Anda di halaman 1dari 18

I.

TUJUAN

Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami proses pembuatan


biodiesel dari CPO.
2. Mahasiswa dapat menguji biodiesel dari CPO berdasarkan
Standar Nasional Indonesia ( SNI 04 7182 : 2006 ).

II. DASAR TEORI

Secara sederhana biodiesel didefinisikan sebagai bentuk bahan bakar


diesel yang menyebabkan lebih sedikit kerusakan lingkungan dibandingkan
bahan bakar diesel standar. Biodiesel biasanya dibuat dari minyak nabati
melalui proses kimia yang disebut transesterifikasi.

Semua kendaraan keluaran baru dapat menggunakan biodiesel. Dalam


kebanyakan kasus biodiesel tidak digunakan dalam bentuk murni (B100)
melainkan dicampur dengan diesel standar. Hal ini terutama karena diesel
standar lebih baik daripada biodiesel murni saat berurusan dengan suhu
rendah dan juga diduga memiliki dampak yang lebih baik pada daya tahan
mesin.

Ada beberapa metode berbeda yang memungkinkan pencampuran


bahan bakar diesel standar dengan biodiesel, meskipun yang paling umum
adalah pencampuran dalam tangki pada saat diproduksi sebelum pengiriman
ke truk tangki. Mengapa menggunakan biodiesel sebagai pengganti bahan
bakar diesel standar? Seperti telah dikatakan sebelumnya, biodiesel lebih
ramah lingkungan dibandingkan dengan diesel standar, dan tidak hanya itu,
biodiesel juga biodegradable dan tidak beracun.
Mengenai perbandingan tingkat emisi CO2 dari biodiesel dan diesel
standar, biodiesel muncul sebagai pemenang dengan menghasilkan sampai
75% lebih sedikit emisi CO2 dibandingkan dengan diesel standar. Artinya
dengan menggunakan lebih banyak biodiesel daripada diesel standar, kita
dapat mengurangi dampak perubahan iklim.
Menggunakan biodiesel sebagai pengganti diesel standar tidak hanya
akan membantu lingkungan, tetapi juga akan membantu meningkatkan
kemandirian energi dan keamanan energi negara. Kelemahan dari
penggunaan biodiesel lebih karena biodiesel sebagian besar masih diproduksi
dari tanaman pangan yang dalam skenario terburuk menyebabkan
peningkatan harga pangan dan bahkan meningkatkan kelaparan di dunia.
Inilah alasan utama mengapa para ilmuwan melihat berbagai bahan baku
biodiesel potensial lainnya, contohnya adalah rumput dan alga.

III. ALAT DAN BAHAN

Adapun peralatan yang digunakan yaitu :

1. Hot plate.
2. Corong pemisah.
3. Labu leher dua.
4. Termometer.
5. Pendingin balik ( liebig ).
6. Magnetic stirrer.
7. Erlenmeyer.
8. Klem dan statif.
9. Kaca arloji.
10. Spatula.
11. Breaker glass.
12. Gelas ukur.
13. Labu ukur.
14. Pipet tetes.
15. Piknometer.
16. Viscometer Ostwald.
17. Waterbath.
18. Botol semprot.
Adapun bahan bahan yang digunakan yaitu :

1. CPO.
2. Metanol.
3. NaOH.
4. H2SO4 ( Asam Sulfat ).
5. Asam Asetat.
6. Aquadest.
7. Asam Posfat.
8. Etanol.
9. Indikator PP.

IV. CARA KERJA

KADAR FFA

1. Uji Kadar FFA CPO :


Dibuat larutan NaOH atau KOH 0,1 N untuk mentitrasi.
Di timbang CPO sebanyak 5 gram didalam erlenmeyer,
ditambahkan etanol netral 95 % ( etanol dipanaskan hingga
mendidih ) sebanyak 50 ml, kemudian dimasukkan Indikator PP
sebanyak 3 tetes lalu dititrasi sampai terjadi perubahan warna
menjadi merah muda.
dicatat volume NaOH atau KOH 0,1 N yang terpakai, kemudian
menghitung kadar FFA nya.

DEGUMMING

1. disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.


2. Dimasukkan minyak kasar ( CPO ) sebanyak 300 gram kedalam gelas
piala yang sudah dilengkapi magnetic stirrer.
3. Dipanaskan minyak hingga mencapai suhu 80 oC. setelah itu ditambahkan
Asam Posfat ( H3PO4 ) 40 % sebanyak 0,2 % dari berat minyak CPO yang
akan di degumming lalu diaduk selama 15 menit.
4. Lalu menambahkan air panas ( 95 oC ) sebanyak 10 % dari berat minyak
CPO yang akan di degumming, lalu diaduk selama 30 menit.
5. memisahkan minyak dari kotoran dengan menuangkannya di corong pisah.
6. Kemudian mencuci CPO yang telah di degumming sampai bersih.

ESTERIFIKASI

1. Ditimbang CPO sebanyak 300 gram.


2. Dilakukan analisis kadar FFA.
3. Ditentukan jumlah metanol yang digunakan untuk esterifikasi yaitu ( 20 x
32 )/ 284 x Berat FFA
4. Ditentukan jumlah H2SO4 pekat yang diperlukan yaitu ( 6/100 ) x Berat
FFA
5. Dilarutkan H2SO4 dalam metanol sampai terlarut sempurna.
6. Dipanaskan minyak pada rangkaian reaktor esterifikasi, setelah mencapai
60o C dimasukkan larutan H2SO4 metanol. Dilakukan pengadukan secara
refluk selama 30 menit.
7. Dipisahkan metanol bekas dari minyak hasil esterifikasi.
8. Ditentukan kadar FFA dari CPO, jika kadar FFA 4 % dilakukan
transesterifikasi. Jika hasil esterifikasi 4 % dilakukan esterifikasi ulang.
9. Dilanjutkan dengan proses transesterifikasi.

TRANSESTERIFIKASI

1. Ditimbang CPO yang telah di esterifikasi sebanyak 200 gram.


2. Ditentukan jumlah metanol yang akan digunakan yaitu ( 6 x 32 )/890 x
150 gram x 4
3. Ditentukan jumlah NaOH yang diperlukan yaitu ( 0,5/100 ) x 150 gram, 1
gram jika kadar FFA minyak 1 % dan 2 gram jika kadar FFA 3 4 %.
4. Dilarutkan NaOH dalam metanol sampai terlarut sempurna.
5. Dipanaskan minyak pada rangkaian reaktor transesterifikasi kemudian
setelah mencapai 60o C dimasukkan larutan NaOH dalam metanol.
Dilakukan pengadukan secara refluk selama 30 menit.
6. Dihentikan proses transesterifikasi, dimasukkan hasil reaksi kedalam
corong pemisah ditunggu selama 1 jam, maka akan terbentuk dua lapisan
yaitu gliserol dan biodiesel kasar.
7. Dipisahkan gliserol yang terbentuk.
8. Dipanaskan 4 liter air dan dilarutkan asam asetat ( 0,03/100 ) x 4000 = 1,2
gram.
9. Dicuci biodiesel kotor yang dihasilkan dengan air hangat suhu 60 70o C
yang sudah terlarutkan asam asetat 0,03 %.
10. Dilakukan pencucian sampai air cucian bersih dan netral.
11. Dikeringkan biodiesel pada suhu 105o C sampai air dalam biodiesel
sempurna teruapkan.

V. DATA PENGAMATAN
A. Degumming

No. Uraian Hasil


1. Ditimbang Sampel ( CPO ) 500 gram
2. Dipanaskan minyak, ditambahkan H3PO4 H3PO4 sebanyak 0,75
40 % sebanyak 0,15 % dari banyak sampel gram
dan diaduk selama 15 menit
3. Ditambahkan air panas 10 % dari berat 50 ml
sampel
4. Dimasukkan ke corong pisah dan dicuci -
sampai bersih
B. Menguji Kadar FFA Setelah di Degumming

No. Banyak Sampel V NaOH FFA


1. 5,01 gram 8,8 ml 4,49 %
2. 5,00 gram 8,9 ml 4,54 %
Rata rata FFA 4,52 %

C. Reaksi Esterifikasi

No. Berat CPO FFA Berat Metanol Berat H2SO4 FFA


1. 300,3 gram 4,52 % 136,3 gram 0,82 gram 1,68 %

D. Reaksi Transesterifikasi

No. Berat CPO Berat Berat Berat As. Air Biodiesel


Metanol NaOH Asetat pencuci
1. 200,08 g 45,95 g 2g 0,9 g 3000 ml 145 g

VI. PERHITUNGAN

Menguji Kadar FFA CPO Sebelum di Degumming

Larutan NaOH 0,1 N

1000
M NaOH 0,1 N = x

1000
= x
40 250

= 1 gram.
Berat CPO yang ditimbang :

Erlenmeyer 1 = 5,17 gram V NaOH = 13,1 ml

Erlenmeyer 2 = 5,01 gram V NaOH = 8,6 ml

Rata rata V NaOH = 10,85 ml.

FFA yang terkandung didalam CPO yaitu :

10,85 0,1 25,6


= 5,09

= 5,45 %

Jadi, FFA CPO sebelum di Degumming yaitu 5,45 %

Proses Degumming

Berat sampel CPO = 400,04 gram

Asam Posfat yang dibutuhkan untuk proses degumming yaitu :

H3PO4 = 0,15 %

= 0,0015 x 400,04 gram = 0,6 gram

Air panas yang dibutuhkan 10 % dari berat CPO

10
= 100 400,04 = 40

Kadar FFA setelah Proses Degumming :

Erlenmeyer 1 = 5,01 gram V NaOH = 8,8 ml

Erlenmeyer 1 = 5,00 gram V NaOH = 8,9 ml

V NaOH rata rata = 8,85 ml


FFA yang terkandung di dalam CPO setelah proses Degumming yaitu :

8,85 0,1 25,6


= 5,01

= 4,52 %

Jadi, FFA CPO sebelum di Degumming yaitu 4,52 %

ESTERIFIKASI

Berat sampel CPO = 300,3 gram

Berat FFA = % ALB x Massa CPO

4,54
= 300,3 = 13,63
100

20 32
Metanol yang digunakan = x Berat FFA
256

620 32
= x 13,63 gram
256

= 34,075 gram x 4

= 136,3 gram

6
H2SO4 yang digunakan = 100 x Berat FFA

6
= x 13,63 gram
100

= 0,8178 gram

Kadar FFA setelah Esterifikasi :

Erlenmeyer 1 = 5,01 gram V NaOH = 3,3 ml

Erlenmeyer 1 = 5,00 gram V NaOH = 2,5 ml


V NaOH rata rata = 2,9 ml

FFA yang terkandung di dalam CPO setelah proses Esterifikasi yaitu :

2,9 0,1 25,6


= 5,01

= 1,48 %

Jadi, FFA CPO sebelum di Degumming yaitu 1,48 %

Transesterifikasi

Berat sampel CPO hasil esterifikasi = 200 gram

6 32
Metanol yang digunakan = x Berat Sampel
836

6 32
= x 200,08 gram
836

= 45,95 gram

1
NaOH yang digunakan = 100 x Berat Sampel

1
= x 200,08 gram
100

= 2 gram

0,03
Asam Asetat yang digunakan = x V air pencuci
100

0,03
= x 3000
100

= 0,9 gram
PENGUJIAN BIODIESEL

Massa Jenis

Dik : berat pikno kosong ( m0 ) = 34,30 gram

Berat pikno + air ( m1 ) = 59,04 gram

Berat pikno + biodiesel ( m2 ) = 55,72 gram

Nilai F = 993 kg/m3

Dit : massa jenis Biodiesel = ?

Jawab :

2
Massa Jenis = F x 1

55,7234,30
= 993 kg/m3 x 59,0434,30

21,42
= 993 kg/m3 x 24,74

= 993 kg/m3 x 0,8658

= 859,739 kg/m3

Pengujian Titik Kabut

Biodiesel mengalami kekeruhan dan beku pada T = 4o C

Pengujian Air dan Sedimentasi


Biodiesel tidak terjadi sedimen setelah di sentrifugasi.

Pengujian viskositas kinematik T 40 oC


Di ketahui :
1 : 0,0065 N s / cm3 = 0,65 CSt
1 : 859,739 kg/m3
2 : 0,9922 g/cm = 992,2 kg/m3
t1 : 144 detik
t2 : 26 detik
ditanya : 2...............?
penyelesaian :
0,65 x 142 x 859,739
2 = 26 992,2
79353,91
= 25797,2

= 3,07 CSt.

VII. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pratikum pembutan biodiesel dari CPO bertujuan untuk


mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin, dan sesuai dengan
Standar nasional Indonesia ( SNI 04 7182 : 2006 ). Dari hasil produk
yang di peroleh sebanyak 145 gram dengan bahan baku CPO yang
telah di eksterifikasi sebanyak 200 gram. Dan pengujian dari produk
tersebut telah memenuhi SNI, adapun pengujian yang di lakukan
pratikan sebagai berikut :
1. Pengujian viskositas di dapatkan hasil 3,11 CST.
2. Pengujian densitas di dapatkan hasil 859,739 kg/m3
3. Pengujian titik kabut sebesar 4oC
4. Pengujian air dan sendimentasi 0.

Berdasarkan data pada lampiran bahwa SNI 04 7182 : 2006 yang


bersumber dari BSN , hasil pengujian biodiesel oleh pratikan telah
memenuhi kriteria SNI.

Perlakuan dalam proses pembuatan biodiesel membutuhkan 2


reaksi kimia, yaitu esterifikasi dan transesterifikasi. 2 reaksi ini
mempunyai tujuan yang berbeda, reaksi esterifikasi bertujuan untuk
mengurangi kadar FFA yang terkandung di dalam CPO, karena pada
proses deguming hanya mempengaruhi FFA. Pengaruh tersebut
berkisar 1 %. Proses deguming berdominan untuk mengurangi /
membersihkan gum gum atau yang ada di dalam CPO. Pembuatan
biodiesel jika kadar FFA masih di atas 3 %, maka akan mengakibatkan
terganggunya reaksi transesterifikasi. Karena jika FFA tinggi, akan
terjadi reaksi saponifikasi, dan larutan susah di pisahkan bahkan tidak
terjadi lapisan yang berbeda. Pada reaksi ini di gunakan asam sulfat
pekat untuk mempercepat reaksi, dan juga di lakukan pada suhu 60 oC.
Selain reaksi esterifikasi, di butuhkan reaksi transesterifikasi untuk
merubah gliserida menjadi metil ester dan gliserol dengan larutan
metanol. Reaksi ini di butuhkan katalis basa berupa NaOH atau KOH.
Kedua reaksi tersebut mengunakan pelarut metanol, karena metanol
lebih sering di gunakan karena lebih murah di bandingkan dengan
alkohol lain, dan meruoakan senyawa polar berantai karbon paling
pendek, sehinggga bereaksi lebih cepat dan dapat melarutkan katalis
asam maupun basa.

Pratikum ini mengalami berberapa kendala yang di sebabkan


karena kurangnya ketelitian pratikan dalam melakukan reaksi
transesterifikasi. Pada reaksi tersebut terjadi suhu berlebih mencapai
100 oC sehingga mengakibatkan terjadinya reaksi saponifikasi dan
terjadi kerusakan struktur minyak, dan larutan lambat membentuk
lapisan. Selain itu biodiesel yang di dapat lebih sedikit. Dan percobaan
yang ke dua di lakukan kembali dengan beberapa perbedaan dengan
percobaan sebelumnya, baik perbedaan bahan dan perlakuanya. Dari
bahan seperti metanol pada pratikum pertama di gunakan
perbandingan 4 kali rasio molar 1:6 . dan untuk percobaan yang ke dua
di gunakan 1 kali rasio molar 1:6, hal ni karena sampel yang di
gunakan berupa cairan, dan 4 kali dari rasio molar di lakukan untuk
sampel padatan. Karena padatan memerlukan banyak metanol untuk
larut, sehingga tidak terjadi ke titik jenuh atau homogen. Untuk
perlakuan, pada percobaan pertama di lakukan deguming dan
percobaan ke dua tidak di lakukan. Ternyata dari hasil produk, proses
deguming tidak mempengaruhi. Karena pada proses reaksi esterifikasi
di lakukan pencucian dengan air yang bersuhu 70, sehingga gum
gum akan terikut dengan air tersebut.

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari pratikum ini dapat di simpulkan sebagai berikut :

Dari bahan baku 200 gram di dapatkan biodiesel sebanyak 145 gra.
Produk biodiesel yang di dapatkan telah sesuai SNI 04 7182 : 2006
dengan kriteria yang di dapat sebagai berikut :
Viskositas : 3.07 CSt
Densitas : 859,739 kg/m3
Titik kabut : 4 oC
Air dan sendimen : tidak ada
Proses deguming tidak mempengaruhi pembuatan biodiesel
Suhu dapat mempengaruhi proses transesterifikasi, suhu kurang 60oC akan
memperlambat reaksi, jika lebih 70oC akan terjadi reaksi saponifikasi.

B. SARAN

Adapun saran dari pratikum ini, untuk meningkatkan hasil pratikum sebagai
berikut :

Sebaiknya proses deguming tidak di lakukan, karena tidak mempengaruhi


hasilnya , maka akan memperlama waktu proses.
Ketika proses transesterifikasi sebaiknya suhu pastikan 65oC, untuk
menghindari reaksi saponifikasi.
Pada saat pencucian biodiesel sebaiknya suhu air tidak lebih dari 70oC.
IX. DAFTAR PUSTAKA

9.1 Khairiah, Hanifah.2014. Praktek Teknologi Pengolahan


Sawit 2. Program Studi Teknik Pengolahan Sawit.
Bangkinang.
9.2 Armid, 2009. Penuntun Praktikum Metode Pemisahan
Kimia. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Haluoleo.
Kendari.
Kelas
LAPORAN PRAKTIKUM
TPS 3
PRAKTIK PRODUKSI
PEMBUATAN BIODIESEL DARI
CPO

Nama Praktikan Nomor Tanggal Tanda tangan


Mahasiswa kumpul Praktikan Instruktur

HENDRA RIAU 201211031 13 OKT 2014

Nama Penilai Tanggal Koreksi Nilai Tanda Tangan


Antonius J
Sihotang A.md

PROGRAM STUDI TEKNIK PENGOLAHAN SAWIT


POLITEKNIK KAMPAR
2014
LAMPIRAN STANDAR SNI BIODIESEL 04-7182:2006

No. Parameter Satuan Metode Syarat

1. Massa jenis pada 40 oC kg/m3 ASTM D 1298 850-890

2. Viskositas kinematik pada mm2/s ASTM D445 2,3-6,0


40 oC (cSt)

3. Bilangan setana - ASTM D 613 min. 51


o
4. Titik nyala (mangkok C ASTM D 93 min. 100
tertutup)
o
5. Titik kabut C ASTM D 2500 maks. 18

6. Korosi kepingan tembaga ASTM D 130 maks. no. 3


(3 jam pada 50 oC)

7. Residu karbon (mikro) %- ASTM D 4530


massa
- dalam contoh asli Maks 0.05

- dalam 10 % ampas maks. 0,30

distilasi

8. Air dan sedimen % -vol ASTM D 2709 atau maks. 0,05


ASTM 1796 *
o
9. Suhu distilasi 90% C ASTM D 1160 maks. 360

10. Abu tersulfatkan %- ASTM D 874 maks. 0,02


massa

11. Belerang ppm ASTM D 5453 atau maks. 100


atau ASTM D-1296
(mg/kg)

12. Fosfor ppm AOCS Ca 12-55 maks. 10


atau
(mg/kg)

13. Bilangan asam mg- AOCS Cd 3d-63 atau Maks 0,8


KOH/g ASTM D 664

14. Gliserol bebas %- AOCS Ca 14-56 atau maks.0,02


massa ASTM D 6584
15. Gliserol total %- AOCS Ca 14-56 maks.0,24
massa ASTM D 6584

16. Kandungan ester alkil %- Dihitung ** min. 96,5


massa

17. Bilangan Iodium % massa AOCS Cd 1-25 maks. 115


(g-I2 /
100 g)

18. Uji Helphen - AOCS Cb 1-25 Negatif

* : dapat diuji terpisah dengan ketentuan kandungan sedimen maksimum 0,01%-


vol
100(As-Aa-4,57Gt )
** : Kadar ester (%-massa) = ---------------------------
As

As adalah bilangan penyabunan yang ditentukan dengan metode AOCS Cd 3-25


(mg KOH/g biodiesel)

A a adalah bilangan asam yang ditentukan dengan metode AOCS Cd 3-63 atau
ASTM D-664 (mg KOH/g biodiesel)

Gt adalah kadar gliserol total dalam biodiesel yang ditentukan dengan metode
AOCS Ca 14-56 (% massa)

Sumber : BSN 2006.

Anda mungkin juga menyukai