Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN AKHIR

ILMU DASAR-DASAR TANAH


(Klasifikasi Tanah)

Disusun Oleh :

Nama : Asri Sophiana M. (240110130061)


Dinda Nuraini M. (240110130083)
Kelas : B

LABORATORIUM KONSERVASI TANAH DAN AIR


JURUSAN TEKNIK DAN MANAJEMEN INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2014
DAFTAR ISI

BAB I ............................................................................................................................ 1

KLASIFIKASI TANAH ............................................................................................... 1

1.1 Pengertian Klasifikasi Tanah .......................................................................... 1

1.1.1 Klasifikasi Alami dan Klasifikasi Teknik ............................................... 1

1.2 Tujuan Klasifikasi Tanah ............................................................................... 1

1.3 Morfologi Tanah ............................................................................................. 2

1.4 Asas Klasifikasi Tanah ................................................................................... 3

1.5 Sistem Klasifikasi Menurut Soil Taxonomy (USDA) .................................... 4

1.5.1 Jenis ordo ................................................................................................ 4

1.5.2 Kelebihan ................................................................................................ 6

1.5.3 Kekurangan ............................................................................................. 7

1.6 Sistem Klasifikasi Menurut Pusat Penelitian Bogor ...................................... 7

1.6.1 Jenis Ordo ............................................................................................... 7

1.6.2 Kelebihan ................................................................................................ 9

1.6.3 Kekurangan ............................................................................................. 9

1.7 Sistem Klasifikasi Menurut FAO / UNESCO ................................................ 9

1.7.1 Jenis Ordo ............................................................................................... 9

1.7.2 Kelebihan .............................................................................................. 10

1.7.3 Kekurangan ........................................................................................... 10

1.8 Taksonomi Tanah ......................................................................................... 10

1.8.1 Pembagian Taksonomi Tanah ............................................................... 10

1.9 Tata Nama Taksonomi Tanah Berdasarkan Order ....................................... 12

i
1.10 Horison Penciri Dalam Taksonomi Tanah................................................ 12

1.10.1 Epidedon (Horison Atas)....................................................................... 12

1.10.2 Endopedon (subsurface penciri) ............................................................ 15

1.10.3 Horizon Lain ......................................................................................... 17

BAB 2 ......................................................................................................................... 18

PEMETAAN TANAH ................................................................................................ 18

Pengertian Peta tanah .............................................................................................. 18

BAB 3 ......................................................................................................................... 21

KEMAMPUAN LAHAN............................................................................................ 21

BAB 4 ......................................................................................................................... 26

KESESUAIAN LAHAN ............................................................................................. 26

KESIMPULAN ........................................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... ii

ii
BAB I
KLASIFIKASI TANAH

1.1 Pengertian Klasifikasi Tanah


Jenis tanah merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhan tanaman
karena perbedaan jenis tanah mempengaruhi sifat-sifat dari tanah tersebut, sehinga
dilakukanlah kalsifikasi tanah sebagai pemisah. Klasifikasi tanah adalah ilmu yang
mempelajari cara-cara membedakan sifat-sifat tanah satu sama lain, dan
mengelompokkan tanah ke dalam kelas-kelas tertentu berdasarkan kesamaan sifat
yang dimiliki atau dengan kata lain adalah usaha untuk membedakan tanah
berdasarkan sifat-sifat yang tampak maupun tidak.
1.1.1 Klasifikasi Alami dan Klasifikasi Teknik
Klasifikasi dibagi menjadi 2 jenis, yaitu klasifikasi alami dan klasifikasi teknik.
Klasifikasi alami adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat tanah yang
dimiliki tanpa menghubungkan sama sekali dengan tujuan penggunaannya.
Klasifikasi teknik adalah klasifikasi tanah yang didasarkan atas sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi kemampuan untuk penggunaan tertentu, misalnya untuk tanaman
semusim.

1.2 Tujuan Klasifikasi Tanah


Tanah merupakan fungsi dari faktor dan bahan induk, organisme, relief dan waktu
dan semua faktor tersebut dapat bervariasi. Oleh karena itu akan terbentuk berbagai
jenis tanah yang dapat banyak dengan sifat dan cirinya yang juga dapat beragam.
Berkenaan dengan hal tersebut maka tanah perlu digolongkan untuk mempermudah
mempelajarinya. Adapun tujuan klasifikasi tanah adalah :
a. Menata pengetahuan tentang tanah,
b. Untuk mengetahui hubungan diantara masing-masing individu tanah,
c. Memudahkan mengingat sifat dan ciri tanah,
d. Mengklasifikasi tanah untuk tujuan yang lebih praktis seperti :
1) Menaksir sifat-sifat tanah,

1
2) Menetapkan lahan-lahan terbaik,
3) Menduga produktivitas tanah,
4) Menentukan wilayah penelitian untuk tujuan agrotechnology transfer.
e. Mempelajari hubungan sifat-sifat tanah yang baru.

1.3 Morfologi Tanah


Morfologi pertama kali dikemukakan oleh Goethe dalam taun 1817, sedangkan
orang pertama yang menggunakan cara morfologi dalam mempelajari tanah menurut
Zakharov (1927) adalah Ruprecht (Joffe, 1950). Morfologi tanah adalah suatu uraian
tanah mengenai kenampakan, ciri-ciri dan sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan
dipelajari di lapang dan bertujuan sebagai suatu uraian pelukisan. Pengamatan
morfologi tanah dilakukan pada profil tanah. Beberapa sifat morfologi antara lain :
a. Warna
Warna tanah merupakan ciri morfologi tanah yang paling mudah dibedakan.
Warna tanah merupakan pernyataan dari : (a) jenis dan kadar bahan organik, (b)
keadaan drainase dan aerasi tanah dalam hubungan dengan hidrasi, oxidasi dan proses
pelindian, (c) tingkat perkembangan tanah, (d) kadar air tanah termasuk pula
dalamnya permukaan air taah, dan atau (e) adanya bahan-bahan tertentu .
b. Struktur
Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil dari tanah akbiat melekatnya
butir-butir tanah satu sama lain. Satu unit struktur disebut ped. Penyipatan strukur
tanah meliputi 3 hal yaitu bentuk, tingkat perkembangan da ukuran.
c. Tekstur
Tekstur adalah perbandingan relatif fraksi pasir, debu dan liat yang menyusun
massa tanah. Tekstur tanah turut menentukan tata air dalam tanah, berupa kecepatan
infiltrasi, penetrasi dan kemampuan pengikat air oleh tanah.
d. pH tanah
Penentuan pH tanah dalam klasifikasi dan pemetaan tanah diperlukan untuk
menaksir lanjut tidaknya perkembangan tanah, respon tanah terhadap pemupukan,

2
kebutuhan kapur dan lain-lainnya. Penentuan pH tanah dapat dikerjakan secara
ekeltrometrik dan kolorimetrik.
e. Konsistensi tanah
Konsistensi tanah adalah derajat kohesi dan adhesi di antara partikel-partikel
tanah dan ketahanan massa tanah terdapat perubahan bentuk oleh tekanan dan
berbagai kekuatan yang mempengaruhi bentuk tanah yang ditentukan oleh tekstur dan
struktur tanah. Pentingnya konsistensi tanah adalah untuk menentukan cara
penggrapan tanah yang efisien dan penetrasi akar tanaman di lapisan tanah bawahan.
Penentuan konsistensi tanah harus disesuaikan dengan kandungan air tanah yaitu
dalam keadaan basah, lembab atau kering.
f. Padas
Padas adalah lapisan tanah yang mampat, padat dan keras terbentuk selama
bagian proses pembentukan tanah atau warisan suatu daur pelapukan menjadi bahan
induk tanah yang sekarang ada.

1.4 Asas Klasifikasi Tanah


Dalam penyusunan suatu klasifikasi tanah biasanya, digunakan beberapa
ketentuan atau asas yang digunakan sebagai dasar. Hardjowigeno (1993) menyatakan
adabeberapa asas yang digunakan dalam klasifikasi tanah yaitu :
a. Asas genetik (genetic principle)
Dalam asas genetik ini, sifat tanah pembeda adalah sifat yang terbentuk sebagai
hasil dari protes pembentukan tanah atau sifat-sifat yang mempengaruhi pembentukan
tanah.
b. Asas sifat pembeda makin bertambah (Principle of accumulating differentia)
Dalam asas ini sifat-sifat tanah pembeda semakin bertambah semakin mendekati
kategori yang lebih rendah. Oleh karena itu, pada kategori rendah tanah tidak hanya
dibedakan berdasar sifat-sifat tanah pembeda, tetapi juga digunakan pembeda yang
lebih tinggi.
c. Asas menyeluruh kategori taksonomi (Principle of wholeness of taxonomic
categories)

3
Setiap individu tanah harus diklasifikasikan pada masing-masing kategori
berdasarkan atas sifat-sifat tanah pembeda yang telah dipilih untuk kategori tersebut.
d. Pembatas asas bebas (Ciling of independence principle)
Sifat tanah yang digunakan sebagai pembeda untuk tanah tingkat kategori tanah,
tidak dapat digunakan tapi sebagai faktor pembeda untuk kategori yang lebih rendah.

1.5 Sistem Klasifikasi Menurut Soil Taxonomy (USDA)


Sistem USDA atau Soil Taxonomy dikembangkan pada tahun 1975 oleh tim Soil
Survey Staff yang bekerja di bawah Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA).
Oleh pembuatnya, sistem ini diusahakan untuk dipakai sebagai alat komunikasi
antarpakar tanah, tetapi kemudian tersaingi oleh sistem WRB. Meskipun demikian,
beberapa konsep dalam sistem USDA tetap dipakai dalam sistem WRB yang
dianggap lebih mewakili kepentingan dunia.
1.5.1 Jenis ordo
Tahun 1998 terdapat 12 ordo pada klasifikasi ini yaitu :
1. Alfisol
Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat
penimbunan liat di horison bawah (terdapat horison argilik) dan mempunyai
kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan
tanah. Padanan dengan sistem klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran
Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga Podzolik Merah Kuning.
2. Andisol
Tanah yang ketebalannya mencapai 60%, mempunyai sifat andik. Tanah yang
ekuivalen dengan tanah ini adalah andosol.
3. Aridisol
Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai
kelembapan tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang
dengan horison penciri lain. Padanan dengan klasifikasi lama adalah termasuk Desert
Soil.

4
4. Entisol
Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat
muda yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri
lain kecuali epipedon ochrik, albik atau histik. Kata Ent berarti recent atau baru.
Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial atau Regosol.
5. Gelisol
Tanah yang memiliki bahan organik tanah. Jenis ini tidak dijumpai di Indonesia.
6. Histosol
Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan kandungan
bahan organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30%
(untuk tanah bertekstur liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut
tebalnya lebih dari 40 cm. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk
tanah Organik atau Organosol.
7. Inceptisol
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih
berkembang daripada Entisol. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini
belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol,
Gleihumus, dll.
8. Mollisol
Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah dengan tebal epipedon
lebih dari 18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari
1%, kejenuhan basa lebih dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras
bila kering. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah
Chernozem, Brunize4m, Rendzina, dll.
9. Oxisol
Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah
lapuk tinggal sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar
kation (KTK) rendah, yaitu kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak mengandung
oksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan pengamatan di lapang, tanah ini

5
menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan dengan sistem klasifikasi
lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol Merah Kuning),
Lateritik, atau Podzolik Merah Kuning.
10. Spodosol
Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horison bawah
terjadi penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang, dilapisan
atas terdapat horison eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic). Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzol.
11. Ultisol
Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi
penimbunan liat di horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman
180 cm dari permukaan tanah kurang dari 35%. Padanan dengan sistem klasifikasi
lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah Kuning, Latosol, dan Hidromorf
Kelabu.
12. Vertisol
Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat
tinggi (lebih dari 30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan
mengkerut. Kalau kering tanah mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras.
Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan dengan sistem klasifikasi lama
adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit.
1.5.2 Kelebihan
Memberikan penamaan tanah berdasarkan sifat utama dari tanah tersebut,
definisi-definisi horison penciri, dan beberapa sifat penciri lainnya.
Sistem klasifikasi USDA ( Departemen Pertanian AS ) dirilis pada tahun 1975.
Dibuat karena sistem-sistem klasifikasi yang telah ada sebelumnya saling
tumpang tindih dalam penamaan yang disebabkan oleh perbedaan kriteria.
Dalam penggunaannya, memberikan kriteria yang jelas dibanding sistem
klasifikasi lainnya. Oleh karena itu, Sistem USDA ini hampir selalu disertakan
dalam pengklasifikasian tanah untuk mendampingi penamaan berdasarkan sistem

6
FAO atau PPT (Pusat Penelitian Tanah), dan sistem ini sangat membantu karena
penamaannya yang konsisten.
Baik dalam cara-cara penanaman (tata nama) maupun definisi-definisi mengenai
horison-horison penciri ataupun sifat-sifat penciri lain yang digunakan untuk
menentukan jenis-jenis tanah.
1.5.3 Kekurangan
Sistem Klasifikasi USDA memiliki kelemahan karena kriterianya yang sangat
mendasarkan pada analisis laboratorium yang rinci, sehingga para praktisi sulit untuk
mengaplikasikannya langsung di lapangan.

1.6 Sistem Klasifikasi Menurut Pusat Penelitian Bogor


Nama-nama tanah dalam tingkat Jenis dan Macam tanah dalam sistem Pusat
Penelitian Bogor yang disempurnakan (1982) sangat mirip dengan sistem
FAO/UNESCO. Walaupun demikian nama-nama lama yang sudah terkenal tetap
dipertahankan, tetapi menggunakan definisi-definisi baru.
1.6.1 Jenis Ordo
Jenis-jenis tanah menurut klasifikasi Pusat Penelitian Tanah Bogor :
1. Organosol: merupakan tanah yang mempunyai horison histik setebal 50 cm atau lebih
dengan bulk density (berat volume) yang rendah.
2. Litosol: merupakan tanah yang dangkal yang terdapat pada batuan yang kukuh
sampai kedalaman 20 cm dari permukaan tanah.
3. Ranker: merupakan tanah dengan horison A umbrik dengan ketebalan 25 cm dan
tidak mempunyai horison daignostik lainnya.
4. Rendzina: merupakan tanah dengan horison A molik yang terdapat diatas batu kapur
dengan kadar kalsium karbonat lebih dari 40 persen.
5. Grumosol: merupakan tanah dengan kadar liat lebih dari 30 persen, bersifat
mengembang jika basah dan retak-retak jika kering. Retak (crack) dengan lebar 1 cm
dan dengan kedalaman retak hingga 50 cm dan dijumpai gilgai atau struktur membaji
pada kedalaman antara 25 125 cm dari permukaan.

7
6. Gleisol: merupakan tanah yang memperlihatkan sifat hidromorfik pada kedalaman 0
50 cm dari permukaan dan dijumpai horison histik, umbrik, molik, kalsik atau
gipsik.
7. Aluvial: merupakan tanah yang berkembang dari bahan induk alluvial muda, terdapat
stratifikasi dengan kadar C organik yang tidak teratur. Horison permukaan dapat
berupa horison A okrik, horison histik atau sulfuric.
8. Regosol: merupakan tanah yang bertekstur kasar dari bahan albik dan tidak dijumpai
horison penciri lainnya kecuali okrik, hostol atau sulfuric dengan kadar pasir kurang
dari 60 persen pada kedalaman antara 25 100 cm dari permukaan tanah.
9. Koluvial: merupakan tanah yang tidak bertekstur kasar dari bahan albik, tidak
mempunyai horison diagnostik lainnya kecuali horison A umbrik, histik atau sulfurik.
10. Arenosol: merupakan tanah yang bertekstur kasar dari bahan albik yang terdapat pada
kedalaman kurang dari 50 cm dari permukaan tanah dan hanya mempunyai horison A
okrik.
11. Andosol: merupakan tanah yang berwarna hitam sampai coklat tua dengan
kandungan bahan organik tinggi, remah dan porous, licin (smeary) dan reaksi tanah
antara 4.5-6.5. Horison bawah-permukaan berwarna coklat sampai coklat kekuningan
dan kadang dijumpai padas tipis akibat semenatsi silika. Horison A dapat terdiri dari
molik atau umbrik yang terdapat diatas horison kambik.
12. Latosol: merupakan tanah yang mempunyai distribusi kadar liat tinggi (>60%), KB <
50%, horison A umbrik dan horison B kambik.
13. Brunizem: merupakan tanah yang mempunyai distribusi kadar liat tinggi (>60%),
gembur, KB > 50%, horison A molik dan horison B kambik.
14. Kambisol: merupakan tanah yang mempunyai horison B kambik dan horison A
umbrik atau molik, tidak terdapat gejala hidromorfik.
15. Nitosol: merupakan tanah yang mempunyai horison B argilik dengan penurunan liat
kurang dari 20% terhadap liat maksimum, tidak ada plintit, tidak mempunyai sifat
vertik tetapi mempunyai sifat ortoksik (KTK dengan amoniumasetat < 24 cmpl/kg
liat).
16. Podsolik: merupakan tanah yang mempunyai horison B argilik, kejenuhan basa <
50% dan tidak mempunyai horison albik.

8
17. Mediteran: merupakan tanah yang mempunyai horison argilik dengan kejenuhan basa
> 50% dan tidak mempunyai horison albik.
18. Planosol: merupakan tanah yang mempunyai horisol E albik yang terletak diatas
horison argilik atau natrik, perubahan tekstur nyata, adanya liat berat atau fragipan di
dalam kedalam 125 cm. Pada horison E albik dijumpai cirri hidromorfik.
19. Podsol: merupakan tanah yang mempunyai horison B spodik.
20. Oksisol: merupakan tanah yang mempunyai horison B oksik.
1.6.2 Kelebihan
Sistem ini disukai oleh pekerja lapangan pertanian karena mudah untuk diterapkan
di lapangan. Selalu diperbaharui perkembangannya.
Penamaannya mudah untuk dihafal.
1.6.3 Kekurangan
Banyak nama-nama baru, sehingga sedikit membingungkan.
Penamaannya tidak mempunyai ciri khusus dari klasifikasi tersebut, hanya
mengadaptasi dari klasifikasi yang lain.
Dalam penamaan tidak disertakan sifat tanah.

1.7 Sistem Klasifikasi Menurut FAO / UNESCO


Sistem klasifikasi tanah ini dibuat dalam rangka pembuatan peta tanah dunia
dengan skala 1 : 5.000.000. Peta tanah ini terdiri dari 12 peta tanah. Sistem ini terdiri
dari 2 kategori. Kategori pertama setara dengan great soil group, dan kategori kedua
setara dengan sub group dalam Taksonomi Tanah (USDA).
Untuk pengklasifikasian, digunakan horison-horison penciri yang sebagian
diambil dari kriteria-kriteria horison penciri pada Taksonomi Tanah dan sebagian dari
sistem klasifikasi tanah ini.
1.7.1 Jenis Ordo
Ada 28 jenis ordo tanah pada klasifikasi ini dengan ketentuan great group dan sub
group.

9
1.7.2 Kelebihan
Dapat diterima oleh semua pihak karena menggunakan perpaduan antara
klasifikasi dari FAO sendiri dan dari USDA.
Mempunyai ciri khas, karena dalam pengklasifikasiannya berdasarkan horison-
horison penciri dan kriteria horisonnya.
Nama-nama tanah sebagian diambil dari nama-nama klasik yang sudah terkanal
didaerah Eropa, Rusia, Kanada, dan Amerika. Sehingga namanya sudah bersifat
umum.
Cocok untuk peta berskala 1: 5.000.000
1.7.3 Kekurangan
Sistem ini lebih tepat disebut sebagai suatu sistem satuan tanah daripada suatu
sistem klasifikasi tanah karena tidak disertai dengan pembagian kategori yang
lebih terperinci hanya subgroup dan greatgroup.
Dalam penamaan tidak secara langsung orang dapat mengetahui sifat tanah
tersebut.

1.8 Taksonomi Tanah


Sistem Taksonomi Tanah yang dulu dikenal dengan istilah A Comprehensive
System of Soil Classification 7 th Approximation diperkenalkan pertama kali pada
tahun 1960 dalam Konggres Tanah Internasional ke-7 di hadison (Wisconsin)
Amerika Serikat oleh Dr. Guy D Smith. Sistem tersebut disebut Comprehensive
sistem karena diharapkan dapat digunakan seluruh tanah di dunia, untuk berbagai
bidang ilmu yang berhubungan dengan tanah. Disebut 7 th Approximation karena
sistem ini adalah system perbaikan yang ke-7.
1.8.1 Pembagian Taksonomi Tanah
Di dalam sistim ini dikenal 6 kategori yaitu :
1. Order
Order dibedakan atas sifat-sifat umum tanah yang menentukan pembentukan
horison penciri. Menurut 7th Approximation (1960) dikenal 10 order yaitu : Entisol,

10
Vertisol, Inceptisol, Aridosol, Mollisol, Spodosol, Alfisol, Ultisol, Oxisol dan
Histosol.
2. Sub-Order
Tiap-tiap order dibagi dalam sub-order yang masing-masing mempunyai
keseragaman genetik yang lebih besar. Faktor-faktor pembatas pada sub-order ini
adalah ada tidaknya penggenangan, adanya iklim atau vegetasi, tekstur yang extrem
(pasir), kadar allophan atau seskwioksida bebas yang menentukan arah dan kecepatan
(derajat) perkembangan tanah.
3. Great Group
Great group dari tiap-tiap sub order terutama ditentukan oleh tidaknya horizon
penciri serta sifat horison penciri tersebut. Bila dalam satu sub order horison penciri
tidak berbeda, maka digunakan penciri lain. Termasuk horison penciri adalah horison
illuviasi (liat, besi, humus), horizon permukaan yang tebal dan berwarna gelap,
lapisan yang mempengaruhi perakaran dan pergerakan air dalam tanah dan horison
anthropic yang terbentuk pada tanah-tanah yang digarap. Tiap-tiap great group
mempunyai horison penciri atau faktor-faktor penentu lain
yang jenis dan sifatnya sama.
4. Subgroup
Subgroup adalah sekumpulan tanah yang di samping memiliki sifat-sifat great
groupnya memiliki pula sifat-sifat lain sebagai berikut :
Memiliki sifat-sifat lain yang terdapat pada order, suborder great group dari
golongan sendiri atau golongan lain.
Memiliki sifat-sifat lain yang baru yang tidak terdapat pada order, suborder dan
great group tersebut.
5. Famili
Famili adalah bagian dari subgroup berdasarkan atas sifasifat tanah yang penting
bagi pertumbuhan tanaman. Pembagiannya untuk tiap-tiap subgroup berbeda-beda.
Yang digunakan sebagai penentu adalah lapisan di bawah lapisan oleh atau yang
sama dalamnya. Faktor pembedanya adalah tekstur, ketebalan horison, susunan
(keadaan) mineral, kemasaman, konsistensi dan permeabilitas.

11
6. Seri
Seri adalah sekumpulan tanah yang mempunyai sifat-sifat dan susunan horison
yang sama terutama di bagian bawah lapisan olah. Suatu seri tanah dapat mempunyai
perbedaan-perbedaan lereng, tingkat erosi, sifat-sifat lapisan olah dan lain-lain selama
faktor-faktor tersebut tidak menyebabkan perbedaan sifat dan susunan horison di
bawahnya. Sifat-sifat tanah yang digunakan untuk menentukan seri tanah dapat
dipilih dari beberapa sifat belum di bawah lapisan olah tersebut misalnya tekstur,
drainase (permeabilitas), mineralogi tanah, tanah, tebal horison, konsistensi, struktur,
kemasaman tanah dan sebagainya.

1.9 Tata Nama Taksonomi Tanah Berdasarkan Order


Nama Order Akhiran Untuk Kategori Lain Arti Asal Kata
ALFISOL ALF dari Al - Fe
ARIDISOL ID Eridus, sangat kering
ENTISOL ENT dari Recent
HISTOSOL IST Histus, jaringan
INCEPTISOL EPT Inceptum, permulaan
MOLLISOL OLL Mollis, lunak
OXISOL OX Oxide, oksida
SPODOSOL OD Spodos, abu
ULTISOL ULT Ultimus, akhir
VERTISOL ERT Verto, berubah
ANDISOL AND Ando, tanah hitam
GELISOL GLEI Gel, jelly.

1.10 Horison Penciri Dalam Taksonomi Tanah


1.10.1 Epidedon (Horison Atas)
Epipedon adalah bagian atas dari tanah yang berwarna hitam oleh bahan
organik, atau bagian atas horizon eluviasi atau kedua-duanya. Beberapa macam
epipedon yan mungkin terdapat dalam tanah adalah :

12
a. Epipedon Umbric
Epipedon Umbric adalah lapisan atas setebal 18 cm, yang terdiri dari hasil
akumulasi dan dekomposisi bahan organik, biasanya dalam lingkungan asan dan
dicirikan oleh sifat-sifat berikut :
Perkembangan struktur tanah cukup kuat, tidak masif dan keras sampai keras
sekali jika kering.
Warna chroma horison C.
Kejenuhan basa < 50% (NH4OAc).
Kadar bahan organik paling sedikit 1% (0,58% C organik).
25 cm jika epipedon bertekstur lebih kasar dari pada pasir sangat halus
berlempung (very fine loamy sand).
b. Epipedon ochric
Epipedon ini mempunyai warna lebih muda, lebih rendah kadar bahan organik,
atau tipis dari pada mollic, umbric, anthropic atau histic. Epipedon ochric dicirikan
oleh :
Yang tidak termasuk mollic, umbric, anthropic, plaggen atau histic karena lebih
tipis.
Termasuk horison eluviasi pada atau dekat permukaan (A2 dan horison albic).
Tidak terdapat batuan, juga tidak termasuk sedimen-sedimen muda dengan
stradifikasi halus.
Keras dan masif bila kering.
c. Epipedon histic
Epipedon histic adalah horison permukaan yang jenuh akan air untuk lebih dari
30 hari berturut-turut pada suatu musim dalam setahun atau telah mengalami,
perbaikan drainase dan mempunyai salah satu sifat berikut:
Tebalnya < 30 cm, jika ada pernaikan drainase
Mengandung lebih dari 17,4% Corganik (30% atau lebih bahan organik) jika
bagian mineralnya sebagain besar terdiri dari liat

13
Mengandung lebih dari 11,6% C-organik (20% atau lebih atau lebih bahan
organik) jika bagian mineral tidak mengandung lempung dan Corganik yang
seimbang.
Suatu lapisan permukaan yang tebalnya kurang dari 50% atau telah mengalami
penimbunan terletak di atas lapisan gambut (peat atau muck) yang mengandung
bahan organic dan mempunyai ketebalan diantara 10-30 cm.
d. Epipedon mollic
Epipedon mollic adalah horison permukaan yang tebal dan berwarna gelap,
mempunyai kejenuhan basa tinggi dengan tingkat perkembangan struktur sedang
sampai kuat. Horison ini terbentuk karena terjadinya dekomposisi bahan organik di
dalam tanah yang banyak mengandung kation-kation bervalensi dua. Ciri-ciri
epipedon mollic adalah sebagai berikut :
Tingkat perkembangan struktur cukup kuat, dan tidak keras bila kering.
Mengandung paling sedikit 0,58% C (1% bahan organik).
Kadar P2O5 larut dalam asam sitrat kurang dari 250 ppm.
Merupakan horizon penciri dari order mollisol dan beberapa great group dan
subgroup dari Inceptisol.
e. Epipedon anthropic
Mempunyai ciri-ciri yang sama dengan epipedon mollic, kecuali kasar P2O5 larut
dalam asam sitrat yang lebih dari 250 ppm. Terbentuk pada tanah-tanah yang dipupuk
dengan pupuk organik dalam jumlah besar sehingga warna tanah menjadi gelap dan
banyak mengandung phosphate. Batas dengan horison dibawahnya pada umumnya
jelas sekali. Hanya merupakan horison penciri pada great group Anthrumberpt.
f. Epipedon plaggen
Epipedon plaggen merupakan horison buatan manusia (man made surface
layer). Mempunyai ciri:
Tebal lebih dari 50 cm, dan merupakan hasil dari pemupukan yang terus-menerus
dengan sejenis rumput (sod) atau saresah hutan (forest litter).
Warna dan kandungan bahan organik tergantung dari bahan yang ditambahkan.

14
Pada horison ini sering ditemukan pecah-pecahan batu bata, atau benda-benda
lain, yang warna dan ukurannya berbeda-beda.
1.10.2 Endopedon (subsurface penciri)
a. Horison Oxic
Horison oxic yang umum terdapat pada Oxisol (Latosol), dijumpai dalam
kedalaman antara 45 cm sampai 175 cm. Horison oxic mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
Ketebalan paling sedikit 30 cm, terdiri dari oksida-oksida besi dan aluminium,
mineral liat 1 : 1, dan kadang-kadang kuarsa.
Perbatasan antar subhorison di dalam oxic berangsur-angsur atau baur. Batas
antara epipedon dengan horison oxic biasanya baur kecuali pada tanah yang telah
dikerjakan.
Konsistensi remah dan tidak plastis.
Pori-pori biasa tidak sampai banyak dan tidak ada selaput liat (clay skin).
b. Horison Argillic
Horison argillic adalah horison illuviasi, mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
Mengandung lebih banyak liat halus (< 0,2 ) daripada lapisan eluviasi.
Mengandung lebih banyak liat (< 2 ) daripada lapisan eluviasi.
Penambahan liat dalam sub b tersebut dicapai dalam suatu jarak vertikal < 30 cm.
Pada permukaan ped (umpalan struktur) dijumpai selaput liat (caly skin) paling
sedikit 1 % (thin section)
c. Horison Agik
Horison argik adalah horison illuviasi liat dan humus yang terbentuk pada tanah
tanah yang diusahakan. Sebagai horison penciri hanya untuk great group Agrudalf
(Alfisol).
d. Horison Natrik
Horison natrik banyak ditemukan pada tanah solodized, solonetz atau tanah
solonetz. Mempunyai sifat seperti horison argilk dengan beberapa ciri khusus sebagai
berikut :

15
Struktur prismatik atau columnar.
Kompleks adsorpsi lebih dari 15 % Na dapat dipertukarkan maka horison argilik
+ yang kandungan Mg dan Na dapat ditukar lebih besar dari Ca + H disebut pula
horison natrik.
Lidah-lidah horison eluviasi yang di tasnya, menyusup kedalam horison natrik
sampai lebih dari 2,5 cm.
Merupakan horison penciri untuk beberapa great group dan sub group dari order
Aridisol, Mollisol dan Alfisol.
e. Horison Spodic
Horison spodic adalah horison illuviasi dimana terjadi akumulasi humus + Al atau
Fe dalam bentuk amorf (Podzol B horison). Bahan yang amorf ini memiliki kapasitas
penukaran kation yang tinggi, permukaan yang luas dan daya menahan air yang
besar. Horison spodic kebanyakan ditemukan di daerah dingin dan sedang, tetapi
ditemukan pula di daerah-daerah tropica basah. Horison ini biasanya terbentuk pada
tanah-tanah berasal dari bahan induk yang bertesktur kasar.
f. Horison Cambic
Horison cambic adalah horison yang pembentukannya baru dalam tingkat
permulaan, sudah terlihat adanya bentuk-bentuk struktur tertentu tetapi tanpa ada
sedikit sekali bahan-bahan illuviasi. Horison cambic merupakan horison penciri untuk
beberapa sub-order, great group dan subgroup dari Inceptisol. Aridisol dan Mollisol
(misalnya Camborthid). Ciri-ciri dari horison cambic adalah :
Tekstur pasir sangat halus berlempung atau lebh halus.
Terdapat mineral-mineral yang mudah lapuk.
Bahan illuviasi sedikit sekali
Tak ada fragipan atau duripan.
Biasanya tak terdapat horison albic di atasnya.
Tebalnya paling sedikit 25 cm.
Tidak ada lapisan berwarna gelap (epipedon mollic atau umbric).

16
1.10.3 Horizon Lain
a. Horison calcic
Horison calcic adalah horison dimana terdapat akumulasi CaCO3 dapat terjadi
pada horison C, pada epipedon mollic, horison argillic, horison natric atau pada
duripan.
b. Horison Gypsic (gipsum = gips)
Horison gypsic adalah horison dimana terdapat akumulasi CaSO4. Cara terbentuk
dan terdapatnya horison ini sama dengan horison calcic. Horison gypsic terdapat di
bawah horison calcic (bila ada) karena daya larut CaSO4 lebih besar daripada
CaCO3.
c. Horison Salic
Horison salic adalah horison dimana terdapat akumulasi garam yang lebih mudah
larut dalam air dingin daripada gypsum. Biasanya terdapat di bawah horison calcic
dan gypsic karena daya larutnya lebih tinggi. Merupakan horison penciri terhadap
beberapa great group dan subgroup dari order Mollisol dan Ardisol.
d. Horison Albic
Horison Albic adalah horison elluviasi dimana terdapat pemindahan lempung dan
oksida-oksida bebas sehingga berwarna putih dan bertekstur pasir atau debu.
Sebagian besar terdiri dari mineral kuarsa atau mineral-mineral primer lain-lain yang
berwarna kelabu sampai putih.

17
BAB 2
PEMETAAN TANAH

Pengertian Peta tanah


Peta tanah adalah peta yang menggambarkan penyebaran jenis-jenis tanah di
suatu daerah yang dilengkapi dengan legenda secara singkat menerangkan sifat-sifat
tanah dari masing-masing satuan tempat.
Peta tanah merupakan hasil dari survey tanah dan digunakan untuk evaluasi
sumber daya lahan, pemetaan ruang, perluasan lahan pertanian dan konservasi. Peta
tanah terdiri dari :
a. Judul
Berfungsi untuk memberi nama pada peta yang dibuat sesuai dengan tujuan
dibuatnya peta tersebut. Misalnya Peta Klasifikasi Tanah Bogor.
b. Skala
Terbagi atas survai pengenalan awal, survai pengenalan semi detil dan survai
pengenalan detil. Semakin detil gambar pada peta semakin besar ukuran skala dan
sebaliknya.
c. Legenda
Berfungsi untuk menunjukkan keterangan pada peta yang dicirikan dengan
symbol, bisa termasuk warna (untuk tanah muda berwarna terang dan untuk tanah
tua dan kemiringan suatu lahan serta ketinggian lahan tersebut.
d. Arah Mata Angin
2.1.1 Tujuan Pemetaan Tanah
Pemetaan tanah bertujuan untuk melakukan pengelompokkan tanah ke dalam
satuan-satuan peta tanah yang masing-masing mempunyai sifat-sifat yang sama.
2.1.2 Satuan Peta Lahan
Satuan peta lahan adalah kelompok lahan yang mempunyai sifat-sifat yang sama
atau hampir sama, yang penyebarannya digambarkan dalam peta sebagai dari hasil
suatu survei sumber daya alam (seperti survei tanah, inventarisasi hutan dan
sebagainya). Keragaman atau variabilitas masing-masing satuan peta lahan

18
tergantung dari skala dan intensitas pengamatannya. Kadang-kadang, satu satuan peta
lahan dapat terdiri dari dua jenis lahan atau lebih dengan sifat yang masing-masing
berbeda.

2.2 Jenis-jenis Peta Tanah


Peta tanah bagan (skala 1 : 2.500.000 atau lebih kecil)
Maksud : untuk memberi petunjuk kasar persebaran tanah.
Pembuatan hanya atas dasar keterangan literatur dari potret udara, peta
topografi, geologi, iklim, bentuk wilayah, dan peta yang telah ada.
Satuan peta jenis atau ordo tanah, namun sering disatukan dalam satuan peta.
Tidak dipergunakan singkatan-singkatan.
Peta tanah eksplorasi (skala 1 : 1.000.000 1 : 2.500.000)
Maksud : untuk gambaran kemungkinan penelitian terarah, potensi sumber
daya alam (tanah), problema di suatu daerah dan kemungkinan
pengembangannya.
Pembuatan dilakukan dengan cara identifikasi di lapangan terhadap
penampang-penampang tanah (profil) dari masing-masing satuan peta.
Satuan peta terdiri dari tiga unsur, yaitu jenis tanah, bentuk wilayah, dan
bahan induk.
Peta tanah tinjau (skala 1 : 100.000 1 : 250.000)
Maksud : untuk memberi keterangan lebih lanjut tentang jenis tanah suatu
wilayah untuk keperluan tertentu seperti menunjukkan daerah yang memberi
kemungkinan untuk menaikkan produksi, menyusun kebutuhan pupuk,
perbaikan tanah, dan perencanaan pembangunan wilayah.
Pembuatan : dengan cara diadakan penjelajahan ke seluruh wilayah,
pemeriksaan tanah sekurang-kurangnya 20-40 pemboran dan 2 pengamatan
penampang tanah untuk tiap 1.000 hektar
Satuan peta terdiri dari 3 unsur, yaitu macam tanah, fisiografi, dan bentuk
wilayah.
Peta tanah semi detil (skala 1 : 25.000 100.000)

19
Maksud : untuk memberi gambaran lebih jelas lagi mengenai hal-hal yang
dalam peta tanah tinjau tanah belum dapat dijelaskan.
Pembuatan dengan cara rupa (family) batas penyebaran tanah berdasarkan
penjelajahan dan pengamatan tanah di lapangan dibantu dengan analisis
potret udara.
Satuan peta digunakan kombinasi antara rupa tanah dan bentuk wilayah.
Peta tanah detil (skala 1 : 5.000 1 : 25.000)
Maksud : untuk proyek-proyek khusus seperti transmigrasi, rencana
pengairan, kebun percobaan dan sebagainya.
Pembuatan seri tanah dan batas penyebarannya ditentukan dengan teliti
berdasarkan penjelajahan dan pengamatan tanah di lapang.
Satuan peta digunakan seri tanah. Seri tanah adalah segolongan tanah berasal
dari bahan induk yang sama dan mempunyai susunan dan sifat-sifat horison
yang serupa, kecuali tekstur horison (lapisan) yang paling atas. Penentuan
seri tanah didasarkan atas tiga unsur menurut cara berikut : macam tanah,
klas tekstur, dan klas drainase.

2.3 Tipe Tanah


Tipe tanah adalah seri tanah yang dibedakan menurut tekstur horizon A atau
lapisan atas kedalam 15-20 cm apabila horizon A tipis sekali. Dengan demikian tiap
satu seri tanah masih dapat dibagi lagi menjadi beberapa tipe tanah berdasar tekstur
horizon A atau lapisan atas tersebut.
Pemetaan dengan satuan tipe tanah banyak dilakukan di luar negeri terutama di
Amerika Serikat, sedang di Indonesia masih jarang dilakukan. Contoh tipe tanah:
Misalnya seri Bogor yang lapisan atas bertekstur liat maka disebut tanah tipe Liat
Bogor, yang bertekstur lempung liat berdebu disebut Tipe Lempung Liat Berdebu
Bogor dan sebagainya.

20
BAB 3
KEMAMPUAN LAHAN

3.1 Pengertian Kemampuan Lahan


Kemampuan lahan adalah potensi suatu lahan berdasarkan kecocokan lahan untuk
penggunaan pertanian secara umum. Baik kecocokan pada daerah pertanian, padang
pengembalaan (ternak), hutan dan cagar alam. Sistem ini dibagi dalam tiga kategori
yaitu klas, subklas, dan unit.

3.2 Pembagian Kategori


Pembagian ini berdasarkan atas kemampuan lahan untuk produksi pertanian
secara umum tanpa menimbulkan kerusakan jangka panjang.
3.2.1 Tingkat Klas
Menunjukan keragaman besarnya faktor penghambat. Dikelompokkan kedalam
VIII kelas, dimana semakin tinggi kelas maka resiko kerusakan dan besarnya faktor
penghambat bertambah. Lahan dari kelas I IV sesuai untuk usaha pertanian
sedangkan V VIII tidak sesuai untuk usaha pertanian.
1. Kelas I
Sesuai untuk segala jenis pertanian. Ciri-ciri lahan :
Tanah datar
Tekstur agak halus atau sedang
Drainase baik
Tidak mempunyai penghambat dan dapat digarap untuk usaha tani tanaman
semusim dengan aman.
2. Kelas II
Sesuai untuk segala jenis penggunaan dengan sedikit hambatan dan ancaman
kerusakan. Ciri-ciri lahan :
Berlereng landai
Agak peka terhadap erosi
Tekstur halus sampai agak kasar

21
Jika digarap untuk usaha pertanian semusim diperlukan tindakan pengawetan
tanah yang ringan.
3. Kelas III
Sesuai untuk segala jenis penggunaan dengan hambatan dan ancaman lebih besar
dari tanah kelas II sehingga memerlukan tindakan tindakan pengawetan khusus
seperti penanam dalam strip,pembuatan teras dll. Ciri-ciri lahan :
Lereng agak miring
Drainase buruk
Kedalaman sedang
Permeabilitas cepat
4. Kelas IV
Sesuai untuk segala jenis penggunaan dengan hambatan dan ancaman lebih besar
dari tanah kelas III. Ciri-ciri lahan :
Kemiringan lereng (15-30 %)
Drainase buruk
Kedalaman dangkal
Memerlukan tindakan khusus yang lebih berat dan lebih terbatas waktu
5. Kelas V
Tidak sesuai untuk digarap bagi tanaman semusim, tetapi lebih sesuai untuk
ditanami tanaman makanan ternak secara permanen atau dihutankan.
6. Kelas VI
Tidak sesuai digarap bagi usaha tani tanaman semusim. Lebih sesuai untuk
padang rumput atau dihutankan. Ciri-ciri lahan :
Kecuraman lereng (30 45%)
Kedalaman sangat dangkal atau telah mengalami erosi berat
7. Kelas VII
Sama sekali tidak sesuai untuk digarap bagi usaha tani tanaman semusim. Lebih
sesuai untuk ditanami vegetasi permanen. Ciri ciri lahan :
Lereng curam (45 65 %)

22
Tanah dangkal
8. Kelas VIII
Tidak sesuai untuk usaha tani dan harus dibiarkan pada keadaan alami atau
dibawah vegetasi alam. Tanah ini dapat digunakan untuk cagar alam daerah rekreasi
atau hutan lindung. Ciri ciri :
Lereng sangat curam ( < 65 < 90 %)
Permukaan ditutupi batuan lepas
3.2.2 Tingkat Subklas
Subklas adalah pembagian lebih lanjut dari klas berdasarkan jenis faktor
penghambat yang sama. Faktor-faktor tersebut dikelmpokkan kedalam empat jenis
yaitu :
1. Subklas (e) erosi
Lahan dimana erosi merupakan masalah utama. Penentuan berdasarkan kepekaan
erosi dan erosi yang telah terjadi.
2. Subklas (w) kelebihan air
Penentuan berdasarkan drainase yang buruk, air tanah yang tinggi, dan bahaya
banjir.
3. Subklas (s) penghambat terhadap perakaran tanaman
Penentuan berdasarkan tanah yang dangkal, banyak batu batuan, daya
memegang air rendah yang sulit diperbaiki, garam dan Na tinggi.
4. Subklas (c) iklim
Lahan dimana iklim (suhu dan curah hujan) merupakan penghambat utama.
Jenis-jenis faktor penghambat ditulis dibelakang angka kelas.
3.3.3 Tingkat Unit (satuan pengelolaan)
Kemampuan lahan dalam tingkat unit memberi keterangan yang lebih spesifik
dan detail dari subklas. Tanah yang termasuk dalam suatu unit kemampuan lahan
mempunyai kemampuan dan memerlukan cara pengelolaan yang sama untuk
pertumbuhan tanaman. Dalam kemampuan lahan diberi simbol dengan menambahkan
angka Arab di belakang simbol subklas.

23
Faktor-faktor klasifikasi pada kategori kelas adalah faktor-faktor (karakteristik
lahan) yang dapat menjadi penghambat dan bersifat permanen atau sulit diubah.
Karakteristik lahan tersebut digolongkan berdasarkan besarnya intensitas faktor
penghambat, sebagai berikut (Arsyad, 1979) :
1. Tekstur tanah (t)
T1 = halus : liat bedebu, liat
T2 = agak halus : liat berpasir, lempung liat berdebu, lempung berliat,
lempung liat berpasir
T3 = sedang : debu, lempung berdebu, lempung
T4 = agak kasar : lempung berpasir
T5 = kasar : pasir berlempung, pasir
2. Permeabilitas
P1 = lambat (< 0,5 cm/jam)
P2 = agak lambat (0,5 2,0 cm/jam)
P3 = sedang (2,0 6,25 cm/jam)
P4 = agak cepat (6,25 12,5 cm/jam)
P5 = cepat (> 12,5 cm/jam)
3. Kedalaman sampai kerikil, padas, plintik (k)
K0 = dalam ( > 90 cm)
K1 = sedang ( 90 50 cm )
K2 = dangkal ( 50 25 )
K3 = sangat dangkal ( < 25 cm)
4. Lereng permukaan (l)
L0 (A) = 0 -3 % ; datar
L1 (B) = 3-8 % ; landai/berombak
L2 (C) = 8-15 % ; agak miring
L3 (D) = 15-30 % ;miring/berbukit
L4 (E) = 30-45 % ; agak curam
L5 (F) = 45-65 % ; curam
L6 (G) = > 65 % : sangat curam

24
5. Darinase tanah (d)
d0 = baik : peredaran udara baik, profil tanah berwarna terang, tidak terdapat
becak-becak karatan
d1 = agak baik : peredaran udara baik, tidak terdapat becak kuning, coklat, atau
kelabu pada lapisan atas dan bawah tanah
d2 = agak buruk : peredaran udara baik, becak becak terdapat pada lapisan
bawah
d3 = buruk : bagian bawah lapisan atas (dekat permukaan) terdapat becak-
becak
d4 = sangat buruk : seluruh lapisan tanah brwarna kelabu dan terdapat becak-
becak
6. Erosi (e)
e0 = tidak ada erosi
e1 = ringan ( < 25% ) lapisan atas hilang
e2 = sedang ( 25-75 %) lapisan atas hilang
e3 = berat ( > 75% ) lapisan atas hilang, < 25% lapisan bawah hilang
e4 = sangat berat ( > 25% ) lapisan bawah hilang
7. Faktor-faktor khusus
Faktor-faktor penghambat lain yang mungkin terdapat adalah batu-batuan dan bahaya
banjir

25
BAB 4
KESESUAIAN LAHAN

4.1 Pengertian Kesesuaian Lahan


Klasifikasi kesesuaian lahan menurut metode FAO (1976) dapat dipakai untuk
klasifikasi kesesuaian lahan kuntitatif maupun kualitatif. Kesesuaian lahan kuantitatif
adalah kesesuaian lahan berdasarkan karakteristik (kualitas) lahan secara kuantitatif
(dengan angka-angka) dan perhitungan ekonomi (biaya dan pendapatan) dengan
memperhatikan aspek pengolahan dan prduktivitas lahan.
Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuain lahan yang ditentukan berdasarkan
kualitas lahan (tidak dengan angka) dan tidak ada perhitungan ekonomi. Biasanya
dengan cara membandingkan kriteria masing-masing kelas dengan karakteristik
(kualitas) lahan, juga ditentukan oleh faktor fisik yang menjadi faktor penghambat
terberat.

4.2 Pembagian Kategori


Klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori, yaitu ordo, kelas,
subkelas,dan unit.
4.2.1 Kesesuaian Tingkat Ordo
Menunjukkan kesesuaian suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Ada dua ordo,
yaitu :
1. Ordo S (sesuai)
Lahan dapat digunakan jangka waktu yang tidak terbatas. Keuntungan
pengolahan lahan akan memuaskan setelah dihitung dengan masukan yang diberikan.
2. Ordo N (tidak sesuai)
Lahan mempunyai kesulitan sedemikian rupa. Lahan ini tidak sesuai dihunakan
untuk usaha pertanian karena berbagai penghambat, baik secara fisik maupun
ekonomi.

26
4.2.2 Kesesuaian Tingkat Kelas
Pembagian lebih lanjut dari ordo dan menunjukkan tingkat kesesuaian dari ordo
tersebut. Kelas diberi nomor urut yang ditulis dibelakang simbol ordo, menunjukkan
tingkat kelas. Semakin tinggi nomor semakin jelek kelas. Banyaknya kelas dalam
setiap ordo tidak terbatas, tetapi dianjurkan hanya memakai tiga sampai lima kelas
dalam ordo S dan dua kelas dalam ordo N.jumlah kelas didasarkan keperluan
minimum untuk mencapai tujuan-tujuan penafsiran.
Pembagian serta definisi secara kualitatif :
1. Kelas S1 : sangat sesuai (highly suitable)
Lahan tidak mempunyai penghambat yang besar atau mempunyai penghambat
yang secara tidak nyata berpengaruh terhadap produksi.
2. Kelas S2 : cukup sesuai (moderately suitable)
Lahan mempunyai pembatas agak besar yang akan mengurangi produk atau
keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan.
3. Kelas S3 : sesuai marginal (marginally suitable)
Lahan mempunyai pembatas yang besar yang akan mengurangi produksi dan
keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.
4. Kelas N1 : tidak sesuai pada saat ini (currently not suitable)
Lahan mempunyai pembatas lebih beasar tetapi masih mungkin diperbaiki
dengan tingkat pengolahan tinggi.
5. Kelas N2 : tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable)
Lahan mempunyai pembatas permanen yang sangat berat.
4.2.3 Kesesuaian Tingkat Subkelas
Menunjukkan jenis pembatas (penghambat) atau jenis perbaikan yang harus
dijalankan dalam masing-masing kelas. Jenis pembatas ditunjukkan dengan simbol
huruf kecil yang ditempatkan setelah simbol kelas. Dalam satu subkelas dapat
mempunyai satu, dua, atau paling banyak tiga simbol pembatas, dimana simbol
pembatas yang dominan ditulis paling depan. Jika terdapat lebih tiga, maka harus
dipilih tiga pembatas terberat, sedang pembatas lainnya cukup dijelaskan dalam
uraian.

27
4.2.4 Kesesuaian Tingkat Unit
Menunjukkan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat yang
berpengaruh dalam pengelolaan subkelas. Semua unit yang berada dalam satu
subkelas mempunyai tingkat kesesuaian yang sama dalam kelas dan jenis pembatas
yang sama pada tingkat subkelas. Pemberian simbol dengan cara penambahan angka-
angka arab yang dipisah oleh strip dari simbol subkelas. Unit dalam satu subkelas
tidak terbatas.

28
KESIMPULAN

Klasifikasi tanah adalah usaha untuk membeda-bedakan tanah berdasarkan


sifat-sifat yang dimilkinya serta bertujuan untuk memisahkan tanah yang memerlukan
perlakuan berbeda. Hubungan hasil klasifikasi tanah berupa jenis-jenis tanah atau
klas-klas tanah yang mencantumkan nama-nama tanah pada berbagai kategori.
Selanjutnya hasil tersebut dipetakan agar diketahui penyebaran dari masing-masing
jenis tanah tersebut, sehingga diperlukan teknik survei tanah yang menghasilkan peta
tanah yang baik. Jadi peta tanah sangat berhubungan dengan klasifikasi tanah, bila
ingin hasil pemetaan tanah kita benar dan baik, kita harus bisa mengklasifikasikan
tanahnya dengan baik juga secara rinci dan detail sehingga tidak ada kesalahan dalam
pembuatan peta tanah.
Saat pembuatan peta tanah wajib untuk menampilkan legenda sebagai
keterangan pada pembuatan peta. Selain itu dapat disimpulkan bahwa makin besar
skala peta, makin detil gambar yang dibuat dan semakin banyak pula keterangan yang
diberikan terhadap tanah-tanah didaerah tersebut.
Dari pengelompokkan, pembedaan, atau klasifikasi tanah maka kita dapat
mengatahui sifat-sifat yang mempengaruhi kemampuan dan kesesuaian lahan untuk
penggunaan tertentu. Dan dari sifat tersebut kita dapat mengetahui kesesuaian lahan,
apa itu baik untuk perkebunan, lahan untuk padi, dan sebagainya. Pada klasifikasi
alami lebih menekankan pada sifat yang dimiliki tanah cenderung terhadap
kemampuan lahan itu sebagai bagian dari klasifikasi tanah tetapi tidak sesuai dengan
fungsi penggunaan tanah tersebut, sedangkan pada klasifikasi teknis harus
dipengaruhi sifat tanah yang digunakan agar kesesuaian lahannya sesuai dengan
fungsi tanah tersebut. Dengan demikian hubungan antara klasifikasi tanah dengan
kemapuan dan kesesuaian lahan adalah dalam penggunaan cara klasifikasi terhadap
lahan yang berbeda, intinya adalah:
Klasifikasi Alami = Cepability Land Sifat yang dimiliki tanah
Klasifikasi Teknis = Suitability Land Sifat yang mempengaruhi tanah

29
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S. 1979. Konservasi Tanah. Progam Studi Jurusan Tanah. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.

Hanafiah, K.A. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika


Pressindo, Jakarta.

Mega, I Made,dkk. 2010. Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Program Studi
Agroteknologi. Denpasar : Universitas Udayana.

Sutanto, Rachmat. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah Konsep dan Kenyataan. Kanisius,
Yogyakarta.

ii

Anda mungkin juga menyukai