Anda di halaman 1dari 85

LAPORAN KELOMPOK

DEPARTEMEN KOMUNITAS
RW 3 DESA PETUNGSEWU KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Komunitas

OLEH : KELOMPOK 19
AHMAD KHOIRUL RIZAL 160070301111037
LINA MARLIYANA 160070301111019
RIYAN AJI ANGGANA 160070301111029
DEWI YULIA RAHMAYANTI 160070301111008
DYAH SOTYAMARTANI 160070301111012
CELINE ROSALIA ISHAQ 160070301111007
UMI NUR AFIFAH 160070301111033
SORAYA DWI KUSMIANI 160070301111031

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


ISPA adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan
oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun riketsia, tanpa atau disertai radang
parenkim paru (Alsagaf, 2009). ISPA salah satu penyebab utama kematian pada anak di
bawah 5 tahun tetapi diagnosis sulit ditegakkan. World Health Organization (WHO)
memperkirakan insidensi ISPA di negara berkembang dengan angka kejadian ISPA pada
balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada 13 juta anak
balita di dunia golongan usia balita. Pada tahun 2000, 1,9 juta (95%) anak anak di seluruh
dunia meninggal karena ISPA, 70 % dari Afrika dan Asia Tenggara (WHO, 2002). Gejala
ISPA sangat banyak ditemukan pada kelompok masyarakat di dunia, karena penyebab ISPA
merupakan salah satu hal yang sangat akrab di masyarakat. ISPA merupakan infeksi akut
yang disebabkan oleh virus meliputi infeksi akut saluran pernapasan bagian atas dan infeksi
akut saluran pernapasan bagian bawah.
ISPA menjadi perhatian bagi anak-anak (termasuk balita) baik di negara berkembang
maupun di negara maju karena ini berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh. Anak- anak
dan balita akan sangat rentan terinfeksi penyebab ISPA karena sistem tubuh yang masih
rendah, itulah yang menyebabkan angka prevalensi dan gejala ISPA sangat tinggi bagi anak-
anak dan balita (Riskerdas, 2007). Prevalensi ISPA tahun 2007 di Indonesia adalah 25,5%
(rentang: 17,5% - 41,4%) dengan 16 provinsi di antaranya mempunyai prevalensi di atas
angka nasional. Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan gejala penyakit. Setiap
anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya.
Angka ISPA tertinggi pada balita (>35%), sedangkan terendah pada kelompok umur
15 - 24 tahun. Prevalensi cenderung meningkat lagi sesuai dengan meningkatnya umur.
antara laki-laki dan perempuan relatif sama, dan sedikit lebih tinggi di pedesaan. ISPA
cenderung lebih tinggi pada kelompok dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran per
kapita lebih rendah (Riskerdas, 2007). Program pemberantasan ISPA secara khusus telah
dimulai sejak tahun 1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA, namun
kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap tinggi (Rasmaliah, 2004).
Kematian akibat ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) di Indonesia pada akhir tahun 2000
sebanyak lima kasus di antara 1.000 bayi/balita. Berarti, akibat ISPA, sebanyak 150.000
bayi/balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus sehari atau 17
anak per jam atau seorang bayi/balita tiap lima menit (WHO, 2007). Di Indonesia, prevalensi
nasional ISPA 25% (16 Provinsi di atas angka rasional), angka kesakitan (morbiditas)
pneumonia pada bayi 2,2%, balita 3%, sedangkan angka kematian (mortalitas) pada bayi
23,8% dan balita 15,5% (Riskerdas, 2007).
Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, Departemen Kesehatan RI menetapkan
10 program prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat untuk mencapai
tujuan Indonesia Sehat 2010, dimana salah satu diantaranya adalah Program Pencegahan
Penyakit Menular termasuk penyakit ISPA (Depkes RI, 2002). Menurut survey kesehatan
Indonesia, angka kematian Balita pada tahun 2007 sebesar 44/1000 kelahiran hidup,
sementara perkiraan kelahiran hidup diperoleh 4.467.714 bayi. Berdasarkan data tersebut
dapat dihitung jumlah kematian balita 196.579. Menurut Riskesdas penyebab kematian balita
karena ISPA adalah 15,5% dan jumlah kematian balita akibat ISPA setiap harinya adalah
30.470 atau rata rata 83 orang balita ( Depkes, 2007). Prevalensi penyakit ISPA di
Kabupaten Malang pada tahun 2004 sebanyak 1.161 kasus dengan penderita balita
sebanyak 884 jiwa, tahun 2005 penderita pneumoni sebanyak 5056 jiwa dengan jumlah
penderita balita sebanyak 1866 jiwa, tahun 2006 sebanyak 1855 balita, dan tahun 2007
sebanyak 2486 balita (100% balita tertangani) serta tahun 2008 sebanyak 2.205 balita yang
semuanya tertangani.
Menurut pengkajian primer pada Juni 2017 yaitu yang didapat dari wawancara
kepada ibu yang memiliki balita kejadian penyakit terbanyak di Desa Petungsewu adalah
ISPA sebanyak 24 kasus pada balita. Panas sebanyak 1 kasus, Diare sebanyak 1 kasus
serta 15 tidak ada keluhan. Sedangkan menurut pengkajian sekunder yaitu yang didapat dari
bidan desa penyakit terbanyak yang ada di Desa Petungsewu adalah penyakit ispa,
hipertensi, asam urat. Karena yang menjadi peringkat pertama tetap penyakit ispa, oleh
karena itu, kami bermaksud menerapkan asuhan keperawatan komunitas khususnya pada
balita di desa Petungsewu terutama RT 11,12,13,14, dan 15 RW 3 desa Petungsewu untuk
menanggulangi masalah dan mencegah penularan penyakit ISPA Dengan pendekatan
penyelesaian masalah asuhan keperawatan komunitas menurut Anderson. peran perawat
untuk mengkaji setiap core dan subsistem agar data yang diperoleh merata dan semua
masalah bisa terselesaikan..

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengenali dan mengamati keadaan kesehatan masyarakat
serta mampu menanggulangi masalah kesehatan terkait ISPA khusunya pada
balita bersama masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya dan potensi
yang terdapat di masyarakat.

1.2.2 Tujuan khusus


1. Berkomunikasi secara efektif dengan tokoh masyarakat dan semua lapisan
masyarakat.
2. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisa data kesehatan masyarakat
khususnya pada balita terkait ISPA
3. Memotivasi masyarakat dalam upaya mengenali dan mengatasi masalah
ISPA pada balita
4. Bersama masyarakat menyusun perencanaan kegiatan dalam
menanggulangi masalah ISPA yang terdapat pada masyarakat khusnya
pada balita.
5. Mengenali dan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat guna
mengatasi masalah ISPA yang dihadapi balita.
6. Melaksanakan kegiatan bersama masyarakat dalam mengatasi masalah
ISPA pada balita yang dihadapi.
7. Mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan dan tindak lanjut dari tiap masalah
keperawatan yang telah ditemukan.
1.3 Manfaat
1.2.1 Bagi Mahasiswa
1. Mengaplikasikan ilmu yang didapat kepada masyarakat tentang kesehatan
khusunya terkait ISPA.
2. Meningkatkan cara mengenali masalah kesehatan dan menentukan langkah
penyelesaiannya.
3. Meningkatkan komunikasi, kerjasama dan koordinasi dengan warga
masyarakat untuk penyelesaian masalah di masyarakat terkait ISPA pada
balita.
1.2.2 Bagi Masyarakat
1. Masyarakat memahami permasalahan kesehatan terkait bahaya penyakit
ISPA dan termotivasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
2. Masyarakat dapat melakukan deteksi dini penyakit ISPA, serta dapat
memahami penanganan anggota keluarga dengan ISPA.
3. Masyarakat dapat menunjukkan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat
dalam usaha melakukan pencegahan penyakit
4. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan pencegahan penyakit
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat selalu berperilakuk hidup bersih
1.2.3 Bagi Pelayanan Kesehatan
Diharapkan dapat memberikan masukan berupa informasi tentang kondisi
kesehatan masyarakat terkait ISPA yang termasuk dalam wilayah kerja
puskesmas guna membantu program kesehatan pada masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Aplikasi teori model keperawatan anderson


2.2.1 Teori model keperawatan anderson
Sasaran keperawatan komunitas adalah seluruh masyarakat termasuk
individu, keluarga, dan kelompok beresiko tinggi seperti keluarga, penduduk di
daerah kumuh, daerah terisolasi dan daerah yang tidak terjangkau termasuk
kelompok bayi, balita, ibu hamil, serta penderita penyakit tertentu seperti ISPA.
Menurut Anderson (1988) sasaran keperawatan komunitas terdiri dari tiga tingkat
yaitu:
a. Tingkat Individu
Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada individu yang mempunyai
masalah kesehatan tertentu (misalnya ISPA, ibu hamil) yang dijumpai di
poliklinik maupun Puskesmas dengan sasaran dan pusat perhatian pada
masalah kesehatan dan pemecahan masalah kesehatan individu.
b. Tingkat Keluarga
Sasaran kegiatan adalah keluarga, dimana anggota keluarga yang
mempunyai masalah kesehatan dirawat sebagai bagian dari keluarga dengan
mengukur sejauh mana terpenuhinya tugas kesehatan keluarga yaitu
mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk mengatasi
masalah kesehatan, memberikan perawatan kepada anggota keluarga,
menciptakan lingkungan yang sehat dan memanfaatkan sumber daya
masyarakat untuk meningkatkan kesehatan keluarga.

Prioritas pelayanan perawatan kesehatan masyarakat difokuskan keluarga rawan


yaitu:
a. Keluarga yang belum terjangkau pelayanan kesehatan, yaitu keluarga dengan:
ibu hamil yang belum ANC, ibu nifas yang persalinannya ditolong oleh dukun,
penyakit kronis menular yang tidak dapat diintervensi oleh program, penyakit
kronis menular yang tidak pergi ke pelayanan kesehatan, penyakit kronis tidak
menular, penyakit endemis, atau keluarga dengan kecacatan tertentu (mental
atau fisik)
b. Keluarga dengan resiko tinggi, yaitu keluarga dengan keluarga dengan ibu
hamil resiko tinggi seperti perdarahan, hipertensi, keluarga dengan usia lanjut.
c. Keluarga dengan tindak lanjut perawatan.
d. Tingkat Komunitas
Dilihat sebagai suatu kesatuan dalam komunitas sebagai klien.
- Pembinaan kelompok khusus
- Pembinaan desa atau masyarakat bermasalah

2.2.2 Aplikasi terhadap Agregat ISPA


Dalam model keperawatan sebagai mitra (Gambar 2.1) ada 2 faktor sentral :
pertama fokus pada komunitas sebagai mitra ditandai dengan roda pengkajian
komunitas dibagian atas, dengan menyatukan anggota masyarakat sebagai intinya,
dan kedua, penerapan proses keperawatannya.
Gambar. 2.1 Komunitas Sebagai Mitra
8 Subsistem :

1. Lingkungan

2. Pendidikan

3. Keamanan dan Transportasi

4. Politik dan Pemerintahan

5. Pelayanan Kesehatan dan Sosial

6. Komunikasi

7. Ekonomi

8. Rekreasi

KOMUNITAS
INTI
INTI

Gambar 2.2 Roda pengkajian komunitas, menggambarkan garis resistensi dan


pertahanan dalamstruktur komunitas

Inti dari roda pengkajian adalah individu yang membentuk komunitas. Inti
meliputi demografi, nilai, keyakinan, dan sejarah penduduk setempat. Sebagai anggota
masyarakat, penduduk setempat dipengaruhi oleh delapan STRESOR
subsistem komunitas dan
STRESOR
sebaliknya. Delapan subsistem ini terdiri atas lingkungan, pendidikan, keamanan dan
transportasi, politik dan pemerintahan, pelayanan kesehatan dan sosial, komunikasi,
ekonomi, dan rekreasi.
Garis tebal yang mengelilingi komunitas menunjukkan garis pertahanan
normal, atau tingkat kesehatan komunitas yang dicapai setiap saat. Garis pertahanan
normal meliputi berbagai ciri misalnya angka imunitas yang tinggi, moralitas yang
rendah, atau tingkat pendapatan kelas menengah. Garis pertahanan normal juga
mencakup pola koping, disertai kemampuan menyelesaikan masalah. Hal ini
menunjukkan keadaan sehat dari komunitas.
Garis pertahanan fleksibel, digambarkan dengan garis putus-putus yang
mengelilingi komunitas dan garis pertahanan normal. Garis ini merupakan buffer zone
(area penengah) yang menunjukkan suatu tingkat kesehatan dinamis akibat respon
sementara terhadap stressor. Respon ini mungkin saja terjadi karena adanya mobilisasi
anggota masyarakat sekitar karena stressor lingkungan, seperti banjir, atau stressor
sosial seperti penjualan buku porno.
Kedelapan subsistem dibatasi dengan garis putus-putus untuk mengingatkan
kita bahwa subsistem tersebut tidak terpisah, tetapi saling mempengaruhi. Kedelapan
subsistem tersebut menjelaskan garis besar subsistem suatu komunitas dan
memberikan gambaran kerangka kerja bagi perawat kesehatan komunitas dalam
pengkajian.
Didalam komunitas, terdapat garis-garis resistensi, mekanisme internal yang
melakukan perlawanan terhadap stressor. Program rekreasi malam untuk anak-anak
muda dilakukan untuk mengurangi vandalism (perbuatan yang merusak) dan
kebebasan berbuat, dan diagnosis serta pengobatan penyakit menular seksual secara
gratis adalah merupakan contoh garis resistensi. Garis resistensi ada pada setiap
subsistem dan menunjukkan kekeuatan komunitas.
Stressor merupakan tekanan rangsangan yang menghasilkan ketegangan
yang potensial menyebabkan ketidakseimbangan dalam sistem. Stressor tersebut
dapat berasal dari luar komunitas (misalnya polusi udara dari industri terdekat) atau
dari dalam komunitas (misalnya penutupan suatu klinik). Stressor memasuki garis
pertahanan normal maupun fleksibel sehinggga menimbulkan gangguan dalam
komunitas. Pelayanan yang tidak mencukupi, tidak terjangkau atau mahal merupakan
stressor terhadap kesehatan komunitas.

2.2.3 Pengkajian
Inti dan subsistem komunitas, baik garis pertahanan dan resistensi stressor
maupun derajat reaksi, merupakan parameter pengkajian perawat komunitas yang
memandang komunitas sebagai mitra. Dengan menganalisis data berdasarkan
parameter ini bersama dengan komunitas akan mengarahkan diagnosis keperawatan
komunitas.

2.2.3.1 Core
2.2.3.1.1 Demografi
Data demografi kelompok atau komunitas yang terdiri atas:umur,
pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, dan keyakinan. Data
demografi yang perlu dikaji dalam keluarga atau masyarakat adalah nama
anggota keluarga, umur, jenis kelamin, pendidikan, status pernikahan,
pekerjaan, dan agama.

2.2.3.1.2 Nilai dan Kepercayaan


Bagian dari inti komunitas adalah nilai, keyakinan, dan praktik
keagamaan penduduk.Setiap komunitas bersifat unik dengan nilai, keyakinan,
dan praktik keagamaan yang mengakar pada tradisi dan secara kontinu
berkembang serta tetap eksis karena memenuhi kebutuhan masyarakat.
Semua kelompok etnik mempunyai nilai dan keyakinan yang berinteraksi
dengan sistem komunitas untuk mempengaruhi kesehatan warganya. Dalam
masyarakat ditanyakan keyakinan terhadap sehat & sakit, tempat mereka
berobat & usaha menyembuhkan sakit atau meningkatkan derajat kesehatan.

2.2.3.1.3 Sejarah (History)


Sejarah dalam komunitas adalah terkait dengan sejarah masyarakat,
daerah yang terkait dengan kesehatan yang pernah dialami oleh
masyarakat.Tokoh masyarakat yang disegani yang mengetahui sejarah
daerah. Data sejarah yang perlu ditanyakan kepada keluarga adalah riwayat
anggota keluarga yang menderita ISPAC, cara penatalaksanaan, riwayat
pengobatan.

2.2.3.2 Subsistem
2.2.3.2.1 Lingkungan Fisik
Lingkungan adalah salah satu subsistem yang berpengaruh terhadap
kesehatan masyarakat. Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
perlu ditingkatkan juga kebersihan lingkungan sekitar dengan menerapkan
perilaku hidup bersih dan sehat.
Data subsistem lingkungan yang perlu dikaji adalah bahan utama
bangunan, jumlah kamar tidur, jenis lantai, ventilasi rumah, luas ventilasi,alat
penerangan, kelembapan, dan masuk tidaknya cahaya matahari.

2.2.3.2.2 Keamanan dan Transportasi


Di lingkungan tempat tinggal, tersediannya ambulan desa, tersedianya
kendaraan umum (Ojek, Angkot), tersediannya kendaraan pribadi (Mobil,
Sepeda Motor), tersediannya jalan pintas,penggunaan jalan umum, serta
kondisi jalan menuju layanan kesehatan.

2.2.3.2.3 Pelayanan Kesehatan dan Sosial


Pelayanan kesehatan dan sosial yang tersedia untuk melakukan
deteksi dini gangguan atau merawat dan memantau apabila gangguan sudah
terjadi
Hal yang perlu dikaji dalam pelayanan kesehatan dan sosial adalah
ketersediaan tenaga kesehatan, jarak RS, ketersediaan klinik dan gawat
darurat, mencari pelayanan kesehatan, jarak puskesmas, dan adanya
jaminan kesehatan.

2.2.3.2.4 Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi komunitas perlu diketahui apakah sudah
mencukupi dengan standar yang ada, sehingga upaya pelayanan kesehatan
yang diberikan dapat efektif.Yang perlu dikaji adalah jenis pekerjaan warga
sekitar, jumlah penghasilan rata-rata keluarga tiap bulan, ketersediaan
lapangan kerja, jumlah pengeluaran rata-rata yang dikeluarkan dalam sehari,
adakah alokasi simpanan dana untuk kesehatan, status kepemilikan rumah,
kepemilikan asuransi kesehatan.

2.2.3.2.5 Pendidikan
Pendidikan atau tingkat pengetahuan penting dalam pengkajian
karena untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan warga sekitar tentang
penyakit ISPA.
Yang perlu dikaji dalam subsistem pendidikan atau tingkat
pengetahuan yaitu, pengetahuan umum tentang penyakit ISPA seperti,
pengertian, cara penularan, serta tanda dan gejala penyakit ISPA.

2.2.3.2.6 Politik dan pemerintahan


Politik dan pemerintahan sangat berpengaruh terhadap kesehatan
masyarakat terutama dalam penyediaan sarana pelayanan kesehatan untuk
menunjang kesehatan warga sekitar.
Di masyarakat yang perlu dikaji adalah, adanya jadwal pelaksana
kegiatan PKK, rutinitas kegiatan PKK, program PKK, tersedianya kader-kader
kesehatan tiap RT, rutinitas kegiatan kader untuk menunjang kesehatan di
masyarakat, serta keterlibatan warga dalam kegiatan pemerintah yang
bertujuan untuk menanggulangi ISPA.

2.2.3.2.7 Komunikasi
Sistem komunikasi dalam masyarakat sangatlah penting dalam
menerima informasi terutama terkait dengan kesehatan. Sarana komunikasi
apa saja yang dapat dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan
pengetahuan terkait dengan kesehatan (mis.televisi, radio, koran, atau leaflet
yang diberikan kepada komunitas)
Dalam subsistem komunikasi yang perlu dikaji adalah penggunaan
alat komunikasi (telepon, handphone, tv, radio, koran dll), ketersediaan
tempat untuk kegiatan bersama warga, antusias warga dalam mendapatkan
informasi kesehatan.

2.2.3.2.8 Rekreasi
Rekreasi disekitar daerah apakah terdapat masalah atau dapat
menimbulkan masalah kesehatan kepada masyarakat disekitarnya. Yang
perlu dikaji dalam subsistem rekreasi adalah ketersediaan fasilitas bermain
anak-anak dan bentuk rekreasi yang sering dilakukan.
Menurut Hendrik L. Blum ada empat faktor yang mempengaruhi
kesehatan, yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan
keturunan.Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan
sosial.Lingkungan fisik yaitu lingkungan yang berkaitan dengan fisik seperti
air, udara, sampah, tanah, iklim, dan perumahan.Contoh di suatu daerah
mengalami wabah DBD karena banyaknya genangan air di musim
penghujan.Keturunan merupakan faktor yang telah ada pada diri manusia
yang dibawanya sejak lahir, misalnya penyakit asma.Keempat faktor tersebut
saling berkaitan dan saling menunjang satu dengan yang lainnya dalam
menentukan derajat kesehatan individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.Lingkungan dalam paradigma keperawatan berfokus pada
lingkungan masyarakat, dimanalingkungan dapat mempengaruhi status
kesehatan manusia.Lingkungan disini meliputi lingkungan fisik, psikologis,
sosial dan budaya serta lingkungan spiritual.

2.2 Konsep Teori


2.2.1 Definisi
ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak
dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara
bersamaan (Meadow, Sir Roy. 2002:153). ISPA adalah Infeksi saluran pernafasan
yang berlangsung sampai 14 hari yang dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin
maupun udara pernafasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat
(Depkes RI, 2012). Infeksi saluran pernafasan adalah mulai dari infeksi respiratori atas dan
adneksanya hingga parenkim paru. Sedangkan pengertian akut adalah infeksi yang
berlangsung hingga 14 hari (Nastiti, 2008).
Infeksi pernafasan akut adalah proses inflamasi yang disebabkan oleh virus,
bakteri, atipikal (mikro plasma) atau aspirasi substansi asing, yang melibatkan
suatu atau semua bagian saluran pernafasan (Wong,D.L,2003:458).
a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA
secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa
saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran
pernafasan (respiratory tract).
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14
hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit
yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14
hari.

2.2.2 Faktor Resiko


mengalami beberapa kali kebakaran hutan terutama pada musim
kemarau. Asap dari kebakaran hutan dapat menimbulkan penyakit ISPA dan
memperberat kondisi seseorang yang sudah menderita pneumonia
khususnya Balita. Disamping itu asap rumah tangga yang masih
menggunakan kayu bakar juga menjadi salah satu faktor risiko pneumonia.
Hal ini dapat diperburuk apabila ventilasi rumah kurang baik dan dapur menyatu
dengan ruang keluarga atau kamar.Indonesia juga merupakan negara rawan
bencana seperti banjir, gempa, gunung meletus, tsunami, dll. Kondisi
bencana tersebut menyebabkan kondisi lingkungan menjadi buruk, sarana dan
prasarana umum dan kesehatan terbatas.
Penularan kasus ISPA akan lebih cepat apabila terjadi pengumpulan
massa (penampungan pengungsi). Pada situasi bencana jumlah kasus ISPA
sangat besar dan menduduki peringkat teratas.Penyakit campak merupakan
salah satu penyakit yang sangat infeksius dan 90% mengenai Balita.
Dikhawatirkan apabila anak Balita menderita penyakit campak dengan
komplikasi pneumonia dapat menyebabkan kematian.Status gizi seseorang
dapat mempengaruhi kerentanan terhadap infeksi, demikian juga sebaliknya.
Balita merupakan kelompok rentan terhadap berbagai masalah kesehatan
sehingga apabila kekurangan gizi maka akan sangat mudah terserang
infeksi salah satunya pneumonia. Penanggulangan faktor risiko di atas
dilaksanakan oleh unit lain yang terkait baik pusat maupun daerah sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya. Namun disadari bahwa data mengenai
hubungan antara faktor risiko dengan kejadian kasus pneumonia belum.
tersedia, sehingga pengendalian ISPA belum dilaksanakan lebih komprehensif.

2.2.3 Tanda dan Gejala


a. Batuk
b. Bersin
c. Pengeluaran lendir dari hidung
d. Sakit kepala
e. Demam
f. Malaise (Corwin, 2008)
Menurut Suyudi,2002 gejala ISPA adalah sebagai berikut :
a. Gejala ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala
sebagai berikut :
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak
diraba dengan punggung tangan terasa panas.
Jika anak menderita ISPA ringan maka perawatan cukup dilakukan di
rumah tidak perlu dibawa ke dokter atau Puskesmas. Di rumah dapat diberi
obat penurun panas yang dijual bebas di toko-toko atau Apotik tetapi jika
dalam dua hari gejala belum hilang, anak harus segera di bawa ke dokter atau
Puskesmas terdekat.
b. Gejala ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA
ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
1) Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu
tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
2) Suhu lebih dari 390C.
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
6) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
7) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
Dari gejala ISPA sedang ini, orangtua perlu hati-hati karena jika anak
menderita ISPA ringan, sedangkan anak badan panas lebih dari 390C, gizinya
kurang, umurnya empat bulan atau kurang maka anak tersebut menderita ISPA
sedang dan harus mendapat pertolongan petugas kesehatan.
c. Gejala ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan
atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu
bernapas
3) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
4) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
5) Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
6) Nadi lebih cepat dari 60x/menit
7) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
8) Tenggorokan berwarna merah

2.2.4 Klasifikasi
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai berikut:
a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia

2.2.5 Kegiatan pokok pengendalian ISPA


A. Program Pengendalian Penyakit ISPA (P2 ISPA)
Program pengendalian ISPA secara khusus telah dimulai sejak tahun
1984, dengan tujuan berupaya untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian khususnya pada bayi dan anak balita yang disebabkan oleh ISPA ,
namun kelihatannya angka kesakitan dan kematian tersebut masih tetap
tinggi seperti yang telah dilaporkan berdasarkan data Riskesda 2013,
yaitu Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur
(41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan
Jawa Timur (28,3%). Pada Riskesdas 2007, Nusa Tenggara Timur juga
merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA (41,4 %). Periode
prevalence ISPA Indonesia menurut Riskesdas 2013 (25,0%) tidak jauh
berbeda dengan 2007 (25,5%).
Ruang lingkup pengendalian ISPA pada awalnya fokus pada
pengendalian pneumonia balita. Dalam beberapa tahun terakhir telah
mengalami pengembangan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pelayanan
kesehatan masyarakat yaitu:
1. Pengendalian Pneumonia Balita.
2. Pengendalian ISPA umur 5 tahun.
3. Kesiapsiagaan dan Respon terhadap Pandemi Influenza serta penyakit
saluran pernapasan lain yang berpotensi wabah.
4. Faktor risiko ISPA.
Dalam upay pengendalian penyakit ISPA ini dirumuskan beberapa
program pengendalian penyakit ISPA yang dilaksanakan melaluli beberapa
kegiatan penting antara lain:
1. Kebijakan, untuk mencapai tujuan program pemberatasan penyakit ISPA
balita maka dirumuskan kebijakan sebagai berikut :
a. Melaksanakan promosi meliputi advokasi dan sosialisasi, untuk
penanggulangan pnemonia balita sehingga masyarakat, mitra kerja
terkait dan pengambil keputusan mendukung pelaksanaan
penanggulangan pnemonia balita.
b. Melaksanakan penemuan penderita melalui saran kesehatan dasar
(pelayanan kesehatan di desa, Puskesmas Pembantu, Puskesmas
dan Sarana Rawat Jalan Rumah Sakit) dibantu oleh kegiatan
Posyandu dan Kader Posyandu.
c. Melaksanakan tatalaksana standard penderita ISPA dengan deteksi
dini, pengobatan yang tepat dan segera, pencegahan komplikasi dan
rujukan ke sarana kesehatan yang lebih memadai.
d. Melaksanakan surveilans kesakitan dan kematian pnemonia balita
serta faktor resikonya termasuk faktor resiko lingkungan dan
kependudukan.
2 Strategi, rumusan umum strategi pemberantasan penyakit ISPA adalah
sebagai berikut:
a. Promosi penanggulangan pnemonia balita melalui advokasi, bina
suasana dan gerakan masyarakat.
b. Penurunan angka kesakitan dilakukan dengan upaya pencegahan
atau penanggulangan faktor resiko melalui kerjasama lintas program
dan lintas sektor, seperti melalui kerjasama dengan program imunisasi,
program bina kesehatan balita, program bina gizi masarakat dan
program penyehatan lingkungan pemukiman.
c. Peningkatan penemuan melalui upaya peningkatan prilaku masyarakat
dalam pencaharian pengobatan yang tepat.
d. Melaksanakan tatalaksana kasus melalui pendekatan Manejemen
Terpadu Balita sakit (MTBS) dan audit kasus untuk peningkatan
kualitas tatalaksana kasus ISPA.
e. Peningkatan sistem surveilans ISPA melalui kegiatan surveilans rutin,
autopsi verbal dan pengembangan informasi kesehatan serta audit
manejemen program.
3. Kegiatan Pokok P2 ISPA
Dalam mencapai sasaran dan tujuan pengendalian penyakit ISPA, maka
Strategi Pengendalian Penyakit ISPA dijabarkan dalam 7 kegiatan pokok
yaitu:
a. Promosi penanggulangan pnemonia balita
b. Kemitraan
c. Peningkatan penemuan kasus dan kualitas tatalaksana kasus ISPA
d. Peningkatan kualitas sumber daya
e. Surveilans ISPA
f. Pemantauan dan evaluasi
g. Pengembangan program ISPA.
Dalam pelaksanaannya kegiatan P2 ISPA mengacu kepada
pendekatan Manajemen Pemberantasan Penyakit Menular Berbasis Wilayah
atau dengan kata lain diarahkan menanggulangi secara komprehensif faktor-
faktor yang berhubungan dengan kesakitan dan kematian balita termasuk
faktor resiko lingkungan, faktor resiko kependudukan dan penanganan kasus
yang dilakukan secara terpadu dengan mitra kerja terkait yang didukung oleh
surveilans yang baik serta tercemin dalam perencanaan dan penganggaran
kesehatan secara terpadu (P2KT).
Secara rinci kegiatan pokok ISPA dijabarkan sebgai berikut:
1. Promosi Penanggulangan Pneumonia Balita
Pemberantasan penyakit ISPA di Indonesia mencakup kegiatan advokasi,
bina suasana dan gerakan masyarakat. Tujuan yang diharapkan dari
kegiatan promosi balita secara umum adalah meningkatnya pengetahuan,
sikap dan tindakan masyarakat dalam upaya dalam penanggulangan
pnemonia balita. Sasaran promosi dalam P2 ISPA mencakup sasaran
primer (ibu balita dan keluarganya), sasaran sekunder (petugas
kesehatan dan petugas lintas program serta lintas sektor), dan sasaran
tersier (pengambil keputusan). Pesan pokok, metode dan media yang
digunakan sesuai dengan sasaran.
2. Kemitraan
Merupakan faktor penting untuk menunjang keberhasilan program.
Pembangunan kemitraan dalam program P2 ISPA diarahkan untuk
meningkatkan peran serta masyarakat, peran serta lintas program dan
lintas sektor terkait serta peran pengambil keputusan termasuk
penyandang dana. Dengan demikian pembangunan kemitraan
diharapkan pendekatan pelaksanaan program pemberantasan penyakit
ISPA khususnya pnemonia dapat terlaksana secara terpadu dan
kompherensif. Dengan kata lain intervensi pemberantasan penyakit ISPA
tidak hanya tertuju pada penderita saja, tetapi juga terhadap faktor resiko
(lingkungan dan kependudukan) dan faktor lain yang berpengaruh melalui
dukungan peran aktif sektor lain yang berkompeten.
3. Peningkatan Penemuan dan Tatalaksana Kasus
Kegiatan ini merupakan kegiatan terpenting, karena keberhasilan upaya
penurunan kematian pnemonia pada balita ditentukan oleh keberhasilan
upaya penemuan dan tatalaksana penderita ini.
Dalam kebijakan dan strategi Program P2 ISPA maka penemuan dan
tatalaksana penderita ini dilaksanakan di rumah tangga dan masyarakat
(keluarga, kader dan posyandu), di tingkat pelayanan kesehatan swasta
(praktek dokter, poliklinik swasta, RS swasta). Dengan demikian yang
melaksanakan kegiatan secara langsung adalah tenaga kesehatan di
sarana-sarana kesehatan tersebut dan kader posyandu di masyarakat.
Adapun prosedur penemuan dan tatalaksana penderita ISPA di masing-
masing sarana/tingkatan mengacu pada tatalaksana standar yang
ditetapkan.
Sedangkan tatalaksana kasus ISPA dilaksanakan melalui pendekatan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) disarana kesehatan dasar.
Disamping itu perlu dilakukan audit kasus dalam upaya peningkatan
kualitas tatalaksana kasus yang dilaksanakan dengan koordinasi tingkat
kabupaten/kota.
4. Peningkatan Kualitas Sumber Daya
a. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam program P2 ISPA meliputi
kader, petugas kesehatan yang memberikan tatalaksana ISPA di
sarana pelayanan kesehatan (Polindes, Pustu, Puskesmas, RS,
Poliklinik), pengelola program ISPA di puskesmas, kabupaten/kota,
provinsi dan pusat. Upaya peningkatan kualitas SDM P2 ISPA
dilakukan di berbagai jenjang melalui kegiatan pelatihan, setiap
pelatihan yang dilakukan perlu ditindaklanjuti dengan supervisi dan
monitoring serta pembinaan di lapangan. Selanjutnya pelaksanaan
pelatihan secara terpadu dengan program lain perlu dikembangkan,
terutama pelatihan menyangkut aspek manajemen atau pengelola
program P2 ISPA dilakukan pula melalui kegiatan magang, asistensi
tatalaksana oleh dokter ahli, studi banding, seminar dan workshop
sesuai dengan kebutuhan.
b. Logistik
Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang pelaksanaan
program P2 ISPA. Aspek logistik Pemberantasan Penyakit ISPA
mencakup peralatan, bahan dan sarana yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan. Sampai saat ini logistik kegiatan
distandarisasi, dari logistik untuk kegiatan penemuan dan tatalaksana
penderita dan logistik untuk kegiatan komunikasi dan penyebaran
informasi.
Untuk kegiatan penemuan dan tatalaksana penderita mencakup obat
dan alat bantu hitung pernapasan (soundtimer).
Untuk kegiatan komunikasi dan penyebaran informasi, logistik yang
telah disediakan program meliputi media cetak dan elektronik.
5. Surveilans ISPA
Untuk melaksanakan kegiatan pencegahan, pemberantasan dan
penanggulangan penyakit termasuk ISPA secara efektif dan efisien,
diperlukan data dasar (baseline) dan data program yang lengkap dan
akurat. Upaya dalam mendapatkan data atau informasi tersebut diatas
dilakukan melalui kegiatan surveilans epidemiologi ISPA yang aktif
dengan diferivikasi oleh survey atau penelitian yang sesuai. Surveilans
epidemiologi ISPA diarahkan untuk mendapatkan data dan informasi yang
dapat digunakan sebagai landasan dalam perencanaan dan pelaksanaan
kegiatan program pemberantasan ISPA secara efektif dan efisien serta
mampu mengantifikasi kecenderungan-kecenderungan yang mungkin
muncul.
Namun demikian secara umum pelaksanaan surveilans Program P2
ISPA mengikuti langkah-langkah surveilans epidemiologi pada umumnya,
sebagaimana diuraikan berikut:
a. Tujuan Surveilans ISPA
Menyediakan informasi tentang situasi dan besarnya masalah penyakit
ISPA khususnya kejadian pnemonia balita dan kematian balita akibat
pnemonia di masyarakat beserta faktor resikonya dan informasi lain
yang diperlukan bagi upaya pencegahan dan penanggulangan
penyakit ISPA secara efektif sehingga angka kesakitan dan kematian
balita akibat pnemonia dapat diturunkan sesuai tujuan pemberantasan
penyakit ISPA.
b. Kegiatan
1) Pengumpulan data
Data penyakit ISPA termasuk pnemonia balita dikumpulkan di
sarana kesehatan tingkat pertama (rawat jalan rumah sakit,
Puskesmas, Pustu dan Posyandu, serta pelayanan kesehatan
swasta) dengan menggunakan formulir, kartu atau buku khusus.
Selanjutnya kasus pnemonia dari sarana tersebut dilaporkan ke
puskesmas yang menangani wilayah kerja dari sarana kesehatan
yang bersangkutan, secara aktif (melaporkan sendiri) maupun pasif
(puskesmas menjemput laporan dari sarana kesehatan di wilayah
kerjanya) dengan menggunakan instrumen standar yang dibuat oleh
puskesmas. Puskesmas selanjutnya meneruskan laporan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Untuk laporan kasus pnemonia dari
rumah sakit, laporan langsung ke Dinas Kesehatan (Subdin P2M).
2) Pengolahan dan Analisa Data
Data yang telah terkumpul, baik dari institusi sendiri maupun dari
luar selanjutnya dilakukan pengolahan dan analisa. Pengolahan dan
analisa data dilaksanakan baik oleh puskesmas, Kabupaten/kota
maupun Propinsi.
3) Penyajian Data Umpan Balik
Sebagai bahan atau dasar bagi kepentingan pelaksanaan kegiatan
atau perbaikan pelaksanaan kegiatan, hasil kerja survailans ISPA
perlu disajikan dan disebarluaskan atau diumpanbalikan kepada
pihak-pihak yang memerlukannya secara teratur, baik kalangan
internal maupun eksternal.
4) Peningkatan Jaringan Informasi
Jaringan informasi antara Kabupaten/Kota, Provinsi dan pusat
sangat diperlukan untuk membangun sistem informasi kesehatan
yang handal sehingga mampu meningkatkan koordinasi dan
keterpaduan pelaksanaannya pemberantasan penyakit ISPA antar
berbagai jenjang dari mulai perencanaan sampai dengan evaluasi
program.
5) Pemantauan dan Evaluasi
Kegiatan pokok ini terdiri dari dua kegiatan penting, yaitu
pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi).
a. Pemantaauan Pemberantasan Penyakit ISPA (monitoring)
dimaksudkan untuk memantau secara teratur kegiatan dan
pelaksanaan program agar dapat diketahui apakah kegiatan
program dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan
dan digariskan oleh kebijaksanaan program. Pelaksanaan
pemantauan Pemberantasan Penyakit ISPA dapat
memanfaatkan kegiatan supervisi dan bimbingan tehnis,
Pencatatan Pelaporan Pemberantasan Penyakit ISPA, dan
Pemantauan program P2M & PL di Kabupaten/kota.
b. Evaluasi dilakukan untuk menilai apakah pencapaian hasil
kegiatan telah memenuhi target yang diharapkan,
mengidentifikasi masalah dan hambatan yang dihadapi serta
menyusun langkah-langkah perbaikan selanjutnya termasuk
perencanaan dan penganggaran. Kegiatan evaluasi
dilaksanakan di berbagai jenjang administrasi kesehatan, baik
ditingkat pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota.
c. Peningkatan Manajemen Program, aspek manajemen program
P2 ISPA yang masih memerlukan perhatian terus ditingkatkan
diantaranya aspek perencanaan, pembiayaan, dan administrsi.
Aspek manajemen tersebut diatas merupakan beban kerja
terbesar untuk unit yang mengelola Pemberantasan Penyakit
ISPA baik di tingkat pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Kegiatan ini juga dilaksanakan diberbagai tingkat administrasi
kesehatan. Peningkatan manajemen program pada aspek
perencanaan dilakukan melalui penerapan perencanaan dan
penganggaran kesehatan terpadu (P2KT) dalam perencanaan
kegiatan program P2 ISPA.
Penerapan P2KT dalam pelaksanaan program P2 ISPA akan
efektif bila didukung kinerja surveilans yang mampu memberikan
informasi yang lengkap dan akurat sehingga menghasilkan
perencanaan program P2 ISPA berdasarkan fakta (evidence
based planning). Dalam meningkatkan manajemen pembiayaan,
diupayakan penggalian potensi sumber biaya masyarakat,
swasta, organisasi non pemerintah, dan lembaga-lembaga
donor, mengingat kemampuan pemerintah dalam penyediaan
biaya untuk program cukup terbatas.
Pembiayaan dipusat terutama bersumber pada APBN dengan
sumber dana tambahan dari sumber dana lain seperti dana
kerjasama Pemerintah RI dengan organisasi internasional, dana
bantuan pinjaman luar negeri. Di provinsi pembiayaan terutama
bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Umum (DAU) provinsi
disamping sumber dana lain. Begitu pula di tingkat
Kabupaten/Kota sebagian besar masih bertumpu pada APBN
disamping DAU Kabupaten/Kota, sedangkan potensi sumber
dana dari masyarakat atau swasta belum teralokasi dengan baik.
Untuk itu dalam mewujudkan pembiayaan program P2 ISPA yang
memadai di berbagai jenjang administrasi kesehatan, perlu
diupayakan secara terus-menerus penggalian potensi sumber
biaya non pemerintah.
7. Pengembangan Program
Dalam upaya pencapaian tujuan pemberantasan penyakit ISPA
khususnya pneumonia, perlu dilakukan pengembangan program
sesuai dengan tuntutan perkembangan di masyarakat.
Pengembangan program P2 ISPA dilakukan diantaranya melalui
kegiatan penelitian, uji coba konsep-konsep intervensi baru
seperti pendekatan tatalaksana penderita ISPA, pencegahan dan
penanggulangan faktor resiko baik dilingkungan maupun
kependudukan, peningkatan kemitraan, peningkatan manajemen
dan sebagainya serta kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya seperti
pertemuan kajian program, seminar, workshop dan sebagainya.
B. Faktor-faktor Keberhasilan
Secara umum penemuan kasus ISPA di Indonesia sangat
mencengangkan. Betapa tidak, selama 10 tahun (2000-2010) persentase
atas kasus ini berkisar antara 24,6%-35,9%. Berdasarkan hasil survei
demografi kesehatan Indonesia, kematian balita 1-4 tahun (AKABA) pada
tahun 2007 sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup, 15,5% atau sebesar
30.470 kematian pada balita usia 1-5 tahun disebabkan oleh ISPA. Ini berarti
secara rata-rata di Indonesia 83 orang balita meninggal setiap harinya
karena ISPA. Sehingga tidaklah mengherankan kemudian jika Riskesdas
(2010) menepatkan ISPA pada peringkat kedua sebagai penyebab kematian
balita di Indonesia (Depkes RI, 2010).
Namun, jika dilihat kembali dan dibandingkan antara angka kejadian
ISPA pada Riskesda 2007, dan 2013, secara nasional mengalami penurunan
yaitu 0,5 % dari 25,5 % pada 2007 menjadi 25,0% pada 2013. Meskipun
angka tersebut masih sangat jauh dari yang diharapkan, namun untuk
pengendalian ISPA sendiri setidaknya ada sedikit titik terang.Untuk
meningktkan keberhasilan pengendalian ISPA, tidak dapat dilaksanakan
hanya dari jajaran kesehatan saja namun harus didukung pemangku
kepentingan dan masyarakat agar dapat mencapai tujuan.
Pelaksanaan pengendalian ISPA memerlukan komitmen pemerintah
pusat, pemeritah daerah, dukungan dari lintas program, lintas sektor serta
peran serta masyarakat termasuk dunia usaha.Pedoman ini mengulas
situasi pengendalian pneumonia, kebijakan dan strategi, kegiatan pokok,
peran pemangku kepentingan, tantangan dan pengembangan ke depan
sesuai dengan visi misi dan rencana strategis Kementerian Kesehatan.
Peningkatan pelaksanaan pengendalian ISPA perlu didukung dengan
berbagai kegiatan pengendalian ISPA baik sarana, prasarana, sumber daya
manusia dan semua sumber dana pendukung program yang tersedia baik
APBN maupun APBD untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam mencapai
tujuan program dan target yang telah ditentukan sesuai dengan tugas pokok
dan fungsi masing-masing jajaran kesehatan, pemangku kepentingan dan
masyarakat itu sendiri.

C. Faktor-faktor kegagalan
Secara nasional, terjadi penurunan tingkat kejadian ISPA yaitu 25,5 %
pada SDKI 2007 menjadi 25,0% pada SDKI 2013. Namun, berdasarkan
angka kejadian pada beberapa provinsi dengan prevalensi kejadian
tertinggi, perbandingannya dapat dilihat pada tabel berikut:
Table 1.1
Prevalensi kejadian ISPA tertinggi di 5 Provinsi di Indonesia pada 2007-2013
(Riskesdas)
Prevalensi kejadian ISPA
No Provinsi
Riskesda 2007 Riskesda 2013
1 NTT 41,3% 41,7%
2 Aceh 36,6% 30,0%
3 Papua barat 36,2% 25,9%
4 Gorontalo 33,9% 23,2%
5 Papua 30,5% 31,1%

Table 1.2
Prevalensi kejadian ISPA tertinggi di 5 Provinsi di Indonesia pada 2007-2013 (Riskesdas)

Prevalensi kejadian ISPA


No Provinsi
Riskesda 2013 Riskesda 2007
1 NTT 41,7% 41,3%
2 Papua 31,1% 30,5%
3 Aceh 30,0% 36,6%
4 NTB 28,3% 26,5%
5 Jawa timur 28,3% 20,5%

Dari data diatas didapatkan bahwa terdapat peningkatan dan penurunan


prevalensi kejadian ISPA pada waktu dan tempat tertentu. Ada beberapa factor
penting yang menjadi penyebab kurang efektifnya kegiatan pengendalian penyakit
ISPA antara lain :
1. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat mengenai kejadian ISPA, sehingga
masyarakat mengganggapnya biasa.
2. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam menentukan penyakit ISPA di
Indonesia adalah masih terbatasnya data yang dapat dipercaya dan mutakhir.
Hal ini disebabkan penyakit ISPA merupakan kelompok penyakit yang dapat
menginfeksi pada berbagai lapisan masyarakat.
3. Kurangnya manajemen program, aspek manajemen program P2 ISPA yang
masih memerlukan perhatian untuk terus ditingkatkan diantaranya aspek
perencanaan, pembiayaan, dan administrasi.
4. Kurangnya manajemen pembiayaan, mengingat kemampuan pemerintah
dalam penyediaan biaya untuk program cukup terbatas.
5. Perbedaan letak geografis, sanitasi, status gizi dan pengetahuan yang turut
mempengaruhi keberhasilan pengendalian ISPA.
D. Penerapan di daerah lain
Program pengendalian penyakit ISPA adalah program pemerintah yang
dijalankan secara nasional, yang berfungsi untuk meningkatkan pengendalian terhadap
kejadian ISPA terutama peningkatan pemantauan pneumonia pada balita dan beberapa
ruang lingkup pengendalian ISPA lainnya yang bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian khususnya pada anak balita.
Program ini dapat diterapkan di daerah lain, karena ini adalah program yang
secara nasional terdapat pada Dinas Kesehatan Provinsi, Kab/Kota, Rumah sakit,
Puskesmas, Pustu, dan instansi kesehatan lainnya yang bekerja sama dalam upaya
pengendalian ISPA.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

Asuhan keperawatan komunitas dilaksanakan oleh mahasiswa jurusan Ners FKUB


melalui praktek keperawatan di masyarakat yang dimulai pada tanggal 11 Juni 2017 sampai
5 Agustus 2017. Kelompok mendapatkan tempat praktek RW 3 RT 16,17,18,19,20 Desa
Petungsewu, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.

Tahap Persiapan
Keperawatan komunitas merupakan salah satu departemen dalam pendidikan profesi
keperawatan yang kegiatannya difokuskan pada praktek lapangan. Namun tidak
mengesampingkan tugas jaga mahasiswa di Puskesmas Kedungkandang. Berdasarkan
survey yang dilakukan melalui bidan dan perawat desa petungsewu, didapatkan informasi
bahwa penderita ISPA menempati posisi pertama pada keluhan yang dialami oleh
masyarakat desa petungsewu terutama bagi keluarga yang memiliki balita di RW 3. Oleh
karena itu, RW 3 menjadi desa binaan untuk dikaji lebih lanjut terkait masalah yang akan
dipecahkan bersama.
Mahasiswa memberikan surat pengantar kepada kepala desa dan ketua RW 3.
Setelah mendapatkan pengarahan dari Pak RW, sasaran yang diambil adalah seluruh warga
RT 11,12,13,14, dan 15 yang memiliki balita, pasangan subur dan ibu hamil. Sebelum
melakukan pengkajian, mahasiswa membuat kuesioner yang akan diisi oleh warga RT
11,12,13,14, dan 15 serta menentukan jumlah sampel. Didapatkan estimasi jumlah sampel
42 KK yang memiliki balita. Pada hari Jumat tanggal 16 juni 2017, mahasiswa melakukan
pengkajian kepada warga dengan estimasi jumlah sampel 30 KK. Pada hari Sabtu tanggal
17 juni 2017 dilakukan pengkajian di dengan estimasi jumlah sampel 12 KK. Pada hari
Minggu 18 juni 2017 mahasiswa melakukan tabulasi data dari sample yang dilakukan
pengkajian.
Pengkajian didasarkan pada kuesioner yang telah dibuat sebelumnya dengan
menggunakan model pengkajian Anderson, yang meliputi pengkajian terhadap core problem
dan 8 subsistem. Pengumpulan data dilakukan melalui Purposive Sampling. Setelah data
terkumpul, dilakukan pengolahan data melalui editing, koding, data entry, dan tabulasi. Data
yang telah diolah kemudian disajikan dalam bentuk diagram pie dan batang. Dari data yang
ada kemudian dibuat bagan permasalahan (web of causation) yang akhirnya ditemukan
berbagai masalah kesehatan

3.1 PENGKJIAN DATA


Desa Petungsewu merupakan bagian dari kecamatan Dau yang terdiri dari 4 RW.
Desa Petungsewu mempunyai luas wilayah 329,910 ha dengan jumlah penduduk 3.321
orang dengan jumlah penduduk lak-laki sebanyak 1660 orang dan perempuan sebanyak
1661 orang. Jumlah KK di RW 3 sebanyak 320 terdiri dari KK yang memiliki balita sebanyak
42 KK. Rata-rata mata pencaharian di Desa Petungsewu adalah buruh.

Gambar Peta Wilayah Desa Petungsewu

Desa Petungsewu kecamatan Dau Kabupaten Malang dengan batas wilayah:


Sebelah utara : Desa Selorejo
Sebelah selatan : Desa Kucur
Sebelah barat : Desa Tegalweru
Sebelah timur : Desa Karang Widoro

Pengkajian dilakukan di RT 16, 17, 18, 19, dan 20. Jumlah keluarga yang dikaji sebagai
responden adalah 76 Keluarga. Pengkajian meliputi Komponen Inti (core) yaitu demografi,
riwayat, serta nilai dan keyakinan keluarga dan Komponen Subsistem yaitu lingkungan,
ekonomi, politik dan pemerintahan, pelayanan kesehatan dan social, kemanan dan
transportasi, komunikasi serta rekreasi. Hasil rekapitulasi data responden dapat dilihat
sebagai berikut.

1. KOMPONEN INTI (CORE)


1.1. Demografi
a. Usia
1. Klasifikasi Usia Ibu
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa rata-rata usia ibu adalah antara usia
20-30 tahun, yaitu sebesar 79% (33 Orang), sedangkan usia kurang dari 20 tahun sebesar
2% (1 orang), dan yang berusia lebih dari 30 tahun adalah sebesar 19% (8 Orang)
2. Klasifikasi Usia Balita

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa rata-rata usia balita adalah antara
usia 13-36 bulan, yaitu sebesar 43% (18 balita), sedangkan usia 0-12 bulan sebesar 19% (8
balita), dan yang berusia 37-60 bulan adalah sebesar 38% (16 balita).
3. Klasifikasi Bedasarkan Usia Ayah
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa jumlah usia rata rata adalah 20-30
dan 30 tahun keatas dengan hasil yang sama yaitu 50 % (21 orang) dengan usia 20-30
tahun dan 50% adalah usia lebih dari 30 tahun sedangkan usia kurang dari 20 tahun adalah
0.
b. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Ibu

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa tingkat pendidikan rata rata


adalah SD, yaitu sebesar 43% ( 18 orang), sedangan responden dengan tingkat pendidikan
SMP adalah 36% (15 orang) dan 21% (9 orang) dengan tingkat pendidikan SMA.

c. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Ayah


Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa tingkat pendidikan rata rata
adalah SD, yaitu sebesar 48% ( 20 orang), sedangan responden dengan tingkat pendidikan
SMP adalah 29% (12 orang), 21% (9 orang) dengan tingkat pendidikan SMA dan 2% (1
orang) dengan tingkat pendididkan sarjana atau S1.
d. Klasifikasi Pekerjaan Ibu

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa rata rata pekerjaan ibu


adalah IRT, yaitu sebesar 76% ( 32 orang), sedangan responden dengan pekerjaan
sebagai peternak atau tani adalah 12% (5 orang), 10% (4 orang) bekerja sebagai
pedagang dan 2% (1 orang) bekerja sebagai Buruh.

e. Klasifikasi Pekerjaan Ayah


Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa rata rata pekerjaan ayah
adalah Swasta, yaitu sebesar 71% ( 30 orang), sedangan responden dengan
pekerjaan sebagai peternak atau tani adalah 12% (5 orang), 17% (7 orang) bekerja
sebagai Buruh.

f. Klasifikasi Keluhan saat ini

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa rata rata keluhan saat ini
adalah batuk pilek, yaitu sebesar 57% ( 24 orang), sedangan responden dengan
keluhan sesak nafas adalah 2% (1 orang), 41% (17 orang) dengan keluhan lain-lain
atau tidak ada keluhan.

g. Data Riwayat Kesehatan


a. Riwayat Imunisasi
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa rata-rata Imunisasi balita di
RW 2 petung sewu sudah lengkap, yaitu sebesar 83% (35 Balita) dan 17% (7
Balita) belum lengkap imunisasi.
b. Riwayat PHBS Kebiasaan Mencuci Tangan

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa rata-rata keluarga sudah


menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat yaitu dengan mencucitangan, yaitu
sebesar 88% (37 orang) dan 12% (5 orang) beum mencuci tangan saat aktivitas.
c. Riwayat Nutrisi
Berdasarkan dari hasil pengkajian didapatkan bahwa sebagian besar orang
tua balita menggunakan ASI, yaitu sebesar 71% (30 orang) dan 29% (12 orang)
menggunakan susu formula

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


1. Riwayat ISPA pada anak

Berdasarkan dari hasil pengkajian didapatkan hasil bahwa sebagian


besar balita pernah mengalami ISPA, yaitu sebesat 95% (40 balita) dan 5%
balita belum perah mengalami ISPA.

2. Riwayat Keluaga merokok


Berdasarkan dari hasil pengkajian didapatkan bahwa sebagia besar
anggota keluarga dari balita adalah perokok, yaitu sebesar 76% (32 orang)
dan 24 (10 orang) tidak perokok.

3. Riwayat ISPA pada anggota keluarga

Berdasarkan dari hasil pengkajian didaptkan hasil bahwa sebagian


besar anggota keluarga dari balita pernah mengalami ISPA, yaitu sebesar
95% (40 orang), dan 5% (2 orang) belum pernah mengalami ISPA.

4. Riwayat keluarga meninggal akibat sakit pernafasan


Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa sebagian besar tidak
ada anggota keluarga yang meninggal akibat sakit pernafasan yaitu sebesar
95% (40 orang) dan 5% (2 orang) anggota keluarga pernah meninggal karena
sakit pernafasan.
e. Nilai dan Keyakinan
A. Pengetahuan Tentang ISPA

Berdasarkan hasil pengkajia didaptkan bahwa anggota keluarga


menyebutkan bahwa ISPA adalah penyakit yang biasa pada anak, yaitu sebesar
59% (25 orang), 29% (12 orang) menyebutkan bahwa penyakit ISPA adalah
penyakit yang perlu diwaspadai, dan 12% (5 orang) menyebutkan bahwa ISPA
adalah penyakit yang bias sembuh tanpa diobati.
B. Pengetahuan Tentang Penyebab ISPA
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa sebagian besar keluarga
balita menyebutkan bahwa penyebab ISPA adalah factor cuaca, yaitu sebesar
36% (15 orang), 24% (10 orang) menyebutkan dari minum es, 28% (12 orang)
menyebutkan tidak tahu, dan 12% (5 orang) menyebutkan bahwa dari infeksi
virus.

2. KOMPONEN SUBSISTEM

1. Kondisi tempat tinggal

a. Kepadatan hunian

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data kepadatan hunian di rw 03 adalah


sebanyak 57% terdiri dari perumahan padat atau saling berdekatan

b. Tipe bangunan
Berdasarkan hasil dari pengkajian didapatkan data bahwa sebanyak 93% tipe
bangunan rumah warga rw 03 adalah bata. Sedangkan 7% data yang didapatkan adalah tipe
bangunan bamboo

c. Jenis Lantai Rumah

Berdasarkan hasil pengkajian yang didapatkan di rw 03 jenis lantai rumah terbanyak


dalah keramik dengan prosentase 50%. Untuk jenis lantai ubin dengan prosentase 31% dan
sisanya sebanyak 19% adalah jenis lantai tanah.

d. Luas Ventilasi
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan luas ventilasi pada rumah warga rw 03
sebanyak 69% yaitu 10-20%. Luas ventilasi posisi kedua adalah <10% dan sisanya
sebanyak 7% dengan luas ventilasi >20%.

e. Pencahayaan

Berdasarkan hasil pengkajian, pencahayaan rumah warga rw 03 adalah sebanyak


67% dengan pencahayaan cukup. Sedangkan sebanyak 33% dengan pencahayaan kurang.

f. Letak kandang
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data letak kandang sebanyak 81% terpisah
dari rumah dan sebanyak 19% kandang berada di dalam rumah.

2. Kegiatan sehari-hari penduduk di wilayah RW 3

a. Frekuensi membersihkan kandang

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa frekuensi warga rw 03 untuk


membersihkan kandang adalah setiap hari dengan prosentase 100%.

b. Keadaan kandang
Berdasarkan pengkajian didapatkan data untuk keadaan kandang yang bersih
dengan prosentase 35% sedangkan sisanya 65% adalah keadaan kandang kotor.

c. Pengolahan kotoran hewan

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa semua warga rw 03 mengolah


kotoran hewan sebagai pupuk.

3. Pendidikan Kesehatan

a. Mendapatkan penyuluhan ISPA


Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa warga rw 03 belum pernah
mendapatkan penyuluhan tentang ISPA.

b. Materi yang pernah diberikan


Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa materi yang pernah diberikan
adalah tentang pencegahan dan pengobatan yakni masing-masing dengan prosentase 50%.

c. frekuensi dilakukan penyuluhan

Berdasarkan hasil pengkajian frekuensi diberikan penyuluhan adalah lebih dari 1 kali.

d. Yang memberikan penyuluhan


Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan data yang memberikan penyuluhan adalah
dari petugas kesehatan.

e. Media penyuluhan

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa media penyuluhan yang


pernah diberikan adalah berupa brosur.

f. Tempat penyuluhan
Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data bahwa tempat penyuluhan dengan
prosentase 96% dilakukan di sekolah. Sedangkan sebanyak 4% dilakukan di posyandu.

3. Komunikasi

Media yang sering digunakan keluarga untuk memperoleh informasi tentang


kesehatan.

Gambar 3.? Media yang Sering Digunakan Untuk


Memperoleh Informasi Tentang Kesehatan Oleh Warga RW
03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan sebanyak 3 keluarga menjawab


koran sebagai media yang sering digunakan untuk memperoleh informasi kesehatan,
33 keluarga menjawab televisi sebagai media yang sering digunakan untuk
memperoleh informasi kesehatan, tidak ada keluarga yang menjawab radio sebagai
media yang sering digunakan untuk memperoleh informasi kesehatan, 2 keluarga
menjawab papan informasi sebagai media yang sering digunakan untuk memperoleh
informasi kesehatan, dan 3 keluarga menjawab media selain yang disebutkan bisa
menjadi media yang sering digunakan untuk memperoleh informasi kesehatan.

4. Pelayanan Kesehatan dan Sosial


a. Fasilitas Kesehatan di Desa yang Sering Dikunjungi Keluarga

Gambar 3.?.Fasilitas Kesehatan yang sering Dikunjungi


Keluarga RW 03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan sebanyak 8 keluarga menjawab


sering mengunjungi posyandu, 30 keluarga menjawab sering mengunjungi bidan
desa, 2 keluarga menjawab sering mengunjungi polindes, dan 7 keluarga
menjawab sering mengunjungi puskesmas.

b. Tindakan Keluarga terhadap Keluarga yang Sakit

Gambar 3.?. Yang dilakukan ketika Anggota Keluarga Sakit


oleh Keluarga RW 03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan sebanyak 3 keluarga mengobati


sendiri anggota ketika sakit, 2 keluarga beli obat di warung untuk anggota
keluarga ketika sakit, 27 keluarga membawa anggota keluarga ke bidan ketika
sakit, 11 keluarga membawa anggota keluarga ke puskesmas ketika sakit, dan
tidak ada keluarga yang menjawab membawa anggota keluarga yang sakit ke
rumah sakit.

5. Keamanan dan Transportasi


a. Kondisi Jalan

Gambar 3.?.Jenis Jalan Rumah Warga RW 03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil observasi kondisi jalan didepan rumah warga,


didapatkan sebesar 7 rumah adalah jenis aspal, 23 rumah adalah jenis paving,
dan 12 rumah adalah jenis tanah.

b. Kendaraan yang Digunakan

Gambar 3.?. Jenis Kendaraan yang Digunakan oleh Warga RW 03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan sebanyak tidak ada keluarga yang


menggunakan sepeda untuk berpergian, 41 keluarga menggunakan sepeda motor
untuk bepergian, 2 keluarga menggunakan mobil, dan tidak ada keluarga yang
menggunakan angkutan umum.

c. Jarak Rumah Ke Fasilitas Kesehatan

Gambar 3.?. Jarak Rumah Ke Fasilitas Kesehatan Warga RW 03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan sebanyak tidak ada rumah yang


memiliki jarak < 1 km ke fasilitas kesehatan, 36 rumah memiliki jarak 1-5 km ke
fasilitas kesehatan, dan 6 rumah memiliki jarak > 5 km ke fasilitas kesehatan.

6. Ekonomi
a. Anggota Keluarga yang Bekerja

Gambar Anggota Keluarga Yg Bekerja di RW 03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian, anggota keluarga yang bekerja dalam satu


keluarga adalah suami sebesar 89% (41 keluarga) dan yang istri bekerja adalah
sebesar 11% (5 keluarga).

b. Jumlah Pendapatan Per Bulan


Gambar Pendapatan Keluarga Yang Bekerja di RW 03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian warga RW 03 desa Petung Sewu


didapatkan sebanyak 52% (22 keluarga) memiliki penghasilan >1,8 juta dan
sisanya 48% (20 keluarga) < 1,8 juta rupiah.

c. Rata-rata Pengeluaran Per Bulan

Gambar Rata-rata Pengeluaran Per Bulan Keluarga di RW03 Desa Petungsewu,Dau

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan sebanyak 21% (9 Keluarga)


pengeluaran perbulannya antara 250.000-500.000 rupiah, 2% (1 keluarga)
pengeluaran perbulannya sekitar 100.000-250.000rupiah dan 77% (33 keluarga)
pengeluaran perbulannya lebih dari 500.000 rupiah

d. Tempat Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari


Gambar Tempat Berbelanja Keluarga di RW 03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan sebanyak 86% (38 Keluarga)


membeli keperluan sehari-hari di warung dekat rumah, dan sebesar 14% (6
keluarga) membeli di pasar.

e. Alokasi Pendapatan untuk Kesehatan

Gambar Alokasi Pendapatan untuk Kesehatan di RW 03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan sebesar 74% (32 keluarga)


tidak memiliki alokasi pendapatan untuk kesehatan dan sisanya 24% warga (10
keluarga) telah memiliki alokasi untuk kesehatan.

7. Politik dan Pemerintah


a. Program Pemerintah Yang Diketahui
Gambar Program Pemerintahan yang Diketahui Warga RW 03 Desa
Petungsewu,Dau

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan hasil sebesar 36% (15


keluarga) tahu tentang program kesehatan ibu dan anak seperti pemeriksaan
kehamilan, ASI eksklusif, dan imunisasi, 64% (27 keluarga) tahu tentang adanya
program BPJS dan Jamkesmas.

8. Rekreasi
a. Kegiatan Waktu Luang

Gambar Kegiatan yang Dilakukan di Waktu Luang oleh Keluarga diRW 03 Desa
Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan, sebanyak 67% (29 keluarga)


memanfaatkan waktu luang dengan berkumpul bersama keluarga di rumah dan
33% (13 keluarga) mengatakan akan mengunjungi tempat wisata saat hari libur.

b. Tempat Rekreasi
Gambar Tempat Wisata yang dikunjungi Keluarga di RW 03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian terhadap keluarga yang mengunjungi


tempat wisata saat hari libur, sebanyak 68% mengujungi tempat wisata alam
seperti wisata pemandian air panas, air terjun, hutan, dan lain lain dan 32%
mengatakan mengunjugi tempat wisata modern seperti pusat perbelanjaan atau
taman bermain.

Gambar Frekuensi Mengunjungi Tempat Wisata oleh Keluarga diRW 03 Desa


Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian terhadap keluarga yang mengunjungi


tempat wisata saat hari libur, sebanyak 58% mengujungi tempat wisata 1 bulan
sekali, sebanyak 36% mengatakan mengunjugi tempat 3 bulan sekali dan
keluarga yang tidak pernah mengunjungi tempat wisata sebanyak 6%.

c. Koping Keluarga
Gambar Kesulitan dalam Perawatan Anak dan Pengambil Keputusan di dalam
Keluarga di RW 03 Desa Petungsewu, Dau

Berdasarkan hasil pengkajian, 17% keluarga mengatakan mengalami


kesulitan dalam segi ekonomi, sebanyak 9% keluarga mengalami kesulitan
dalam tumbuh kembang anak, sebanyak 11% keluarga mengalami kesulitan
dalam mengontrol prilaku anak seperti susah makan atau kebiasan jajan
sembarangan. Kemudian di dalam keluarga terdapat cara dalam mengambil
keputusan yang akan di lakukan. Berdasarkan hasil pengkajian sebanyak 46%
keputusan dilakukan secara musyawarah dan 17% keputusan dilakukan oleh
kepala keluarga
3.2. Analisa Data Indikator
Hasil Pengkajian Indikator Kesimpulan
Sebanyak 71% balita mendapatkan ASI Cakupan ASI Eksklusif adalah 80 % Aktual
eksklusif sedangkan sisanya 29% tidak (Permenkes RI, 2008)
mendapatkan ASI eksklusif.
Aktual
Penurunan prevalensi sebanyak 10% pada
Dari hasil pengkajian, didapatkan data terdapat tahun 2004 (Permenkes RI No.40, 2013).
warga desa Petungsewu RW 03 yang merokok
sebanyak 76% sedangkan sisanya 24% tidak
merokok.
Aktual
Cakupan pengendalian ISPA 100% (Pedoman
Berdasarkan hasil pengkajian, didapatkan hasil Pengendalian ISPA Kemenkes, 2011)
sebanyak 57% anak saat ini memiliki keluhan
ISPA. Sebanyak 95% anak mempunyai riwayat
ISPA. Sebanyak 5% mempunyai anggota
keluarga yang meninggal akibat penyakit
pernafasan.
Aktual

Sebanyak 60% warga memiliki keyakinan


bahwa ISPA adalah penyakit yang biasa terjadi
pada anak Sebanyak 29% warga menyatakan
tidak tahu tentang ISPA , 12% warga RW. 03
Ds. Petungsewu menyatakan bahwa ISPA
merupakan penyakit yang dapat sembuh tanpa
diobati, Sebanyak 29% warga RW. 03 Ds.
Petungsewu berpendapat bahwa ISPA
merupakan penyakit yang menular dan perlu
diobati. Masyarakat juga beranggapan bahwa
ISPA disebabkan oleh pengaruh cuaca dan
minum es menurut 36% dan 24% sisanya
mengatakan disebabkan oleh virus dan tidak
tahu. Aktual

Sebanyak 100% warga RW. 03 Ds.


Petungsewu mengatakan belum pernah
mendapatkan sosialisasi tentang ISPA Aktual

Terkait dengan kebiasaan cuci tangan,


sebanyak 88% mengatakan selalu
membiasakan cuci tangan namun belum
menerapkan cuci tangan dengan benar.

Luas bersihnya sekurang kurangnya 5% dari


Berdasarkan hasil observasi 67% memiliki
luas lantai yang bersangkutan (Depkes RI,
rumah dengan pencahayaan yang cukup.
2002).

Dari data pengkajian didapatkan sebanyak


69% rumah memiliki ventilasi 10-20% dari luas
bangunan, 24% memiliki ventilasi <10% dari
luas bangunan dan 7% memiliki ventilasi >20%
dari luas bangunan.

17% warga masih memiliki kandang di dalam


rumah dengan 57% dengan kondisi kandang
yang kotor. Terkait dengan pengolahan kotoran
ternak, 88 % yang mengelolanya menjadi
pupuk.
3.3 Web of Causality (WOC)

Riwayat keluarga Ketidakefektifan


Perilaku tidak
Sebanyak 100% warga RW. Lingkungan dengan ISPA (95%) pemeliharaan kesehatan
sehat
03 Ds. Petung Sewu belum keluarga
pernah mendapatkan
57% KK berada di
sosialisasi tentang ISPA
lingkungan padat.
24% responden memilki Kebiasaan Perilaku Cuci Penurunan
Multipresepsi pada ventilasi kurang merokok tangan : imunitas
masyarakat tentang ISPA : 33% responden memiliki keluarga 88%
Sembuh tanpa diobati rumah dengan tingkat (76%) mengatakan Tubuh rentan
(12%) pencahayaan kurang
selalu terhadap infeksi
Biasa terjadi pada anak- Terpapar asap membiasakan
anak ( 60%) dan zat cuci tangan
Penyakit menular dan perlu berbahaya namun belum
diwaspadai ( 29%) pada rokok menerapkan
Tidak tahu (29%) Berkembangnya
mikroorganisme dalam (nikotin, tar, cuci tangan
lingkungan dsb) dengan benar.
H. Influenza Virus 12% responden
Defisit Pengetahuan S. Penumonia tidak melakukan
Faktor Resiko
dll cuci tangan
ISPA
Perilaku beresiko Promotif,
meningkatkan masalah preventif,
kesehatan curative
Penyebaran mikroorganisme pengendalian
ISPA penyebab ISPA ISPA

Batuk, Pilek (57%) sesak (2%)


3.4 Analisa Data Keperawatan

Data Etiologi Problem


DS: Minimnya Perilaku berisiko
1. Menurut wawancara dengan
informasi yang meningkatkan masalah
kader kesehatan dan bidan
dimiliki oleh Ibu kesehatan
desa penyakit paling banyak
dan keluarga
yang muncul di RW 03 adalah
ISPA pada balita
2. Terkait dengan kebiasaan Kesadaran akan

cuci tangan, sebanyak 88% pentingnya

mengatakan selalu kesehatan masih

membiasakan cuci tangan kurang

namun belum menerapkan


cuci tangan dengan benar.
3. Sebanyak 100% warga RW.
03 Ds. Petungsewu
mengatakan belum pernah
mendapatkan sosialisasi
tentang ISPA
4. Sebanyak 29% warga
menyatakan tidak tahu
tentang ISPA

DO:
1. 17% warga masih memiliki
kandang di dalam rumah
dengan 57% dengan kondisi
kandang yang kotor.
2. Dari hasil pengkajian,
didapatkan data terdapat
warga desa Petungsewu RW
03 yang merokok sebanyak
76% sedangkan sisanya 24%
tidak merokok.

DS : Perilaku hidup sehat Ketidakefektifan manajemen


1. Sebanyak 71% balita
terabaikan kesehatan keluarga
mendapatkan ASI eksklusif
sedangkan sisanya 29% tidak
mendapatkan ASI eksklusif.
2. Sebanyak 60% warga
memiliki keyakinan bahwa
ISPA adalah penyakit yang
biasa terjadi pada anak
3. 12% warga RW. 03 Ds.
Petungsewu menyatakan
bahwa ISPA merupakan
penyakit yang dapat sembuh
tanpa diobati
4. Sebanyak 29% warga RW.
03 Ds. Petungsewu
berpendapat bahwa ISPA
merupakan penyakit yang
menular dan perlu diobati.
5. Masyarakat juga
beranggapan bahwa ISPA
disebabkan oleh pengaruh
cuaca dan minum es menurut
36% dan 24% sisanya
mengatakan disebabkan oleh
virus dan tidak tahu

DO:
1. Berdasarkan hasil
observasi 67% memiliki
rumah dengan
pencahayaan yang
cukup.
2. Dari data pengkajian
didapatkan sebanyak
69% rumah memiliki
ventilasi 10-20% dari
luas bangunan, 24%
memiliki ventilasi <10%
dari luas bangunan dan
7% memiliki ventilasi
>20% dari luas
bangunan.
3.5 Perencanaan Keperawatan

a. Penetapan prioritas masalah

DX. Keperawatan Pentingnya Motivasi Peningkatan Rangking Jumlah


masalah Masyarakat Kualitas masalah skor
Untuk Untuk Hidup dari 1
Diselesaikan Menyelesaikan Masyarakat sampai 5
1 : rendah Masalah bila masalah 1 : paling
2 : sedang 0 : tidak ada diselesaikan tidak
3 : tinggi 1 : rendah 0 : tidak ada penting
2 : sedang 1 : rendah 5: yang
3 : tinggi 2 : sedang paling
3 : tinggi penting

Perilaku kesehatan 3 2 3 4 15
berisiko
berhubungan
dengan tingkat
pengetahuan
masyarakat tentang
lingkungan yang
kurang sehat.
Ketidakefektifan 3 2 3 3 14
pemeliharaan
kesehatan keluarga
berhubungan
dengan
ketidakmampuan
untuk membuat
penilaian yang
tepat

b. Prioritas Masalah Keperawatan

1. Perilaku kesehatan berisiko berhubungan dengan tingkat pengetahuan masyarakat


tentang lingkungan yang kurang sehat.
Ditandai dengan :
a) Dari hasil pengkajian, didapatkan data terdapat warga desa Petungsewu RW 04
yang merokok sebanyak 76% sedangkan sisanya 24 % tidak merokok.
b) Terkait dengan kebiasaan cuci tangan, 88% mengatakan selalu membiasakan
cuci tangan namun belum menerapkan cuci tangan dengan benar, 12%
responden tidak melakukan cuci tangan
c) 57% KK berada di lingkungan padat, 24% responden memilki ventilasi kurang,
33% responden memiliki rumah dengan tingkat pencahayaan kurang
a) 17% warga masih memiliki kandang di dalam rumah dengan 57% dengan kondisi
kandang yang kotor Sebanyak 100 % warga RW. 04 Ds. Petung Sewu
mengatakan belum pernah mendapatkan sosialisasi tentang ISPA
b) 12% warga RW. 04 Ds. Petung Sewu menyatakan bahwa ISPA merupakan
penyakit yang dapat Sembuh tanpa diobati
c) Sebanyak 60% warga RW. 04 Ds. Petung Sewu berpendapat bahwa ISPA
merupakan penyakit yang biasa terjadi pada anak-anak
d) Sebanyak 29% warga RW. 04 Ds. Petung Sewu berpendapat bahwa ISPA
merupakan penyakit yang menular dan perlu diwaspadai
e) 29% warga RW. 04 Ds. Petung Sewu tidak mengetahui tentang penyakit ISPA
f) Masyarakat juga beranggapan bahwa ISPA disebabkan oleh pengaruh cuaca dan
minum es menurut 36% dan 24% sisanya mengatakan disebabkan oleh virus dan
tidak tahu

2. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan keluarga berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk membuat penilaian yang tepat
Ditandai dengan :
a) Sebanyak 71% balita mendapatkan ASI eksklusif sedangkan sisanya 29% tidak
mendapatkan ASI eksklusif.
b) Dari hasil pengkajian didapatkan sebanyak 83% balita di RW. 03 desa
Petungsewu sudah diimunisasi secara lengkap, serta hanya 17 % yang
imunisasinya belum lengkap
c) Berdasarkan hasil observasi 67% memiliki rumah dengan pencahayaan yang
cukup
d) Dari data pengkajian didapatkan sebanyak 69% rumah memiliki ventilasi 10-20%
dari luas bangunan, 24% memiliki ventilasi <10% dari luas bangunan dan 7%
memiliki ventilasi >20% dari luas bangunan.
3.6 Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Rencana Kegiatan Evaluasi


No. Tujuan
Keperawatan Strategi Intervensi Struktur Proses Hasil
1. Perilaku Setelah dilakukan
berisiko asuhan
meningkatkan keperawatan
masalah selama 7 minggu
kesehatan pengetahuan
masyarakat
tentang ISPA
meningkat
menjadi 80% dan
masyarakat
mampu
melakukan
tindakan yang
dapat
mengurangi risiko

TUK 1 : 1.1Delegated 1.1.1.Pilih dan - Adanya Pelatihan kader yang


Pengetahuan Function tetapkan - Modul materi dukungan dihadiri oleh 80 %
kader tentang kader yang pelatihan sudah dari ketua kader
konsep, proses akan disiapkan kader
penularan, dididik - Media - Ketua kader
pencegahan, 1.1.2.Lakukan penyuluhan menunjuk
penatalaksanaan pelatihan sudah disiapkan beberapa
keperawatan, dan - Koordinasi acara kader untuk
dan prognosis penyuluhan pelatihan kader mengikuti
ISPA meningkat kepada pelatihan
menjadi 80% dan kader sebagai
terdapat 80% 1.1.3.Dampingi educator/
kader yang kader penyuluh
menghadiri acara
pelatihan kader
Diagnosa Rencana Kegiatan Evaluasi
No. Tujuan
Keperawatan Strategi Intervensi Struktur Proses Hasil
TUK 2 : 2.1 2.1.1 Membuat - Jadwal rotasi Terjadi proses 100% kader
Adanya Community dan penyuluh telah diskusi antara menyepakati hasil
kesepakatan Organizing menyepaka disepakati oleh perawat penentuan jadwal
mengenai jadwal ti jadwal seluruh kader (mahasiswa) rotasi penyuluh oleh
rotasi untuk rotasi terpilih dengan kader kader terpilih
penyuluhan kader penyuluh untuk
bersama menentukan
dengan rotasi jadwal
kader penyuluhan
TUK 3 : 3.1 Health 3.1.1 Lakukan - SAP dan materi - Pada saat - Pengetahuan
Pengetahuan Teaching pendidikan yang digunakan penyampaian seluruh peserta
warga tentang kesehatan untuk penyuluhan materi, penyuluhan
konsep, kepada sudah siap. seluruh tentang ISPA
proses kader - Media yang peserta meningkat menjadi
penularan, tentang digunakan untuk penyuluhan 80%
pencegahan, ISPA, ASI penyuluhan memperhatik - Pengetahuan
penatalaksan Eksklusif, (leaflet dan an dengan seluruh peserta
aan cuci tangan poster) sudah baik penyuluhan
keperawatan, dan bahaya siap. - Peserta aktif tentang ASI
dan prognosis merokok - Lembar evaluasi saat Eksklusif meningkat
ISPA serta 3.1.2 Lakukan post test sudah penyuluhan menjadi 100%
pengetahuan pendidikan siap (bertanya - Pengetahuan
warga kesehatan - Kontrak waktu maupun seluruh peserta
tentang cuci kepada dan tempat sudah menjawab penyuluhan
tangan warga RW. disepakati pertanyaan) tentang cuci tangan
dengan benar 3 tentang dengan peserta - Peserta tidak yang benar
meningkat ISPA, ASI ada yang meningkat menjadi
Pengetahuan Eksklusif, meninggalkan 100%
warga tentang cuci tangan tempat - Pengetahuan
kebersihan dan bahaya penyuluhan seluruh peserta
lingkungan, merokok. sebelum penyuluhan
pemberian 3.1.3 Lakukan acara selesai tentang bahaya
ASI eksklusif pendidikan merokok meningkat
Diagnosa Rencana Kegiatan Evaluasi
No. Tujuan
Keperawatan Strategi Intervensi Struktur Proses Hasil
meningkat kesehatan menjadi 90%
serta kepada 24
kebiasaan keluarga
merokok binaan
diluar rumah tentang
ISPA, ASI
Eksklusif,
cuci tangan
dan bahaya
merokok

2. Ketidakefektifa TUM :
Manajemen Setelah dilakukan
Kesehatan asuhan
keperawatan
selama 5 minggu
diharapkan sikap,
dan perilaku
masyarakat RT
03 terhadap
manajemen
kesehatan
meningkat
sebanyak 70%.
TUK 1 2.1 Case 2.1.1 Motivasi Kontak waktu Keluarga - 60% bapak-bapak
Management bapak- dan tempat binaan keluarga binaan
Masyarakat RW bapak di yang telah kooperatif memiliki kebiasaan
03 mampu keluarga disepakati pada saat merokok diluar
meningkatkan binaan keluarga dilakukan rumah
manajemen untuk tidak binaan asuhan Sebanyak 70%
kesehatan merokok di Menyiapkan keperawatan warga menerapkan
keluarga dan dalam asbak untuk Keluarga cuci tangan yang
menerapkan rumah mematikan binaan benar dalam
Diagnosa Rencana Kegiatan Evaluasi
No. Tujuan
Keperawatan Strategi Intervensi Struktur Proses Hasil
dalam kehidupan dengan rokok sebelum antusias dan kegiatan sehari-hari
sehari-hari cara masuk rumah mengikuti Sebanyak 80% ibu
mematikan keluarga saran yang memberikan ASI
rokok binaan telah ekslusif hingga usia
sebelum Menyiapkan diberikan anaknya mencapai
masuk ke poster yang Keluarga 2 tahun
dalam akan ditempel binaan
rumah. di tempat mampu
2.1.2 Memasang penyuluhan menerapkan
poster Menyiapkan apa yang
tentang lembar telah
ISPA, ASI observasi disepakati
Eksklusif, monitoring dan
cuci tangan evaluasi
dengan keuarga binaan
benar dan
bahaya
merokok di
masing-
masing
tempat
penyuluhan
2.1.3 Monitoring
perilaku
merokok di
dalam
rumah pada
keluarga
binaan
2.1.4 Monitoring
perilaku
cuci tangan
pada
Diagnosa Rencana Kegiatan Evaluasi
No. Tujuan
Keperawatan Strategi Intervensi Struktur Proses Hasil
keluarga
binaan
2.1.5 Monitoring
pemberian
ASI ekslusif
pada balita
di keluarga
binaan
3.7 Plan of Action

Program : Penanggulangan Kejadian ISPA di RW 3 Desa Petung Sewu Kecamatan Dau

Sasaran : Warga RW 3 RT 11,12,13,14 dan 15 Desa Petung Sewu Kecamatan Dau

Tempat : Balai RW 3

Waktu : 12 Juni 5 Agustus 2017

No Intervensi Tujuan/ Indikator Sasaran Bentuk Waktu dan Media PJ Dana


. kegiatan Tempat Kegia
Dx tan
1.1.1 Melakukan Kader kesehatan Kader Koordinasi 10 Juli 2017 - Afif -
pemilihan kader bersedia diberikan kesehatan acara Rumah kader
yang akan di pendidikan (bu Yuli)
lakukan kesehatan
pendidikan
1.1.2 Mengajarkan Mempersiapkan Kader Pelatihan kader 10 Juli 2017 Modul Riyan Rp 100.000
materi kader mnguasai kesehatan Rumah kader
penyuluhan materi sebelum (bu Yuli)
tentang ISPA, memberikan
ASI Eksklusif,
bahaya penyuluhan
merokok dan prognosis meningkat
cuci tangan menjadi 80%

1.1.3 Mendampingi Mempersiapkan Kader yang Pelatihan kader 10 Juli 2017 Banner Afif Rp 150.000
kader selama kader mnguasai mengikuti Rumah kader dan Modul
pelatihan materi sebelum pelatihan (bu Yuli)
memberikan
penyuluhan
1.1.1. 121Membuat Kader kesehatan Kader yang Koordinasi 10 Juli 2017 Kalender Riyan Rp. 3000
dan menyepakati jadwal mengikuti acara Rumah kader
menyepakati rotasi penyuluhan pelatihan (bu Yuli)
jadwal rotasi
penyuluh
bersama
dengan kader
mengenai
konsep ISPA,
Asi eksklusif,
bahaya
merokok dan
cuci tangan
1.1.4 131Melakukan Tingkat warga RW. 3 Penyuluhan 11 Juli 2017 di Poster Afif Rp. 30000
pendidikan pengetahuan yang mengikuti gedung dan leaflet
kesehatan warga mengenai Posyandu Balita posyandu RW
kepada warga ISPA meningkat 03
RW. 3 yang menjadi 80%
mengikuti
Posyandu Balita
tentang ISPA
1.1.5 132Melakukan Tingkat warga RW. 3 Penyuluhan 11 Juli 2017 di Poster Maya Rp. 30000
pendidikan pengetahuan yang mengikuti gedung dan leaflet
kesehatan warga mengenai Posyandu Balita posyandu RW
kepada warga ASI Eksklusif 03
RW. 3 yang meningkat menjadi
mengikuti 100%
Posyandu Balita
tentang ASI
Eksklusif
3.1.1 133Melakukan Tingkat warga RW. 3 Penyuluhan 12 Juli 2017 di Poster Dyah Rp. 30000
pendidikan pengetahuan rumah warga dan leaflet
kesehatan warga tentang RT 11
kepada warga cuci tangan
RW. 3 tentang meningkat menjadi
cuci tangan dan 100%
Hipertensi
1.1.6 134Melakukan Tingkat warga RW. 3 Penyuluhan 13 Juli 2017 di Poster Celine Rp. 30000
pendidikan pengetahuan rumah warga dan leaflet
kesehatan warga tentang RT 12
kepada warga bahaya merokok
RW. 3 tentang meningkat menjadi
bahaya 90%
merokok.
3.1.2 135Lakukan Tingkat Keluarga binaan Penyuluhan 17 Juli-22 Juli Poster Masin Rp 100.000
pendidikan pengetahuan 24 2017 dan g-
kesehatan keluarga binaan Leaflet masin
kepada 24 tentang ISPA, ASI g
keluarga binaan Eksklusif, cuci anggo
tentang ISPA, tangan dan ta
ASI Eksklusif, bahaya merokok kelom
cuci tangan dan tentang cuci pok
bahaya tangan meningkat
merokok menjadi 80%
2.1.1 Motivasi bapak- 60% bapak-bapak Bapak bapak Diskusi 13 Juli 2017 di Asbak Rizal Rp 50.000
bapak di keluarga binaan tahlilan di RW rumah warga untuk
keluarga binaan memiliki kebiasaan 03 desa RT 12 mematika
untuk tidak merokok diluar Petungsewu n rokok
merokok di rumah diluar
dalam rumah rumah
dengan cara
mematikan
rokok sebelum
masuk ke
dalam rumah
1.1.2. 212Melakukan Dapat memotivasi Ibu-ibu yang Penyuluhan 11 Juli 22 Poster Semu Rp 100.000
pemasangan warga RW 03 mengikuti Juli 2017 a
poster tentang posyandu balita anggo
ISPA, ASI di RW 03 desa ta
Eksklusif, cuci Petungsewu, kelom
tangan dengan warga RW 03, ok
benar dan dan masing-
bahaya masing keluarga
merokok di binaan
masing-masing
tempat
penyuluhan
1.1.3. 213Melakukan Sebanyak 70% Keluarga binaan 24 Juli 29 - Semu -
monitoring keluarga binaan Juli 2017 a
perilaku cuci menerapkan cuci anggo
tangan yang tangan yang benar ta
benar pada dalam kegiatan kelom
keluarga binaan sehari-hari ok
1.1.4. 214Melakukan Sebanyak 60% Anggota Menempel 24 Juli 29 - Semu -
monitoring bapak-bapak keluarga binaan poster Juli 2017 a
perilaku keluarga binaan yang merokok anggo
merokok di memiliki kebiasaan ta
dalam rumah merokok diluar kelom
pada keluarga rumah ok
binaan
2.2.6 215Melakukan Sebanyak 80% ibu Keluarga binaan Penyuluhan 24 Juli 29 - Semu -
monitoring memberikan ASI yang memiliki Juli 2017 a
pemberian ASI ekslusif hingga balita anggo
ekslusif pada usia anaknya ta
balita di mencapai 2 tahun kelom
keluarga binaan ok
3.8 Implementasi
No.Dx Nama Kegiatan Tanggal,jam Implementasi TTD
1 Melakukan Senin, Melakukan pemilihan kader yang akan dilakukan pendidikan kesehatan, diperoleh hasil
pemilihan kader 10/07/2017 sebanyak 5 kader terpilih untuk mendapatkan pendidikan kesehatan. Pendidikan
yang akan di 09.00 kesehatan dilakukan di rumah kader (bu Yuli)
lakukan
pendidikan
kesehatan
1 Mengajarkan Senin, Pada pukul 09.30-11.30 dilakukan acara penyuluhan kepada 5 kader tentang ISPA, ASI
materi 10/07/2017 Eksklusif, bahaya merokok, dan cuci tangan di gedung posyandu RW. 3. Dengan hasil :
penyuluhan 09.30 100% kader hadir dalam acara penyuluhan kader,
tentang ISPA,
ASI Eksklusif,
bahaya merokok
dan cuci tangan
1 Mendampingi Senin, Mendampingi kader selama pelatihan, diperoleh hasil bahwa kader mengerti tentang
kader selama 10/07/2017 materi yang diberikan
pelatihan 10.00
1 Membuat dan Senin, Membuat dan menyepakati jadwal rotasi penyuluh bersama dengan kader diperoleh hasil
menyepakati 10/07/2017 kader kesehatan menyepakati jadwal rotasi penyuluhan.
jadwal rotasi 10.30
penyuluh
bersama dengan
kader mengenai
konsep ISPA, Asi
eksklusif, bahaya
merokok dan cuci
tangan
1 Melakukan Selasa, Melakukan pendidikan kesehatan kepada warga RW.3 diperoleh hasil :
pendidikan 11/07/2017 Pendidikan kesehatan tentang ISPA dilaksanakan di gedung posyandu RW.3
kesehatan 09.30 dihadiri oleh 30 ibu dengan balita. Ibu-ibu antusias untuk bertanya.
kepada warga
RW. 3 tentang
ISPA saat
Posyandu Balita

1 Melakukan Selasa, Melakukan pendidikan kesehatan kepada warga RW.3 diperoleh hasil :
pendidikan 11/07/2017 Pendidikan kesehatan tentang ASI Eksklusif dilaksanakan di gedung posyandu
kesehatan 09.30 RW.3 dihadiri oleh 30 ibu dengan balita. Ibu-ibu antusias untuk bertanya.
kepada warga
RW. 3 tentang
ASI Eksklusif
saat Posyandu
Balita
1 Melakukan Rabu, Melakukan pendidikan kesehatan kepada warga RW.3 diperoleh hasil :
pendidikan 12/07/2017 Pendidikan kesehatan tentang cuci tangan dan hipertensi dilaksanakan di rumah
kesehatan 16.00 warga RT 11 RW.3 pada saat acara tahlilan rutin dihadiri oleh 30 ibu-ibu. Ibu-ibu
kepada warga antusias untuk bertanya dan mempraktikan cara cuci tangan yang benar.
RW. 3 tentang
cuci tangan dan
hipertensi

1 Melakukan Kamis, Melakukan pendidikan kesehatan kepada warga RW.3 diperoleh hasil :
pendidikan 13/07/2017 Pendidikan kesehatan tentang bahaya merokok dilaksanakan di rumah warga RT
kesehatan 20.00 12 pada saat acara tahlilan rutin dihadiri 40 bapak-bapak. Bapak-bapak antusias
kepada warga dalam bertanya dan berdiskusi serta melakukan role play cara mematikan rokok
RW. 3 tentang dalam asbak.
bahaya merokok.
1 Melakukan 17 Juli-22 Juli Setiap mahasiswa mengelola 3 keluarga binaan sehingga total keluarga yang dikelola
pendidikan 2017 adalah 24 KK. Setiap mahasiswa memberikan penyuluhan kesehatan tentang ISPA, ASI
kesehatan Eksklusif, cuci tangan, dan merokok kepada 24 keluarga binaan di RW 03 menggunakan
kepada 24 media leaflet dan poster.
keluarga binaan
tentang ISPA,
ASI Eksklusif,
cuci tangan dan
bahaya merokok

2 Motivasi bapak- Kamis, Bertempat di rumah Tn. T dalam acara tahlilan di RW 03 desa Petungsewu dilakukan
bapak di 13/07/2017 role play cara mematikan rokok dalam asbak diharapkan bapak-bapak tidak merokok di
keluarga binaan 20.00 dalam rumah dengan cara mematikan rokok sebelum masuk ke dalam rumah.
untuk tidak
merokok di
dalam rumah
dengan cara
mematikan rokok
sebelum masuk
ke dalam rumah
2 Melakukan 11 Juli 22 Melakukan pemasangan poster tentang ISPA, ASI Eksklusif, cuci tangan dengan benar,
pemasangan Juli 2017 dan merokok di masing-masing tempat penyuluhan dengan mengajak warga sekitar.
poster tentang
ISPA, ASI
Eksklusif, cuci
tangan dengan
benar dan
bahaya merokok
di masing-masing
tempat
penyuluhan
2 Melakukan 24 Juli 29 Melakukan kunjungan rutin kepada keluarga binaan didapatkan hasil 70% anggota
monitoring Juli 2017 keluarga binaan memiliki kebiasaan mencuci tangan dengan benar dalam kegiatan
perilaku cuci sehari-hari
tangan yang
benar pada
keluarga binaan
2 Melakukan 24 Juli 29 Melakukan kunjungan rutin kepada keluarga binaan didapatkan hasil 60% bapak-bapak
monitoring Juli 2017 keluarga binaan memiliki kebiasaan merokok diluar rumah
perilaku merokok
di dalam rumah
pada keluarga
binaan
2 Melakukan 24 Juli 29 Melakukan kunjungan rutin kepada keluarga binaan didapatkan hasil 80% memberikan
monitoring Juli 2017 asi eksklusif hingga usia anaknya mencapai 2 tahun dengan cara :
Jika ibu bekerja ibu memeras asinya untuk disimpan
pemberian ASI
Mengerti cara penyimpanan asi yang benar
ekslusif pada
balita di keluarga
binaan
3.9 EVALUASI
3.9.1 Evaluasi Formatif
No. Nama Kegiatan Tanggal Evaluasi
Dx
KOMUNITAS
1 Memilih dan S:
menetapkan - Ketua kader mengatakan menyetujui
kader yang akan untuk diadakan acara pelatihan
di didik kader
- Ketua kader mengatakan senang
dengan kegiatan yang akan
dilakukan
- Ketua kader mengatakan akan
menunjuk semua kader posyandu
untuk mengikuti acara pelatihan
kader
O:
- Ketua kader terlihat antusias dengan
kegiatan yang akan dilaksanakan
- Penetapan jumlah kader yang akan
dilakukan pelatihan yaitu 100 % (8
orang)
A:
- Masalah teratasi
P:
- Intervensi dihentikan
1 Melakukan S:
pelatihan dan - Kader mengatakan senang dengan
penyuluhan diadakannya acara pelatihan kader
kepada kader tersebut
- Kader mengatakan lebih percaya diri
dalam memberikan penyuluhan
kesehatan
- Kader mengatakan pengetahuannya
bertambah tentang penyakit ISPA
O:
- Kader terlihat antusias mengikuti
acara pelatihan
- Kader terlihat aktif dalam acara
pelatihan, dapat dilihat dari
pertanyaan yang diajukan kepada
pemateri
- Tidak ada kader yang meninggalkan
acara sebelum acara selesai
- Salah satu kader dapat melakukan
simulasi saat acara pelatihan
- Jumlah kader yang menghadiri
pelatihan kader yaitu 5 orang
(62,5%) kurang dari target yang
diharapkan
A:
- Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Memberikan materi pelatihan kader
ke masing-masing kader yang tidak
dapat menghadiri pelatihan
1 Mendampingi S:
kader - Kader yang melakukan penyuluhan
melakukan mengatakan masih perlu berlatih lagi
penyuluhan untuk memberikan penyuluhan
- Kader yang melakukan penyuluhan
mengatakan akan melakukan
penyuluhan yang sebenarnya saat
kegiatan posyandu bulan depan
sesuai dengan rotasi yang sudah
dibuat
O:
- Kader bersedia untuk melakukan
penyuluhan di depan mahasiswa
- Kader mampu melakukan
penyuluhan dengan skor evaluasi
71.8
- Kader melakukan penyuluhan
selama 10 menit
- Kader tidak melakukan pembukaan
dan perkenalan diri
- Bahasa dan kalimat yang digunakan
sederhana dan mudah dipahami
- Materi yang ditampilkan menarik dan
kader tampak menguasai materi
yang disampaikan
- Kader tampak masih gugup dalam
menyampaikan materi namun suara
dapa didengar dengan jelas
A:
- Masalah teratasi
P:

- Intervensi dihentikan
1 Melakukan S:
koordinasi - Ketua kader mengatakan menyetujui
dengan ketua untuk diadakan acara pelatihan
kader tentang kader
pelaksanaan - Ketua kader menyarankan acara
pelatihan kader ppelatihan kader dilakukan pada
tanggal 01 Maret 2016
- Ketua kader mengatakan akan
menunjuk semua kader posyandu
untuk mengikuti acara pelatihan
kader
O:
- Ketua kader terlihat antusias dengan
kegiatan yang akan dilaksanakan
- Tercapainya kesepakatan tanggal
diadakannya pelatihan
A:
- Masalah teratasi
P:
- Intervensi dihentikan
1 Melakukan S:
koordinasi - Bidan desa mengatakan menyetujui
dengan bidan untuk diadakan acara pelatihan
desa tentang kader
pelaksanaan - Bidan desa mengatakan setuju bila
pelatihan kader acara pelatihan kader dilaksanakan
pada tanggal 1 Maret 2016
O:
- Bidan terlihat antusias dengan
kegiatan yang akan dilaksanakan
- Tercapainya kesepakatan
pelaksanaan pelatihan kader pada
tanggal 1 Maret 2016
A:
- Masalah teratasi
P:
- Intervensi dihentikan
1 Menyiapkan 1 Maret 2016 S:
struktur - Semua kader yang hadir
pengorganisasia mengatakan bersedia melakukan
n kader terkait penyuluhan pada saat posyandu
penyuluhan - Semua kader yang hadir
mengatakan setuju dengan jadwal
rotasi yang akan dibuat
O:
- Kader terlihat antusias dengan
pembagian rotasi yang akan
dilakukan
A:
- Masalah teratasi

P:
- Hentikan Intervensi
1 Membuat dan S:
menyepakati - Semua kader yang hadir menyetujui
jadwal rotasi jadwal rotasi yang sudah dibuat
penyuluh - Kader mengatakan akan
bersama mengadakan penyuluhan sesuai
dengan kader dengan jadwal rotasi
O:
- Jadwal rotasi penyuhan telah dibuat
- Kader terlihat antusias dengan
jadwal yang telah dibuat
A:
- Masalah Teratasi
P:
- Hentikan Intervensi

1 Melakukan S:
pendidikan - Warga dan keluarga binaan
kesehatan mengatakan senang dengan
kepada warga diadakannya acara pendidikan
serta keluarga kesehatan ISPA
binaan tentang - Warga dan keluarga binaan
pengertian, mengatakan pengetahuannya
penyebab, bertambah tentang penyakit ISPA
O:
tanda dan
- Warga dan keluarga binaan terlihat
gejala,
antusias mengikuti acara penyuluhan
patofisiologi
- Warga dan keluarga binaan terlihat aktif
ISPA,proses
dalam acara pelatihan, dapat dilihat
penularan ISPA
dari pertanyaan yang diajukan
(virus dll),
kepada pemateri
pentalaksanaan - Tidak ada warga yang meninggalkan
keperawatan (5 acara sebelum acara selesai
benar, A:
farmakologi - Masalah teratasi sebagian
obat), P : Lanjutkan intervensi
komplikasi ISPA Memberikan materi pendidikan kesehatan
(jangka dalam bentuk leaflet
panjang)
1 Melakukan S:
pendidikan - Sebagian besar keluarga binaan
kesehatan mengatakan senang dengan
mengenai penyuluhan yang diadakan
kebersihan dirumahnya
lingkungan - Sebagian besar keluarga binaan
kepada warga mengatakan mendapat pengetahuan
dan keluarga baru terutama mengenai materi yang
binaan disampaikan

O:
- Keluarga tampak antusias
mendengarkan penyuluhan yang
dilaksanakan
- keluarga terlihat aktif saat dilakukan
penyuluhan
- pengetahuan tentang kebersihan
lingkungan khususnya kandang
meningkat menjadi 82,4%
denganrata-rata nilai pretest 55,2
dan posttest 82,4
A:
- Masalah teratasi

P:
Hentikan Intervensi
1 Melakukan S:
pendidikan - Sebagian besar keluarga binaan
kesehatan mengatakan senang dengan
mengenai penyuluhan yang diadakan
pemberian ASI dirumahnya
Eksklusif - Sebagian besar keluarga binaan
kepada warga mengatakan mendapat pengetahuan
dan keluarga baru terutama mengenai materi yang
binaan yang disampaikan
memiliki balita
dibawah 2 O:
tahun. - Keluarga tampak antusias
mendengarkan penyuluhan yang
dilaksanakan
- keluarga terlihat aktif saat dilakukan
penyuluhan
A:
- Masalah teratasi

P:
Hentikan Intervensi

1 Melakukan S:
pendidikan - Peserta mengatakan akan
kesehatan mempraktekkan cuci tangan 6
mengenai cuci langkah
tangan kepada O:
warga dan - Peserta memperhatikan cara
keluarga binaan mencuci tangan 6 langkah
- Seluruh anak-anak mempraktekkan
cuci tangan dengan benar
A:
- Masalah teratasi
P:
- Hentikan Intervensi
1 Melakukan S:
pendidikan - Peserta mengatakan senang
kesehatan mendapatkan penyuluhan tentang
masyarakat bahaya perokok pasif
mengenai - Peserta mengatakan tahu bahaya-
bahaya perokok bahaya bagi perokok pasif
pasif O:
- Peserta terlihat sangat antusias
dengan acara penyuluhan
- Tidak ada peserta yang
meninggalkan ruangan selama
acara penyuluhan
- Terdapat peningkatan pengetahuan
peserta dibuktikan dengan hasil pre
test dan post test yaitu :
RT 16 :
-Pre test : 60 %
- Posttest : 100 %
RT 17 :
-Pre test : 60 %
- Posttest : 100 %
RT 18 :
-Pre test : 60 %
- Posttest : 80 %
RT 19 :
-Pre test : 40 %
- Posttest : 100%
RT 20 :
-Pre test : 60%
- Posttest : 80%
A:
- Masalah teratasi
P:
- Hentikan intervensi
1 Motivasi bapak- S:
bapak untuk - Peserta mengatakan akan berusaha
tidak merokok di untuk merokok di luar rumah
dalam rumah O:
- Peserta antusias mengikuti
penyuluhan bahaya perokok pasif
A:
- Masalah teratasi
P:
- Hentikan Intervensi
2 Lakukan S:
penyuluhan - Peserta mengatakan senang
mendapatkan penyuluhan tentang
mengenai
cuci tangan
pentingnya cuci - Peserta mengatakan tahu 6 langkah
tangan, cuci tangan yang benar
O:
mengenai ISPA
- Peserta terlihat sangat antusias
dan merokok di dengan acara penyuluhan
luar rumah - Tidak ada peserta yang
meninggalkan ruangan selama
acara penyuluhan
- Terdapat 6 peserta yang menjawab
saat sesi tanya jawab
- Terdapat peningkatan pengetahuan
peserta dibuktikan dengan hasil pre
test dan post test yaitu :
Kelas 3 :
-Pre test : 37,5%
- Posttest : 82,5%
Kelas 4 :
-Pre test : 48,46%
- Posttest : 80,0%
Kelas 5 :
-Pre test : 80,0%
- Posttest : 86,67%
A : Masalah Teratasi
P : Hentikan intervensi
2 Monitoring S:
perilaku - Keluarga mengatakan sudah
berusaha untuk tidak merokok di
merokok di
dalam rumah
dalam rumah - Keluarga mengatakan bila merokok
pada keluarga sudah menjauh dari anggota
kelompok lain
binaan O:
- Rata rata nilai pretest 45,9% dan
posttest 86 % keluarga binaan
dengan anggota keluarga yang
merokok telah merokok diluar rumah
A:
- Masalah teratasi
P:
- Hentikan Intervensi

2 Monitoring S:
perilaku cuci - Sebagian besar keluarga
tangan pada mengatakan akan berusaha untuk
keluarga binaan selalu mempraktikkan cuci taangan
dengan benar
- Sebagian besar keluarga
mengatakan telah melakukan cuci
tangan di air mengalir dengan sabun
O:
- Hasil monitoring dan evaluasi dari
26,6 % menjadi 93,3% pada perilaku
cuci tangan
A:
- Masalah Teratasi
P:
Hentikan Intervensi
2 Monitoring S:
pemberian ASI - Sebagian besar keluarga
mengatakan akan berusaha untuk
ekslusif pada
memberikan ASI eksklusif
balita di O:
keluarga binaan - Hasil monitoring dan evaluasi dari
81,8 % menjadi 91,67 % ASI
eksklusif diberikan oleh keluarga
sesuai
A:
- Masalah teratasi
P:
Hentikan Intervensi
2 Monitoring S:
kebersihan - Seluruh keluarga mengatakan telah
membersihkan kandang setiap hari
lingkungan pada - Sebagian keluarga mengatakan
keluarga binaan telah menggunakan APD
- Sebagian keluarga mengatakan
telah mencuci tangan setelah
memegang ternak/ memberihkan
kandang
O:
- Hasil monitoring dan evaluasi dari
0% menjadi 46,7% pada penerapan
konsep kebersihan kandang
A:
- Masalah Teratasi
P:
Hentikan Intervensi
2 Monitoring S:
rumah sehat - Sebagian besar keluarga
pada keluarga mengatakan telah melaksanakan
binaan anjuran rumah sehat
O:
- Hasil monitoring dan evaluasi dari
3,3% menjadi 46,7% pada
penerapan konsep rumah sehat
A:
- Masalah Teratasi
P:
Hentikan Intervensi

3.9.2 Evaluasi Sumatif


3.6.2.1 Diagnosa 1 : Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang
pajanan informasi tentang penyakit ISPA
Berikut adalah hasil evaluasi sumatif untuk diagnosa Defisit
pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan informasi tentang
penyakit ISPA pada warga RW 03 Desa Petung Sewu.
i. TUK 1
a. Strategi 1 : Delegated Function
Berikut ini adalah hasil rata-rata capaian strategi 1 TUK 1 :
NO KETERANGAN CAPAIAN
1 Berkoordinasi dengan ketua kader 100% koordinasi
dalam memilih dan menetapkan kader tercapai
yang akan di berikan pelatihan kader

2 Melakukan pelatihan dan penyuluhan 100 % dari 8 kader


kepada kader tentang konsep ISPA, yang menghadiri
proses penularan, pencegahan, acaram penyuluhan
penatalaksanaan keperawatan, dan dan pelatihan kader
prognosis ISPA

3 Mendampingi kader saat melakukan 100% kegiatan


penyuluhan terlaksana
Rata-Rata 100 %

Berdasarkan hasil capaian kegiatan pada strategi Delegated


Function, didapatkan rata-rata capaian sebanyak 100%. Nilai capaian
ini lebih besar dibandingkan target intervensi Strategi I (TUK 1) pada
evaluasi hasil tabel perencanaan yaitu sebesar 50%. Nilai capaian
strategi Delegated Function yang lebih besar dibandingkan target
mengindikasikan bahwa Strategi I TUK 1 telah tercapai.
Dengan tercapainya target strategi I sebesar 100%, dapat
disimpulkan TUK 1 Diagnosa 1 telah tercapai.

ii. TUK 2
a. Strategi 1 : Community Organizing
Berikut ini adalah hasil rata-rata capaian strategi 1 TUK 2 :
NO KETERANGAN CAPAIAN
1 Melakukan koordinasi dengan ketua 100% koordinasi
kader dan bidan desa tentang tercapai
pelaksanaan pelatihan kader

2 Menetapkan dan menyepakati struktur 100% kader setuju


organisasi kader bersama dengan dengan struktur
kader organisasi

3 Membuat dan menyepakati jadwal 100% kader yang


rotasi penyuluh bersama dengan kader menghadiri pelatihan
kader, menyetujui
jadwal rotasi
Rata-Rata 100%

Berdasarkan hasil capaian kegiatan pada strategi I, didapatkan


rata-rata capaian sebanyak 100%. Nilai capaian ini lebih besar
dibandingkan target Strategi I (Lihat: tabel perencanaan), sehingga
dapat disimpulkan bahwa, strategi I telah tercapai

iii. TUK 3
a. Strategi 1 : Health Teaching
Berikut ini adalah hasil rata-rata capaian strategi 1 TUK 3 :
NO KETERANGAN CAPAIAN
1 Melakukan pendidikan kesehatan Warga yang
kepada warga dan keluarga binaan menghadiri mampu
tentang pengertian, penyebab, tanda menjawab dengan
benar sebanyak 80%
dan gejala, patofisiologi ISPA,proses
dari pertanyaan post
penularan ISPA (virus dll), test
pentalaksanaan keperawatan (5 benar,
farmakologi obat), komplikasi ISPA
(jangka panjang)

2 Melakukan pendidikan kesehatan 82,4% keluarga


mengenai kebersihan lingkungan binaan dapat
khususnya kandang kepada keluarga menjawab pertanyaan
binaan pada post test dengan
benar
3 Melakukan pendidikan kesehatan 81.81% keluarga
mengenai pemberian ASI binaan dapat
eksklusifkepada keluarga binaan menjawab pertanyaan
pada post test dengan
benar
4 Melakukan pendidikan kesehatan Hasil kegiatan
mengenai cuci tangan kepada warga penyuluhan kesehatan
dan keluarga binaan didapatkan nilai post
test 82%
5 Melakukan pendidikan kesehatan
masyarakat mengenai bahaya perokok
pasif

6 Motivasi bapak-bapak untuk tidak


merokok di dalam rumah
Rata-Rata 82,37%

Berdasarkan hasil capaian kegiatan pada strategi I, didapatkan


hasil capaian sebanyak 82,37%. Nilai capaian ini lebih besar
dibandingkan target Strategi I (Lihat: tabel perencanaan), sehingga
dapat disimpulkan bahwa, strategi I tercapai.

3.6.2.2 Diagnosa 2 : Perilaku kesehatan berisiko berhubungan dengan


tingkat pengetahuan masyarakat tentang lingkungan yang kurang sehat.
Berikut adalah hasil evaluasi sumatif untuk diagnosa perilaku kesehatan
berisiko berhubungan dengan tingkat pengetahuan masyarakat tentang
lingkungan yang kurang sehat pada warga RW 04 Desa Petung Sewu.
i. TUK 1
a. Strategi 1 : Health Teaching
Berikut ini adalah hasil rata-rata capaian strategi 1 TUK 1 :
NO KETERANGAN CAPAIAN
1 Memberikan edukasi mengenai 100% kegiatan
pentingnya pola cuci tangan yang terlaksana
baik dan benar

2 Monitoring perilaku cuci tangan pada 93 % keluarga binaan


keluarga binaan mampu
mendemonstrasikan
cuci tangan yang benar
3 Monitoring pemberian ASI ekslusif
pada balita di keluarga binaan

4 Monitoring kebersihan lingkungan 75% keluarga binaan


pada keluarga binaan mampu menerapkan
konsep kebersihan
lingkungan
5 Monitoring rumah sehat pada Hanya 46,7% keluarga
keluarga binaan binaan yang mampu
menerapkan konsep
rumah sehat
Rata-Rata %

Berdasarkan hasil capaian kegiatan pada strategi Health


Teaching, didapatkan rata-rata capaian sebanyak %. Nilai capaian ini
lebih besar dibandingkan target intervensi Strategi I (TUK 1) pada
evaluasi hasil tabel perencanaan. Nilai capaian strategi Health
Teaching yang lebih besar dibandingkan target mengindikasikan
bahwa Strategi I TUK 1 telah tercapai.

Anda mungkin juga menyukai