ISI
3. Bahasa Simbolik
Banyak perilaku alam, khususnya perilaku yang dapat diungkapkan secara
kuantitatif, yang tidak dapat diungkapkan dengan bahasa komunikasi sehari-hari. Sifat
kuantitatif tersebut menyebabkan adanya keperluan untuk menggunakan bahasa yang
kuantitatif juga. Dalam matematika ada aljabar sederhana yang dapat digunakan untuk
misalnya melukiskan perbesaran ata pengecilan benda dalam topik optika geometri. Tetapi
gerak benda secara mekanika misalnya, hanya dapat diungkapkan dalam bentuk persamaan
differential. Demikian juga halnya dengan elektrodinamika atau termodinamika. Bakan
dalam pembahasan tentang benda-benda dalam skala subatomic saat ini belum ada alternative
lain, selain mekanika kuantum yang abstrak itu sebagai bahasa ungkapannya.
Harus diakui bahwa tidak semua orang dapat dilatih untuk fasih dalam bahasa
simbolik ini. Lazimnya disediakan matakuliah yang namanya fisikamatematik untuk melatih
kefasihan penggunaan bahasa simbolik. Sayangnya seringkali perwujudanya tidak jauh
berbeda dengan kuliah kalkulus yang sifatnya umum karena kalkulus di fisika yang
dimaksudkan sebagai bahasa atau alat untuk mengungkapkan sejumlah hukum atau gejala
alam, maka sebaiknya cara mengajarkannya selalu dikaitkan dengan topik peristiwa, aturan,
atau gejala alam yang ingin diahasakan. Kesederhanaan serta makna dar ungkapan-ungkapan
simbolik itu dalam kaitan denan gejala atau peristiwa alam yang ingin dibahasakan perlu
memperoleh prioritas.
Namun yang perlu dicegah adalah kebiasaan menuliskan bahasa simbolik yang
sesungguhnya belum diketahui maknanya, sehingga hanya akan mengelabui dirinya sendiri.
4. Kerangka logika taat azas (logical self consistency) dari hukum alam
Matematika sebagai bahasa yang sangat cermat memiliki sifat yang
memudahkan kita menguji ketaat-azasan (self consistency)
Ada keyakinan dalam ilmu fisika, berdasarkan pengalaman yang cukup panjang,
bahwa aturan alam memiliki sifat taat-asas secara logika (logically self-consistent).
Kasus sederhana yang dapat ditampilkan sebagai contohnya adalah hukum alam
tentang listrik dan magnet. Secara empiric ditemukan hukum coulomb, hukum ampere, dan
hukum faraday. Jika ketiga hukum tadi dirangkum dalam suatu kesatuandengan unkapan
matematika, maka ada semaam keganjilan dari segi ketaat-azasanya secara logika. Hal itu
membuat James Clark Maxwell meramalkan bahwa mash ada satu aturan lagi yang belum
ditemukan, kalau keseluruhanya harus taat-azas secara logika. Ternyata apa yang diramal
Maxwell bena. Artinya, kemudian ditemukan lewat pengamatan bahwa memang ada hukum
alam semacam itu.
Kasus lain lagi sebagai contoh adalah keganjilan adalah hukumhukum mekanika
newton dengan elektrodinamika Maxwell.Elektrodinamika meramalkan bahwa kecepatan
gelombang elektromagnetik tidak akan terpengaruh oleh gerak sumber maupun pengamatnya,
sedangkan mekanika Newton memperbolehkan kecepatan objek bertambah atau berkurang
sesuai dengan gerak sumber ataupun pengamat. keganjilan itulah yang kemudian
melahirkan teori relatifitas Einstein. Mekanika Newton harus dikoreksi agar keduanya taat-
azas secara logika.
5. Inferensi Logika (Logical Inference)
Keyakinan akan peran logika dalam pengendalian hukum-hukum alam
menyebabkan matematika menjadi bahasa hukum alam yang sangat ampuh. Dari sebuah
aturan yang diungkapkan dalam matematika, kita dapat menggali konsekuensi-konsekuensi
logis yang dilahirkan semata-mata lewat inferensi logika. Tanpa melihat bagaimana
sesungguhnya maknamkonkretnya, langkah semacam itu sering dilakukan dalam ilmu fisika.
Inferensi merupakan kemampuan generik yang ditujukan untuk membuat suatu generalisasi
atau mengambil suatu kesimpulan. Kesimpulan yang ditarik dapat berupa penjelasan atau
interpretasi dari hasil suatu observasi atau suatu kajian atau berupa kesimpulan terhadap
persoalan baru sebagai akibat logis dari kesimpulan-kesimpulan atau teori-teori yang ada,
tanpa melihat bagaimana makna konkret sesungguhnya.
Contoh yang menarik adalah matarantai inferensi logika yang sangat panjangdari
teori relativitas Einstein, yang membahas kecepatan cahaya, sampai pada kesimpulan bahwa
ada ekivalensi antara massa benda dan energi dengan hubungan E=mc2. Hasil inferensi
logika itu bukan isapan jempol atau ilusi belaka, karena percobaan konkret dalam ala mini
ternyata menunjukan kebanaran kesimpulan dari inferensi logika tadi. Banyak contoh
inferensi logika lain pada ilmu fisika yang menyajikan kesimpulan yang ternyata benar-benar
ada dialam ini. Positron diramlakan lebih dahulu dari hasil inferensi logika sebelum
ditemuakan eksistensinya.Begitu pula dengan neutrino.
6. Hukum Sebab Akibat (Causality)
Seringkali ada kerancuan dalam menyimpulkan aturan yang akan kita anggap
sebagai hukum alam. Misalkan kita mengadakan sensus (pengamatan) terhadap objek yang
memang kebetulan berupa orang. Dua diantara sekian banyak fakta yang diamati adalah:
pertama, apakah orang tersebut sering menonton televisi; kedua, apakah objek yang diamati
itu menderita penyakit jantung. Hasil sensus itu menunjukan bahwa bagian terbesar yang
sering nonton TV ternyata juga punya penyakit jantung.Bolehkah kita mengambil kesimpulan
bahwa orang-orang itu menderita penyakit jantung karena sering menonton TV? Kesimpulan
semacam itu tidak dapat dikatakan sebagai hukum sebab-akibat (sebab = sering nonton TV;
akibat = punya penyakit jantung). Alasannya, hasil sensus tersebut juga dapat ditafsirkan
sebagai : orang-orang itu sering nonton TV karena mereka menderita penyakit jantung (sebab
= punya penyakit jantung, akibat =sering nonton TV). Pasti banyak yang tidak setuju dengan
kesimpulan yang kedua ini.
Hukum Faraday, yang juga disimpulkan dari pengamatan empiric, menyatakan
bahea jika ada kumparan yang melingkari medan magnet, maka pada kumparan tersebut akan
timbul arus listrik jika medan magnetnya diubah. Besarnya arus listrik yang timbul sebanding
dengan cepatnya perubahan medan magnet itu. Untuk sampai pada kesimpulan itu, yang
dilakukan adalah dengan secara sadar dan dengan variasi yang berbeda-beda kita mengubah
kuat perubahan medan magnet itu dan kemudian mengukur besar arus yang terjadi.
Pengamatan pada kumparan selalu menunjukkan bahwa arus listrik yang timbul tepat seperti
yang dilukiskan oleh aturan tersebut. Jadi, sebuag aturan dapat dinyatakan sebagai hukum
sebab-akibat apabila ada reproducibility dari akibat sebagai fungsi dari penyebabnya,yang
dapat dilakukan kapan saja dan oleh siapa saja.
7. Pemodelan Matematika
Kemampuan generik ini meliputi kemampuan membuat grafik atau kemampuan
mengubah grafik ke dalam bentuk kata-kata, kemampuan membuat tabel dan menyusun data
kedalam tabel atau menguraikan data.dari tabel ke dalam bentuk kata-kata, kemampuan
membuat gambar atau diagram alir tentang suatu prosedur misalnya prosedur praktikum.
Rumus-rumus yang melukiskan hukum-hukum alam dalam fisika adalah buatan
manusia yang ingin melukiskan gejala dan perangai alam tersebut, baik dalam bentuk
kualitatif maupun kuantitatif, jadi jika kita dapat menyebutnya sebebagai model yang
ungkapannya menggunakan bahasa metematika. Karena pada hakikatnya ungkapan itu
adalah model maka dalam fisika kita juga mengenal model alternative (tidak harus hanya
satu model)
Untuk mekanika klasik kita kenal cara penungkapan yang paling tua, yaitu
modelnya Pak Newton. Tetapi mekanika yang sma juga dapat diungkap dalam bentuk
alternative lain, yaitu modelnya Pak Hamilton.
8. Membangun Konsep
Tidak semua gejala alam dapat dipahami dengan menggunakan bahasa sehari-hari.
Kadang-kadang kita harus membangun sebuag konsep atau pengertian baru yang tidak ada
padanannya dengan pengertian-pengertian yang sudah ada. Pada waktu kita belajar listrik dan
magnet kita temui interaksi antara dua benda yang tidak saling bersinggungan. Agar kita
dapat memahami maknanya maka dibuatlah sebuah konsep yang kita namakan medan
(medan listrik, medan magnet, kemudian juga medan gravitasi).
Konsep baru tadi bukanlah semata-mata hanya cara pandang yang baru, tetapi juga
punya manfaat. Seandainya hukum Coulomb , Ampere, dan Faraday tidak diungkap dengan
menggunakan konsep medan, mungkin Maxwell tidak akan menemukan hukum
elektrodinamika yang keempat, yang tercetus dari gagasan untuk membuat seluruh aturan
elektrodinamika itu menjadi aturan yang secara logika taat-azas. Tanpa ungkapan dengan
vektor medan, sifat tidak taat-azas tidak mudah dapat dilihat.
C. Karakteristik Model-model pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan generik
BAB IV
PENUTUP