Anda di halaman 1dari 13

KECENDERUNGAN KAWIN ANTARA Drosophila TANGKAPAN

LOKAL MALANG, MOJOKERTO, DAN GRESIK BERDASARKAN


PERHITUNGAN INDEKS ISOLASI

LAPORAN PROYEK

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


Genetika II
Yang dibina oleh Prof. Dr. H. Agr. M. Amin, M.Si dan Andik Wijayanto, S.Si, M.Si

Disusun Oleh :
Kelompok 1/ Offering I

Anisa Meilia Ashoffi (150342605236)


Badrul Munir A (15034260)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
September 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Drosophila merupakan objek yang sering digunakan dalam penelitian genetika dan ilmu
biologi lainnya karena mudah dikembangbiakkan dan juga mudah didapatkan di alam bebas.
Drosophila biasanya ditemukan pada buah-buahan yang sudah ranum. Hal ini dikarenakan
makanan lalat buah adalah jamur yang tumbuh pada buah. Biasanya untuk melakukan
pengamatan tentang Drosophila dibuat sebuah medium sebagai tempat pemeliharaan.
Drosophila berasal dari filum Arthropoda, kelas Insekta, dan Ordo Diptera. Spesies ini di
Indonesia dikenal sebagai lalat buah yaitu jenis lalat yang dapat ditemui di sekitar buah-buahan
yang sudah mulai membusuk. Selain itu, lalat buah ini termasuk pada sub-ordo Cyclophorpha.
Drosophila,sejenis serangga biasa yang umumnya tidak berbahaya dan merupakan pemakan
jamur yang tumbuh pada buah. Drosophila merupakan serangga yang mudah berkembang biak.
Dari satu perkawinan saja dapat dihasilkan ratusan keturunan, dan generasi yang baru dapat
dikembangkan setiap dua minggu. Perkawinan terjadi tidak secara acak, akan tetapi mengikuti
pola-pola yang khusus Karasteristik ini menunjukkan lalat buah organisme yang cocok sekali
untuk kajian-kajian genetik (Campbell, 2002).
Drosophila merupakan insecta perintis dalam penggunaan sebagai obyek dalam
penelitian genetika, terdapat beberapa alasan mengapa Drosophila digunakan sebagai obyek
penelitian yaitu:
1. Ukuran lalat ini relatif kecil sehingga poapulasi yang besar dapat dipelihara dalam
laboratorium.
2. Mempunyai daur hidup yang sangat cepat, dimana dalam dua minggu dapat menghasilkan
satu generasi dewasa yang baru.
3. Lalat ini sangat subur karena lalat betinanya menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam
hidupnya yang pendek (Kimball, 1992).
Kecenderungan perkawinan pada mahkluk hidup dapat di ukur dengan menggunakan
perhitungan indeks isolasi. indeks isolasi merupakan perbandingan antara frekuensi
perkawinan homogamik dikurangi dengan frekuensi perkawinan heterogamik dibagi dengan
frekuensi perkawinan homogamik ditambah frekuensi perkawinan heterogamik (Bock,1978).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adakah kecenderungan kawin antara Drosophila tangkapan Kab. Blitar, Lumajang,
Kediri berdasarkan indeks isolasi?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui adakah kecenderungan kawin antara Drosophila tangkapan Kab.
Blitar, Lumajang, Kediri berdasarkan indeks isolasi
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Bagi Peneliti
a) Sebagai sarana belajar dalam melakukan penelitian di bidang genetika.
b) Menambah informasi dan pengetahuan tentang penggunaan indeks isolasi pada Drosophila
tangkapan Kab. Blitar, Lumajang, Kediri
c) Menambah informasi tentang hubungan kekerabatan antara Drosophila tangkapan Kab.
Blitar, Lumajang, Kediri berdasarkan indeks isolasi.
Bagi Pembaca
a) Menambah pengetahuan mengenai kecenderungan kawin antara Drosophila tangkapan
Kab. Blitar, Lumajang, Kediri berdasarkan indeks isolasi.
b) Memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian secara mandiri
mengenai genetika.
c) lebih memahami mata kuliah genetika secara mendalam berdasarkan proyek yang
dilakukan.
1.5 ASUMSI PENELITIAN
Pada penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa:
1. Umur Drosophila jantan dan betina yang digunakan untuk mengamati 50 ciri dianggap
sama yaitu 1-2 hari pengampulan.
2 Nutrisi yang diterima oleh Drosophila pada tiap-tiap medium dianggap sama.
3 Faktor-faktor lingkungan di sekitar D. melanogaster dianggap sama.
4 Adanya larva dianggap bahwa individu betina telah dikawini oleh individu
jantan.

1.6 BATAS MASALAH


Pada penelitian ini, peneliti menggunakan batasan masalah sebagai berikut:

1. penelitian ini menggunakan Drosophila tangkapan lokal dari tiga daerah yang berbeda yaitu
Kab. Blitar, Lumajang, dan Kediri
2. penelitian ini dilakukan untuk mengtahui indeks isolasi dan kecenderungan kawin
Drosophila tangkapan dari Kab. Blitar, Lumajang, dan Kediri.
3. persilangan harus berdasarkan proses galur murni sesuai 50 ciri dati tiap-tiap daerah
4. pengambilan data hanya mengamati ada atau tidaknya larva.
5. peneliti hanya menggunakan indeks isolasi sebagai cara untuk menentukan kekerabatan
antara Drosophila tangkapan Kab. Blitar, Lumajang, dan Kediri.
1.7 DEFINISI ISTILAH
Dalam penyusunan laporan ini terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan
berbagai hal. Adapun istilah tersebut sebagai berikut :
1. Indeks isolasi adalah alat (rumusan) yang digunakan untuk mengukur
2. adanya kecenderungan kawin yang terjadi pada organisme yang dapat diperoleh dari
perbandingan antara selisih presentase perkawinan homogami dan heterogami dengan
jumlah presentase perkawinan homogami dan heterogami
3. Mate-Choice adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh individu bahwa mereka lebih
menyukai kawin dengan pasangan tertentu daripada dengan yang lain
4. Male-Choice adalah perkawinan dimana individu jantan bebas memilih individu betina yang
akan dikawini
5. Perkawinan homogami adalah perkawinan yang terjadi pada populasi yang sama dalam satu
spesies
6. Perkawinan heterogami, adalah perkawinan yang terjadi pada populasi yang berbeda dalam
satu spesies
7. Kecenderungan kawin adalah kecenderungan D.annanasse untuk memilih pasangan kawin
yang dapat diketahui dengan melakukan perhitungan indeks isolasi

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi D. Melanogaster Secara Umum
Menurut Muliati (2000) sistematika dari Drosophyla melanogaster adalah sebagai berikut:
Filum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Anak kelas : Pterygota
Bangsa : Diptera
Anak bangsa : Clycoriapa
Suku : Drosophilidae
Marga : Drosophyla
D. melanogaster merupakan salah satu jenis lalat buah yang sering digunakan dalam penelitian
terutama penelitian genetika. Dimana penelitian yang dilakukan pada tahun 1916 dengan
menggunakan lalat ini telah menyimpulkan bahwa bahwa kromosom merupakan basis fisik
pewarisan, struktur yang mengandung gen. Begitu pula dengan penelitian-penelitian
berikutnya, dimana gen peregulasi utama yang menyusun bagian tubuh hewan saaat
pekembangan embrio ditemukan pada D. melanogaster dan para ahli biologi menemukan gen
D. melanogaster memiliki empat pasang kromosom dimana 3 pasangnya merupakan autosom
dan sepasang kromosom seks. Lalat buah betina ini memiliki pasangan kromosom homolog X
dan jantan memiliki satu kromosom X dan satu kromosom Y gen yang menyusun bangun tubuh
lalat ini tepat sama dengan gen-gen pada manusia (Campbell, 2008).
Ciri umum lain dari Drosophila melanogaster diantaranya:
1. Drosophila melanogaster betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar bila dibandingkan
dengan Drosophila melanogaster jantan.
2. Bagian abdomen (perut) Drosophila melanogaster betina terdapat garis-garis hitam yang
tebal pada bagian dorsal hingga ujung abdomen. Bagian abdomen Drosophila melanogaster
jantan juga terdapat pola garis hitam yang tebal di sepanjang abdomen bagian dorsal, akan
tetapi garis hitam di bagian ujung abdomennya berfusi.
3. Bagian ujung abdomen Drosophila melanogaster betina lancip, kecuali ketika sedang
dipenuhi telur-telur, sedangkan ujung abdomen Drosophila melanogaster jantan membulat
dan tumpul.
4. Khusus Drosophila melanogaster jantan terdapat karakter khusus berupa sex comb yaitu
kira-kira 10 bulu berwarna gelap yang terletak di tarsal pertama pada kaki depannya. Sex
comb adalah ciri utama Drosophila melanogaster jantan. Sex comb dapat dipakai untuk
mengidentifikasi jenis kelamin lalat buah pada dua jam pertama setelah lalat tersebut
menetas, ketika bentuk dan pigmentasi lalat tersebut belum berkembang sempurna
Gambar 1. Perbedaan fisik antara Drosophila melanogaster jantan dan
betina

Sumber : Bailey, 2011


Gambar 2. Organ reproduksi pada D.melanogaster
Gambar 2 menunjukkan organ reproduksi D. Melanogaster betina dimana terdapat ovarium,
seminal reseptakel, spermathecea dan sistem saraf pusat. Gambar 2 juga menunjukkan organ
ejakulasi D. Melanogaster jantan.

2.2 D. melanogaster Strain N Dan Strain vg


Strain Normal (N) merupakan D.melanogaster tanpa adanya mutasi di bagian tubuh
manapun. Ciri-ciri D. melanogaster normal (wild type) adalah sebagai berikut:
1. D. melanogaster tipe normal (wild type) memiliki mata bulat lonjong dengan warna
merah cerah. Warna pigmen mata pada D. melanogaster berasal dari pigmen pteridin dan
ommochrome.
2. Lalat tipe normal memiliki warna tubuh cokelat keabu-abuan dengan panjang ukuran
sayap normal
3. Indikasi sayap normal adalah sayap yang panjangnya lebih panjang melebihi panjang
tubuhnya (Campbell, 2002).
Vestigial (vg) merupakan mutan dengan sayap yang tereduksi yang berarti panjang sayap
mutan jauh lebih pendek dibanding panjang sayap D.melanogaster normal, akibatnya D.
melanogaster dengan bentuk sayap tersebut tidak dapat terbang. Mereka hanya mengandalkan
bristle sebagai alat sensor mekaniknya.
2.3 Tahap-Tahap Pacaran
Shorrock (1972) mengatakan bahwa sebelum kopulasi Drosophila melanogaster akan
melakukan urutan kegiatan yang biasanya disebut pacaran. Tahap pacaran ini diawali dengan
proses Orientating hingga Copulation.
Tahap awal yang dilakukan oleh D. melanogaster selama pacaran adalah individu
jantan dan betina saling berhadapan dengan jarak 2 mm, kemudian individu jantan akan
mengikuti betina dengan bergerak berputar yang bisanya disebut orientating. Tahap
selanjutnya penepukan tubuh betina oleh kaki depan jantan (tapping). Jika gejala diatas tidak
muncul dapat diartikan bahwa individu jantan dan betina merupakan spesies yang berbeda
sehingga tidak akan terjadi perkawinan (Shorrock, 1972)
Selanjutnya individu jantan melakukan Singing mengangkat sayapnya membentuk
sudut 90 dan menghasilkan suara yang khas bila individu betina belum tertarik, maka yang
jantan akan mengulangi kegiatan dari awal (Nusantari, 1997). Menurut Shorrock (1972)
selanjutnya individu jantan akan memperlebar posisi sayapnya membentuk sudut 900 dari
badanya (berada pada jarak yang paling dekat dengan individu betina) sambil menggetarkanya
selama periodik (scissoring). Selama melakukan getaran itu, individu jantan biasanya berada
di depan individu betina dikatakan bahwa gerakan tambahan dari sayap yang dilakukan di
depan individu betina itu merupakan pameran visual. Setelah itu sayap akan dipanjangkan dan
dinaikkan kemudian digulung dan diturunkan lagi (rowing).
Tahap selanjutnya dinamakan licking terjadi jika individu jantan menjilati alat kelamin
betina dengan mengunakan belalainya (proboscis), mengatur posisi tubuhnya dan akhirnya
melakukan kopulasi. Jika individu betina telah reseptif, individu jantan akan menaikinya
kemudian terjadi kopulasi. Setelah tahap licking selanjutnya adalah tahap attempting
copulation terjadi jika D. melanogaster akan mencoba untuk melakukan kopulasi (usaha
kopulasi). Kemudian tahap terakhir adalah kopulasi, yaitu individu jantan memasukkan alat
kelaminya ke dalam alat kelamin betina (Shorrock,1972).
Sumber : sokolowski, 2001
Gambar.2 Tahap pacaran hingga kopulasi pada D. melanogaster

2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Tahap Pacaran


White (1978)) menyatakan bahwa feromon yang mempunyai peranan penting pada
periode pacaran pada D. melanogaster bermula dari adanya rangsangan feromon-feromon
individu betina atas individu jantan untuk mulai melakukan kegiatan pacaran dan feromon
indiviu jantan mendorong betina untuk menerima kehadiranya.
Ehrman (1981) juga telah menemukan suatu fenomena kelamin yang bersifat volatile,
yang dihasilkan oleh individu betina D. melanogaster. Feromon kelamin itu merangsang dan
mendorong timbulnya tingkah laku pacaran pada individu jantan, dikatakan pula bahwa
feromon kelamin memperbesar peluang individu jantan untuk mendekati individu betina yang
berada didekatnya. Tingkah laku selama pacaran juga dirangsang oleh bau-bauan yang
dihasilkan oleh individu jantan tetapi bau- bauan tersebut kurang berpengaruh jika
dibandingkan dengan feronom yang dihasilkan oleh D. melanogaster betina.
Ehrman (1981) mengajukan hipotesis yang menyatakan bahwa feromon pada D.
melanogaster merupakan senyawa-senyawa hasil metabolisme yang berfungsi sebagai suatu
karangan bunga bagi individu jantan. Ehrman (1981) menyatakan pula bahwa feromon-
feromon itu adalah semacam hormon yang menyebar melalui udara yang berfungsi untuk
mempengaruhi tingkah laku pacaran individu. Susunan kimiawi feromon kelamin pada D.
melanogaster belum banyak terungkap. Dalam hubungan ini susunan kimiawi feromon
kelamin pada D. melanogaster, ternyata tidak sesuai dengan hasil pelacakan yang
menggunakan kromatografi gas. Akan tetapi sehubungan dengan feromon-feromon kelamin
pada lemak tidak ditentukan pada bagian aktif feromon (Ehrman, 1981).
2.2 KERANGKA KONSEPTUAL
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi strain terhadap perilaku pacaran D.
Melanogaster. Untuk itu digunakan kerangka konspetual sebagai berikut :

D. melanogaster bereproduksi secara seksual

perkawinan D. melanogaster dimulai ketika hewan tersebut telah mencapai


kedewasaan proses seksual dan proses tersebut didahului oleh berbagai tahap yang
sering disebut dengan tahap pacaran

tahap-tahap pacaran tersebut antara lain : Orientating, tapping, singing, licking,


attemping dan copulation. Tahap pacaran dipengaruhi oleh faktor internal dan
eksternal

Internal Eksternal

Gen dan hormon Macam persilangan

Persilangan Persilangan
Homogami Heterogami

N >< N Vg >< Vg

Vg >< N N>< Vg

2.3 HIPOTESIS PENELITIAN


Ada perbedaan lama tahap pacaran antara persilangan homogami dan heterogami.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian merupakan jenis penelitian eksperimen dengan menggunakan teknik pengumpulan
data sekunder yaitu larva D. melanogaster yang telah berwarna hitam diampul
3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai April 2017. Penelitian dilaksanakan
di laboratorium Genetika (gedung Biologi ruang 310) jurusan Biologi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang, rumah di Jl. Kebonagung gang 1 no
52 dan Jl. Kebonagung gang 1 no 48.
3.3 POPULASI DAN SAMPEL
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua D. melanogaster yang dibiakkan
di laboraturium genetika jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang. Sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah D.
melanogaster strain N dan vg
3.4 ALAT DAN BAHAN
Alat : bahan :
- botol selai - kertas pupasi - selang plastik
- gunting - plastic - kassa
- kardus - kresek - yeast
- kuas - medium (pisang, tape, gula merah)
- alat tulis - air kran
- lembar dokumentasi - spons
- mikroskop stereo

3.5 PROSEDUR KERJA


a. Pembuatan medium
Disiapkan bahan-bahan dengan komposisi: pisang rajamala 700 gr, tape ketela pohon
200 gr, dan gula merah 100 gr (perbandingan 7 : 2 : 1)
Dicampurkan ketiga bahan tersebut (butir a) menjadi adonan yang halus dan homogen
dengan menggunakan blender.
Ditambahkan air ke adonan secukupnya dan memanaskannya kurang lebih selama 20
menit atau sampai adonan masak.
Dituangkan medium tersebut ke dalam botol biakan sekitar sepertiga tinggi botol,
kemudian didinginkan dan ditambah yeast kira-kira 3 butir.
Dimasukkan kertas pupasi ke dalam botol yang telah berisi medium tersebut
Selanjutnya botol ditutup dengan penutup spons

b. Pengampulan

Disiapkan selang plastik ukuran 5 cm kemudian di temgah selang diberi pisang


sebagai pembatas antar pupa
Dipilih pupa yang berwarna hitam kecoklatan
Pupa yang telah dipilih diambil dengan menggunakan kuas lalu di tempelkan secara
hati-hati di dinding selang kemudian selang ditutup dengan menggunakan spons
Ampulan diberi identitas sesuai strain

c. Persilangan

Pupa yang telah menetas menjadi imago dilihat jenis kelaminnya


Pastikan ada sepasang imago kemudian sepasang imago di masukkan ke dalam selang
kosong tanpa isi lalu di tutup spons
Rekam proses pacaran mulai dari tahap orientasi sampa kopulasi lalu catat waktunya

3.6 TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Pengumpulan data dilakukan dengan mengamati tahap-tahap pacaran pada D. melanogaster
Strain N dan vg, dan mencatat waktu yang dibutuhkan untuk tiap-tiap tahap pacaran. Data yang
diperoleh adalah waktu yang dibutuhkan untuk tiap-tiap tahap pacaran. Selanjutnya data hasil
pengamatan tiap strain dimasukkan dalam tabel sebagai berikut :

Ulangan
No. Persilangan Tahapan 1 2 3 4 5 6
1. N >< N Orientation
Tapping
Singing
Licking
Attemping
Coppulation
2. Vg><Vg Orientation
Tapping
Singing
Licking
Attemping
Coppulation
3. Vg >< N Orientation
Tapping
Singing
Licking
Attemping
Coppulation
4. N >< Vg Orientation
Tapping
Singing
Licking
Attemping
Coppulation
TOTAL
Tabel 1. Format Tabel Data Pengamatan

3.7 TEKNIK ANALISIS DATA

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan kemudian dianalisis secara deskriptif yang
selanjutnya digambarkan dalam grafik dikarenakan keterbatasan data yang telah terkumpul.

Anda mungkin juga menyukai