BAB I
PENDAHULUAN
sistem pertanian yang sangat bergantung pada musim (Aditya, 2011). Pada
(Kacang Tanah, Kacang Hijau, Kacang Panjang, Kacang Undis, Kacang Koma),
Singkong atau bahkan untuk lahan yang sangat kering tidak ditanami tanaman
pertanian sama sekali (Arsana et al., 2010). Kondisi tanah pertanian yang
Salah satu jenis tanaman yang dikembangkan di lahan kering adalah mente.
(A. occidentale L). Tanaman mente merupakan salah satu komoditas ekspor
yang ekonomis dan mampu menghasilkan produksi biji (gelondong) mente yang
(Zaubin dan Daras, 2002). Salah satu usaha untuk menstabilkan produktifitas
dapat memberikan dampak positif kepada para petani dan industri (Hadad et al.,
2000). Kendala yang dihadapi para petani mente di Bali dan Nusa Tenggara
adalah hasil produksi buah mente tidak stabil karena petani cenderung
mempertahankan pohon mente yang sudah berumur tua tanpa melakukan
para petani mente dalam melakukan pembibitan mente antara lain: akar bibit
mente mudah patah pada waktu pemindahan dari kebun bibit ke areal
absorbsi hara dan mineral dari tanah rendah (Sukawidana, 2010 ; Darmais, 2011
maksimum.
akar tanaman inang pada fase pembibitan diharapkan dapat mengatasi salah satu
kendala pertumbuhan mente di lahan kering dengan asumsi bibit yang telah
dalam absorbsi air dari tanah dan terlindungi dari serangan penyakit sejak
(Idwar dan Ali. 2000); Inokulasi spora dan propagul endomikoriza Acaulospora
bibit kelapa sawit yang dibudidayakan di tanah masam (Widiastuti et al., 2002);
tanaman ubi kayu (Jauhari dan Sumarno, 1995); penambahan spora Glomus sp.
untuk meningkatkan toleransi tanaman hias yang ditanam pada tanah pertanian
et al. (2000) ; Hameeda et al. (2007) dan Douds et al. (2010) mampu
pertanian di Bali meskipun masih dalam taraf skala uji coba (pilot project),
misalnya: pemberiaan pupuk mikoriza komersial Biosfer pada pembibitan
komersial yang berasal dari pabrik atau Balai penelitian dengan sumber
memerlukan waktu adaptasi lebih lama terhadap kondisi lingkungan yang baru.
dan Suryatmana et al. (2009), mikoriza indigenus memiliki potensi yang tinggi
adaptif sehingga hifa dan spora cendawan tersebut dapat dengan cepat
di alam sangat dipengaruhi oleh perbedaan tempat, musim dan curah hujan.
porositas dan tingkat kejenuhan tanah. Hal ini menjadi suatu alur pemikiran
penelitian eksplorasi perlu dilakukan dalam satu siklus musim dan tempat yang
berbeda sehingga akan dapat diketahui apakah perbedaan tempat dan musim
mendapatkan pupuk hayati mikoriza tersebut. Pupuk hayati dapat dibeli atau
digunakan sebagai pupuk hayati yang dapat digunakan langsung oleh kalangan
sebagai sumber hara dan mineral sangat diperlukan dalam perbanyakan spora
Madjid, 2009Chalimah, 2007; Lukiwati, 2007). Salah satu sumber hara yang
kandungan unsur hara makro dan mikro yang sudah standard namun larutan ini
dapat dimodifikasi konsentrasi hara makro dan mikro didalamnya sehingga hara
ini sering digunakan untuk memperbanyak spora dan hifa endomikoriza pada
karena cepat tumbuh dan menghasilkan banyak akar serabut dibanding tanaman
1.3.Tujuan Penelitian
Karangasem Bali
tentang spesies cendawan endomikoriza yang terdapat di lahan kering Bali dan
inokulasi cendawan endomikoriza terhadap respon pertumbuhan bibit mente
masyarakat), yaitu:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu acuan
PUSTAKA
Mikoriza berasal dari bahasa Yunani yang secara harfiah berarti cendawan
akar (mykos = miko= cendawan dan rhiza = akar ) atau cendawan tanah
karena hifa dan sporanya selalu berada di tanah terutama areal rhizosfer
tanaman (Mikola, 1980; Smith and Read, 1997). Asosiasi antara cendawan
gula sederhana (glukosa) dan Karbon (C) dari tumbuhan, sebaliknya cendawan
melalui hifa eksternal yang terdistribusi di dalam tanah dapat menyalurkan air,
alam mampu bersimbiosis secara mutualistik dengan lebih dari 80% spesies
tanaman berpembuluh (Smith dan Read, 1997 ; Hapsoh, 2008; Brundrett et al.,
2008). Simbiosis cendawan mikoriza dapat terjadi secara alami atau dengan
Tanaman yang telah terkolonisasi atau terinfeksi oleh cendawan mikoriza pada
fase pembibitan, tanaman tersebut akan membawa hifa ataupun spora cendawan
mikoriza tersebut selama tanaman tersebut tumbuh (Brundrett et al., 2008).
tanaman yang terdapat pada tanah atau lahan yang miskin air dan hara
Fosfat yang terdapat di alam seringkali terikat dalam bentuk senyawa pada
tidak tersedia bagi tanaman (Brundrett et al., 2008; Smith et.al., 2010).
Cendawan mikoriza adalah salah satu mikroba yang dapat menghasilkan enzim
melepaskan ikatan P dari mineral liat pada tanah dan merombak P bentuk ion
fosfor sehingga dapat dimanfaatkan bagi tanaman (Novriani dan Madjid, 2009).
Smith dan Read, 2008). Menurut Abbott dan Robson (1984) dan Danesh et al.,
cara membentuk hifa ekstensif di dalam tanah dan pada seluruh sistem
kolonisasi hifa mikoriza di luar kortek akar dengan cara membentuk jaringan
hifa (mantel hifa) yang menyelimuti bagian luar epidermis akar tanaman
eksternal hifa dan internal hifa. Kolonisasi internal hifa berkembang di dalam
kortek akar dengan membentuk vesikel dan atau arbuskula tergantung pada tiap
genera (Brundrett et al., 2008; Smith dan Read, 2008). Ektendomikoriza adalah
hifa di kortek maupun eksternal hifa yang menyelimuti epidermis akar. Hifa
yang terbentuk baik ekternal maupun internal sangat sedikit atau tipis sehingga
2006; Novriani dan Madjid, 2009, Hapsoh, 2008) atau Vesicular Arbuscular
yang sangat vital dari cendawan endomikoriza karena berfungsi sebagai tempat
masuknya hara mineral dari tanah yang diabsorbsi oleh akar dan hifa ke dalam
hifa bisa terjadi secara internal di dalam sel atau keluar dari sel akar inang yang
terbentuk pada hifa terminal dan interkalar. Bentuk vesikel bulat atau
al., 2008). Pada kondisi tertentu terutama vesikel yang telah dewasa dapat
berperan sebagai spora atau alat pertahanan cendawan tersebut jika berada pada
Zygomycetes, ordo dan Glomales. Ordo Glomales terdiri dari dua (2) sub ordo,
(INVAM, 2009).
Kingdom : Mycota
Phyllum : Glomeromycota
Kelas : Glomeromycetes
Ordo : Glomales
Familia 1 : Glomaceae
Famili 2 : Gigasporineae
Famili 3 : Acaulosporaceae
Genus : Acaulospora
struktur tersebut merupakan salah satu struktur inti untuk identifikasi sampai
pada tingkat genera pada Glomus (Mosse, 1991; Brundrett et al., 1996)).
Glomus sp. mempunyai spora yang tumbuh pada ujung hifa (hifa terminal)
tersimpan dalam sporokarp (Smith dan Read, 1997). Gigaspora sp. merupakan
(Walker, 1983).
Salah satu karakter yang menarik dari endomikoriza adalah pada sporanya
sp. dapat bertahan sampai satudua tahun (Brundrett et al., 2008). Spora-spora
salah satu bentuk atau alat pertahanan diri di alam yang dapat berfungsi untuk
dengan cara membentuk appresorium pada permukaan dinding sel akar inangya
dengan cara menembus atau melalui celah antar sel epidermis dan akhirnya
membentuk hifa yang dapat tersebar secara inter-intraseluler dalam korteks akar
tanaman (Mosse, 1991; Smith and Read, 1997 ; Brundrett et al., 2008).
2.2. Perkembangan dan Penyebaran Endomikoriza
tempat, suhu, tekstur tanah, intensitas cahaya, kadar air tanah, bahan organik,
tanah dan rhizosfer tanaman inang yang dilakukan pada waktu atau musim
tersebut.
.Wilayah yang memiliki empat musim (temperate season) dalam satu siklus
endomikoriza pada akar tanaman pada saat musim dingin sangat rendah tetapi
kolonisasi tampak tinggi pada saat musim semi karena pada musim semi,
terlihat sangat sedikit atau menurun dibandingkan pada saat musim penghujan.
hifa dan hifa akan tersebar ditanah dan akan mengkolonisasi akar-akar tanaman
atau tanah yang selalu terendam air sepanjang tahun tidak terdapat kolonisasi
kolonisasi endomikoriza pada akar tanaman areal kering dan terendam air
tanam pada areal yang basah (wet areas) hanya terdapat kolonisasi <10 %,
endomikoriza pada suatu kawasan dan dilakukan secara periodic dalam satu
musim dan kondisi tanah yang berbeda akan sangat bermanfaat untuk melihat
pertumbuhan hifanya sangat sedikit dan hifa hanya mampu bertahan hidup
diluar inang selama 20-30 hari (Smith et al., 2003). Menurut Hapsoh (2008)
dan Gautam et al. (2009) lebih dari 80% tanaman berpembuluh atau tanaman
Bawang, Nenas, Padi Gogo, Pepaya, Singkong, Tebu, Teh, Tembakau, Palem,
Kopi, Karet, Kapas, Jeruk, Kakao, Apel, Mente dan Anggur (Adiningsih et al.,
2.2.3. Suhu
spora (Brundrett et al., 2008). Menurut Smith et al. (2010), aktivitas dan
tergantung jenis mikoriza yang dikultur. Mosse (1991) menyatakan bahwa suhu
0
yang cukup tinggi pada siang hari namun masih dibawah 35 C tidak
tanaman inangnya.
0
Perbedaan suhu yang sangat sangat rendah (- 15 C) atau terlalu tinggi dapat
0
(> 50 C) akan mempengaruhi perkecambahan spora endomikoriza, namun
coralloidea akan optimum jika spora tersebut ditumbuhkan pada media yang
0
mempunyai kisaran suhu 34 C, sedangkan untuk spesies Gigaspora margarita
0
dan Gigaspora gigantea akan optimum bergeminasi pada suhu 31 C dan tidak
0
berkecambah pada suhu 15 C. Pada Glomus epigaeum berkecambah pada suhu
o
18-25 C, sedangkan Glomus moseae mempunyai toleransi suhu berkisar 25-33
o o
C. Secara umum spora-spora endomikoriza akan mati pada suhu 60 C hanya
dan perennial (menahun) yang tumbuh di lahan kering Bali Utara (Gerograk
Buleleng dan Kubu Karang Asem) mengalami kekurangan air bahkan hampir
tidak memperoleh air sama sekali terutama pada saat musim kemarau.
kondisi tanah yang kekeringan. Hal ini didukung Smith dan Read (1997) dan
karena hifa eksternal mikoriza dalam menembus dan menyebar ke dalam tanah
lebih dari 8 meter yang memungkinkan masih terdapat kandungan air tanah
pada struktur morfologi dan anatomi bibit tanaman alpukat yang diinokulasi
endomikoriza. Pada tengah hari saat kadar air rendah, daun bibit alpukat yang
terdapat dalam kortek akar akan membantu dalam peyimpanan ketersediaan air.
kekeringan dan bibit lebih cepat beradaptasi apabila dipindahkan dari areal
korelasi positif antara potensial air tanah dan aktivitas hidup endomikoriza.
dengan tanaman yang tidak bermikoriza untuk memproduksi satu (1) gram
bobot kering tanaman. Hal ini disebabkan tanaman bermikoriza lebih tahan
terhadap kekeringan dan lebih ekonomis dalam pemakaian air. Selain itu,
eksternal.
Widiastuti ( 2004), pada tanah dengan kondisi pH rendah ( keadaan asam) dapat
penting untuk germinasi spora mikoriza. Hal ini berdampak pada proses
yang maksimum akan ditemukan pada tanah yang mengandung bahan organik
1-2 persen dan jumlah spora ditemukan dalam jumlah sedikit pada tanah
berbahan organik kurang dari 0.5 persen (Hameeda et.al., 2007). Serasah pada
permukaan dan di dalam tanah yang terkolonisasi oleh hifa mikoriza dapat
agar ditambahkan tanah non steril dan air secukupnya diperoleh hasil
tidak terjadi perkecambahan spora mikoriza (Mikola, 1980 ; Imas et al., 1989 )..
jenis-jenis mikroba patogen baik bakteri maupun cendawan yang terdapat dalam
tanah non steril. Bakteri dan cendawan patogen tersebut cukup significan dalam
rendah (Smith et al., 2010). Tanaman yang tumbuh pada daerah subur dan
sebaliknya jika tanaman tumbuh pada lahan miskin hara mineral ditanah dengan
tanaman yang tiumbuh pada daerah kurang subur atau miskin hara.
tanaman disekitarnya akan menurun atau rendah. Hal ini mungkin disebabkan
konsentrasi Fosfor internal yang tinggi dalam jaringan inang sehingga iang
enzim fosfatase dan asam-asam organik sehingga apabila terdapat banyak hifa
atau spora dari cendawan endomikoriza pada tanah yang miskin unsur fosfor
mengkolonisasi bagian apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbon hasil
fotosintesis dari tanaman inangnya sebagai satu keuntungan yang diperoleh oleh
(Delvian, 2006b).
permasalahan dalam hal salinitas baik tanaman yang hidup pada lahan dengan
Aluminium dan Mangan pada keberadaan endomikoriza baik jumlah spora atau
tanah dengan kandungan logam rendah karena pada tanah dengan kandungan
logam yang tinggi dapat meracuni tanaman tersebut, namun dengan inokulasi
dengan baik pada tanah dengan kondisi yang keasamannya tinggi karena
2.2.10. Fungisida
menghalangi osmosis air dari larutan fungisida ke larutan sel spora, dan
giberelin bagi tanaman inangnya (Imas et al., 1989 ; Smith and Read, 1997).
sebagai penyerap unsur hara dan air akan bertahan lebih lama (Imas, et al.,
1989). Hal ini tentunya akan sangat menguntungkan tanaman sehingga tanaman
(1-2,12m/ml) dapat berpengaruh pada penurunan laju osmosis air dari larutan
Agrosan, Benlate, Plantavax dalam konsentrasi yang sangat rendah (2.5 mg/g
memberikan efek negatif terhadap kolonisasi endomikoriza pada akar. Hal ini
disebabkan spora dan hifa cendawan mikoriza peka terhadap fungisida sintetik
Tanaman mente tersebar di daerah tropis, terutama di Asia Selatan seperti India,
(Mandal, 2000).
seperti curah hujan tidak memadai dan tidak menentu atau terjadi kekeringan
selama 1-2 minggu berturut-turut (Mandal, 2000; Sudarto et al., 2004). Selain
hal tersebut diatas, salah satu kendala yang mempengaruhi kegagalan dalam
Periode penyimpanan biji mente yang terlalu lama (lebih dari 12 bulan)
Berdasarkan pengamatan pada uji pendahuluan penelitian ini, biji mente hasil
penyimpanan produk panen yang disimpan lebih dari 12 bulan sangat terhambat
biji-biji mente tersebut mampu bergerminasi dan tumbuh menjadi bibit namun
produktivitas tanaman mente masih sulit diketahui. Hal ini karena adanya
buah mente diduga berawal dari persepsi umum bahwa jambu mente tidak
beradaptasi baik pada berbagai kondisi tanah baik tanah yang subur, tidak
subur, basah atau kering sehingga problem pada produktivitas mente belum
Hasil studi lapangan diketahui bahwa bibit jambu mente terutama yang
berumur kurang dari 1 tahun memiliki sistem perakaran yang sangat sedikit
dibanding bibit tanaman berkayu lainnya (misal: jati belanda dan intaran)
sehingga kemampuan bibit untuk bisa tumbuh sangat lambat pada periode
tanam yang sama. Salah satu alternatif untuk mengatasi hal tersebut adalah
(1997), bibit mente yang telah diinokulasi dengan spora cendawan mikoriza dan
Penggunaan pupuk organik sangat dianjurkan dalam budi daya jambu mente di
menggunakan bahan organik dan non organik serta ditambahkan inoklasi spora
dan propagul endomikoriza dapat memperbaiki kandungan hara tanah dan dapat
endomikriza dan tanaman adalah tanaman memberi gula dan karbon untuk
cendawan dan cendawan membantu dalam penyerapan air, fosfat, mineral dan
nutrisi lainnya yang diperlukan bagi tumbuhan (Brundrett et al., 2008 ; Smith et
al., 2010). Fosfat merupakan unsur essensial yang diperlukan tanaman dalam
jumlah banyak (Smith dan Read, 2008 ; Smith et.al., 2010). Sementara pada
areal yang memiliki kondisi tanah cenderung bersifat asam dapat menyebabkan
fosfat yang terdapat ditanah dalam bentuk tidak tersedia bagi tanaman karena
Widiastuti, 2004).
melakukan aktifitas fotosintesis dengan baik sehingga tanaman lebih sehat dan
tidak subur (Antara, 2004 ; Daryana, 2010). Salah satu upaya dalam
Salah satu tanaman yang banyak dibudiyakan pada lahan kering di Bali
adalah tanaman mente (A. occidentale L ). Para petani mente umumnya jarang
melakukan regenarasi tanaman mente yang telah tua (berumur lebih dari 25
para petani mente dalam melakukan pembibitan mente antara lain: akar bibit
mente mudah sekali patah pada waktu pemindahan dari kebun bibit ke areal
perkebunan, bibit mudah layu dan mati bila sudah dipindahkan ke areal
kendala antara lain pertumbuhan bibit yang tidak seragam, jumlah perakaran
absorbsi hara dan mineral dari tanah rendah Kendala-kendala tersebut pada
diketahui secara pasti penyebab kematian tersebut, diduga bahwa kematian bibit
mente tersebut disebabkan oleh rendahnya kemampuan dan daya tahan bibit
Mengacu pada kemampuan mikoriza dalam membantu absorbsi air dan mineral
Fosfat pada lahan kering atau lahan marginal (Hapsoh, 2008, Smith et al., 2010)
peranan hifa-hifa ekternal mikoriza mampu menyerap air pada pori-pori tanah
yang tidak bisa dicapai oleh akar tanaman inangnya (Smith dan Read, 1997).
diperoleh dari luar Bali, yaitu pupuk mikoriza Biosfer dalam pembibitan
dieksplorasi dari lahan kering di Bali masih sangat sedikit bahkan bisa
untuk dapat mengetahui isolat endomikoriza jenis apa yang bisa diaplikasikan
Suryatmana,et al. (2009), sebagian besar mikroba bersifat spesifik area, artinya
mikroba yang dieksplorasi dari daerah setempat relatif lebih cepat beradaptasi
dan tumbuh pada daerah tersebut dibanding mikroba yang diambil dari daerah
lain.
indigenus endomikoriza sebagai pupuk yang sudah siap dalam bentuk pupuk
efisiensi penyerapan air dari dalam tanah serta meningkatkan serapan hara
kondisi tanah yang basah, kering, tingkat porositas tanah atau bahkan tanah
yang sangat liat (Danesh et al., 2007). Selain keanekaragaman jenis, kerapatan
1980; Smith dan Read, 1997; Brundrett et al., 2008). artinya cendawan tersebut
tidak bisa diisolasi pada medium buatan sehingga untuk dapat memperbanyak
seperti ketersediaan hara tanah (Novriani dan Madjid, 2009); jenis tanaman
jenis pupuk telah dicoba seperti vermin-kompos (Sukawidana, 2010) dan pupuk
NPK (Tirta, 2006) namun hasil menunjukkan bahwa kedua jenis pupuk tersebut
adalah hara Johnson karena formulasi dalam hara Johnson dapat dimanipulasi
kolonisasi endomikoriza diakar. Untuk itu hara Johnson perlu dicoba dan
termasuk Bali diakibatkan oleh kekurangan air, hara, kelembaban tanah serta
kandungan organik tanah yang rendah (Adiningsih et al., 1994; Setiadi, 2000;
pada pembibitan mente relevan dan penting dilakukan. Diagram alur Konsep
3.3. Hipothesis
dan waktu
Jamur endomikroriza
Membantu tanaman dalam penyerapan P, mineral dan air
Fakta
Belum tersedia isolat endomikoriza indigenus
dalam bentuk pupuk di Bali
dilakukan pada Laboratorium Tanah Fakultas pertanian Unud untuk analisa sifat
Jurusan Biologi F-MIPA Unud untuk penyaringan dan penghitungan spora pada
Luaran:
Formula
1. Identfikasi 1. Perbanyakan
1. Eksplorasi endomikoriza
endomikoriza endomikoriza spora :
Jenis spora dan indigenus Bali
- Kawasan :
Karangasem & 2. Menghitung penurunan pada bibit
Buleleng jumlah spora, konsentrasi P mente
% kolonisasi dalam hara
- Tanaman mente mikoriza Johnson
dan tanaman sela pada akar
yang ditanam tanaman 2. Optimasi
endomikoriza Luaran
petani setempat
pada bibit mente : Jangka
- Waktu: satu Formulasi inokulan Panjang:
periode musim HASIL (spora dan propagul)
Produksi
Berat inokulan
2.Faktor lingkungan: 1. Jenis jenis masal pupuk
fisika kimia lingkungan endomikoriza hayat
: 3. Optimasi media
endomikoriza
keasaman (pH) tanah , Formulasi jenis
2. Kerapatan indigenus Bali
kandungan bahan populasi media pembawa
organik ( N.P, K, C), spora
kadar air tanah endomikoriza
3. % kolonisasi HASIL
endomikoriza 1. *Jumlah spora
* Formula optmum
2. *Respon bibit mente
* Media optmum
*Berat inokulan
(jumlah spora)
*Jenis inokulan
*Jenis endomikoriza
yang terbaik
3. Jenis media pembawa
spora yang terbaik
Sampel tanah dan akar tanaman (bagian serabut akar) di ambil pada
di ambil dari lokasi perkebunan di desa Sendang Kecamatan Kubu dan sampel
akar tanaman Mente (A. occidentale), Jagung (Zea mays), Kacang Undis
Gerograk. Tiap jenis tanaman yang digunakan sebagai sampel sebanyak lima
tiap dua bulan selama satu periode musim sehingga pengambilan sampel di
Sampel tanah diambil untuk isolasi spora endomikoriza, akar tanaman untuk
Rendah Jurusan Biologi F-MIPA Unud. .Sampel tanah tiap lokasi untuk analisa
prosedur 4.2.3).
(Brundrett et al., 2008) sebagai berikut: Tanah sebanyak 250 g direndam dalam
1 liter air (rasio 1:4), diaduk agar spora yang melekat pada partikel tanah dapat
45 m). Supernatan dicuci di bawah air mengalir sampai jernih dan didapatkan
morfologi spora (warna, ukuran dan bentuk) disimpan dalam botol kaca berisi
o
aquadest steril pada refrigerator (suhu 5 C) untuk dilakukan identifikasi.
warna, pola dan jumlah lapisan dinding spora, ornamentasi dinding spora,
(1983); Schenck et al. (1984); Schenck dan Perez (1990); Morton dan Benny
disimpan dalam air steril dan sebagian spora tetap ditumbuhkan dalam tanaman
inang (Zea mays) supaya spora endomikoriza tetap hidup. Identifikasi sampai
berisi air steril dan ditaruh di kulkas untuk digunakan dalam penelitian
prosedur dari Kormanik dan Mc.Graw (1982) yang dimodifikasi. Sampel akar
diproses secara berurutan dalam beberapa tahap yaitu clearing, staining dan
destaining. Proses clearing; akar yang muda (serabut) tiap sampel tanaman
direndam larutan KOH 10% selama 24-48 jam atau sampai akar berwarna
kuning bersih transparant. Akar yang berwarna pekat setelah direndam larutan
KOH 10%, direndam kembali dalam larutan hipoklorit 10% selama 12 - 24 jam
untuk menghilangkan zat warna akar. Setelah akar terlihat transparan, akar
dibilas air mengalir sampai akar tidak terasa licin. Akar diasamkan dengan
untuk mempermudah penempelan zat pewarna pada akar dan hifa. Proses
trypan blue (0,05%). Sampel akar didedahkan 24-48 jam atau sampai akar
dibuang, diganti larutan destaining (larutan staining tanpa trypan blue) untuk
sebagai berikut:
MGV + MGH
yaitu faktor I adalah larutan hara Johnson yang terdiri 4 konsentrasi P yaitu
0% (tanpa P); 25%, 50% dan 75%. .Faktor II adalah 3 spesies spora
masing perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 36 unit percobaan, tiap
unit percobaan terdiri 9 tanaman. Jumlah polibag tanaman uji sebanyak 324
Kelompok (RAK) dengan pola faktorial. Variabel yang diamati adalah jumlah
spora, persentase (%) akar yang terkolonisasi pada umur 30, 60 dan 90 hari
dengan mengambil tiga tanaman pada tiap unit percobaan. Tanaman yang
digunakan sebagai inang adalah jagung (Z. mays). Pemilihan Jagung sebagai
Media tanah yang telah diayak dimasukkan kedalam polibag (@2 kg x 324
polibag) kemudian disterilkan menggunakan uap panas selama 3,5 jam pada
0
suhu 105 C. Biji jagung diseleksi, dicuci dan direndam aquades steril selama 5
jam. Setelah itu disterilkan dengan larutan hipoklorit 10% selama 10 menit,
dicuci dengan air mengalir, direndam kembali dengan air steril selama 60 menit,
menit lalu dibilas dengan aquades steril. Spora sebanyak 10 butir dipipet dan
Benih jagung ditanam pada polibag (2 biji per polybeg). Penyiraman dilakukan
setiap hari menggunakan air tanah sesuai kapasitas lapang. Hara Johnson
ditambahkan pada bibit mente dalam bentuk spora tunggal dan campuran spora-
Percobaan ini menggunakan pola faktorial dengan dua faktor. Faktor I adalah
spora dari ketiga jenis yaitu spora endomikoriza lima perlakuan yaitu (Glomus
sp., Acaulospora sp., Gigaspora sp.), non-spora dan campuran ketiga jenis
spesies sebanyak 17 spora). Faktor II adalah berat propagul yang terdiri dari
unit percobaan terdiri dari tiga polibag tanaman sehingga jumlah total polibag
Prosedur penelitian
0
(direbus) menggunakan drum besar selama 3.5 jam pada suhu 105 C.
spora endomikoriza dan penanaman bibit mente dilakukan setelah suhu media
induk terpilih yang telah ditetapkan sebagai sumber benih). Syarat-syarat biji
mente yang dipakai sebagai benih antara lain: biji tidak ada cacat pada kulit
luarnya, ukuran biji seragam, tidak terdapat bekas infeksi penyakit oleh
mikroba, mempunyai berat jenis lebih dari 1 (apabila direndam dalam air
selama 5 menit biji mente akan tenggelam), jumlah biji/gelondong mente dalam
1 kg berisi sekitar 150 biji. Sebelum ditanam, biji mente yang telah dicuci
bersih, selanjutnya direndam dalam air steril selama 24 jam. Perendaman biji
Plastik polibag yang telah diisi tanah steril 0,5 kg kg disiram air sampai
kapasitas lapang. Selanjutnya biji mente ditanam dengan posisi radix primaria
menghadap ke bawah, plumula menghadap keatas. Posisi ujung plumula harus
tumbuh setelah umur 15 hari. Pemindahan bibit untuk percobaan ini dilakukan
Media tanam untuk percobaan dipersiapkan dengan cara tiap polibag yang
propagul) pada media tanam dilakukan sesuai dengan perlakuan faktor tersebut
merobek secara melingkar pada bagian bawah plastik polibag. Hal ini
dilakukan supaya bibit tidak terbongkar pada tanah dan akar bibit mente tidak
patah pada waktu pemindahan. Setelah proses pemindahan bibit selesai, segera
dilakukan penyiraman dengan air tanah sesuai kapasitas lapang supaya bibit
mente tidak layu pasca pemindahan dari pembenihan sampai polibag uji.
4. Pengamatan
tanaman) dan kandungan hara P pada tanaman dilakukan pada hari ke 90.
Udayana, yaitu dilakukan setelah sampel dioven pada suhu 60 C selama 48 jam
(bobot konstan). Kandungan P-tanaman dianalisa dengan metode
diantara perlakuan ada yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DMRT pada
taraf kepercayaan 5%. Pemeliharaan bibit dilakukan sejak awal sampai akhir
penelitian. Bibit mente disiram setiap sore hari sebanyak volume air kapasitas
lapang. Penyiangan gulma yang tumbuh dilakukan manual dengan cara dicabut
Setiap unit percobaan terdiri dari tiga polibag tanaman sehingga jumlah total
Tanaman yang digunakan sebagai inang pada percobaan ini adalah tanaman
Glomus sp.. Sebanyak 50 butir spora dan propagul 37.5 g dari Glomus sp.
diinokulasi dalam penelitian ini. Persiapan media tanaman dan biji mente
daun, Panjang daun, Lebar daun, Jumlah spora pada media tanam, Persentase
Kolonisasi hifa endomikoriza pada akar, Berat kering bibit mente (total bibit,
Prosedur Penelitian
sampai media tanah dan (Zeolit, kaoloin, pasir kwarsa) tercampur rata kemudian
o
media tanam disterilkan/dikukus dalam drum besar temperatur 105 C selama
3.5 jam. Pendinginan media tanam dilakukan selama 24 jam. Setelah media
tanam dingin (suhu media tanam sama dengan suhu lingkungan), pada tiap
sebanyak 50 butir. Spora yang digunakan Glomus sp. yang telah di propagasi/
di perbanyak pada inang tanaman jagung (cara kerja perbanyakan spora Glomus
Pemilihan penggunaan Glomus sp. dan berat propagul 37,5 g pada penelitian
tahap ini karena spesies Glomus sp merupakan species yang paling baik
responnya terhadap bibit mente. Propagul berat 37.5 g adalah berat propagul
yang paling tinggi tingkat infeksinya pada akar. Bibit mente di tanam pada tiap
panjang dan lebar daun (untuk menghitung luas daun) bobot kering tanaman
(akar, batang, daun, total tanaman), Jumlah spora dalam media dan persen
kering dilakukan dengan cara pengeringan tanaman dioven selama 48 jam pada
0
suhu 60 C sampai berat konstan. Pengukuran dilakukan pada akhir penelitian
(60 hari). Data di analisis dengan analisis of variance (ANOVA), bila diantara
perlakuan ada yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Jarak berganda dari
Duncans.
Fakultas Pertanian Unud dan UPT Laboratorium Analitik Unud. Sampel tanah
Data selengkapanya pada Tabel 5.1.1 A dan Tabel 5.1.1 B di bawah ini.
Tabel 5.1.1 A
Spesies endomikoriza yang terdapat pada tanaman di lahan kering
Sukadana- Karangasem Bali
Jenis
Tanaman
Z. mays
A.occidentale
L.purpureus
M.utilissima
C.cajan
Tabel 5.1.1 B
Spesies endomikoriza yang terdapat pada 5 jenis tanaman di lahan kering
Sendang-Buleleng Bali
Jenis
Tanaman
Zea mays
A.occidentale
C. cajan
M.uttilissima
C. fuctescens
tidak ada perubahan warna pada larutan Melzer, berukuran 91-149 x 108-170
warna dan bentuk seperti hasil identifikasi Becker dan Gerdemann (1977)
namun dengan ukuran spora hasil penelitan ini lebih besar dibanding
pengukuran Becker dan Gerdermann (1977), yaitu 68-144(-162) m dan
Dinding spora yang diamati pada penelitian ini mempunyai dinding yang
terdiri dari 2 lapis tipis, hal ini sama dengan yang dilaporkan INVAM (2005).
Spora muda merah kecoklatan, setelah dewasa merah tua-cokelat tua pada
larutan PVLG dan warna spora lebih pekat pada larutan Melzer. Spora bulat
dinding spora halus. Hifa penyangga berwarna sama dengan spora, diameter
warna dan bentuk dengan INVAM (2005) dan pengukuran diameter spora oleh
ukuran dari Glomus mosseae yang ditemukan oleh Kramadibrata (2008) yaitu
110-300 m x 150-290 m.
spora 51.06-(76.59) -115 m. Warna dinding spora hialin sampai kuning muda
pada larutan PVLG, berwarna kuning tua pada pereaksi Melzer. Permukaan
dinding spora halus, terdiri dari satu lapis. Tebal dinding sel spora 2,5-4,5 m.
Pangkal hifa yang melekat pada dinding spora berwarna sama dengan dinding
penelitian ini mempunyai kesamaan warna dan bentuk pada INVAM (2005)
media PVLG, berwarna lebih pekat pada larutan Melzer. Hifa dalam
Permukaan dinding spora halus terdiri dari satu lapisan yang berasal dari
dilakukan Schenck et al. (1990), Schler et al. (2001), Smith dan Read
Sporokarp bulat atau oval, berwarna kuning tua-coklat tua berukuran 140-
280 x 180-330 m. Sporokarp yang terbuka atau pecah terdapat banyak hifa di
bagian tengahnya dan spora. Spora bergerombol banyak, tiap spora berbentuk
bentuk dan ukuran seperti yang dipertelakan pertama kali oleh Gerdemann &
Trappe (1974) sebagai Sclerocystis namun menurut Almeida & Schenck (1990),
sinonim dari spesies Glomus rubiformis (Gerdermen dan Trappe) Almeida dan
Schenck.
6. Acaulospora foveata Trappe dan Janos
warna dan bentuk seperti yang teridentifikasi pertama kali oleh Janos & Trappe
(1982), namun ukuran spora yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan
ukuran yang telah dilaporkan Janos & Trappe (1982) yaitu 185-310(-410) x
240-360 m.
bening (Gambar 5.1. G). Hasil identifikasi ini sesuai dengan identifikasi
Dinding spora dua lapisan. lapisan pertama bening 4-6 m, Lapisan kedua
berwarna putih bening 1-2 m. (Gambar 5.1. H). Hasil identifikasi ini sesuai
Spora tunggal bulat, ukuran 92-156 x 98-168m, tidak terdapat sel induk
dua lapis, lapisan terluar bergerigi (scrobicula), lapisan kedua halus, berwarna
Trappe (1977), namun ukuran spora yang diperoleh relatif lebih kecil.
Sel induk spora A. scrobiculata pada penelitian ini tidak ditemukan, namun
INVAM (2005) melaporkan bahwa spora ini memiliki sel induk spora bening.
kuning pada larutan PVLG dan cokelat muda pada larutan Melzer. Spora
memiliki dua dinding sel. Dinding terluar spora bervariasi ketebalannya 3,89 -
5,55 m dan menyatu pada dinding kedua (Gambar 5.1.J). Hasil identifikasi
ini sesuai dengan identifikasi dari Morton dan Benny (1990) Schenck et al.
menyerupai corong yang keluar dari spora menuju hifa pada tempat peyangga
Morton dan
Benny (1990), Schenck et al. (1990), Bentivenga dan Morton (1995) dan
INVAM (2005).
12. Scutellospora cf. heterogama (Nicol. dan Gerd.) Gerd. dan Trappe
Permukaan dinding sel terdiri dua lapis, mempunyai perhiasan, berupa papila
pendek yang tidak sama besar dan relatif rapat, kasar, tebal 1-2 m. Hasil
identifikasi ini mempunyai kesamaan warna dan bentuk seperti yang telah
perhiasan relatif rapat, tebal 1-2 m (Gambar 5.1.L). Hasil identifikasi ini
sesuai dengan identifikasi dari Schenck et al. (1990), Schler et al. (2001),
filum Zygomycota lagi seperti dalam klasifikasi klasik sebelum tahun 1993
tetapi cendawan endomikoriza lebih sesuai dimasukkan dalam filum baru yaitu
Glomeromycota (Walker dan Schler 2004). Berdasarkan filum baru ini
2004). Acuan dalam sistem klasifikasi menurut Walker dan Schler (2008),
kondisi utuh dan lengkap tetapi sebagian spora tidak utuh atau terinfeksi oleh
hifa-hifa cendawan tanah pada permukaan spora. Hal ini sesuai dengan
rhizosfer atau habitat aslinya banyak ditemukan dalam keadaan tidak utuh atau
berubahnya warna spora menjadi gelap atau terlihat lilitan hifa-hifa cendawan
spora-spora yang tidak utuh atau terinfeksi tidak bisa langsung diidentifikasi
karena tidak bisa teramati bagian yang merupakan karakter utama genera spora
E F G H
I J K L
Berdasarkan hasil penelitian ini, spesies Glomus sp., Gigaspora sp. dan
Acaulospora sp. memiliki penyebaran yang cukup luas pada kedua kawasan
perkebunan mente dan ketiga spesies tersebut selalu ditemukan pada setiap
tanaman lainnya yang dibudidayakan para petani setempat (Tabel 5.1.1 A dan
bergerminasi di alam terutama pada kondisi tanah yang sangat liat dan kering
sehingga species tersebut sangat jarang ditemukan di alam atau dikenal sebagai
rare) karena spora E. infrequent di alam biasanya ditemukan pada musim semi
terutama pada tanah berporus dan cukup basah. Menurut Hall (1977) dan Oehl
hasil penelitian berukuran 220-300 m, dan memang lebih besar dibanding jenis
Jumlah spora terbanyak ditemukan pada rizosfer tanaman mente (A. occidentale
L), paling sedikit pada rhizosfer tanaman Singkong (M. uttilissima). Kerapatan
jumlah spora pada rhizosfer mente pada kedua lokasi penelitian walaupun
tanaman mente merupakan salah satu tanaman yang kompatibel bagi cendawan
Menurut Smith dan Read (1997), Oehl et al. (2005) dan Brundrett et al.
(2008), tanaman yang mampu bertahan dan hidup pada daerah marginal dapat
tanaman mente tetap bisa tumbuh dan hidup pada kondisi tanah yang sangat
pertumbuhan keduanya. Hasil ini sesuai dengan Ibiremo (2010) bahwa tanaman
mente yang hidup pada daerah yang kering mampu bersimbiosa dengan
lebih sedikit atau cenderung menurun pada kedua lokasi. Sebaliknya pada
musim kemarau (Juni, Agustus dan Oktober 2011), fluktuasi kerapatan spora
pada bulan Oktober 2011 tanaman sela (Jagung, Singkong) di Sendang dan
Singkong di Sukadana tidak dihitung karena kedua jenis tanaman sudah dipanen
oleh petani sehingga terlihat pada gambar bahwa. kerapatan jumlah spora
endomikoriza adalah nol karena tanaman tersebut tidak ada. Menurut Smith
mencari tanaman inang yang sesuai untuk bersimbiosa dan Brundrett et al.
dalam tanah sangat dipengaruhi oleh musim, tekstur tanah, pH, unsur hara,
umur tanaman serta jenis tanaman inang. Hal ini didukung Simanungkalit
pupuk/pestisida kimia) dan faktor biotik (interaksi mikrobia baik cendawan atau
spora atau sporokarp. Sesuai dengan hasil penelitian ini, sampel-sampel tanah
sampel tanah pada musim penghujan ditemukan banyak spora yang telah
alami akan mencari inang yang kompatibel dan bersimbiosis secara mutualisme
Spora-spora dari Glomus sp., Gigaspora sp. dan Acaulospora sp. selalu
kehutanan pada saat musim kering atau kemarau sebagai salah satu bentuk
hifa ekternal dan tumbuh tersebar luas di dalam tanah dan selanjutnya berusaha
tanaman tersebut.
tanah terutama tanah rizosfer jika lingkungan sudah terdapat air maka spora-
spora tersebut akan segera imbibisi dan bergerminasi membentuk hifa. Menurut
Chalimah et al. (2007) dan Renuka et al. (2012), spora-spora yang telah
namun Reddy et al. (1998) dan Lukiwati (2007) menyatakan bahwa terjadinya
tanaman inang akan menghasilkan eksudat akar berupa senyawa flavonoid dan
sela lainnya yang tetap dapat tumbuh selama musim kemarau pada kedua lokasi
penelitian. Penghitungan persentase kolonisasi pada akar tanaman singkong dan
jagung pada kedua lokasi tidak bisa dilakukan pada bulan tertentu karena
terlihat kurang dari 60% pada bulan April Juni dan terlihat meningkat sampai
2012). Kolonisasi hifa pada akar menurun sampai <30 % pada bulan kemarau
(Juli Agustus 2011) dan sampai nol persen pada bulan Oktober sebagai
mulai meningkat pada bulan Desember 2011 dan semakin tinggi kolonisasinya
Februari 2012 merupakan musim penghujan atau bulan basah (Lampiran 2).
bahwa pada kondisi tanah yang cukup basah (musim penghujan) dapat
(2008) infeksi atau kolonisasi hifa pada sistem perakaran tanaman adalah suatu
cara endomikoriza untuk mendapatkan sumber nutrisi berupa gula dan Carbon
yang dihasilkan dari proses fotosinthesis tanaman inang. Smith et al. (2010)
dibutuhkan untuk proses fotosintesa tanaman. Fosfor dari tanah akan diserap
akar inang akan melepaskan unsur Fosfor sebagai sumber hara bagi tanaman
pembatas untuk di wilayah tropis namun pada saat musim penghujan dan
inangnya untuk mendapatkan nutrisi. Hal ini didukung oleh Delvian (2006b)
dan Smith et al. (2010) bahwa kolonisasi hifa endomikoriza akan terlihat
meningkat persentasinya pada kortek akar tanaman baik pada tanaman yang
Kolonisasi hifa endomikoriza pada tanaman sela cukup tinggi pada saat
tanaman tersebut tumbuh pada musim penghujan namun pada tanaman mente
pada akar muda atau rambut akar. Beberapa spora dari spesies Glomus
intraradices atau Gigaspora margarita sering teramati pada sampel akar mente
(Gambar 5.1.5).
Gambar 5.1.4 . Foto hifa eksternal (*) endomikoriza pada akar tanaman mente
(Diamati di bawah mikroskop Binokuler perbesaran 100x)
Gambar 5.1.5 Foto akar mente yang menunjukkan adanya vesikel (A) dengan
dinding sel yang tebal dan spora endomikoriza (B) yang terlihat
di luar akar mente (diamati di bawah mikroskop Binokuler
perbesaran 100 x)
hara Johnson P 75% (P3) ; P 50% (P2); P 25% (P1), dan (0%), menghasilkan
jumlah spora yang bervariasi antar species. Hara Johnson yang diturunkan
Johnson tanpa P (P0) menghasilkan jumlah spora yang terbanyak pada ketiga
1 bulan
Spesies Konsentrasi Fosfat
0 (tanpaP)
Glomus sp. Acaulospora d
64,89
sp. Gigaspora sp. a
83,00
2 bulan f
32,56
Spesies
Konsentrasi Fosfat
Glomus sp. 0 (tanpa P)
Acaulospora sp. c
66.00
Gigaspora sp. a
87,54
3 bulan e
Spesies 32,73
Konsentrasi Fosfat
Glomus sp. 0 (tanpa P)
Acaulospora sp.
Gigaspora sp.
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti oleh notasi huruf kecil yang sama
pada baris dan kolom yang sama pada masing-masing bulan 1, 2 dan 3
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada Uji DMRT pada taraf
5%
umur 3 bulan (Tabel 5.2.1 dan Gambar 5.2.1). Konsentrasi P dalam hara
yang diberikan dapat meningkatkan jumlah spora. Menurut Idwar dan Ali
germinasi spora mikoriza dapat terhambat pada media tanah yang kandungan
fosfatnya tinggi, sebaliknya pada tanah dengan kandungan fosfat rendah akan
penelitian ini, konsentrasi P diturunkan mulai 75% sampai 0% (tanpa P). Hasil
penelitian tahap ini membuktikan bahwa hara Johnson tanpa P (0%) dapat
sangat tinggi dapat menghambat kemampuan enzim fosfatase yang dimilki oleh
Gigaspora sp.. Hasil penelitian Idwar dan Ali (2000) dan Widiastusti (2004),
Glomus sp. mampu berkembang dalam kisaran lingkungan yang cukup luas.
pH tanah yang sesuai bagi Glomus sp. juga dapat meningkatkan germinasi
suhu. Suhu harian selama penelitian propagasi di rumah kaca berkisar antara 24
0
36 C. Menurut Mosse (1981), spora Acaulospora sp., Gigaspora sp. dan
0
Glomus sp. dapat bergerminasi pada kisaran suhu 23 31 C. Hal ini
menunjukkan bahwa suhu harian dirumah kaca masih dalam kisaran suhu yang
menunjukkan bahwa Glomus sp., Acaulospora sp. dan Gigaspora sp. hasil
ekplorasi dilahan kering Bali dapat diperbanyak pada tanaman inang Jagung (Z.
tertinggi diperoleh pada akar jagung umur propagasi 2 dan 3 bulan tanpa
Jagung umur propagasi 3 bulan dibanding kedua spesies yang lain yaitu
Acaulospora sp. dan Gigaspora sp.. Hasil analisa lanjut menggunakan uji
berikan selama perbanyakan satu, dua dan tiga bulan pada tanaman Jagung
Hasil uji DMRT taraf kepercayaan 5% untuk melihat pengaruh antara spesies
dihasilkan oleh spesies Glomus sp. tanpa konsentrasi P (P0) pada umur
1 bulan
Spesies Konsentrasi Fosfat (P)
Glomus sp.
Acaulospora sp.
Gigaspora sp.
2 bulan
Spesies Konsentrasi Fosfat (P)
P0 P 25% P 50% P 75%
Glomus sp. Acaulospora sp. Gigaspora sp.
3 bulan
Spesies Konsentrasi Fosfat (P)
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris
dan kolom yang sama pada masing-masing bulan 1, 2 dan 3
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf
5%
bahwa propagasi tiga bulan pada inang Jagung merupakan waktu yang terbaik
dalam bentuk ion pada tanaman inang yang ditumpanginya. Laju kolonisasi
mente baik sebagai spora tunggal dan campuran spora dari ketiga spesies
menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%. Berat
tanpa penambahan spora mikoriza atau propagul (NS-0 atau kontrol). (Tabel
Glomus sp.
Acaulospora sp
Gigaspora sp.
Spora campuran
Keterangan :
Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menyatakan
tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf 5%
Tabel 5.3.B
Pengaruh Inokulasi propagul terhadap pertumbuhan bibit
mente (A.occidentale L) di rumah kaca pada hari ke 90
Perlakuan Tinggi Luas daun berat kering Kolonisasi Kandungan P
2 (mg)
(cm) (cm ) total (g) (%)
Tanpa propagul
Propagul 12.5 g
Propagul 25 g
Propagul 37.5 g
Keterangan :
1. Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menyatakan tidak berbeda nyata berdasarkan Uji DMRT pada taraf 5%
2. Propagul = potongan dari akar-akar jagung yang terkolonisasi
hifa endomikoriza
Gambar 5.3.2B Foto bibit mente setelah diinokulasi spora Acaulospora sp.,
spora-propagul dan tanpa inokulasi (K) pada umur 90 hari
di rumah kaca
Gambar 5.3.2 D Foto bibit mente setelah diinokulasi spora ketiga jenis
endomikoriza, spora-propagul dan tanpa inokulasi (K)
pada umur 90 hari di rumah kaca
dan campura dari ketiga spesies yang diujikan tersebut dapat meningkatkan
inokulasi spora dan propagul). Hasil uji lanjutan dengan uji DMRT taraf 5%
menunjukkan hasil yang terbaik untuk pertumbuhan bibit mente (tinggi bibit)
Tabel 5.3.2.
Pengaruh Perlakuan spesies endomikoriza dan berat propagul
terhadap tinggi bibit mente umur 90 hari di rumah kaca
Spesies Berat propagul (g)
Endomikoriza
0 12,5 25 37,5
Tanpa spora e de de de
23,833 27,333 27,667 25,667
Glomus sp. (A) a ab cde abcde
40,533 39,333 28,467 32,067
Acaulospora sp. (B) 39,767 b 34,833
abcd
30,900
abcde
33,267
abcde
yang paling kompatibel dengan bibit mente dan spesies tersebut dapat
Glomus sp. sebagai spora tunggal dapat meningkatkan kemampuan bibit dalam
absorbsi nutrisi yang tersedia pada media tanah, artinya bahwa hifa-hifa dari
mengabsorbsi air dan nutrisi terutama unsur P dan N yang sangat diperlukan
untuk pertumbuhan awal dari bibit yaitu pembentukan klorofil sehingga
pertumbuhan bibit mente terlihat lebih baik dibanding perlakuan bibit tanpa
menjadi unsur-unsur atau ion-ion yang mudah diserap dan digunakan oleh
tanaman inangnya (bibit mente). Hara mineral yang tercukupi dalam proses
metabolisme akan dapat meningkatkan proses fotosintesis bibit mente. Hal ini
sejalan dengan pendapat Mikola (1980), Smith (2000) dan Renuka et al (2012)
pengambilan hara di dalam tanah karena akar-akar yang dikolonisasi oleh hifa-
dibanding akar-akar tanaman tanpa infeksi atau kolonisasi mikoriza. Hal ini
didukung oleh Mikola (1980); Imas et al. (1989); Mayerni dan Hervani (2008)
sitokinin dan gibberelin yang sangat berguna bagi tanaman inangnya. Auksin
berfungsi untuk memperlambat proses penuaan akar inang sehingga fungsi akar
sebagai penyerap unsur hara dan air akan bertahan lebih lama (Mikola, 1980).
lama karena terdapatnya perakaran yang aktif karena tidak cepat mengalami
penelitian propagasi Glomus sp., cendawan ini lebih cepat germinasi dan
hifa eksternal dan internal yang lebih cepat dibanding kedua species lain yang
diujikan.
Kecepatan germinasi spora dan hifa yang dihasilkan oleh Glomus sp.
berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi hara mineral pada media tanah yang
lebih baik sehingga bibit mente mendapatkan nutrisi secara cepat untuk proses
dapat menyerap Fosfor lebih banyak dari dalam tanah karena aktivitas enzim
meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Tamasloukht et al. (2003) bahwa
simbiosis endomikoriza dan akar tanaman inang (termasuk akar mente) dimulai
dapat masuk kembali kedalam kortek akar inang. Hifa internal, interselluler,
arbuskula ataupun vesikel yang terbentuk pada kortek akar adalah sebagai tanda
bahwa mikoriza tersebut aktif dan tumbuh di dalam akar inangnya (Brundrett et
al., 2008).
dengan eksternal hifa yang terdapat di dalam tanah akan merombak mineral-
mineral anorganik yang ada di dalam tanah dan mensuplai zat dibutuhkan oleh
pemberian spora mikoriza terutama pada waktu pembibitan adalah efektif untuk
Menurut Smith (2000), serapan air yang lebih besar oleh tanaman
bermikoriza, juga membawa unsur hara lain yang mudah larut seperti N, K dan
S. Hal ini terbukti dari hasil penelitian bahwa pada bibit yang diinokulasi
mikoriza mampu tumbuh lebih tinggi dan menghasilkan jumlah daun yang
dengan zat pengatur tumbuh sitokinin dan auksin pada (Brundrett et al 2008 dan
sehingga dapat dibuktikan bahwa pertumbuhan bibit mente cukup pesat dan
kering total pada bibit mente umur 90 hari (Tabel 5.3.3). Bibit mente yang
menghasilkan berat kering total sebesar 16,153 g . Bibit mente yang tumbuh
tanpa penambahan spora dan propagul (NS-0) memiliki berat kering 8,37 g.
(Tabel 5.3.3).
Tabel 5.3.3
Pengaruh perlakuan spesies dan propagul terhadap
berat kering total bibit mente (A. occidentale)
Spesies Berat propagul (g)
Endomikoriza
0 12,5 25 37,5
Tanpa spora bcd bcd bcd d
8,37 8,197 10,780 6,610
Glomus sp. (A) a bc bcd bcd
16,153 11,783 8,600 9,773
Acaulospora sp. (B) bcd bc bcd bc
10,933 11,323 8,333 11,120
Gigaspora sp. (C) cd ab bc ab
7,730 12,660 11,390 12,357
Spora mix bcd cd bcd bcd
(A + B + C) 10,697 7,550 9,183 10,517
Keterangan: Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf kecil yang sama
pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang
tidak nyata (P>0,05) berdasarkan Uji DMRT pada taraf 5%
akar serabut pada bibit berpengaruh terhadap kemampuan akar dalam absobsi
air, mineral dan nutrisi dari dalam tanah sehingga sangat berpengaruh terhadap
bahwa bibit mente yang diinokulasi spora endomikoriza terlihat tumbuh lebih
subur dibanding bibit mente tanpa inokulasi endomikoriza (Gambar 5.3 A-D).
Menurut Smith dan Read (1997); Hapsoh (2008) dan Brundrett et al., (2008),
pada perakaran tanaman inang yang telah diinokulasi dengan mikoriza dan telah
terjadi simbiosis diantara keduanya, cendawan endomikoriza akan
yang berfungsi sebagai akar-akar penyerap nutrisi dari dalam tanah, bertambah
terhadap pertambahan berat akar dan tajuk pada tanaman inang sehingga
tanaman yang tidak diinokulasi mikoriza (Powel dan Bagyaraj, 1984; Bever et
al., 1996). .
lainnya (P<0). Bibit mente tanpa penambahan spora mikoriza maupun propagul
(suhu pada saat sterilisasi tanah) sehingga spora mikoriza akan germinasi pada
media tanah dan mengkolonisasi akar (Gambar 5.3.3 dan Tabel 5.3.4).
Gambar 5.3.3 Kolonisasi endomikoriza pada akar mente umur 90 hari dengan
perlakuan spora dan propagul dan kontrol di rumah kaca
tumbuh dan bereproduksi setelah melewati masa adaptasi yang relatif singkat
spesiesnya. Douds (2008) menyatakan spora mikoriza dengan dinding sel tebal
spora yang tebal yang dimiliki spesies tersebut mampu melindungi sitoplasma
sehingga spora tersebut dapat bertahan dalam kondisi kering dan suhu tinggi.
Hasil penelitian pada bibit mente yang diinokulasi dengan spora tunggal
(spora dari tiap spesies), campuran spora ketiga spesies dan campuran spora dan
propagul terlihat adanya variasi persentasi kolonisasi pada masing-masing
spesies dan daya adaptasi spora terhadap media tanamnya. Menurut Widiastuti
et.al (2005), campuran spora, hifa dan akar terinfeksi dari endomikoriza untuk
pertumbuhan bibit mente pada tiap genera dan kombinasinya dapat diasumsikan
Pada penelitian ini pemberian Glomus sp. dan Acaulospora sp. dalam
mente sehingga dapat dikatakan bahwa adanya perbedaan waktu germinasi yang
berbeda pada masing-masing spesies endomikoriza dapat menyebabkan
dalam bentuk spora tunggal. Hal in didukung pendapat dari Smith dan Read
(1997); Delvian (2006b) bahwa terdapat perbedaan waktu germinasi antar spora
jenis satu dengan lainnya sehingga apabila ditumbuhkan dalam satu media,
maka akan terjadi kompetisi nutrisi yang digunakan oleh spora dalam
Gambar 5.3.4. Kandungan P pada bibit mente setelah umur tanam 90 hari
perlakuan spora, propadul, tanpa spora dirumah kaca
akan tetapi rata-rata kandungan P pada perlakuan spora tanpa propagul terlihat
pada Gigaspora sp) (Tabel 5.3.5 dan Gambar 5.3.4). Rata-rata kandungan P
panjang dan tersebar luas ditanah yang berbeda dengan species yang lain
dan hara lain seperti N, K dan Mg yang sangat dibutuhkan oleh tanaman
(Sieverding 1991; Baon, 1996; Quimeo et al. 1996; Hapsoh 2008). Selain
mikoriza (Smith dan Read 1997). Selain itu, spora endomikoriza mempunyai
enzim nitrat reduktase yang telah dibuktikan secara biokimia dan genetik
tanaman dalam penyerapan hara utama dari tanah dibanding tanaman yang tidak
di dalam tanah meskipun jumlahnya tinggi atau banyak tetapi tidak mampu
Tahap penelitian ini adalah untuk uji coba spora Glomus sp. sebagai spesies
diinokulasikan pada bibit mente (A. occidentale L.) yang ditanam pada media
tanam yang berbeda-beda yaitu: media tanah dicampur (tepung kaolin, pasir
kwarsa dan zeolit granula). Hal ini bertujuan untuk melihat efektifitas dan
kemampuan germinasi spora Glomus sp. pada jenis media yang berbeda dalam
adanya perbedaan yang nyata antar perlakuan. Hasil uji DMRT taraf 5%
media C (campuran pasir kwarsa dan tanah) perbandingan 1:1 merupakan media
mente dibandingkan dengan kedua jenis media tanam yang lain. Hasil
pengukuran tinggi bibit umur 60 hari menunjukkan bahwa inokulasi Glomus sp.
Tabel 5.6.
Pengaruh inokulasi spora dan propagul Glomus sp. dalam media pembawa
spora yang berbeda terhadap pertumbuhan bibit mente
Variabel Media A
Tinggi bibit (cm) b
18.722
Jumlah daun (helai) b
13.000
Luas daun (cm )
2 c
12.844
Jumlah spora (buah) b
66.213
Persen Kolonisasi (%) b
60.460
Berat kering akar (g) b
1.226
Berat kering batang (g) Berat b
3.978
kering daun (g) Berat kering b
3.581
total (g) b
8.784
Keterangan :
1. Media: A: Campuran tanahzeolit ; Media B : Campuran tanah-kaolin
dan Media C : Campuran tanah-kwarsa
2. Nilai rata-rata perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris
yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada uji DMRT
taraf kepercayaan 5%.
Gambar 5.4.1 Tinggi bibit mente yang diinokulasi Glomus sp. pada media
tanam yang berbeda pada umur 60 hari di rumah kaca.
Berdasarkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa tekstur pasir kwarsa mempunyai ukuran partikel yang tidak terlalu
berbeda dengan tanah yang digunakan pada penelitian ini. Hal ini menyebabkan
porositas media campuran tersebut cukup ada ruang sehingga spora-spora dari
Glomus sp. cepat bergerminasi dan hifa-hifa yang dihasilkan dapat dengan
tekstur yang cukup bervariasi. Kaolin berbentuk tepung dan zeolit berbentuk
granula (seperti batu-batu kecil). Tepung kaolin pada kondisi basah akan
menjadi tidak maksimal. Menurut Rochimat (2002) dan Geeta et al. (2007),
bibit pembibitan mente yang diinokulasi mikoriza karena kondisi tanah yang
tertinggi dibandingkan dengan tinggi bibit mente pada kedua media yang lain
(media A dan B). Hal ini menunjukkan bahwa campuran pasir kwarsa dan
adalah merupakan salah satu parameter dan suatu indikasi adanya reaksi
fotosintesis yang efisien pada bibit mente karena media tumbuh yang sesuai dan
inokulasi endomikoriza Glomus sp. yang ditambahkan. Hal ini sesuai dengan
mineral dari tanah untuk proses fotosintesisnya. Salah satu peran dari hifa
eksternal endomikoriza spesies Glomus sp. adalah membantu absorbsi air dan
hara mineral lainnya terutama P dari media ke akar tanaman inang sehingga
dan pada zeolit granula (60,46%). Kolonisasi tertinggi terdapat pada media
pada hasil pengukuran berat kering bibit. Hasil pengukuran terhadap berat
kering, terlihat bahwa berat kering (akar, batang, daun dan total) tanaman yang
tertinggi dihasilkan oleh bibit yang ditanaman pada media pasir kwarsa dan
Gambar 5.4.2 Kolonisasi (%) endomikoriza pada akar mente umur 60 hari
pada media tanam yang berbeda di rumah kaca.
Gambar 5.4.3. Berat kering bibit mente umur 60 hari pada media tanam
yang berbeda di rumah kaca
yang rendah. Hal ini disebabkan tekstur kaolin yang berbentuk tepung akan
sangat lengket dengan tanah jika tercampur air (proses penyiraman bibit)
dapat tumbuh dan menyebar pada media tersebut dan mengkolonisasi akar
tanaman inangnya
Menurut Chalimah et al. (2007) dan Douds et al. (2010), tekstur tanah
(media tanah) yang sangat liat, misalnya tanah dengan tekstur lempung atau
akar tanaman inang sehingga penggunaan tanah yang cukup baik porositasnya
3. Glomus sp., Acaulospora sp. dan Gigaspora sp. indigenus Bali dapat
occidentale L.) namun spesies Glomus sp. adalah yang terbaik untuk
6.1 Simpulan
4. Spesies endomikoriza Glomus sp., Acaulospora sp. dan Gigaspora sp. dapat
Bali masih diperlukan baik secara morfologi dan dilanjutkan dengan tehnik
3. Bibit mente (A. occidentale L) yang telah terkolonisasi spora dan hifa
endomikoriza pada skala rumah kaca perlu dilakukan sampai uji dilapangan
Aliyu, O.M. and G.O. Akintaro. 2007. Studies on the Effect of Storage Period
and Nut Size on the Seedling Vigour of Cashew.American-Eurasian
Journal of Scientific Research 2 (1): 68-74
Al-Zalzaleh, Hani , A. Majid, Anu Ray Mathew, 2009. VAM Inoculation for
Selected Ornamental Plants in Bioremediated and Agricultural Soils.
European Journal of Scientific Research.25(4).559-566.
Arsana D. IG.K.., IN. Adijaya dan Suprapto. 2000. Pengkajian sistem usahatani
pada lahan kering dataran rendah beriklim kering daerah
Buleleng.Bali. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali
Bolan, M.S. 1991. A. critical review on the role of mycorrhizal fungi in the
uptake of fosforus by plants. Plants Soil. 134: 189-207
Cruz,C. J.J. Green, C.A. Watson, F. Wilson and M.A. Martin-Laucao. 2000.
Functional aspects of root architecture and mycorrhizal inoculation with
respect to nutrient uptake capacity. Mycorrhiza.14:177-184
Danesh, Y.R.; E.M. Goltapeh; A. Alizadek; A. Varma and K.G. Mukerjii. 2007.
Arbuscular-Mycorrhizal Fungi Associated with Alfalfa Rhizosphere in
Iran. American-Eurasian Journal of Agriculture dan Environment
Science 2(5): 574-580
Gerdemann JW & Trappe JM. 1974. The Endogonaceae in the Pacific Northwest.
Mycologia Memoir No. 5. 76 pp
Hameeda, B., G. Harini, O.P. Rupela and G. Reddy 2007. Effect of composts or
vermi-composts on sorghum growth and mycorrhizal colonization.
African Journal of Biotechnology 6(1): 9 12
Ibiremo, O.S. and O. Fagbola. 2005. Effects of depleted soils amended with
organic manure on the growth of cashew seedlings. Nigerian Journal of
Botany, 18: 55-60.
Imas T., Hadioetomo, A.W. Gunawan, Y. Setiadi, 1989. Mikrobiologi tanah II.
Departemen pendidikan dan kebudayaan. Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi. PAU. ITB. 145 hal.
Janos DP, Trappe JM. 1982. Two new Acaslospora spesies from tropical
America. Mycotoxon 15:515-522.
Miyasaka, S.C., M. Habte, J.B. Friday and E.V. Johnson. 2003. Manual on
arbuscular mycorrhizal fungus production and inoculation techniques.
Soil and Crop Management 5: 4
Novriani dan A. Madjid. 2009. Dasar Dasar Ilmu Tanah:Prospek Pupuk hayati
Mikoriza. Bahan Kuliah Online untuk mahasiswa Fakultas Pertanian,
Univ. Sriwijaya.
Pattimahu, D.V. 2004. Restorasi lahan kritis pasca tambang sesuai kaidah
ekologi. Makalah.Mata Kuliah Falsafah Sains, Sekolah Pasca Sarjana,
IPB. Bogor.
Renuka, G. M.S. Rao, M. Ramesh, V. Praveen Kumar and S. Ram Reddy. 2012.
Distribution and Diversity of AM Fungal Flora in Godavari Belt Forests,
Andhra Pradesh, India. ASIAN J. EXP. BIOL. SCI. 3(1):228-235
Schler A., Scwarzott, D., and C. Walker, 2001. A New Fungal phylum, the
Glomeromycota: Phylogeny and evolution, Mycological Research.
(105): 1413 1421.
Schenck N.C., J.L. Spain, E. Sieverding, R.H. Howeler. 1984. Several new and
unreported Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Fungi (Endogonaceae)
from Colombia. Mycologia 6: 685-699.
Schenck NC., Smith GS., 1982, Additional new and unreported species of
mycorrhizal fungi (Endogonaceae) from Florida. Mycologia, 74:77-92
Smith, S.E., F.A. Smith dan I. Jacobsen. 2003. Mycorrhizal fungi can dominate
phosphate supply to pints irrespective of growth responses. Plant
Physiology., 133:6-20.
Smith, S. E., and D. J. Read. 2008. Mycorrhizal symbiosis, 3rd Ed. Academic
Press, San Diego. 614 pp
Sukawidana, I.M. 2010. Pengaruh dosis mikoriza dan pupuk kascing terhadap
pertumbuhan bibit Jambu mente (Anacardium occidentale L). di desa
Kubu kecamatan Kubu Kabupaten Karang Asem. (thesis). Universitas
Udayana. Bali
Suryatmana, P., M.R. Satiawati, P. Rataseca. 2009. Peranan Mikofer dan Bahan
organik kascing dalam translokasi Pb, serapan fosfor dan hasil tanaman
cabai (Capsicum annum) pada tanah tercampur logam berat.
http://docs.google.com/viewer?a=vdanq=cache:zxHJhpOYBigJ:pustaka.
unpad.ac.id/opened at 20 February 2011.
Tirta, I.G. 2006. Pengaruh Kalium dan Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit
Panili (Vanilla planifolia Andrew). Biodiversitas 7( 2) : 171-174.
Trappe J. W. 1977. Three new Endogonaceae: Glomus constrictus, Sclerocystis
clavispora, and Acaulospora scrobiculata. Mycotaxon 6:359-366.
Walker, C., 1983. Taxonomic concepts in the Endogonaceae spore wall
characteristics in spesies description. Mycotaxon 18: 443-445.
Widiastuti, H. dan K. Kramadibrata.1992. Cendawan Mikoriza Bervesikula
Arbuskula di beberapa tanah masam dari Jawa Barat. Menara
Perkebunan 60:73-77.
Widiastuti H. ; Edi Guhardja; Nampiah Soekarno; L. K. Darusman,; Didiek
Hadjar Goenadi dan Sally Smith. 2002. Optimasi simbiosis cendawan
mikoriza arbuskula Acaulospora tuberculata dan Gigaspora margarita
pada bibit kelapa sawit di tanah masam. Menara Perkebunan.70:2:50-57
Zaubin, R. dan U. Daras, 2002. Sejarah dan Prospek Tanaman mente. Monograf
Jambu Mente Badan Litbang Pertanian. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Perkebunan. Monograf. 6:1-8.
Lampiran 1. Data sifat fisikokimia tanah pada lokasi penelitian
Lokasi
KA April11
Juni
Agustus
Okt
Des
Feb12
BL April11
Juni
Agustus
Okt
Des
Feb12
Lokasi
KA April11
Juni
Agustus
Oktober
Desember
Feb12
BL April11
Juni
Agustus
Oktober
Desember
Feb12
Tahun : 2011
No. Pos : 437 b
No. Seri : 58
Posisi : 08* 11'09" S - 114* 47'46" E
Tinggi : 10 meter (PAL)
.