Disusun oleh :
Kelompok 10
Sherly marsella 220110100059
Evi noviyani 220110100051
Dwiesty Fathia 220110100026
Restu Pratama W 220110100023
Syifa Khoirunnisa 220110100015
Imas Rohimah 220110100008
Sarah Nurul Khotimah 220110100134
Aditya Bayukusuma 220110100082
Desy Mayangsari 220110100053
Annisa Labertha 220110100002
Ria Amalia Putri 220110100135
Fitri Aryanti 220110100075
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah ini.
Adapun maksud tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca mampu
memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan. Penulis berharap dengan adanya
makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermakna dalam proses
kehidupan dan proses belajar, khususnya di bidang keperawatan.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan. Tak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada dosen koordinator mata kuliah dan dosen tutor yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk membuat makalh ini, serta
semua orang yang telah membantu kelancaran pembuatan makalah ini.
Amein...
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .. i
DAFTAR ISI .. ii
BAB 1 Pendahuluan .. 1
1.1 Latar Belakang .. 1
1.2 Tujuan .. 2
1.2.1 Tujuan Umum .. 2
1.2. 2 Tujuan Khusus .. 2
1.3 Sistematika Penulisan .. 2
BAB 2 Pembahasan .................................................................................. 3
2.1 Pembahasan .. 4
2.2 Anatomi dan Fisiologi .. 4
2.3 Epidemologi .. 7
2.4 Etiologi .. 8
2.5 Klasifikasi .. 8
2.5.1 Trauma Tembus .. 8
2.5.2 Trauma Tumpul .. 10
2.6 Manifestasi Klinik .. 10
2.7 Pemeriksaan Diagnostik .. 11
2.8 Penatalaksanaan .. 13
2.9 Komplikasi .. 25
2.10 Patofisiologi .. 26
2.11Farmako Non Farmako .. 29
2.12 Asuhan Keperawatan .. 30
BAB 3 Simpulan dan Saran .................................................................................. 45
3.1 Simpulan .................................................................................. 45
3.2 Saran .................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 47
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Bab 1 : Pendahuluan
Bab ini meliputi latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan
Bab 2 : Pembahasan
Berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut trauma dada
Bab 3 : Simpulan dan Saran
Berkaitan dengan kesimpulan dari isi makalah dan saran dari pembaca
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat
menyebabkan gangguan system pernafasan. Trauma dada adalah masalah utama yang
paling sering terjadi pada bagian emergency. Cidera pada dada dapat mengenai
tulang-tulang sangkar dada, pleura dan paru-paru, diagfragma atau organ-organ dalam
mediastinum.
Cidera pada dada secara luas diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu,
cidera penetrasi dan tumpul. Cidera penetrasi (missal, pneumotoraks terbukaa,
hemotoraks, cidera trakeobronklial, kontusio pulmonal, ruptur diagfragma)
menggangu intergritas dinding dada dan mengakibatkan perubahan dalam tekanan
intratoraks. Cidera tumpul (missal, pneumotoraks tertutup, pneumotoraks tensi, cidera
trakeobronklial, fail chest, rupture diagfragma, cidera mediastinal, fraktur rusuk)
merusak struktur di dalam rongga dada ntanpa mengganggu integritas dinding dada.
Penyebab utama cidera pada dada adalah kecelakaan kendaraan bermotor missal,
sepeda motor atau mobil. Pukulan benda-benda tumpul pada dada atau akibat terjatuh
juga dapat menyebabkan cidera dada nonpenetrasi. Luka penetrasi umumnya
diakibatkan oleh tusukan senjata tajam atau luka akibat tembakan.
Trakea (batang tenggorok) adalah tabung berbentuk pita seperti huruf C yang di
bentuk oleh tulang-tulang rawan yang di sempurnakan oleh selaput. Trakea terletak di
antara vertebrata servikalis ke-6 sampai ke tepi bawah kartilago.Trakea mempunyai
dinding fibroelastis yang panjang nya sekitar 13 cm, berdiameter 2,5 cm dan dilapisi
oleh otot polos. Diameter trakea tidak sama pada seluruh bagian, pada daerah servikal
agak sempit, bagian pertengahan agak sedikit melebar dan mengecil lagi dekat
percabangan bronkus. Bagian dalam trakea terdapat sel-sel bersilia untuk
mengeluarkan benda asing yang masuk. Bagian dalam trakea terdapat septum yang
disebut karina yang terletak agak ke kiri dari bidang median.
2.3 Epidemologi
Trauma adalah penyebab kematian terbanyak pada dekade 3 kehidupan diseluruh
kota besar didunia dan diperkirakan 16.000 kasus kematian akibat trauma per tahun
yang disebabkan oleh trauma toraks di Amerika. Sedangkan insiden penderita trauma
toraks di Amerika Serikat diperkirakan 12 penderita per seribu populasi per hari dan
kematian yang disebabkan oleh trauma toraks sebesar 20-25% dan hanya 10-15%
penderita trauma tumpul toraks yang memerlukan tindakan operasi, jadi sebagian
besar hanya memerlukan tindakan sederhana untuk menolong korban dari ancaman
kematian. Canadian Study dalam laporan penelitiannya selama 5 tahun pada "Urban
Trauma Unit" menyatakan bahwa insiden trauma tumpul toraks sebanyak 96.3% dari
seluruh trauma toraks, sedangkan sisanya sebanyak 3,7% adalah trauma tajam.
Penyebab terbanyak dari trauma tumpul toraks masih didominasi oleh korban
kecelakaan lalu lintas (70%). Sedangkan mortalitas pada setiap trauma yang disertai
dengan trauma toraks lebih tinggi (15.7%) dari pada yang tidak disertai trauma toraks
(12.8%). Lebih sering terjadi pada orang dewasa dibanding anak anak.
2.4 Etiologi
Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada
penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan
penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh
vesikel
flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
Tusukan paru dengan prosedur invasif.
Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa
benda berat.
Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
Fraktur tulang iga
Tindakan medis (operasi)
Pukulan daerah torak
2.5 Klasifikasi
2.5.1 Trauma Tembus
Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan
secara direk yang berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau projectile,
misalnya, akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan stretching dan
crushing dan cedera biasanya menyebabkan batas luka yang sama dengan bahan
yang tembus pada jaringan. Berat ringannya cidera internal yang berlaku tergantung
pada organ yang telah terkena dan seberapa vital organ tersebut.
Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan temasuk,
diantara faktor lain, adalah efisiensi dari energy yang dipindahkan dari obyek ke
jaringan tubuh yang terpenetrasi. Faktor faktor lain yang berpengaruh adalah
karakteristik dari senjata, seperti kecepatan, size dari permukaan impak, serta
densitas dari jaringan tubuh yang terpenetrasi. Pis au biasanya menyebabkan cidera
yang lebih kecil karena ia termasuk proyektil dengan kecepatan rendah. Luka tusuk
yang disebabkan oleh pisau sebatas dengan daerah yang terjadi penetrasi. Luka
disebabkan tusukan pisau biasanya dapat ditoleransi, walaupun tusukan tersebut
pada daerah jantung, biasanya dapat diselamatkan dengan penanganan medis yang
maksimal.
Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisa
mencapai kecepatan lebih dari 1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan
kecepatan yang tinggi dapat menyebabkan dapat menyebabkan berat cidera yang
sama denganseperti penetrasi pisau, namun tidak seperti pisau, cidera yang
disebabkan oleh penetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatan dengan
laluan peluru. Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan dan dengan
menghasilkan gelombang syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat keluar
peluru mempunya diameter 20-30 kali dari diameter peluru .
Contoh trauma tembus:
1. Pneumothoraks terbuka
2. Hemothoraks
3. Trauma tracheobronkial
4. Contusio Paru
5. Ruptur diafragma
6. Trauma Mediastinal
Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnose
adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada
esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub
jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang
ahli, kepekaannya meliputi 90% dan spesifitasnya hampir 96%.
Elektrokardiografi
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat
trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma . Adanya abnormalitas
gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat
menunjukkan kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu
seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan
seperti kontusi jantung.
Angiografi
Gold Standard untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera
aorta pada trauma tumpul toraks.
2.8 Penatalaksanaan
1. Konservatif
a.Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
2. Operatif/invasif
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan
udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum
dengan menggunakan pipa penghubung.
2.8.1 Indikasi
a. Pneumothoraks
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi
sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan
paru sisi lain.
b. Hemothoraks
Yaitu penimbunan darah pada cavum pleura.
c. Thorakotomy
Pembedahan daerah dada atau thorax
d. Efusi pleura
Suatu keadaan dimana terdapat cairan yang berlebihan. Normal cairan pleura 10-
200 ml.
e. Emfiema
Adanya nanah pada pleura
2.8.2 Tujuan
a. Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak
b. Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
c. Mengembangkan kembali paru yang kolaps
d. Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang
yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol
Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk
Ekpirasi menurun
Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga
pleura masuk ke water seal botol 2.
Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari
rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang
masuk ke WSD.
Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3.
Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam
air botol WSD
Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke
atmosfer
b. Persiapan pasien
Siapkan pasien
Tujuan tindakan
Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD.Posisi klien dapat
duduk
atau berbaring
Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang terkena
c. Persiapan alat
Sistem drainage tertutup
Motor suction
Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain :
Slang tersumbat
Slang terlipat
Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa
kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafas
Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar.
Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang
telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air.
Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah
cairan yg keluar.
Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama.
Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan.
Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan
sampai slang terlipat.
Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi.
Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu.
Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang
dibuang.
Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran.
Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema
subkutan.
Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif .
Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.
Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD.
Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan
gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
e. Pertahankan hubungan selang antara dada dan selang drainase utuh dan menyatu
f. Gulung selang yang berlebih pada matras di sebelah klien. Rekatkan dengan plester
g. Sesuaikan selang supaya menggantung pada garis lurus dari puncak matras sampai
ruang drainase. Jika selang dada mengeluarkan cairan, tetapkan waktu bahwa
drainase dimulai pada plester perekat botol drainase pada saat persiaan botol atau
permukaan tertulis sistem komersial yang sekali pakai
h. Urut selang jika ada obstruksi
i. Cuci tangan
j. Catat kepatenan selang, drainase, fluktuasi, TTV klien, kenyamanan klien
b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan
pada slang
b. Pemasangan alat bantu nafas.
c. Pemasangan drain.
d. Aspirasi (thoracosintesis).
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miring pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada
kriteria sebagai berikut:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak
mengancam.
Oksigen tambahan.
2.9 Komplikasi
Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada,
paru. Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup
sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang
kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah
yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi
sehingga volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan
paru sisi lain
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu
sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila
kejadian mendadak maka pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka
terjadi tanda tanda :
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa
terjadi dypsnea.
2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut.
Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini
menunjukan adanya paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Hemopneumothotak yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
g. Hipoksemia
Akibat gangguan jalan napas, cedera pada parenkim paru, sangkar iga, dan otot
pernapasan, kolaps paru, dan pneumotoraks.
h. Hipovolemia
Akibat kehilangan cairan massif dari pembuluh besar, ruptur jantung, atau
hemotoraks.
i. Gagal jantung akibat tamponade jantung, kontusio jantung, atau tekanan
intratoraks yang meningkat.
2.10 Patofisiologi
KLL
deviasi
trakhea
ventilasi
asimetris
keputusan ekspirasi
inspirasi
tidak efektif
flagmen
RR naik hipoksemia
O2 ,CO2
stimulasi saraf
nyeri
TD turun aktifitas
Farmako :
Nonfarmako :
Chest tube: plastik tabung fleksibel yang di masukan melalui bagian samping dada
ke rongga plura. Hal ini di tujukan untuk menghilangkan udara,cairan
dari rongga pleura agar paru-paru tidak terdesak dan dapat mengembang.
Intubasi Endotrakhea : tindakan memasukkan pipa endotrakha ke dalam trachea
sehingga jalan nafas bebas hambatan dan nafas mudah dibantu
dan dikendalikan .
Torakotomi : tindakan life saving untuk menghentikan kelainan yang terjadi karena
pendarahan. ( Reksoprodjo, S, 1995 )
Pemberian Oksigen
Evaluasi :
BAB 3
3.1 Simpulan
Dengan demikian, dilihat dari penjelasan di atas, proses penyakit dan lain-lain,
dapat kita simpulkan bahwa trauma dada bukanlah penyakit ringan karena dapat
menimbulkan gangguan pernafasan sehingga mengganggu system metabolisme
tubuh.
Trauma dada dapat terjadi disebabkan oleh kecelakaan kendaraan atau tertimpa
benda berat, kekerasan (tikaman atau luka tembak), Pukulan daerah torak, Tindakan
medis (operasi), penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan
balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan, Tusukan paru dengan
prosedur invasif, Tusukan paru dengan prosedur invasif, dan Fraktur tulang iga.
Klien dengan taruma dada memiliki manifastasi klinis utama yaitu gangguan
pola bernafas dan nyeri yang timbul akibat terjadinya patahan pada tulang dithorak.
Manifestasi klinis beselanjutnya pembengkakkan lokal dan krepitasi yang sangat
palpasi, Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, Dyspnea, takipne, Takikardi,
Tekanan darah menurun, gelisah, dan kemungkinan cyanosis.
Pemeriksaan diagnostik yang padat dilakukan pada klien trauma dada yaitu
anamnesa, pemeriksaan foto toraks, CT Scan, Ekhokardiografi, elektrokardiografi,
dan angiografi. Pemeriksaan diagnostik ini dilakuka untuk mengetahui keparahan
cedera yang dialami klien trauma dada.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus di atas antara lain melalui
tekhnik bedah maupun non bedah, tergantung pada kesiapan klien dari segi materi
dan psikis. Ada beberapa penatalaksaan yang biasa dilakukan pada klien trauma dada
antara lain melalui pemberian analgetik, pemasangan plak/plester, antibiotika jika
diperlukan, fisioterapi, pemasangan WSD (Water Seal Drainage).
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien trauma dada yaitu surgical emfisema
subcutis, cedera vaskuler, pneumotoraks, pleura effusion, plail chest,
hemopnumotoraks, hipoksemia, hipovolemia, dan gagal jantung.
3.2 Saran
Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab,
epidemologi, anatomi dan fisiologi pada thorak, penatalaksanaan trauma dada, tanda
dan gejala, pemeriksaan diagnostik untuk trauma dada, agar dalam menjalankan
proses keperawatan dapat membuat intervensi dan menjalankan implementasi dengan
tepat sehingga mencapai evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal pada klien
trauma dada. Selain itu, mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan
mengunjungi seminar dan membaca dari berbagai sumber.
DAFTAR PUSTAKA
www.iwansain.wordpress.com
http://nurse87.wordpress.com/2009/04/28/asuhan-keperawatan-trauma-dada/
http://www.scribd.com/doc/36672360/Trauma-Thorax
http://asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com/2008/07/askep-trauma-dada.html