Jurusan : Keperawatan
Kelas :1B
JURUSAN KEPERAWATAN
Jakarta,2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Post-partum blus. Sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875
telah menulis refrensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan
pasca salin yang disebut sebagai milk fewer karena gejala disforia tersebut muncul
bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini post-partum blues (PPB) atau serig juga
disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan
efek ringan yang sering tampak dalam minggu petama setelh persalinan dan ditandai
dengan gejala-gejala seperti :reaksi deprsi/sedih/disforia, menangis , mudah
tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan, cenderung menyalahkan diri
sendiri , gangguan tidur dan gangguan nafsu makan . Gejala-gejala ini muncul setelah
persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam
sampai beberapa hari . Namun pada beberapa kasus gejala-gejala tersebut terus
bertahan dan baru menghilang setelah beberapa hari. Minggu atau bulan kemudian
bahkan dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat.
B. TUJUAN
Manfaat kita sebagai seorang calon perawat untuk mempelajari mengenai post
partum blues ini, yaitu : karena kita sebagai seorang calon perawat yang tentunya
akan selalu berhadapan dengan wanita sepanjang daur kehidupannya pastinya harus
bisa memberikan asuhan pada wanita sepanjang daur kehidupannya. Apalagi masalah
post partum blues adalah masalah yang di hadapi oleh wanita pasca persalinan
dengan kita mempelajari post partum blues tentunya kita bisa mencegah agar hal
tersebut tidak di hadapi oleh ibu pasca persalinan. Dan bagi ibu yang sudah terkena
gejala post partum blues hendaknya kita sebagai seorang tenaga kesehatan harus
mencegah agar tidak sampai pada tahap selanjutnya yaitu pada yang lebih parah lagi.
Dan juga diharapkan agar kita bisa memberikan asuhan pada ibu-ibu pasca persalinan
agar tidak mengalami post partum blues dan juga memberikan asuhan pada ibu yang
mengalami post partum blues.
BAB II
PEMBAHASAN
A. GAMBARAN UMUM
Masa nifas (puerperium) dimulai sejak kelahiran plasenta dan berakhir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan saat sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung kira-kira selama 6 minggu. Pengawasan dan asuhan post partum masa
nifas sangat diperlukan yang tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya,
baik fisik maupun psikologis, melaksanakan sekrining yang komprehensif,
mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu
maupun bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan
diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian immunisasi pada saat bayi sehat, memberikan
pelayanan KB. Reaksi emosional yang biasanya muncul pada perempuan di masa
nifas pasca melahirkan yaitu:
Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama pascapersalinan atau pada
saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan
berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua minggu pasca persalinan.
Postpartum blues merupakan gangguan suasana hati pascapersalinan yang bisa
berdampak pada perkembangan anak karena stres dan sikap ibu yang tidak tulus
terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak yang mudah menangis,
cenderung rewel, pencemas, pemurungdan mudah sakit. Keadaan ini sering disebut
puerperium atau trimester keempat kehamilan yang bila tidak segera diatasi bisa
berlanjut pada depresi pascapartum yang biasanya terjadi pada bulan pertama setelah
persalinan. Saat ini postpartum blues yang sering juga disebut maternity blues atau
baby blues diketahui sebagai suatu sindrom gangguan afek ringan yang sering tampak
dalam minggu pertama setelah persalinan.
D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB POST PARTUM BLUES
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini
belum diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain:
2. Faktor demografi yaitu umur dan paritas ,Pengalaman dalam proses kehamilan dan
persalinan,Latar belakang psikososial ibu,Takut kehilangan bayinya atau kecewa
dengan bayinya.
a. Faktor konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah
riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta apakah ada
komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi lebih banyak pada
wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues karena setelah
melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau dulu hanya
memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham perannya ia akan
menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
b. Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses kelahiran dan memuncaknya gangguan
mental selama 2 minggu pertama menunjukkan bahwa faktor fisik dihubungkan
dengan kelahiran pertama merupakan faktor penting. Perubahan hormon secara
drastis setelah melahirkan dan periode laten selama dua hari diantara kelahiran dan
munculnya gejala. Perubahan ini sangat berpengaruh pada keseimbangan. Kadang
progesteron naik dan estrogen yang menurun secara cepat setelah melahirkan
merupakan faktor penyebab yang sudah pasti.
c.Faktor psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan dua dalam satu pada akhir
kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian
psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan
pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan
baik antara ibu dan anak..
d. Faktor sosial. Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang
tidak memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu ibu, selain kurangnya
dukungan dalam perkawinan.
Gejala gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap seorang
ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan.
Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya, yaitu :
Gejala gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan
menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari. Namun jika
masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu dapat disebut
postpartum depression.
G. PENATALAKSANAAN/CARA MENGATASI POST PARTUM BLUES
Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk
mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin
menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka tentang
keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat diberikan pertolongan
dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau konselor yang berpengalaman
dalam bidang tersebut.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang dengan
menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur, berolahraga ringan,
ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal
mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap
fleksibel, bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu
yang mengalami post-partum blues dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik.
Pengobatan medis, konseling emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman
secara intelektual tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada
saat-saat tertentu.
Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues ada
dua cara yaitu :
Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik .Tujuan dari komunikasi terapeutik
adalah menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka
kesembuhannya dengan cara : Mendorong pasien mampu meredakan segala
ketegangan emosi , Dapat memahami dirinya Dapat mendukung tindakan konstruktif.
Dengan cara peningkatan support mental
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Baby blues atau postpartum blues adalah keadaan di mana seorang ibu
mengalami perasaan tidak nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan
hubungannya dengan si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta
dikeluarkan pada saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan
endorphin, progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi
kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
Banyak faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah faktor
hormonal, faktor demografik yaitu umur dan paritas, pengalaman dalam proses
kehamilan dan persalinan, takut kehilangan bayi, bayi sakit ( kuning, dll ), takut
untuk memulai hubungan suami istri (ML), anak akan terganggu, dan latar belakang
psikososial wanita yang bersangkutan.
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 87-
96).
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm:
63-69).
the2w.blogspot.com/2009/10/proses-adaptasi-psikologis-ibu-dalam.html Diunduh 19
Oktober 2010 Pukul 08.55 PM
www.bluerider.com/wordseach/primipara. Primipara.