Anda di halaman 1dari 3

Masa Kontrak vs Masa Pelaksanaan Pekerjaan

Salah satu pertanyaan yang sering sulit dijawab oleh pelaksana pengadaan barang/jasa adalah apa
perbedaan antara masa kontrak dengan masa pelaksanaan pekerjaan.

Sebagian besar jawaban yang sering disampaikan adalah keduanya sama saja. Atau yang disebut
dengan masa kontrak/masa berlakunya kontrak itu sama dengan masa pelaksanaan pekerjaan.

Hal ini sering menjadi permasalahan khususnya pada akhir tahun anggaran dalam hal pencairan
pembayaran atau untuk perhitungan denda pelaksanaan pekerjaan.

Apakah benar bahwa masa kontrak itu sama dengan masa pelaksanaan pekerjaan? Apabila iya,
maka beberapa ilustrasi di bawah ini mungkin dapat menjadi renungan.

1. Seperti yang kita ketahui, bahwa kontrak itu dimulai sejak ditandatangani. Sedangkan
pelaksanaan pekerjaan dimulai sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK).
Apabila SPMK dikeluarkan beberapa hari setelah kontrak ditandatangani, maka akan ada
waktu kosong antara tanggal penandatanganan kontrak dengan SPMK. Apabila kita
beranggapan bahwa masa kontrak = masa pelaksanaan pekerjaan, artinya sejak kontrak
ditandatangani hingga SPMK, tidak ada kontrak disana. Ini jelas tidak mungkin.
2. Khusus untuk pekerjaan konstruksi, serah terima pekerjaan dilakukan sebanyak 2 kali,
yaitu serah terima pertama (PHO) dan serah terima akhir (FHO) setelah dilakukan
pemeliharaan. Untuk menjamin penyedia barang/jasa melaksanakan pemeliharaan, maka
diwajibkan jaminan pemeliharaan atau retensi sebesar 5% dari nilai kontrak. Apabila
penyedia barang/jasa tidak melaksanakan pemeliharaan, maka jaminan atau retensi ini
disita dan dicairkan ke kas negara/daerah. Ketentuan pencairan ini tertuang dalam
kontrak. Apabila masa kontrak = masa pelaksanaan pekerjaan, maka tentu saja setelah
serah terima pertama, kontrak sudah dinyatakan tidak berlaku karena masa berlakunya
telah selesai sehingga penyedia tidak terikat lagi pada kontrak tersebut. Hal ini berarti
penyedia yang tidak melaksanakan pemeliharaan tidak dapat dihukum atau dikenakan
sanksi sesuai ketentuan dalam kontrak.
3. Penyedia barang/jasa yang tidak dapat menyelesaikan pekerjaan hingga masa
pelaksanaan pekerjaan berakhir, dapat tetap melanjutkan pekerjaan dengan dikenakan
sanksi denda keterlambatan. Bahkan PPK dapat memutuskan kontrak apabila penyedia
telah diberikan kesempatan selama 50 hari kalender namun tetap tidak mampu
menyelesaikan pekerjaan. Apabila masa kontrak = masa pelaksanaan pekerjaan, maka
setelah masa pelaksanaan pekerjaan berakhir, kontrak akan putus dengan sendirinya
sehingga penyedia barang/jasa yang terlambat dalam melaksanakan pekerjaan tidak
memiliki dasar untuk dikenakan denda keterlambatan. Hal ini karena klausul denda
tersebut tertuang pada kontrak yang sudah tidak berlaku lagi.

Dari ketiga ilustrasi tersebut jelas bahwa masa kontrak tidak sama dengan masa pelaksanaan
pekerjaan.

Kemudian, apa yang dimaksud dengan masa kontrak?


Dalam setiap standar dokumen pengadaan yang resmi dikeluarkan oleh Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) melalui Peraturan Kepala (Perka) LKPP Nomor 15
dan 18 Tahun 2012 pada Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK), Bagian A, 1, Klausul 1.24 telah
disebutkan bahwa Masa Kontrak adalah jangka waktu berlakunya kontrak ini terhitung sejak
tanggal kontrak ditandatangani sampai dengan masa pemeliharaan berakhir.

Hal ini jelas bahwa masa kontrak tidak sekedar masa pelaksanaan pekerjaan. Masa pelaksanaan
pekerjaan merupakan bagian dari masa kontrak.

Hal ini dapat dilihat secara jelas pada gambar di bawah:

Setiap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus memperhatikan ketentuan ini yang harus diisi
pada Syarat-Syarat Khusus Kontrak (SSKK), karena kesalahan dalam menuliskan masa kontrak
dapat menyebabkan para pihak menjadi tidak terikat lagi dalam ketentuan perjanjian sehingga
setiap implikasi dari pelanggaran kontrak tidak dapat dibebankan kepada para pihak yang
terlibat.

Khusus untuk pekerjaan kontruksi, masa kontrak dapat melewati tahun anggaran apabila masa
pemeliharaan juga melewati tahun anggaran. Misalkan sebuah pekerjaan kontraksi selesai pada
bulan Nopember 2013 dan membutuhkan pemeliharaan selama 3 bulan, maka masa kontraknya
berakhir pada bulan Februari 2014.

Ini bukanlah kontrak tahun jamak, karena pengertian kontrak tahun jamak berdasarkan Peraturan
Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 dan Perubahannya, Pasal 52 Ayat 2 adalah kontrak
yang pelaksanaan pekerjaannya untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran, bukan yang
masa kontraknya lebih dari 1 tahun anggaran.

Hal lain yang harus diperhatikan berkenaan dengan masa kontrak dengan masa pelaksanaan
pekerjaan adalah mengenai keterlambatan pelaksanaan pekerjaan.

Yang dimaksud dengan keterlambatan sehingga penyedia dikenakan sanksi denda keterlambatan
adalah pelaksanaan pekerjaan yang melewati batas akhir pelaksanaan pekerjaan. PPK harus
memperhatikan batas waktu kontrak apabila terjadi keterlambatan pekerjaan, karena setiap
keterlambatan akan mengakibatkan mudurnya masa pemeliharaan pekerjaan (khusus untuk
pekerjaan konstruksi). Untuk memperhatikan hal ini maka PPK perlu melakukan adendum
kontrak dengan menambah masa kontrak, bukan dengan menambah waktu pelaksanaan
pekerjaan.

Apabila PPK menambah waktu pelaksanaan pekerjaan dengan alasan penyedia terlambat, maka
tentu saja penyedia itu tidak terlambat lagi, karena batas waktu peneyelesaian pekerjaannya turut
mundur dan disesuaikan dengan batas waktu baru yang telah diadendum oleh PPK. Karena tidak
terlambat, maka tidak dapat dikenakan denda keterlambatan.

Khusus untuk akhir tahun anggaran, masa pelaksanaan pekerjaan tidak dimungkinkan untuk
diadendum melebihi akhir tahun anggaran yaitu 31 Desember karena akan mengalami kesulitan
dalam pembayaran pekerjaan. Tulisan mengenai ini sudah saya bahas juga pada artikel Putuskan
saja (SEMUA) kontrak akhir tahun.

Akhir tulisan, perlu diperhatikan mengenai perbedaan antara masa kontrak dengan masa
pelaksanaan pekerjaan karena implikasi hukum perdata terhadap ketidakpahaman ini dapat
berakibat fatal di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai