Anda di halaman 1dari 3

Klasifikasi Skala Wentworth

Dikenal umum dengan nama Skala Wentworth, skema ini digunakan untuk klasifikasi
materi partikel aggregate ( Udden 1914, Wentworth 1922). Pembagian skala dibuat
berdasarkan faktor 2 ; contoh butiran pasir sedang berdiameter 0,25 mm 0,5 mm, pasir sangat
kasar 1 mm 2 mm, dan seterusnya. Skala ini dipilih karena pembagian menampilkan
pencerminan distribusi alamipartikel sedimen; sederhananya, blok besar hancur menjadi dua
bagian, danseterusnya.Empat pembagian dasar yang dikenalkan :

1. Lempung (< 4 m)
2. Lanau (4 m 63 m)
3. Pasir (63 m 2 mm)
4. Kerikil /aggregate (> 2 mm).

Skala phi adalah angka perwakilan pada skala Wentworth. Huruf Yunani (phi)
sering digunakan sebagai satuan skala ini. Dengan menggunakan logaritma 2 ukuran butir
dapat ditunjukkan pada skala phi sebagai berikut : = - log 2 (diameter butir dalam mm).
Tanda negatif digunakan karenabiasa digunakan untuk mewakili ukuran butir pada grafik,
bahwa ukuran butir semakin menurun dari kanan ke kiri. Dengan menggunakan rumus ini,
butir yangberdiameter 1 mm adalah 0; 2mm adalah -1, 4 mm adalah -2, dan seterusnya;
ukuran butir yang semakin menurun, 0,5 mm adalah +1, 0,25 mm adalah 2, dan seterusnya.

Berikut adalah ukuran yang terdapat dalam skala Wenworth :

1. Gravel, terbagi atas 4 bagian yakni :


Bolders/Bongkah (>256mm),
Cobble/Berangkal (64-256mm),
Pebble/Kerakal (4-64mm), dan
Grit/Granule/Butiran (2-4mm).

2. Sand, Pasir
Sangat Kasar (1-2mm),
Pasir Kasar (1/2-1mm),
Pasir Sedang(1/4-1/2mm),
Pasir Halus (1/8-1/4mm), dan
Pasir Sangat Halus(1/16-1/8mm)

3. Mud, terbagi atas 2 :


Silt/Lanau (1/256-1/6mm) dan
Clay/Lempung(<1/256mm)

terbentuknya batu garam ini umumnya akibat dari penguapan air yang mengandung
garam seperti air laut yang banyak mengandung ion-ion Na+ (Sodium) dan Cl(Cloride).
Batu garam ini umumnya terbentuk di daerah danau yang mengering akibat
penguapan, teluk-teluk yang relative tertutup, daerah estuarine yang ada di daerah
arid, daerah-daerah di dekat laut seperti lagoon dan lain-lain.

Pada jaman dulu dalam skala waktu geologi, sejumlah air yang sangat besar seperti
misalnya Laut Mediterania atau laut yang mampu memasuki cekungan Michigan di Era
Paleozoic (600-230 juta tahun yang lalu) menguap dan menghasilkan sedimen batu
garam yang sangat tebal dan luas.

Beberapa teori menjelaskan terbentuknya batu garam yang ada di cekungan Michigan.
Salah satunya adalah siklus garam dimana banyak dipengaruhi oleh proses penguapan
dan pengendapan garam akibat hilangnya sejumlah air laut yang tidak dapat menahan
ion-ion garam yang ada dalam larutan seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

Pada jaman Kambrium dan Ordovician (600-500 juta tahun yang lalu) cekungan
Michigan mulai terbentuk. Pada jaman Silur (425 juta tahun yang lalu), batu gamping
(limestone) mulai diendapkan di cekungan Michigan. Dengan bertambah besarnya
kecepatan penurunan cekungan di Michigan pada jaman ini, sejumlah terumbu
karang (coral reef) terbentuk dan terumbu-terumbu tersebut menjadi semacam
penghalang (barrier) sehingga membatasi aliran air laut.
Dengan dibantu oleh kondisi iklim daerha tersebut yang arid, maka sinar matahari
dan temperatur yang cukup panas menyebabkan air yang ada di cekungan Michigan
menguap .
Karena semakin banyaknya air yang menguap, maka air yang tersisa tidak dapat
menahan garam yang ada di larutan sehingga garam-garam tersebut mulai
diendapkan dan jatuh ke dasar laut.
Oleh karena air laut yang mampu masuk ke cekungan Michigan semakin banyak
maka siklus di atas terulang kembali dan terjadi lagi seterusnya sehingga garam
yang diendapkan semakin tebal.

Cross-bedding is formed by the downstream migration of


bedforms such as ripples or dunes[3] in a flowing fluid. The fluid flow causes sand grains to saltate
up the upstream ("stoss") side of the bedform and collect at the peak until the angle of repose is
reached. At this point, the crest of granular material has grown too large and will be overcome by
the force of the depositing fluid, falling down the downstream ("lee") side of the dune. Repeated
avalanches will eventually form the sedimentary structure known as cross-bedding, with the
structure dipping in the direction of the paleocurrent.
The sediment that goes on to form cross-stratification is generally sorted before and during
deposition on the "lee" side of the dune, allowing cross strata to be recognized in rocks and
sediment deposits.[4]
The angle and direction of cross-beds are generally fairly consistent. Individual cross-beds can
range in thickness from just a few tens of centimeters, up to hundreds of feet or more depending
upon the depositional environment and the size of the bedform.[5] Cross-bedding can form in any
environment in which a fluid flows over a bed with mobile material. It is most common
in stream deposits (consisting of sand and gravel), tidal areas, and in aeoliandunes.

Anda mungkin juga menyukai