3quota Sampling
3quota Sampling
AMIRIN
Tatang M. Amirin; Edisi 1 Juli 2009; 9 Juli 2009; 13 Juli 2009; 28 Juli 2009; 3
Februari 2011
Mengingat tulisan tentang sampel, samping, dan populasi penelitian ini dipotong-
potong menjadi beberapa bagian, maka sebelum masuk ke pembahasan bagian
ini, perlu dirujuk ulang secara singkat apa yang penting dipahami terlebih dahulu.
Pertama, dalam penelitian ada subjek penelitian, yaitu seseorang atau sesuatu,
apa saja, yang tentangnya (sifatnya, keadaannya, attribute-nya) penelitian akan
dilakukan. Sifat atau keadaan (attribute) subjek yang akan diteliti itu disebut
sebagai objek penelitian. Jika subjek penelitian banyak, maka keseluruhan subjek
penelitian itu disebut populasi subjek penelitian. Setiap subjek penelitian
merupakan anggota populasi subjek penelitian. Pembedaan objek dari subjek
penelitian tidak di semua buku ada. Di dalam tulisan ini sengaja dimunculkan,
agar para pemula bisa memahami istilah subjek penelitian lebih tepat, tidak
terkisruhkan dengan pelaku penelitian.
piece_of_mejpg
Orang lain yang ditanyai mengenai sifat keadaan subjek merupakan responden
murni (maksudnya yang bukan subjek penelitian). Responden murni yang
jumlahnya banyak disebut populasi responden penelitian. Populasi responden
penelitian jadinya merupakan keseluruhan responden penelitian. Setiap
responden disebut anggota populasi responden penelitian. Istilah populkasi
responden penelitian juga tidak banyak dikenal. Tapi itu perlu dimunculkan agar
juga para pemula tidak bingung.
Oleh karena itu yang akan dibicarakan berikut adalah teknik pengambilan sampel
(teknik sampling) dari populasi tak terhingga dan tak jelas atau tak pasti.
Seperti telah disebutkan pada uraiana terdahulu, populasi tak jelas atau tak pasti
adalah populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak diketahui secara
pasti, tidak jelas keberadaan dan jumlahnya. WTS, sebagai contoh, dapat
diketahui umum keberadaannyakarena ada tempat-tempat tertentu yang biasa
mereka ada di situ, akan tetapi tidak pasti banyaknya (tak bisa dihinggakarena
sebagian tidak diketahui juga keberadaannya).
Di sisi lain, orang yang kawin siri, yang, walaupun diketahui adanya karena ada
banyak ceritera dan kabar berita tentangnya, akan tetapi keberadaannya saja pun
tidak diketahui secara pasti di mana, apalagi jumlahnya. Itu contoh populasi tak
jelas atau tidak pasti. Contoh lain adalah keluarga yang sejahtera (sakinah,
mawaddah, dan rohmah). Pasti ada yang demikian, tetapi di mana (keluarga yang
mana saja) dan berapa jumlahnya, tak jelas, tak bisa dipastikan.
Berikut akan dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan populasi tak terhingga
dan tak jelas serta sampel dan teknik pengambilan sampelnya.
Sebagai catatan, teknik-teknik yang akan dipaparkan ini bisa atau mungkin juga
digunakan untuk mengambil sampel dari populasi terhingga, akan tetapi tentu
akan menjadi jelek sekali representativitasnya, sehingga hasilnya (untuk
generalisasi) menjadi tidak bisa dijamin keakuratannya.
Oleh karena anggota populasinya tidak diketahui secara pasti siapa saja dan
berapa banyak, maka tidak mungkin mengambil sampel dari populasi tersebut
secara adil, memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil
menjadi sampel (probability sampling), atau mengambil sampelnya secara acak
(random sampling). Oleh karena tidak memberi peluang yang adil, yang sama,
kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel, maka teknik-teknik
pengambilan sampel dari populasi tak terhingga dan tidak jelas ini dikelompokkan
ke dalam rumpun nonprobability sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang
tidak memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil sebagai
sampel, atau nonrandom sampling (cara pengambilan sampel yang tidak acak).
Apa saja teknik-teknik sampling (pengambilan sampel) yang nonprobability
(nonrandom) itu, dan kapan atau terhadap populasi yang seperti apa cocok
digunakan, akan dibahas satu per satu, disertai contoh penggunaan agar
mempermudah yang akan menerapkannya dalam praktik.
3. Quota sampling
Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan itu hanya sekedar
perkiraan akan relatif memadai untuk mendapatkan data yang diperlukan yang
diperkirakan dapat mencerminkan populasinya, tidak bisa diperhitungkan secara
tegas proporsinya dari populasi, karena jumlah anggota populasi tidak diketahui
secara pasti tadi. Quota sampling pasti, karenanya, nonrandom sampling.
Contoh:
Peneliti ingin mengetahui apa yang menjadi latar belakang (motivasi, niat) yang
sesungguhnya dari para orang tua ingin menyekolahkan anaknya pada sekolah
tertentu. Para orang tua di sini dimaksudkan mereka yang memiliki anak usia
sekolah tertentu dan belum masuk ke sekolah tersebut (bukan orang tua murid,
melainkan orang tua anak usia sekolah).
Keinginan para orang tua itu tentu bisa benar-benar dilaksanakan, bisa pula tidak.
Kenapa? Jika sekolah itu sekolah yang termasuk elit, mungkin saja ada orang tua
yang dalam hatinya ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut, tetapi
tidak bisa karena tak mampu dan alasan lainnya. Jadi, keinginan (motivasi, niat)
itu sebenarnya ada, tapi tidak hendak (karena tidak bisa atau tidak mungkin)
diaktualisasikan (diwujudkan).
Dengan status seperti itu maka jumlah populasi orang tua tersebut menjadi tak
terhingga, karena orang tua anak usia sekolah yang berkeinginan itu bisa tak
diketahui secara pasti. Ini berbeda dengan jumlah orang tua yang benar-benar
mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yang bisa dipastikan jumlahnya akan
terhingga, bisa dihitung, karena tercatat sebagai pendaftar (lebih-lebih yang
benar-benar anaknya diterima).
Oleh karena berkeadaan seperti itu, maka peneliti dapat menetapkan besaran
kuota sampel yang akan diambil dengan memperhitungkan yang mendaftar dan
perkiraan banyaknya yang sebenarnya berkeinginan tadi. Jelasnya: Jika yang
medaftar ada 200 orangyang diterima mungkin hanya 90 orangberapa kira-kira
yang tidak mendaftar tetapi berkeinginan?
Catatan:
Jika penelitian ini melibatkan orang tua anak usia sekolah yang benar-benar
mendaftarkan anaknya dan yang tidak mendaftarkan anaknya (tetapi
berkeinginan tadi), maka ada dua subpopulasi dari populasi orang tua anak usia
sekolah yang berminat mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yaitu (1) yang
benar-benar mendaftar, dan (2) yang potensial (ada keinginan) mendaftar tapi
tidak mendaftarkan anaknya.
Apabila penelitian dilakukan jauh hari sebelum masa pendaftaran dilakukan, maka
populasinya secara sekeluruhan bersifat tak terhingga (hanya ada satu populasi,
tidak terdiri atas dua subpopulasi), karena yang mendaftar belum ada. Oleh
karenanya maka sampelnya dapat diambil dengan teknik quota sampling.
4. Purposive sampling
Istilah purposive sering diterjemahkan bertujuan, karena purpose artinya maksud
atau tujuan; jadi purposive sampling diartikan sebagai pengambilan sampel secara
bertujuan. Ini benar, tapi tidak betul. Beberapa definisi sering menyebutnya
sebagai pengambilan sampel with purpose in mind (dengan tujuan atau maksud
tertentu di hati). Tetapi tujuan tersebut tidak jelas (tujuan apa?). Itu makanya
disebut benar tapi tidak betul, karena tak jelas.
Kalau membuka kamus (buka kamus yang besar semisal Oxford Advances
Learners Dictionary), akan tertemukan bahwa memang salah satu arti purpose
adalah tujuan. Tapi tentu dalam hal ini bukan itu yang dimaksud, karena tidak ada
pengambilan sampel yang tidak punya tujuan, apalagi menelitinya. Jika dibaca
lebih cermat kamus tersebut, maka akan ditemukan arti lain dari purpose, antara
lain kesengajaan (intention), tidak sekedar secara kebetulan (accidental); juga
berarti alasan (reason) tertentu; dan juga tuntutan keadaan tertentu (the
requirements of a particular situation) atau, jelasnya, menurut persyaratan
tertentu.
purposive
Dalam kasus tertentu, Penulis lebih suka menyebut purposive sampling dalam
istilah bahasa Jawa sebagai teknik pengambilan sampel secara njujug, menuju
langsung ke tempat (area, wilayah, lokasi) tertentu yang banyak anggota
populasi dimaksud berada.
Contoh:
Jika ingin meneliti ayam-ayam kampus (maaf lho, karena ini sudah populer
alias diketahui populi atau orang banyak) contoh lainnya, datangilah tempat-
tempat yang biasa dipakai praktek lapangan mereka, bukan di kampus
[Dimarahi Rektor, nanti, hehe. Tentu juga, jangan tanya saya di mana mereka
ngetem, tentu saja, hehe! Mana tahu?! Eh, belum tahu, belum berkepentingan,
sih. Hus, untuk penelitian, maksudnya, bukan kepentingan lain!Heheh . . . Tanya
informan-nya saja, lah! Informannya siapa, gak tahu juga aku!]. Nah, jadi, lalu,
ambillah sampel mereka di atau dari tempat mangkalnya itu.
(1) Tuntutan mendapatkan sampel yang sesuai atau pas (yang termasuk anggota
anak jalanan atau ayam kampus) pasti tecapai.
Ambil contoh Anda akan meneliti kasus tawuran pelajar. Sudah diketahui umum
bahwa yang suka tawuran itu hanya dari beberapa sekolah tertentu saja (antar
sekolah tertentu). Jadi, secara sengaja (purposive) Anda lakukan perburuan
(hunting) sampel murid yang suka tawuran ke sekolah-sekolah tertentu itu saja,
tak perlu semua sekolah dimasuki, atau disampel. Di sekolah itu saja pun mungkin
Anda harus cukup lama berakrab-akrab dulu dengan murid-murid sebelum
mendapatkan sampel para petawur itu. Jangan begitu datang langsung to the
point (togmol, kata orang Sunda) mencari dan mewawancarai petawur. Bisa
terjebak, salah tangkap, dan mendapatkan informasi yang bias. [Hehehe . . .,
maaf, jangan suka main tangkap dulu urusan belakang kayak oknum polisi-polisi
yang tidak profesionalditangkap, dianggap teroris, lalu dilepas, tak terbukti! Bikin
trauma dan stres orang saja!].
Ada pula yang memberi makna purposive sampling itu sebagai pengambilan
sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan. Jadi ini akan sama dengan
opportunistic (incidental, acidental) sampling. Misal dalam polling (jajag
pendapat) seseorang peneliti (observer) mencegat orang-orang yang lewat untuk
ditanyai. Barangsiapa sesuai ketentuan (kriteria sampel) maka langsung diambil
sebagai sampel, yang tidak memenuhi kriteria dibiarkan lewat. Sekali lagi, cara
seperti itu lebih lazim disebut dengan opportunistic (accidental, incidental)
sampling (mengambil sampel siapa saja yang kebetulan pas untuk menjadi
sampel).
Dalam penelitian kualitatif sampel lazim diambil secara purposive. Ini juga
maknanya sama, yakni njujug, hanya saja yang dijadikan jujugan (tujuan)
bukan tempat, melainkan orang (subjek/reponden penelitian). Jelasnya, yang
dituju adalah orang-orang tertentu yang (dengan alasan atau latar belakang
logis) memenuhi persyaratan (tuntutan persyaratan) sebagai responden (yang
dapat memberikan jawaban atas pertanyaan penelitian). Ini hampir mirip dengan
informan (narasumber) penelitian. Jangan lupa, bedanya, informan tidak
memberikan informasi pribadi, melainkan informasi kelembagaan. Sampel
penelitian kualitatif yang purposive tadi, tetap memiliki ciri individual, pribadi.
Artinya, keindividuannya itu yang diteliti. Ia tidak mewakili kelembagaan (apapun
lembaga, organisasi dsb).
Hati-hati dengan kasus ayam kampus. Bisa jadi ini termasuk jenis populasi tidak
jelas atau tidak pasti (tidak jelas keberadaannya dan tidak pasti jumlahnya).
Dalam kasus ini gunakan teknik sampling untuk populasi tak jelas/tak pasti (uraian
berikut).
Jadi, ketemu pegang! Maksudnya, jika menemukan yang sesuai kriteria, pegang
(ambil) sebagai sampel.
Berapa banyak sampel yang akan diambil? Sama dengan contoh purposive
sampling di atas, yaitu sampai merasa dari sampel yang terjaring tersebut cukup
mendapatkan gambaran (kejelasan) jawaban permasalahan penelitian. Angka
pasti? Juga tidak ada.
6. Snowball sampling
Orang-orang, terutama anak-anak, di daerah bersalju, suka bermain-main dengan
bola salju (snowball). Bukan lempar-lemparan, melainkan menggelindingkan bola
salju itu dari bukit ke lembah, ke bawah. Bola yang digelindingkan hanya
sekepalan tangan. Pada ketika menggelinding itu, ada salju yang ikut menempel
ke bola sekepal tadi. Makin ke bawah jadinya makin banyak salju yang menempel,
dan makin membesarlah bola salju tersebut.
gulung bolasalju
Nah, sebentar, perlu didefinisikan dulu apa itu snowball sampling, karena definisi
itu diperlukan untuk dikutip mahasiswa (siapapun yang akan meneliti, tentunya).
Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang tidak
jelas keberadaaan anggotanya dan tidak pasti jumlahnya dengan cara
menemukan satu sampel, untuk kemudian dari sampel tersebut dicari (digali)
keterangan mengenai keberadaan sampel (sampel-sampel) lain, terus demikian
secara berantai.
gulung salju 1
gulung salju 2
Ambil contoh akan meneliti para pengguna narkoba. Jika sudah tertemukan satu
orang pengguna, dari orang tersebut digali infomrasi siapa saja teman atau
teman-temannya yang
sama-sama suka mengkonsumsi narkoba. Dari temannya tadi dicari lagi informasi
siapa teman atau teman-teman lainnya. Begitu seterusnya, sampai sampel dirasa
cukup untuk memperoleh data yang diperlukan, atau sampai mentog sudah
tidak terkorek lagi keterangan sampel lainnya siapa dan di mana, atau sampai
data yang diperoleh dipandang sudah cukup memadai untuk menjawab
permasalahan penelitian.