) Perataan (equity). Erat berhubungan dengan rasionalitas legal dan sosial
dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara kelompok-
kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Kebijakan yang berorientasi
pada perataan adalah kebijakan yang akibatnya (misalnya, unit
pelayanan atau manfaat moneter) atau usaha (misalnya biaya moneter)
secara adil didistribusikan. Kebijakan yang dirancang untuk
mendistribusikan pendapatan, kesempatan pendidikan, atau pelayanan
pendidikan kadang-kadang didistribusikan atas dasar kriteria kesamaan.
Kriteria kesamaan erat berhubungan dengan konsepsi yang saling
bersaing, yaitu keadilan atau kewajaran dan terhadap konflik etis sekitar
dasar yang memadai untuk mendistribusikan risoris masyarakat.
e) Responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu
kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-
kelompok masyarakat tertentu. kriteria responsivitas adalah penting
karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya
efektifitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan masih gagal jika belum
menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya
diuntungkan dari adanya suatu kebijakan.
f) Ketepatan (appropriateness). Kriterian ketepatan secara dekat
berhubungan dengan rasionalitas, substantif, karena pertanyaan tentang
ketepatan kebijakan tidak berkenaan dengan satuan kriteria individu
tetapi dua atau lebih kriteria secara bersama-sama. Ketepatan merujuk
pada nilai atau harga dari tujuan program dan kepada kuatnya asumsi
yang melandasi tujuan-tujuan tersebut.
17
Tabel 2.1 Kriteria Evaluasi Kebijakan
18
barang dan jasa dengan mengutamakan adanya barang-barang kebutuhan sehari-
hari.
Pasar merupakan sebuah perwujudan kegiatan ekonomi yang telah
melembaga serta tempat bertemunya antara produsen (pedagang) dan konsumen.
(pembeli) untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk yang
menurut kelas mutu pelayanan menjadi pasar tradisional dan pasar modern, dan
menurut pendistribusiannya dapat digolongkan menjadi pasar eceran dan pasar
perkulakan/ grosir (Yogi, 2000). Jika dilihat dari jenis usahanya, maka pasar di
Indonesia terbagi menjadi beberapa jenis usaha, yaitu minimarket, supermarket,
hypermarket, toko dengan sistem pembayaran cash and carry, toko kecil dengan
layanan penuh dan pasar tradisional.
19
pasar tradisional juga yang membuat kurang dilirik konsumen, bahkan
makin hari bukannya semakin bagus akan tetapi malah semakin
memburuk kondisinya. Dan jelas hal seperti itu cukup membahayakan
keberadaan pasar tradisional.
20
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan pengembangan investasi,
kurangnya profesionalisme, transparansi, dan pengawasan dalam
manajemen pengelolaan perusahaan serta banyaknya BUMD yang
mengalami kesulitan keuangan (Subowo, 2002).
21
(Subowo, 2002). Pengaturan misi Perusahaan Daerah secara luas yaitu memberi
jasa, menyelenggarakan kepentingan umum, dan memupuk pendapatan tanpa
melihat apakah usaha Perusahaan Daerah tersebut sesungguhnya merupakan
bidang komersial atau bukan. Keberadaan Perusahaan Daerah berorientasi ganda
yaitu public sevice oriented dalam rangka menyelenggarakan kemanfaatan umum
dan profit oriented dalam rangka memupuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Akan
tetapi jika dilihat secara profesional berdasarkan prinsip-prinsip koperasi,
publicmission dan profit hal tersebut merupakan dua sisi yang sangat sulit untuk
disatukan.Menurut Davey adalah Bagaimana Perusahaan daerah
memaksimumkan keuntungan tanpa mengorbankan layanan terhadap masyarakat,
terutama kelas bawah dan menengah (Davey, 1983).
22
tujuan, menempatkan orang-orang pada setiap aktivitasnya masing-
masing, menyediakan alat-alat yang diperlukan, dan menetapkan
wewenang secara relatif untuk kemudian didelegasikan kepada setiap
individu yang melakukan aktivitas-aktivitas tersebut.
3. Pengarahan, adalah mengarahkan semua bawahan agar mau bekerjasama
secara aktif untuk mencapai tujuan. Tujuan dan pengarahan untuk
membuat semua anggota kelompok mau bekerjasama dan bekerja secara
ikhlas untuk mencapai tujuan dengan perencanaan dan usaha-usaha
pengorganisasian.
4. Pengendalian, adalah proses pengaturan berbagai faktor dalam suatu
perusahaan, agar sesuai dengan ketetapan-ketetapan dalam rencana.
Tujuan untuk mengukur dan memperbaiki kinerja bawahan, apakah
sudah sesuai dengan rencana sebelumnya atau tidak.
23
dengan ciri-ciri khas daerah atau suku bangsa mereka. Barang dagangan mereka
peroleh dari juragan atau tokoh yang menjadi patron bagi pedagang kaki lima
sekaligus menyewakan peralatan jualan yang berupa gerobak ataupun meja
gelaran. Mengingat Pasar Tradisional memiliki peranan yang sangat strategis,
selain akan menciptakan lapangan kerja juga akan menumbuhkan dunia usaha dan
kewiraswastaan baru dalam jumlah banyak sehingga kelompok ini mempunyai
keterkaitan dengan sektor industri dan jasa lainnya. Dalam kegiatan inilah
membangun pasar tradisional menjadi perlu dilakukan.
Pembinaan dan penataan melalui uluran tangan pemerintah secara terus
menerus perlu dilakukan.Dengan demikian, diharapkan karena peranannya maka
pasar tradisional dapat menumbuhkan tata perdagangan yang lebih mantap, lancar,
efektif, efisien dan berkelanjutan dalam satu mata rantai perdagangan nasional
yang kokoh (Yogi, 2000).
24
Dalam upaya melakukan pengelolaan terhadap pasar tradisional ada ada
di kota kayuagung maka ditetapkalah sebuah peraturan yang dituangkan kedalam
peraturan daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir Nomor 9 Tahun 2007 tentang
perubahan atas peraturan daerah kabupaten Ogan Komering Ilir Nomor 29 Tahun
2002 tentang pengelolaan pasar dan penetapan retribusi fasilitas pasar pada
shopping centre Kayuagung dan sekitarnya. Sehingga dapat terciptanya efisiensi
dan efektivitas terhadap pengelolaan pasar tersebut.
Sejalan dengan telah dilakukannya pelaksanaan terhadap peraturan
daerah tersebut, maka perlulah dilakukan penilaian terhadap kinerja pelaksanaan
Perda tersebut atau evaluasi terhadap pengelolaan Pasar di Kota Kayuagung.
Dalam melakukan evaluasi dapat dilihat melalui model evaluasi yang digunakan,
yaitu model evaluasi menurut William N. Dunn yang memiliki beberapa indikator
penilaian. Untuk mempermudah pemahaman tentang konsep penelitian ini, maka dapat
dilihat pada bagan di bawah ini :
25
Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Komering Ilir Nomor 9 Tahun
2007 Tentang Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten
Ogan Komering Ilir Nomor 29 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan
Pasar Dan Penetapan Retribusi Fasilitas Pasar Pada Shopping Centre
Kayuagung Dan Sekitarnya
6. Efektivitas
4. Efisiensi
F
E
E
D
5. Kecukupan
B
A
C
K 3. Pemerataan
2. Responsibilitas
1. Ketepatan
Hasil Penelitian
26
BAB III
METODE PENELITIAN
27
mengenai sistem dan mekanisme yang digunakan dalam evaluasi Kebijakan Pemerintah
Daerah Dalam Melakukan Pengelolaan dan Penataan Pasar Dalam Studi Di Shopping
Centre Kota Kayuagung. Menurut Miles dan Huberman bahwa data kualitatif adalah
merupakan sumber dari data deskriptif yang luas dan mempunyai landasan yang kokoh.
Memuat penyelarasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkungansetempat,
dapat menjelaskan dan memahami alur pristiwa secara kronologis,dapat menilai sebab
akibat, memperoleh penjelasan yang banyak danbermanfaat, lebih condong dapat
membimbing kita untuk memperolehpenemuan-penemuan yang tidak didugah
sebelumnya dan membentuk teori yang baru.
3.4 Informan
Informan dalam penelitian adalah orang atau pelaku yang benar - benar tahu dan
menguasai masalah, serta terlibat langsung dengan masalah penelitian. Dengan
mengunakan metode penelitian kualitatif, maka peneliti sangat erat kaitannya dengan
faktor - faktor kontekstual, jadi dalam hal ini sampling dijaring sebanyak mungkin
informasi dari berbagai sumber. Maksud kedua dari informan adalah untuk mengali
informasi yang menjadi dasar dan rancangan teori yang dibangun. Informan merupakan
seseorang yang dapat memberikan sumber informasi berhubungan dengan pengelolaan
pasar tradisional, serta seseorang yang terkait dalam proses pelaksanaan kebijakan dari
28
pemerintah daerah kota Kayuagung sehingga dapat dilihat apakah kinerja dari
pelaksanaan kebijakan tersebut telah optimal atau belum, sehingga dapat dijelaskan
bagaimana evaluasi terhadap kebijakan pemerintah dalam melakukan pengelolaan pasar
di shopping centre kota Kayuagung.
29
1. Observasi
Observasi (Djaman Satori, 2011:128) diartikan sebagai kegiatan pengumpulan
data yang diperlukan untuk menghimpun data penelitian melalui pengumpulan dan
pengindraan. Observasi yang dilakukan peneliti adalah memperhatikan hubungan
baik antara peneliti dengan informan, agar informan dapat menerima peneliti tanpa
harus di curigai, karena hai itu menjadi hambatan utama terhadap keberhasilan
Observasi, maka kesadaran diri (self awareness) peneliti digunakan dalam
mengendalikan semua keterbatasan ini. Dalam observasi disini data yang di
gunakan adalah data primer yakni melalui kata-kata dan tindakan yang telah
diamati.
2. Wawancara
Dalam penelitian kualitatif kata-kata dan tindakan yang utama untuk itu
wawancara sangat penting dalam penelitian ini. Metode mengajukan pertanyaan
secara langsung dengan informan yang memberi penjelasan pendapat,sikap dan
keyakinantentang hal-hal yang relevan dalam penelitian. Wawancara (Sugiono,
2010:72) adalah percakapan dengan maksut tertentu, dan dilakukan oleh dua pihak
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancra (informan) memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dalam
wawancara peran informan tetap menjadi sentral walaupun keadaan informan
berganti-ganti. Tugas peneliti (pewawancara) adalah tetap menjaga agar peran
informan dapat berfungsi sebagaimana peranya dalam proses sosial yang
sebenarnya. Pengajuaan pertanyaan kepada informan berdasarkan indikator
variabel penelitian yang telah ditentukan dan pola wawancara dilakukan secara
terstruktur.
3. Dokumentasi
Model ini dilakukan dengan cara mengamati, mencatat atau mencopi dokumen-
dokumen, bahan panduan / arsip-arsip maupun data lain yang terkait dengan yang
diteliti. Cara ini digunakan dengan maksud untuk memperoleh data sekunder yang
berhubungan dengan fokus penelitian dan untuk menambah kelengkapan dalam
menganalisis data peneliti. Dokumen merupakan data sekunder yang berdasarkan
data yang terkumpul meliputi: dokumen perda atau peraturan daerah di kota
Kayuagung dalam pengelolaan dan penataan pasar tradisonal.
30
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mengelola data penelitian yang
telah dikumpulkan melalui pengamatan lansung, wawancara mendalam, dokumen-
dokumen pendukung, kemudian diolah sesuai dengan permasalahan yang diangkat,
dalam beberapa tahapan tahapan sebagai berikut :
1. Mengorganisasikan Data
Data yang dikumpulkan dari subjek melalui hasil wawancara mendalam (depth
inteviwer) dilapangan, dibuatkan transkripinterview dengan mengubah hasil
wawancara dari bentuk rekaman menjadi bentuk tertulis secara verbatim, untuk
dianalisis selanjutnya.
2. Klasifikasi Dan Kategori Data
Hasil transkrip data interview diberi kode, dikelompokan berdasarkan kategori
tema dan pola jawabankemudian disusun dalam kerangka analisis yang dibuatkan
atau disiapkan.
3. Menguji Asumsi
Setelah kategori pola data tergambar dengan jelas, peneliti menguji data tersebut
terhadap asumsi yang dikembangkan dalam penelitian ini, sehingga dapat
dicocokan apakah ada kesamaan antara landasan teoritis dengan hasil yang dicapai.
Walaupun penelitian ini tidak memiliki hipotesis tertentu, namun dari landasan
teori dapat dibuat asumsi mengenai hubungan antara konsep-konsep yang ada.
31
berlanjut terus menerus sesudah penelitian sampai laporan akhir lengkap tersusun.
Oleh sebab itu reduksi data merupakan suatu bentuk data analisis yang menajam,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisir
data sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diferifikasih.
Dengan reduksi data maka penelitian kualitatif dapat disederhanakan
ditransformasi dalam beragam cara.
2. Penyajian Data
Penyajian data diartikan sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan dengan
menyerdahanakan informasi kedalam suatu kesatuan bentuk konfigurasi yang
mudah dipahami, sehingga peneliti tidak terjebak dan tidak tergelincirkedalam
pengambilan keputusan yang ceroboh dan gegabah. Pada penelitian ini penyajian
data diwujudkan dalam bentuk tabel atau grafik, dengan demikian dapat
memperoleh gambaran yang jelas tentang bagaimana prosedur penataan izin usaha
pasar moderen dan tradisional.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Penarikan kesimpulan merupakan konfigurasi utuh selama penelitian berlangsung
sedangkan verifikasih merupakan kegiatan pemikiran kembali yang melintas dalam
pemikiran peneliti selama pencatatan berlangsung atau peninjauan kembali catatan
yang diperoleh selama dilapangan. Peneliti berusaha untuk menganalisis dan
mencari makna dari yang telah dikumpulkan melalui pencarian pola, tema
hubungan persamaan, hal-hal sering timbul dan lain sebagainya, yang dituangkan
dalam kesimpulan yang bersifat tentatif.
Gambar 3.1
Model Analisis Interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberma
32
DAFTAR PUSTAKA
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi.Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
33