Anda di halaman 1dari 16

Post Partum Blues

Ditinjau Dari Segi Psikologi

Nama : Andika Bhayangkara

Jurusan : Keperawatan

Kelas :1B

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA I

Jalan Wijayakusuma Raya No.47 Cilandak Jakarta Selatan

Jakarta,2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan


psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian
besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah kodrati yang harus dilalui
tetapi sebagian lagi menggapnya, sebagai peristiwa yang menetukan kebidupan
selanjutnya.

Perubahan fisik dan emosional yang komplek, memerlukan adaptasi terhadap


penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara
keinginan prokreasi kebanggan yang ditumbuhkan dari norma-nomra social kultur
dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi
psikologis mulai dari reaksi emosional emosional ringan hingga ke tingkat gangguan
jiwa yang berat.

Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam mengahadapi aktivitas


dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah
melahirkan, baik tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan
mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma
yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blus.

Post-partum blus. Sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875
telah menulis refrensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan
pasca salin yang disebut sebagai milk fewer karena gejala disforia tersebut muncul
bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini post-partum blues (PPB) atau serig juga
disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan
efek ringan yang sering tampak dalam minggu petama setelh persalinan dan ditandai
dengan gejala-gejala seperti :reaksi deprsi/sedih/disforia, menangis , mudah
tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri
sendiri , gangguan tidur dan gangguan nafsu makan . Gejala-gejala ini muncul setelah
persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam
sampai beberapa hari . Namun pada beberapa kasus gejala-gejala tersebut terus
bertahan dan baru menghilang setelah beberapa hari. Minggu atau bulan kemudian
bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.

B. TUJUAN

Agar kita sebagai tenaga kesehatan dapat :

1. Mengetahui fase-fase perubahan psikologi pada ibu pasca partum

2. Mengetahui apa itu post partum blues

3. Mengetahui factor penyebab post partum blues

4. Mengetahui gejala-gejala post partum blues

5. Memberikan asuhan pada ibu yang mengalami post partum


C. MANFAAT

Manfaat kita sebagai seorang calon perawat untuk mempelajari mengenai post
partum blues ini, yaitu : karena kita sebagai seorang calon perawat yang tentunya
akan selalu berhadapan dengan wanita sepanjang daur kehidupannya pastinya harus
bisa memberikan asuhan pada wanita sepanjang daur kehidupannya. Apalagi masalah
post partum blues adalah masalah yang di hadapi oleh wanita pasca persalinan
dengan kita mempelajari post partum blues tentunya kita bisa mencegah agar hal
tersebut tidak di hadapi oleh ibu pasca persalinan. Dan bagi ibu yang sudah terkena
gejala post partum blues hendaknya kita sebagai seorang tenaga kesehatan harus
mencegah agar tidak sampai pada tahap selanjutnya yaitu pada yang lebih parah lagi.
Dan juga diharapkan agar kita bisa memberikan asuhan pada ibu-ibu pasca persalinan
agar tidak mengalami post partum blues dan juga memberikan asuhan pada ibu yang
mengalami post partum blues.
BAB II

PEMBAHASAN

A. GAMBARAN UMUM

Masa nifas (puerperium) dimulai sejak kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan saat sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira selama 6 minggu. Pengawasan dan asuhan post partum masa
nifas sangat diperlukan yang tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya,
baik fisik maupun psikologis, melaksanakan sekrining yang komprehensif,
mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan
diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian immunisasi pada saat bayi sehat, memberikan
pelayanan KB. Reaksi emosional yang biasanya muncul pada perempuan di masa
nifas pasca melahirkan yaitu:

1.maternity blues atau post partum blues atau blues

2.Psikois pasca persalinan

3.Depresi pasca persalinan.

B. FASE-FASE PERUBAHAN PSIKOLOGI PADA IBU PASCA PARTUM

Seorang ibu yang berada pada periode pascapartum mengalami banyak


perubahan baik perubahan fisik maupun psikologi. Perubahan psikologi pascapartum
pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi dalam tiga fase:
taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya sendiri, banyak bertanya dan
bercerita tentang pengalamannya selama persalinan yang berlangsung 1 sampai 2
hari. Taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang
berlangsung 4 sampai 5 minggu. Fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi
bahwa bayinya adalah perluasan dari dirinya, mulai fokus kembali pada pasangannya
dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain.

C. PENGERTIAN POST PARTUM BLUES

Perubahan tersebut merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi pada


seorang ibu yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan
psikologi yang abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga
kategori yaitu postpartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum
nonpsikosis, dan psikosis pascapartum.

Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama pascapersalinan atau pada
saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
Postpartum blues merupakan gangguan suasana hati pascapersalinan yang bisa
berdampak pada perkembangan anak karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus
terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis,
cenderung rewel, pencemas, pemurungdan mudah sakit. Keadaan ini sering disebut
puerperium atau trimester keempat kehamilan yang bila tidak segera diatasi bisa
berlanjut pada depresi pascapartum yang biasanya terjadi pada bulan pertama setelah
persalinan. Saat ini postpartum blues yang sering juga disebut maternity blues atau
baby blues diketahui sebagai suatu sindrom gangguan afek ringan yang sering tampak
dalam minggu pertama setelah persalinan.
D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB POST PARTUM BLUES

Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini
belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain:

1. Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen,


progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan
sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki
efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja
menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan
kejadian depresi.

2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas ,Pengalaman dalam proses kehamilan dan
persalinan,Latar belakang psikososial ibu,Takut kehilangan bayinya atau kecewa
dengan bayinya.

Ada beberapa hal yang menyebabkan post partum blues, diantaranya :

Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu , Kurangnya


dukungan dari keluarga maupun suami , Sejarah keluarga atau pribadi yang
mengalami gangguan psikologis,Hubungan sex yang kurang menyenangkan setelah
melahirkan , Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarga , Tidak mempunyai
pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja. Misalnya tidak
mempunyai saudara kandung untuk dirawat , Takut tidak menarik lagi bagi suaminya
, Kelelahan , kurang tidur Cemas terhadap kemampuan merawat bayinya ,
Kekecewaan emosional (hamil,salin) , Rasa sakit pada masa nifas awal

Cycde (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa depresi postpartum tidak


berbeda secara mencolok dengan gangguan mental atau gangguan emosional.
Suasana sekitar kehamilan dan kelahiran dapat dikatakan bukan penyebab tapi
pencetus timbulnya gangguan emosional.
Nadesul (1992), penyebab nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah
adanya ketidakseimbangan hormonal ibu, yang merupakan efek sampingan
kehamilan dan persalinan. Sarafino (Yanita dan Zamralita, 2001), faktor lain yang
dianggap sebagai penyebab munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang
mungkin mengalami penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang overprotective,
kecemasan yang tinggi terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan.
Perempuan yang memiliki sejarah masalah emosional rentan terhadap gejala depresi
ini, kepribadian dan variabel sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan,
kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan munculnya gejala depresi.

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh LlewellynJones (1994),


karakteristik wanita yang berisiko mengalami depresi postpartum adalah : wanita
yang mempunyai sejarah pernah mengalami depresi, wanita yang berasal dari
keluarga yang kurang harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari
suami atau orangorang terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita
yang jarang berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya kurang
komunikasi dan informasi, wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan.

Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi


postpartum sebagai berikut :

a. Faktor konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah
riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada
komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada
wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah
melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya
memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan
menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.

b. Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan
mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan
dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara
drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan
munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang
progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan
merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.

c.Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan dua dalam satu pada akhir
kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian
psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan
pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan
baik antara ibu dan anak..

d. Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang
tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu ibu, selain kurangnya
dukungan dalam perkawinan.

E. INDIVIDU YANG BERESIKO

Secara global diperkirakan terdapat 20% wanita melahirkan menderita post


partum blues, di Belanda diperkirakan sekitar 2-10% ibu melahirkan mengidap
gangguan ini. Beberapa kondisi yang dapat memunculkan depresi post partum blues;
Ibu yang pernah mengalami gangguan kecemasaan termasuk depresi sebelum hamil
Kejadian-kejadian sebagai stressor yang terjadi pada ibu hamil, seperti kehilangan
suaminya , Kondisi bayi yang cacat, atau memerlukan perawatan khusus pasca
melahirkan yang tidak pernah dibayangkan oleh sang ibu sebelumnya , Melahirkan di
bawah usia 20 tahun , Tidak adanya perencanaan kehamilan atau kehamilan yang
tidak diharapkan , Ketergantungan pada alkohol atau narkoba , Kurangnya dukungan
yang diberikan oleh anggota keluarga suami dan teman , Kurangnya komunikasi,
perhatian, dan kasih sayang dari suami, atau pacar, atau orang yang bersangkutan
dengan sang ibu.Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut biaya, dan
perawatan bayi.
F. GEJALA-GEJALA POST PARTUM BLUES

Gejala gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang
ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan.
Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya, yaitu :

Sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia,


Tidak sabar,
Penakut,
Tidak mau makan,
Tidak mau bicara,
Sakit kepala sering berganti mood,
Mudah tersinggung ( iritabilitas),
Merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan,
Tidak bergairah,
Tidak percaya diri,
Khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati,
Tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan,
Merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru saja
dilahirkan,
Merasa tidak menyayangi bayinya,
Insomnia yang berlebihan.

Gejala gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan
menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika
masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut
postpartum depression.
G. PENATALAKSANAAN/CARA MENGATASI POST PARTUM BLUES

Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda


dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang
mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para
ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu ini
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus
juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran
dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka
membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira
mendapat pertolongan yang praktis.

Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk
mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin
menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang
keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan
dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman
dalam bidang tersebut.

Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para


wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan segera
memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, bahkan merujuk
para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang memadai dari
para petugas obstetri, yaitu: dokter dan bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya
dengan cara memberikan informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan
dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa
tersebut serta penanganannya.

Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan
menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan,
ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal
mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap
fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu
yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik.
Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman
secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada
saat-saat tertentu.

Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat


perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama, dengan
melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.

Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues ada
dua cara yaitu :
Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik .Tujuan dari komunikasi terapeutik
adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka
kesembuhannya dengan cara : Mendorong pasien mampu meredakan segala
ketegangan emosi , Dapat memahami dirinya Dapat mendukung tindakan konstruktif.
Dengan cara peningkatan support mental
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Baby blues atau postpartum blues adalah keadaan di mana seorang ibu
mengalami perasaan tidak nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan
hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta
dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan
endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi
kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.

Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah faktor
hormonal, faktor demografik yaitu umur dan paritas, pengalaman dalam proses
kehamilan dan persalinan, takut kehilangan bayi, bayi sakit ( kuning, dll ), takut
untuk memulai hubungan suami istri (ML), anak akan terganggu, dan latar belakang
psikososial wanita yang bersangkutan.

Penanganan gangguan mental postpartum pada prinsipnya tidak berbeda


dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu ini
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus
juga dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran
dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka
membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira
mendapat pertolongan yang praktis.

Inti dari Asuhan yang diberikan mencakup perilaku, emosional, intelektual,


sosial dan psikologis klien secara bersamaan dengan melibatkan lingkungannya,
yaitu: suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
B. SARAN

Dengan pembuatan makalah ini diharapkan pembaca bisa memahami konsep


dasar postpartum blues dan bagaimana penerapan asuhan yang tepat diberikan kepada
pasien yang menderita masalah tersebut. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai
sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan
sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya,
akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat
membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya. Setelah
diketahui bagaimana asuhan yang benar maka diharapkan postpartum blues ini
berkurang atau dapat ditangani dengan benar. Selain itu, diharapkan pembaca dapat
membagi informasi ini kepada masyarakat dan dapat mempraktekkan ilmunya saat di
lapangan nantinya.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 87-
96).

Irhami. 2010. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas. zikra-


myblog.blogspot.com/2010/06/zikra-proses-adaptasi-psikologis-ibu.html Diunduh 19
Oktober 2010 Pukul 08.55 PM

Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm:
63-69).

Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 85-100).

The_wie. 2009. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas.

Suparlan, YB, Rachmanto, W, dan Pardiman, S. 1990. Kamus Istilah Kependudukan


dan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Kanisius.

the2w.blogspot.com/2009/10/proses-adaptasi-psikologis-ibu-dalam.html Diunduh 19
Oktober 2010 Pukul 08.55 PM

Wiknjosastro, H, Saifudin, BR, dan Rachimhadhi, T. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta :


Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Wilkinson, G. 1992. Buku Pintar Kesehatan : Depresi. Jakarta : Arcan.

www.bluerider.com/wordseach/primipara. Primipara.

www.ivillage.co.uk/pregnancyandbaby/tools.pregnancy_gloss. Look Up Any Word


In Our Glossary.

Yanita, A, dan Zamralita. 2001. Persepsi Perempuan Primipara Tentang Dukungan


Suami Dalam Usaha Menanggulangi Gejala Depresi pascasalin. Phronesis. Vol.3. No
: 5. 34 50.

Anda mungkin juga menyukai