Anda di halaman 1dari 16

30/06/2009 BY TATANG M.

AMIRIN

POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3: PENGAMBILAN SAMPEL DARI POPULASI


TAK-TERHINGGA DAN TAK-JELAS

Tatang M. Amirin; Edisi 1 Juli 2009; 9 Juli 2009; 13 Juli 2009; 28 Juli 2009; 3
Februari 2011

Populasi tak terhingga; populasi tak jelas/pasti; quota sampling; purposive


sampling; convenience/consecutive/opportunistic/incidental/accidental sampling;
snowball sampling

Mengingat tulisan tentang sampel, samping, dan populasi penelitian ini dipotong-
potong menjadi beberapa bagian, maka sebelum masuk ke pembahasan bagian
ini, perlu dirujuk ulang secara singkat apa yang penting dipahami terlebih dahulu.

Pertama, dalam penelitian ada subjek penelitian, yaitu seseorang atau sesuatu,
apa saja, yang tentangnya (sifatnya, keadaannya, attribute-nya) penelitian akan
dilakukan. Sifat atau keadaan (attribute) subjek yang akan diteliti itu disebut
sebagai objek penelitian. Jika subjek penelitian banyak, maka keseluruhan subjek
penelitian itu disebut populasi subjek penelitian. Setiap subjek penelitian
merupakan anggota populasi subjek penelitian. Pembedaan objek dari subjek
penelitian tidak di semua buku ada. Di dalam tulisan ini sengaja dimunculkan,
agar para pemula bisa memahami istilah subjek penelitian lebih tepat, tidak
terkisruhkan dengan pelaku penelitian.
piece_of_mejpg

Kedua, ada kalanya penelitian, dalam arti pengumpulan data, dilakukan


kepada/terhadap subjek itu sendiri, ada kalanya kepada/lewat orang lain.
Siapapun yang ditanyai (dalam arti luas) mengenai sifat keadaan subjek
penelitian itu, disebut responden penelitian. Jadi subjek penelitian bisa sekaligus
menjadi responden penelitian, bisa juga tidak.

Orang lain yang ditanyai mengenai sifat keadaan subjek merupakan responden
murni (maksudnya yang bukan subjek penelitian). Responden murni yang
jumlahnya banyak disebut populasi responden penelitian. Populasi responden
penelitian jadinya merupakan keseluruhan responden penelitian. Setiap
responden disebut anggota populasi responden penelitian. Istilah populkasi
responden penelitian juga tidak banyak dikenal. Tapi itu perlu dimunculkan agar
juga para pemula tidak bingung.

1. Populasi tak terhingga dan tak jelas (tak pasti)

gambino-can-countPopulasi penelitian, apakah itu populasi subjek penelitian,


ataukah populasi responden penelitian, ada yang jumlah anggotanya bisa dan
mudah dihitung, ada yang tidak bisa atau tidak mudah dihitung. Oleh karenanya
populasi penelitian dibedakan (oleh Penulis) menjadi tiga kategori. Pertama
populasi terhingga, kedua populasi tidak terhingga, dan ketiga populasi tidak jelas
atau tidak pasti. Ini pun murni kreasi penulis, agar memudahkan para peneliti.
Populasi terhingga adalah populasi yang anggota-anggotanya sangat mungkin dan
bisa dihitung. Terhingga artinya ada hitungan tertentu, bisa dihitung jumlah atau
banyaknya. Sebaliknya, tak terhingga artinya tidak bisa dihitung jumlah atau
banyaknya. Ini seperti kalau orang mengucapkan, Hutang budi kami kepadanya
sungguh tiada terhingga. Jadi, populasi tak terhingga adalah populasi penelitian
yang jumlah anggotanya tidak bisa atau tidak mudah dihitung.

Pengambilan sampel dari populasi terhingga telah dibicarakan di tulisan lain


sebelum ini. Teknik-teknik sampling yang telah dibicarakan, yaitu teknik simple
random sampling, systematic sampling (teknik ordinal), stratified random
sampling, cluster random sampling, dan area random sampling, semuanya
berkaitan dengan populasi terhingga.

Oleh karena itu yang akan dibicarakan berikut adalah teknik pengambilan sampel
(teknik sampling) dari populasi tak terhingga dan tak jelas atau tak pasti.

Seperti telah disebutkan pada uraiana terdahulu, populasi tak jelas atau tak pasti
adalah populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak diketahui secara
pasti, tidak jelas keberadaan dan jumlahnya. WTS, sebagai contoh, dapat
diketahui umum keberadaannyakarena ada tempat-tempat tertentu yang biasa
mereka ada di situ, akan tetapi tidak pasti banyaknya (tak bisa dihinggakarena
sebagian tidak diketahui juga keberadaannya).

Di sisi lain, orang yang kawin siri, yang, walaupun diketahui adanya karena ada
banyak ceritera dan kabar berita tentangnya, akan tetapi keberadaannya saja pun
tidak diketahui secara pasti di mana, apalagi jumlahnya. Itu contoh populasi tak
jelas atau tidak pasti. Contoh lain adalah keluarga yang sejahtera (sakinah,
mawaddah, dan rohmah). Pasti ada yang demikian, tetapi di mana (keluarga yang
mana saja) dan berapa jumlahnya, tak jelas, tak bisa dipastikan.
Berikut akan dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan populasi tak terhingga
dan tak jelas serta sampel dan teknik pengambilan sampelnya.

Sebagai catatan, teknik-teknik yang akan dipaparkan ini bisa atau mungkin juga
digunakan untuk mengambil sampel dari populasi terhingga, akan tetapi tentu
akan menjadi jelek sekali representativitasnya, sehingga hasilnya (untuk
generalisasi) menjadi tidak bisa dijamin keakuratannya.

2. Teknik-teknik nonprobability sampling

Seperti telah disebutkan, populasi (populasi subjek dan atau responden


penelitian) tak terhingga adalah populasi yang jumlah anggotanya tidak bisa atau
tidak mungkin dihitung, sehingga tidak diketahui secara pasti berapa jumlah
anggota populasi tersebut, sedangkan populasi tak jelas atau tidak pasti adalah
populasi yang keberadaan dan jumlah anggotanya tidak jelas atau tidak bisa
dipastikan jumlahnya.

Oleh karena anggota populasinya tidak diketahui secara pasti siapa saja dan
berapa banyak, maka tidak mungkin mengambil sampel dari populasi tersebut
secara adil, memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil
menjadi sampel (probability sampling), atau mengambil sampelnya secara acak
(random sampling). Oleh karena tidak memberi peluang yang adil, yang sama,
kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel, maka teknik-teknik
pengambilan sampel dari populasi tak terhingga dan tidak jelas ini dikelompokkan
ke dalam rumpun nonprobability sampling, yaitu cara pengambilan sampel yang
tidak memberi peluang yang sama kepada setiap anggota untuk terambil sebagai
sampel, atau nonrandom sampling (cara pengambilan sampel yang tidak acak).
Apa saja teknik-teknik sampling (pengambilan sampel) yang nonprobability
(nonrandom) itu, dan kapan atau terhadap populasi yang seperti apa cocok
digunakan, akan dibahas satu per satu, disertai contoh penggunaan agar
mempermudah yang akan menerapkannya dalam praktik.

3. Quota sampling

Teknik quota sampling adalah teknik pengambilan sampel dengan cara


menetapkan jumlah tertentu sebagai target yang harus dipenuhi dalam
pengambilan sampel dari populasi (khususnya yang tidak terhingga atau tidak
jelas), kemudian dengan patokan jumlah tersebut peneliti mengambil sampel
secara sembarang asal memenuhi persyaratan sebagai sampel dari populasi
tersebut.

Pada uraian terdahulu telah disebutkan bahwa penetapan banyaknya sampel


yang akan diambil dengan quota sampling berbeda makna dan teknis dari
penetapan jumlah sampel pada populasi terhingga. Pada populasi terhingga
penetapan jumlah sampel yang akan diambil itu lazimnya bersifat proporsional,
setidak-tidaknya memperhatikan besaran atau banyaknya anggota populasi),
sehingga sebanding atau mendekati sebanding jumlah anggota dalam populasi
(bahkan selalu seiring dengan heteroginitas populasi), karena jumlah anggota
populasi jelas hitungannya. Oleh karena jelas hitungan anggota populasinya, maka
untuk representativitas, pengambilan sampel biasanya menggunakan persentase.

Pada quota sampling banyaknya sampel yang ditetapkan itu hanya sekedar
perkiraan akan relatif memadai untuk mendapatkan data yang diperlukan yang
diperkirakan dapat mencerminkan populasinya, tidak bisa diperhitungkan secara
tegas proporsinya dari populasi, karena jumlah anggota populasi tidak diketahui
secara pasti tadi. Quota sampling pasti, karenanya, nonrandom sampling.

Contoh:

Peneliti ingin mengetahui apa yang menjadi latar belakang (motivasi, niat) yang
sesungguhnya dari para orang tua ingin menyekolahkan anaknya pada sekolah
tertentu. Para orang tua di sini dimaksudkan mereka yang memiliki anak usia
sekolah tertentu dan belum masuk ke sekolah tersebut (bukan orang tua murid,
melainkan orang tua anak usia sekolah).

Keinginan para orang tua itu tentu bisa benar-benar dilaksanakan, bisa pula tidak.
Kenapa? Jika sekolah itu sekolah yang termasuk elit, mungkin saja ada orang tua
yang dalam hatinya ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut, tetapi
tidak bisa karena tak mampu dan alasan lainnya. Jadi, keinginan (motivasi, niat)
itu sebenarnya ada, tapi tidak hendak (karena tidak bisa atau tidak mungkin)
diaktualisasikan (diwujudkan).

Dengan status seperti itu maka jumlah populasi orang tua tersebut menjadi tak
terhingga, karena orang tua anak usia sekolah yang berkeinginan itu bisa tak
diketahui secara pasti. Ini berbeda dengan jumlah orang tua yang benar-benar
mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yang bisa dipastikan jumlahnya akan
terhingga, bisa dihitung, karena tercatat sebagai pendaftar (lebih-lebih yang
benar-benar anaknya diterima).

Oleh karena berkeadaan seperti itu, maka peneliti dapat menetapkan besaran
kuota sampel yang akan diambil dengan memperhitungkan yang mendaftar dan
perkiraan banyaknya yang sebenarnya berkeinginan tadi. Jelasnya: Jika yang
medaftar ada 200 orangyang diterima mungkin hanya 90 orangberapa kira-kira
yang tidak mendaftar tetapi berkeinginan?

Catatan:

Jika penelitian ini melibatkan orang tua anak usia sekolah yang benar-benar
mendaftarkan anaknya dan yang tidak mendaftarkan anaknya (tetapi
berkeinginan tadi), maka ada dua subpopulasi dari populasi orang tua anak usia
sekolah yang berminat mendaftarkan anaknya ke sekolah tersebut, yaitu (1) yang
benar-benar mendaftar, dan (2) yang potensial (ada keinginan) mendaftar tapi
tidak mendaftarkan anaknya.

Dari yang mendaftar (karena tercatat, jumlahnya pasti, jadi merupakan


subpopulasi terhingga) tentu dapat diambil sampel dengan teknik-teknik
probability sampling. Sampel yang akan diambil dengan quota sampling adalah
sampel dari para orang tua yang berkeinginan tetapi tidak mendaftar.

Apabila penelitian dilakukan jauh hari sebelum masa pendaftaran dilakukan, maka
populasinya secara sekeluruhan bersifat tak terhingga (hanya ada satu populasi,
tidak terdiri atas dua subpopulasi), karena yang mendaftar belum ada. Oleh
karenanya maka sampelnya dapat diambil dengan teknik quota sampling.

4. Purposive sampling
Istilah purposive sering diterjemahkan bertujuan, karena purpose artinya maksud
atau tujuan; jadi purposive sampling diartikan sebagai pengambilan sampel secara
bertujuan. Ini benar, tapi tidak betul. Beberapa definisi sering menyebutnya
sebagai pengambilan sampel with purpose in mind (dengan tujuan atau maksud
tertentu di hati). Tetapi tujuan tersebut tidak jelas (tujuan apa?). Itu makanya
disebut benar tapi tidak betul, karena tak jelas.

Kalau membuka kamus (buka kamus yang besar semisal Oxford Advances
Learners Dictionary), akan tertemukan bahwa memang salah satu arti purpose
adalah tujuan. Tapi tentu dalam hal ini bukan itu yang dimaksud, karena tidak ada
pengambilan sampel yang tidak punya tujuan, apalagi menelitinya. Jika dibaca
lebih cermat kamus tersebut, maka akan ditemukan arti lain dari purpose, antara
lain kesengajaan (intention), tidak sekedar secara kebetulan (accidental); juga
berarti alasan (reason) tertentu; dan juga tuntutan keadaan tertentu (the
requirements of a particular situation) atau, jelasnya, menurut persyaratan
tertentu.

Jadi, dapatlah dikatakan bahwa purposive sampling adalah pengambilan sampel


secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Dalam bahasa
sederhana purposive sampling itu dapat dikatakan sebagai secara sengaja
mengambil sampel tertentu (jika orang maka berarti orang-orang tertentu) sesuai
persyaratan (sifat-sifat, karakteristik, ciri, kriteria) sampel (jangan lupa yang
mencerminkan populasinya).

Misalnya yang diperlukan sebagai sampel adalah perempuan pengguna sepeda


motor tipe laki-laki (bukan bebek dan sejenisnya)karena yang sedang dicari
(jadi, populasinya) adalah perempuan-perempuan pengguna sepeda motor tipe
laki-laki. Hati-hati, populasinya bukan semua pengguna sepeda motor, sepeda
motor jenis atau tipe apapun. Hati-hati pula, bukan pengguna motor: kasus
perempuan pengguna motor laki-laki. Juga hati-hati: bukan pengguna sepeda
motor laki-laki: kasus perempuan. Populasinya semua perempuan pengguna
sepeda motor laki-laki (artinya, atau definisi operasionlanya: perempuan
yangselalu atau sering kali jika bepergian menggunakan sepeda motor jenis itu,
apapun yang menjadi latar belakangnya).

purposive

Dalam kasus tertentu, Penulis lebih suka menyebut purposive sampling dalam
istilah bahasa Jawa sebagai teknik pengambilan sampel secara njujug, menuju
langsung ke tempat (area, wilayah, lokasi) tertentu yang banyak anggota
populasi dimaksud berada.

Jadi, KE.JAR terus di mana pun sampel berada!

Contoh:

Jika ingin meneliti anak-anak jalanan, datangilah (untuk mengambil sampel)


perempatan-perempatan jalan raya. Kenapa? Karena di situ anak-anak jalanan
sering melakukan aktivitas ngamen dan meminta-minta. Jadi, jelas tidak perlu
dengan teknik area sampling (area geografis dan atau administratif). Maksudnya,
memilih-pilih (menyampel) area, lalu dari area-area tersampel itu dicari anak-anak
jalanannya. Muspro, mubazir, gitu kira-kira. Sebab, bisa jadi dari area tertentu
malah tak tertemukan anak jalanan itu.

Jika ingin meneliti ayam-ayam kampus (maaf lho, karena ini sudah populer
alias diketahui populi atau orang banyak) contoh lainnya, datangilah tempat-
tempat yang biasa dipakai praktek lapangan mereka, bukan di kampus
[Dimarahi Rektor, nanti, hehe. Tentu juga, jangan tanya saya di mana mereka
ngetem, tentu saja, hehe! Mana tahu?! Eh, belum tahu, belum berkepentingan,
sih. Hus, untuk penelitian, maksudnya, bukan kepentingan lain!Heheh . . . Tanya
informan-nya saja, lah! Informannya siapa, gak tahu juga aku!]. Nah, jadi, lalu,
ambillah sampel mereka di atau dari tempat mangkalnya itu.

Dengan cara seperti itu, maka:

(1) Tuntutan mendapatkan sampel yang sesuai atau pas (yang termasuk anggota
anak jalanan atau ayam kampus) pasti tecapai.

(2) Secara sengaja (baca: terencana; purposive) mencari anggota populasi


njujug langsung ke tempat tertentu punya alasan logis, karena jelas lebih efektif
dan efisien, daripada mencari-cari ke mana-mana yang belum tentu menemukan
apa yang dicari.

Ambil contoh Anda akan meneliti kasus tawuran pelajar. Sudah diketahui umum
bahwa yang suka tawuran itu hanya dari beberapa sekolah tertentu saja (antar
sekolah tertentu). Jadi, secara sengaja (purposive) Anda lakukan perburuan
(hunting) sampel murid yang suka tawuran ke sekolah-sekolah tertentu itu saja,
tak perlu semua sekolah dimasuki, atau disampel. Di sekolah itu saja pun mungkin
Anda harus cukup lama berakrab-akrab dulu dengan murid-murid sebelum
mendapatkan sampel para petawur itu. Jangan begitu datang langsung to the
point (togmol, kata orang Sunda) mencari dan mewawancarai petawur. Bisa
terjebak, salah tangkap, dan mendapatkan informasi yang bias. [Hehehe . . .,
maaf, jangan suka main tangkap dulu urusan belakang kayak oknum polisi-polisi
yang tidak profesionalditangkap, dianggap teroris, lalu dilepas, tak terbukti! Bikin
trauma dan stres orang saja!].
Ada pula yang memberi makna purposive sampling itu sebagai pengambilan
sampel secara sembarang asal memenuhi persyaratan. Jadi ini akan sama dengan
opportunistic (incidental, acidental) sampling. Misal dalam polling (jajag
pendapat) seseorang peneliti (observer) mencegat orang-orang yang lewat untuk
ditanyai. Barangsiapa sesuai ketentuan (kriteria sampel) maka langsung diambil
sebagai sampel, yang tidak memenuhi kriteria dibiarkan lewat. Sekali lagi, cara
seperti itu lebih lazim disebut dengan opportunistic (accidental, incidental)
sampling (mengambil sampel siapa saja yang kebetulan pas untuk menjadi
sampel).

Dalam penelitian kualitatif sampel lazim diambil secara purposive. Ini juga
maknanya sama, yakni njujug, hanya saja yang dijadikan jujugan (tujuan)
bukan tempat, melainkan orang (subjek/reponden penelitian). Jelasnya, yang
dituju adalah orang-orang tertentu yang (dengan alasan atau latar belakang
logis) memenuhi persyaratan (tuntutan persyaratan) sebagai responden (yang
dapat memberikan jawaban atas pertanyaan penelitian). Ini hampir mirip dengan
informan (narasumber) penelitian. Jangan lupa, bedanya, informan tidak
memberikan informasi pribadi, melainkan informasi kelembagaan. Sampel
penelitian kualitatif yang purposive tadi, tetap memiliki ciri individual, pribadi.
Artinya, keindividuannya itu yang diteliti. Ia tidak mewakili kelembagaan (apapun
lembaga, organisasi dsb).

Purposive sampling suka juga disebut judgmental sampling, yaitu pengambilan


sampel berdasarkan penilaian (judgment) peneliti mengenai siapa-siapa saja
yang pantas (memenuhi persyaratan) untuk dijadikan sampel. Oleh karenanya
agar tidak sangat subjektif, peneliti harus punya latar belakang pengetahuan
tertentu mengenai sampel dimaksud (tentu juga populasinya) agar benar-benar
bisa mendapatkan sampel yang sesuai dengan persyaratan atau tujuan penelitian
(memperoleh data yang akurat).
Berapa banyak sampel purposif diambil? Rumusnya sederhana: sebanyak yang
dianggap cukup memadai untuk memperoleh data penelitian yang mencerminkan
(representatif) keadaan populasi. Maksudnya, data dari sampel purposif tersebut
dianggap sudah bisa menggambarkan (menjawab) apa yang menjadi tujuan dan
permasalahan penelitian. Tentu tidak bagus kalu cuma satu dua orang. Sebanyak
mungkin jauh lebih baik. Angka pasti? Tidak ada. Perhatikan perkiraan anggota
populasi yang ada di area (contoh: tempat mangkal anak jalanan dan ayam
kampus tadi) ada berapa banyak, lalu ambillah sebanyak mungkin).

Hati-hati dengan kasus ayam kampus. Bisa jadi ini termasuk jenis populasi tidak
jelas atau tidak pasti (tidak jelas keberadaannya dan tidak pasti jumlahnya).
Dalam kasus ini gunakan teknik sampling untuk populasi tak jelas/tak pasti (uraian
berikut).

5. Convenience, consecutive dan incidental (accidental, opportunistic) sampling

Istilah convenience sampling sering disamamaknakan dengan incidental sampling


dan accidental sampling. Convenience artinya mudah atau kemudahan atau
kenyamanan (dalam arti tidak memberikan kesulitan atau kesusahan). Incidental
artinya tidak secara sengaja, secara kebetulan, atau sampingan (bukan yang
pokok atau utama). Accidental artinya (salah satu yang cocok dengan
pengambilan sampel) adalah tidak secara sengaja, atau secara kebetulan.
Opportunistic artinya juga secara kebetulan. Jadi, incidental, accidental, dan
opportunistic mempunyai makna yang sama. Consecutive juga mempunyai makna
yang sama.
Convenience sampling maksudnya mengambil sampel yang sesuai dengan
ketentuan atau persyaratan sampel dari populasi tertentu yang paling mudah
dijangkau atau didapatkan. Misalnya yang terdekat dengan tempat peneliti
berdomisili. Consecutive sampling juga artinya sama, hanya lebih tinggi
derajatnya sedikit daripada convenience, yaitu semua yang bisa terjangkau
diambil sebagai sampel. Dengan convenience hanya sekedar dapat yang mudah
didapat.

Incidental (accidental, opportunistic sampling) maksudnya mengambil sampel


secara sembarang (kapanpun dan dimanapun menemukan) asal memenuhi syarat
sebagai sampel dari populasi tertentu.

Jadi, sebenarnya antara convenience/consecutive sampling dan incidental


(accidental, opportunistic) sampling ada perbedaan, yaitu pada convenience
sampling pengambilan sampel secara sengaja (sengaja yang mudah), sementara
pada incidental (accidental, opportunistic) faktor kesengajaan tidak menjadi
pokok, faktor kebetulan justru yang paling menonjol (mencari-cari sampai secara
kebetulan mendapatkan sampel yang dikehendaki). Akan tetapi semuanya
mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama menempuh cara yang relatif paling
mudah, yang tidak menyulitkan. Hanya saja pada incedental (accidental,
opportunistic) sampling kemudahan itu dilihat dari sudut asal menemukan yang
memenuhi ketentuan atau persyaratan, sementara pada convennience sampling
faktor kemudahan itu dilihat dari keterjangkauan (tempat dan hubungan).

Jadi, ketemu pegang! Maksudnya, jika menemukan yang sesuai kriteria, pegang
(ambil) sebagai sampel.

kena deh lu!


Contoh:

Seorang peneliti ingin mengetahui partisipasi orang tua murid dalam


meningkatkan prestasi belajar anak-anaknya. Peneliti mengambil sebagai sampel
tetangganya, temannya, kerabatnya, sejawatnya, dan kenalannya yang semuanya
termasuk kategori anggota populasi penelitian (dalam hal ini orang tua murid).
Ini termasuk convenience sampling, pengambilan sampel dengan cara yang paling
mudah, paling tidak sulit, paling nyaman.

Peneliti lain ingin mengetahui bagaimana komentar mahasiswa Fakultas Ilmu


Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (FIP UNY) mengenai tampilan dan isi
Tatangmangunys Blog. Tentu yang jadi populasi adalah mahasiswa yang pernah
membuka blog tersebut, tidak semua mahasiswa FIP UNY. Mencarinya tentu tidak
mudah. Populasinya tak terhingga. Harus ditanya satu per satu. Jika ada yang
kebetulan pernah membukanya, jadilah pertanyaan dilanjutkan, dan para
mahasiswa tersebut terambillah jadinya sebagai sampel (opportunistic, incidental,
accidental samples).

ken adeh jadi sampelku

Berapa banyak sampel yang akan diambil? Sama dengan contoh purposive
sampling di atas, yaitu sampai merasa dari sampel yang terjaring tersebut cukup
mendapatkan gambaran (kejelasan) jawaban permasalahan penelitian. Angka
pasti? Juga tidak ada.

6. Snowball sampling
Orang-orang, terutama anak-anak, di daerah bersalju, suka bermain-main dengan
bola salju (snowball). Bukan lempar-lemparan, melainkan menggelindingkan bola
salju itu dari bukit ke lembah, ke bawah. Bola yang digelindingkan hanya
sekepalan tangan. Pada ketika menggelinding itu, ada salju yang ikut menempel
ke bola sekepal tadi. Makin ke bawah jadinya makin banyak salju yang menempel,
dan makin membesarlah bola salju tersebut.

gulung bolasalju

Pengambilan sampel dengan teknik snowball sampling gambarannya seperti


menggelindingkan bola salju sekepalan tangan anak tadi. Di ketika populasi
penelitian tidak jelas keberadaannya, dan tidak pasti jumlahnya, temuan satu
sampel saja sudah sangat amat berarti. Dari sampel pertama itu dicarilah (diminta
informasinya) mengenai teman-teman sampel lainnya.

Nah, sebentar, perlu didefinisikan dulu apa itu snowball sampling, karena definisi
itu diperlukan untuk dikutip mahasiswa (siapapun yang akan meneliti, tentunya).

Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi yang tidak
jelas keberadaaan anggotanya dan tidak pasti jumlahnya dengan cara
menemukan satu sampel, untuk kemudian dari sampel tersebut dicari (digali)
keterangan mengenai keberadaan sampel (sampel-sampel) lain, terus demikian
secara berantai.

gulung salju 1
gulung salju 2

Ambil contoh akan meneliti para pengguna narkoba. Jika sudah tertemukan satu
orang pengguna, dari orang tersebut digali infomrasi siapa saja teman atau
teman-temannya yang

sama-sama suka mengkonsumsi narkoba. Dari temannya tadi dicari lagi informasi
siapa teman atau teman-teman lainnya. Begitu seterusnya, sampai sampel dirasa
cukup untuk memperoleh data yang diperlukan, atau sampai mentog sudah
tidak terkorek lagi keterangan sampel lainnya siapa dan di mana, atau sampai
data yang diperoleh dipandang sudah cukup memadai untuk menjawab
permasalahan penelitian.

Anda mungkin juga menyukai