Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGEMASAN,

PENYIMPANAN DAN PENGGUDANGAN


PENYUSUTAN BAHAN PANGAN SELAMA PENYIMPANAN

OLEH:
Oei Valyn Aurelia 6103015033
Anika Yanuar K. 6103015048
Erica Giovani H. N. 6103015087
Caroline Harsono 6103015109

Kelompok : A-6
Tanggal : 5 September 2017
ASISTEN : Johanna Wibisono

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
SURABAYA
2017
I. TUJUAN
Tujuan Instruksional Umum:
- Mahasiswa dapat mengetahui berbagai faktor penyebab penyusutan
kuantitatif dan kualitatif pada bahan pangan selama penyimpanan.
Tujuan Instruksional Khusus:
- Mahasiswa mengetahui pengaruh penyimpanan.suhu kamar dan
penyimpanan suhu dingin terhadap penyusutan bahan pangan.
- Mahasiswa mengetahui perbedaan pengaruh kondisi (terluka dan tidak
terluka) terhadap penyusutan bahan pangan.
- Mahasiswa mengetahui pengaruh penyimpanan dengan berbegai jenis
kemasan terhadap penyusutan bahan pangan.

II. DASAR TEORI


Bahan makanan yang ada pada dasarnya berasal dari tumbuh-tumbuhan
(nabati) dan hasil hewan (hewani) merupakan bahan yang mudah rusak. Setelah
bahan pangan di panen, akan terjadi suatu perubahan-perubahan dari sifat fisis,
khemis, organoleptik dari bahan tersebut. Apabila perubahan tersebut telah
mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat di tolerir oleh konsumen, maka dapat
dikatakan bahwa bahan tersebut telah mengalami kerusakan. Kerusakan hasil
pertanian secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi kerusakan fisiologis-
mikrobiologis, mekanis, fisis, khemis, biologis maupun kerusakan proses.(Susanto,
1987)

Hasil pertanian setelah dipanen dapat mengalami kerusakan dan kehilangan


sehingga menyebabkan terjadinya susut pasca panen (post-harvest losses). Susut
pasca panen dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu :
1. Susut Fisik, adalah susut yang dapat diukur dengan pengukuran berat/bobot
bahan.
2. Susut Kualitas karena adanya perubahan kenampakan (appearence), cita
rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan bahan menjadi kurang disukai
konsumen.
3. Susut Nilai Gizi, adalah karena berubahnya senyawa kimia penyusun bahan.
(Tranggono, 1990)
Susut pasca panen karena proses fisiologis adalah akibat terjadinya proses
respirasi, transpirasi dan reaksi-reaksi lain yang ditimbulkan oleh suhu tinggi, suhu
rendah atau kondisi lain yang tidak cocok.(Muchtadi, 1992)
1. Transpirasi
Transpirasi merupakan proses penguapan air dari jaringan hidup. Transpirasi
merupakan salah satu proses utama yang mempengaruhi kerusakan fisiologis dan
komersial berbagai sayuran dan buah-buahan. Kehilangan air merupakan susut
berat dan mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap kenampakan, tekstur,
kesegaran, serta cita rasa produk tersebut. Susut berat hanya 5 % akan menyebabkan
bebagai macam komoditas yang mudah rusak kelihatan layu atau berkerut, dan pada
kondisi hangat dan kering hal ini dapat terjadi pada banyak komoditas dalam
beberapa jam. Faktor yang mempengaruhi transpirasi:
=> Luas permukaan/volume
Faktor utama yang mempengaruhi laju kehilangan air dari bahan segar adalah rasio
luas permukaan dan volume bahan. Kehilangan air yang menyebabkan susut berat
akan lebih besar terjadi pada bahan segar dengan rasio luas permukaan dan unit
volume yang besar.
=> Pelapis alami permukaan
Tipe permukaan buah-buahan dan sayuran, dan jaringan di bawahnya mempunyai
pengaruh yang besar terhadap kecepatan kehilangan air. Banyak macam buah segar
yang mempunyai kulit berlilin pada permukaannya (kutikula) yang resisten
terhadap aliran air. Struktur lilin lebih penting dari ketebalannya, lapisan lilin yang
tersusun dari platelet tumpang tindih kompleks dengan struktur yang teratur
memberikan retensi yang lebih besar terhadap kehilangan air daripada lapisan yang
lebih tebal tetapi rata dan tak berstruktur. Pada lapisan yang berstruktur, uap air
harus mengikuti jalan yang lebih panjang untuk dapat keluar ke atmosfer.
=> Luka mekanis pada jaringan
Luka mekanis dapat sangat memacu kecepatan laju kehilangan air dari bahan segar.
Seperti luka lecet dan luka potong dapat merusak lapisan pelindung bahan sehingga
jaringan di bawahnya langsung berhubungan dengan udara luar. Proses penutupan
luka pada produk ini dapat dipacu dengan proses curing pada suhu dan kelembaban
yang sesuai. Kerusakan pada jaringan permukaan dapat juga berlangsung sesudah
ada serangan hama dan penyakit dan akan mengakibatkan peningkatan kecepatan
kehilangan air.(Muchtadi, 1992)
2. Respirasi
Respirasi merupakan proses penyerapan O2 dari udara kemudian mengoksidasi
senyawa gula sederhana yang mengandung tenaga potensial menjadi CO2, air
dan dibebaskan energi. Pada suhu rendah, respirasi berjalan lambat namun
kenaikan suhu 10C dapat mempercepat reaksi respirasi sebesar 2 kalinya.
Selain itu, adanya luka dapat meningkatkan laju respirasi (Tranggono, 1990).
Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan pendek dan laju
kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan (Pantatisco,1989).
Faktor faktor yang mempengaruhi respirasi :
a) Faktor internal :
Tingkat perkembangan
Buah-buah pada puncak perkembangannya, laju respirasinya minimal pada
tingkat kemasakan, dan setelah itu boleh dikatakan konstan, demikian pula
sesudah pemanenan. Namun bila proses pematangan akan dimulai, laju
respirasinya akan meningkat sampai puncak klimakterik. Sesudah itu akan
berkurang perlahan-lahan.
Susunan kimiawi jaringan
Hubungan antara laju respirasi dengan susunan kimiawi bahan diantara hasil-
hasil pertanian bervariasi. Pada apel misalnya, kandungan gula mempunyai
hubungan dengan kegiatan respirasi, namun pada umbi-umbian tidak ada
hubungan antara tingkat kandungan karbohidrat dengan kegiatan metaboliknya.
Ukuran produk
Bahan pangan dengan luas permukaan yang besar akan mempunyai laju
respirasi yang lebih cepat dibandingkan bahan pangan yang luas permukaanya
kecil. Pada kentang misalnya, kentang yang kecil umumnya mempunyai laju
respirasi lebih besar dari kentang yang besar.
Pelapis alami
Adanya lapisan lilin pada beberapa komoditi hasil pertanian diharapkan akan
dapat menurunkan laju respirasi.
Jenis jaringan
Jaringan muda yang aktif mengadakan metabolisme akan memperlihatkan
kegiatan respirasi yang lebih tinggi daripada organ-organ yang tidak aktif .
b) Faktor eksternal : suhu, etilen, O2 yang tersedia, CO2, zat-zat pengatur
pertumbuhan, kerusakan buah (adanya kerusakan/luka mekanis akan
mempercepat laju respirasi).
Etilena (C2H4) merupakan hormon yang dapat memacu proses
pematangan buah. Etilena adalah gas yang dikeluarkan oleh buah yang matang
dan akan dapat memacu pematangan. Adanya kerja etilena ini akan dapat
meningkatkan laju respirasi suatu komoditi hasil pertanian. Oleh sebab itu
pemberian etilena akan berpengaruh nyata terhadap waktu yang diperlukan
untuk mencapai puncak klimakterik. Pada buah klimakterik, makin besar
konsentrasi etilena yang diberikan sampai pada suatu tingkat kritis, makin cepat
pemacuan respirasinya. Namun akan lebih efektif bila diberikan pada tingkat
pra-klimakterik dan pada suhu-suhu yang lebih tinggi. Pemberian etilena pada
saat pasca klimakterik tidak mengubah laju respirasi.(Pantatisco,1989)
Buah-buahan dalam keadaan hidup, secara konstan memberikan air ke
sekelilingnya, baik karena proses transpirasi, respirasi maupun evaporasi.
Akibat proses ini maka bahan akan banyak kehilangan air dan dapat
menyebabkan terjadinya susut berat. Banyaknya air yang hilang/menguap dari
bahan tergantung suhu dan RH udara sekitar bahan. Perbedaan suhu bahan dan
udara sekitarnya menentukan besarnya perbedaan tekanan parsial uap air. Bila
bahan pangan seperti buah-buahan ditempatkan dalam wadah tertutup berisi
udara, kandungan air dari udara akan meningkat atau menurun sampai tercapai
keadaan seimbang. Keseimbangan tercapai bila jumlah molekul air yang masuk
dan keluar pada fase uapnya memiliki jumlah yang sama. Udara dalam ruang
intraseluler bahan dapat lebih jenuh atau kurang jenuh daripada udara disekitar
bahan (ruang penyimpanan). Apabila udara disekitar bahan lebih jenuh maka
air akan berpindah dari dalam bahan ke ruang penyimpanan. Berpindahnya air
ini dapat melalui pori-pori kulit, lentisel dan stomata.(Tranggono, 1990)
Kemasan
Kemasan disebut juga pembungkus, wadah atau pengepak yang
mempunyai peranan penting di dalam pengawetan bahan pangan. Adanya
kemasan akan membantu mencegah atau mengurangi terjadinya kerusakan,
melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya juga mencegah terjadinya
pencemaran dari luar. Jenis kemasan dapat dibedakan menjadi dua yaitu
kemasan kaku (rigid) dan kemasan fleksibel. Salah satu bentuk kemasan
fleksibel adalah plastik tipis (flexible films) yang mempunyai sifat berbeda
dalam daya tembusnya terhadap gas-gas seperti nitrogen, belerangdioksida, dan
uap air. Sifat-sifat daya tembus dipengaruhi oleh suhu, ketebalan lapisan,
orientasi dan komposisi, serta kondisi atmosfer. Pengemas yang termasuk
dalam plastik tipis diantaranya, Polyethylene (PE) dan Polypropylene (PP).
Polyethylene (PE)
Merupakan plastik tipis berlapis tunggal (single film) yang banyak digunakan
di pasaran. Keuntungan dari plastik ini adalah mempunyai kemampuan untuk
ditutup sehingga dapat memberi tutup yang rapat terhadap cairan, dengan
kepadatan tinggi (dengan suhu dan tekanan rendah) akan memberi perlindungan
yang baik terhadap air dan meningkatkan stabilitas terhadap panas.
Polypropylene (PP)
Merupakan jenis plastik tipis yang lebih kaku, kuat, dan ringan daripada
polyethylene dengan daya tembus uap air yang rendah. Plastik ini mempunyai
ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu tinggi tetapi bukan
merupakan penahan gas yang baik.(Susanto, 1987)

III. ALAT DAN BAHAN


Alat:
- Lemari pendingin - Kantong plastik PE
- Timbangan - Pisau
- Kantong plastik PP - Spidol OHP
Bahan:
- Tomat - Pisang
- Kacang tanah - Ubi jalar

CARA KERJA

Sortasi

Pencucian

Penimbangan

Pengamatan sifat fisik (warna, tekstur,


kenampakan)

Perlakuan sesuai tabel

Pengamatan sifat fisik (warna, tekstur,


kenampakan) dan susut berat pada
hari ke-0, 2, 7, 10, 14

Sampel dan Perlakuan:


1. Tomat: utuh, sayat 2 cm, potong dadu kemas PP dan PE suhu ruang dan
suhu dingin.
2. Kacang tanah (@40g): kupas dan tidak kupas kemas dan tidak kemas.
3. Pisang: kemas PE dan tidak kemas suhu ruang dan suhu dingin.
4. Ubi jalar: utuh dan kupas kemas PP dan PE suhu ruang dan suhu dingin.
Keterangan: Pisang beserta kulitnya dan pada buah tomat, luka asal dari bahan
ditandai.
IV. HASIL PENGAMATAN
1. Kacang
Perlakuan Berat bahan (gr)
Awal Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan
1 2 3 4
(07/9/2017) (12/9/2017) (14/9/2017) (19/9/2017)
PE, tutup, 40,94 42,27 41,97 41,76 41,48
tidak
kupas
PE, tidak 40,06 41,31 40,73 40,50 40,15
tutup,
tidak
kupas
PE, tutup, 40,80 41,93 41,88 41,69 41,51
kupas
PE, tidak 40,46 41,88 41,62 41,46 41,19
tutup,
kupas

2. Ubi jalar
Perlakuan Berat bahan (gr)
Awal Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan
1 2 3 4
(07/9/2017) (12/9/2017) (14/9/2017) (19/9/2017)
PP, 167,76 168,10 167,98 167,90 167,71
kupas,
dingin
PP, 188,58 188,33 187,32 186,43 182,87
kupas,
ruang
PP, tidak 229,46 229,69 229,13 229,57 229,46
kupas,
dingin
PP, tidak 179,98 179,57 179,11 178,95 178,46
kupas,
ruang
PE, 171,81 172,03 171,93 172,01 171,58
kupas,
dingin
PE, 191,61 191,30 190,75 190,23 189,78
kupas,
ruang
PE, tidak 215,60 229,69 215,94 215,84 215,17
kupas,
dingin
PE, tidak 208,06 207,72 207,05 206,72 205,93
kupas,
ruang

3. Pisang
Perlakuan Berat bahan (gr)
Awal Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan
1 2 3 4
(07/9/2017) (12/9/2017) (14/9/2017) (19/9/2017)
PE, tutup, 82,37 82,61 80,69 - -
ruang
PE, tutup, 79,31 79,21 79,22 79,33 79,17
dingin
PP, tutup, 88,35 88,86 86,79 - -
ruang
PP, tutup, 86,03 85,95 86,27 86,10 85,80
dingin

4. Tomat
Perlakuan Berat bahan (gr)
Awal Pengamatan Pengamatan Pengamatan Pengamatan
1 2 3 4
(07/9/2017) (12/9/2017) (14/9/2017) (19/9/2017)
PE sayat 75,02 74,89 75,01 74,95 74,91
dingin
PP sayat 67,55 67,74 67,23 67,00 66,30
dingin
PE sayat 63,44 63,62 63,08 62,83 -
ruang
PP sayat 65,37 67,70 - - -
ruang
PE utuh 87,69 82,90 82,30 82,07 81,58
ruang
PE utuh 62,07 62,06 62,08 62,06 61,96
dingin
PP utuh 62,20 63,87 - - -
ruang
PP utuh 60,87 62,59 60,99 60,85 62,29
dingin
PE 65,90 66,66 - - -
potong
ruang
PP potong 73,46 73,88 - - -
ruang
PE 57,95 58,33 58,05 58,14 58,27
potong
dingin
PP potong 68,72 68,68 68,74 68,69 68,88
dingin
V. PEMBAHASAN
Kacang

Kacang yang digunakan pada praktikum kali ini yaitu kacang tanah.
Perlakuan yang diberikan berjumlah 4 yaitu kacang yang dikupas dan tetap dengan
kulitnya, kacang dikemas tertutup dan tidak tertutup. Rata rata pada semua
perlakuan, terdapat beberapa kacang yang mengalami perkecambahan. Pada kacang
kulit yang dikemas tertutup, respirasi yang terjadi memunculkan uap air pada
kemasannya, uap tersebut apabila tidak dihilangkan lama-kelamaan akan menjadi
jenuh dan jatuh pada kacang lagi sehingga kacang menjadi lembab dan mudah
diserang oleh mikroorganisme. Selain itu adanya uap air jenuh yang jatuh lagi pada
kacang kupas tersebut menyebabkan tumbuhnya kecambah.

Selain itu, kulit juga mempengaruhi susut berat. Susut berat terjadi karena
adanya pelepasa air dalam bahan. Pelepasan air oleh bahan ini disebabkan bahan
selalu mencari keseimbangan dengan lingkungan, yaitu RH bahan harus sama
dengan RH lingkungan, sehingga ketika RH bahan lebih besar dari RH lingkungan,
maka bahan akan melepaskan air hingga tercapai kondisi yang seimbang. Adanya
kulit juga berpengaruh terhadap penurunan kesegaran karena kulit dapat mencegah
kontaminasi mikroorganisme yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bahan.
Bisa dilihat pada kacang kupas kemas tertutup dan tidak tertutup, susut berat malah
tidak terjadi karena kacang telah mengalami perkecambahan yang cukup banyak
sehingga penambahan berat justru nampak lebih jelas.

Adanya proses pengemasan juga berpengaruh, dimana proses pengemasan


dapat meminimalisasikan kontak dengan oksigen yang dibutuhkan saat respirasi
dan juga mencegah kontaminasi bahan dengan mikroba penyebab kebusukan.
Respirasi yang semakin cepat dapat menyebabkan penurunan kesegaran dan
penyusutan berat bahan yang semakin cepat pula karena adanya degradasi
komponen-komponen makromolekul.
Ubi Jalar

Pada praktikum kali ini, kami melakukan penyimpanan terhadap ubi jalar
dengan 8 perlakuan. Berdasarkan data, dapat dilihat selama penyimpanan terjadi
penurunan susut berat. Hal ini terjadi karena terjadinya kesetimbangan kadar air,
dimana kadar air ubi jalar yang lebih banyak dari pada lingkungan akan menguap
sampai kelembaban bahan sama lingkungan. Namun, terdapat 1 perlakuan yang
tidak mengalami penyusutan sehingga berat akhir setelah 14 hari pengamatan tetap
sama dengan berat pada awal pengamatan. Hal tersebut terjadi pada perlakuan
dalam PP, suhu dingin, dan tidak dikupas karena plastik polipropilen merupakan
plastik dengan molekul yang kuat sehingga tidak mudah ditembus uap air, CO2, dll.
Pengamatan terhadap kerusakan adanya pencoklatan dapat dilihat dari
pengamatan ini. Ubi jalar yang disimpan dalam suhu dingin justru mengalami
pencoklatan baik yang disimpan dalam plastik PP maupun PE. Hal tersebut
dimungkinkan karena adanya kandungan air yang cukup tinggi dalam pendingin
tersebut yang membantu proses pencoklatan karena telah dalam kondisi telah
dikupas. Selain itu juga karena pada umumnya, pencoklatan terjadi pada komoditas
dengan kadar pati yang cukup tinggi.

Pisang

Pada praktikum ini menggunakan pisang kepok yang dikemas dengan


pengemas berbeda dan suhu berbeda. Awalnya semua sampel yang dikemas
berwarna hijau tua, namun saat pengamatan pertama mulai adanya perubahan
warna pada semua sampel. Hal ini terus berlanjut sampai pengamatan ke empat.
Perubahan warna yang terjadi adalah dari hijau tua menjadi hijau kekuningan,
kuning, orange dan hitam. Adanya perubahan warna dikarenakan degradasi klorofil
yang menghasilkan pigmen lain selama penyimpanan. Dan selama penyimpanan
tumbuh kapang pada sampel yang dikarenakan uap air hasil respirasi pisang
menjadi media tumbuh dan berkembangbiak mikroorganisme tersebut, yang terjadi
pada pisang yang dikemas baik PP maupun PE pada kondisi ruang. Hal ini juga
berpengaruh pada susut berat pada buah pisang yang dikemas dengan pengemas PP
maupun PE, karena semakin banyak uap air yang keluar dari bahan yang dipacu
dengan proses respirasi maka susut beratnya cenderung lebih meningkat.
Sedangkan pada PE dan PP suhu dingin, air yang terdapat dalam bahan akan
membeku perlahan sehingga dapat menghambat proses respirasi maupun
transpirasi pada pisang tersebut sehingga penurunan susut beratnya tidak terlalu
tinggi dan dapat menghambat kerusakan pada pisang tersebut akibat
mikroorganisme maka dapat memperpanjang masa simpan dari pisang tersebut.

Tomat

Pada praktikum ini menggunakan tomat merah. Perlakuan yang diberikan


pada buah tomat adalah dengan sayatan, utuh dan dipotong dengan dikemas pada
pengemas berbeda serta suhu berbeda. Pada penyimpanan tomat dengan suhu ruang
baik dengan sayatan , utuh, maupun dipotong lebih rentan dirusak oleh
mikroorganisme, karena tingginya kadar air dari buah tomat yang cocok sebagai
media tumbuh dari mikroorganisme tersebut, selain itu dipacu pula oleh respirasi
pada buah tomat tersebut sehingga lebih cepat mengalami susut berat. Tomat
dengan perlakuan disayat, utuh, dan dipotong yang dikemas baik PE dan PP pada
suhu dingin lebih lama masa simpannya karena air pada bahan akan membeku
perlahan sehingga dapat menghambat proses respirasi dan menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Namun pada tomat yang dipotong yang disimpan
pada suhu dingin, terutama yang dikemas dengan kemasan PP berat akhirnya
bertambah dikarenakan banyaknya air yang keluar dari tomat tersebut sehingga
diakhir pengamatan beratnya bertambah. Namun susut berat pada buah tomat bisa
disebabkan faktor lain selain perlakuan tersebut, yaitu adanya luka fisik dari
kenampakan awal tomat. Tomat yang mempunyai luka fisik dapat menyebabkan
dinding sel menjadi pecah sehingga organisme dalam sel terganggu dan sebagian
materi dari dalam sel dapat keluar dengan mudah sehingga memberikan loss yang
besar.
VI. KESIMPULAN
- Penyusutan berat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain proses
respirasi dan transpirasi, pertumbuhan mikroba, jenis pengemas, dan suhu
lingkungan penyimpanan.
- Penyimpanan pada suhu dingin dapat memperpanjang umur simpan
komoditi.
- Adanya luka mekanis mempercepat proses kerusakan buah karena
meningkatkan laju respirasi dan transpirasi.
Daftar Pustaka

Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan


Bahan Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB.

Pantastico, ER. B.1989. Fisiologi Pasca Panen. Yogyakarta : UGM Press

Susanto, Tri. 1987. Teknologi Bahan Makanan. Malang: Universitas Brawijaya

Tranggono dan Suhardi. 1990. Biokimia dan teknologi Pasca Panen. Yogyakarta :
PAU Pangan dan Gizi,UGM
LAMPIRAN
Pengamatan ke-1
Pengamatan ke- 2
Pengamatan ke-3
Pengamatan ke-4

Anda mungkin juga menyukai