Anda di halaman 1dari 102

ISSN 0854 - 7890

Jurnal

Nomor 36 Tahun 14, Januari 2006

*
Karakteristik Abu Terbang PLTU Suralaya dan
Evaluasinya untuk Refraktori Cor
*
Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah
Tanah : Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap
Parameter Kualitas Tanah (Derajat Keasaman
Tanah (pH-H2O), Mn, Fe, P - Total dan
Material : alumina silikat
P - Tersedia)
*
Penelitian dan Pemisahan Ekstraksi Zirkon-
Hafnium dari Tailing Pencucian Timah Bangka
*
Transformasi Pekerja Sektor
Pertambangan Secara Sektoral
Studi Kasus : Tenaga Kerja Unit Bisnis
Pertambangan (UBP) Bauksit Kijang
Material : alumina silikat
(PT. Antam Tbk.)
*
Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk
Industri Tekstil di Kota/Kabupaten Bandung

PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA


tekMIRA
ISSN 0854 7890

Jurnal
Teknologi Mineral dan Batubara
Nomor 36, Tahun 14, Januari 2006

Daftar Isi
Daftar Isi ........................................................................................................................................................... i
Sekapur Sirih .................................................................................................................................................... ii
Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya untuk Refraktori Cor ............................................ 1-8
Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli
Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah : Pengaruh Waktu Inkubasi terhadap ............................. 9 - 17

Parameter Kualitas Tanah (Derajat Keasaman Tanah (pH-H 2O), Mn, Fe, P - Total dan P - Tersedia)
Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti
Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian Timah Bangka ........................ 18 - 26
Supriyono HS, Rachmat Yusuf, Deden Amiruddin, Wawan Purnawan, Mutaqin
dan Wahyu Agus S.
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ......................................................................... 27 - 40
Studi Kasus : Tenaga Kerja Unit Bisnis Pertambangan (UBP) Bauksit Kijang (PT. Antam Tbk.)
Bambang Yunianto dan Binarko Santoso
Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil di Kota/Kabupaten Bandung ............................ 41 - 47
Triswan Suseno
Petunjuk Bagi Penulis ...................................................................................................................................... 48

Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara terbit pada bulan Januari, Mei, September dan memuat karya ilmiah
yang berkaitan dengan litbang mineral dan batubara mulai dari eksplorasi, eksploitasi, pengolahan,
lingkungan, kebijakan, dan keekonomiannya.
Redaksi menerima sumbangan naskah yang relevan dengan substansi terbitan ini.
Biaya langganan : Rp 60.000,-/tahun, termasuk ongkos kirim, harga eceran Rp 20.000,-/eksemplar.

EDITOR IN CHIEF : Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
PEMIMPIN REDAKSI : Ka. Bid Program dan Informasi
REDAKTUR PELAKSANA : Ka. Sub Bid Dokumentasi dan Informasi
EDITORIAL BOARD : Binarko Santoso (Ketua), Pramusanto (Anggota), Bukin Daulay (Anggota) dan Siti Rochani
(Anggota)
EDITOR : Tatang Wahyudi, Nining S. Ningrum, Darsa Permana, Retno Damayanti, Sri Handayani,
Maman Surachman, Tendi Rustendi dan Zulfahmi
STAF REDAKSI : Sumartono, Yusi Nuriana dan Bachtiar
PENERBIT : Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara
ALAMAT REDAKSI : Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211
Telpon : (022) 6030483 - 5, Fax : (022) 6003373
e-mail : smartono@tekmira.esdm.go.id
i
Sekapur Sirih
Sidang pembaca yang budiman,

Abu terbang (fly ash) merupakan limbah padat yang dikeluarkan oleh PLTU berbahan bakar batu bara. Jumlahnya di
Indonesia melimpah; pada tahun 2006 ini saja diperkirakan akan mencapai 2 juta ton dan akan terus meningkat pada tahun-
tahun mendatang. Limbah ini perlu mendapat perhatian yang serius karena berpotensi besar menjadi masalah lingkungan,
bahkan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menetapkannya sebagai Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) karena
kandungan logam-logam berat yang bersifat toksik. Namun di sisi lain, telah diketahui pula bahwa abu terbang mengandung
komponen-komponen sebagai bahan agregat dan beberapa logam jarang yang mempunyai nilai tinggi, sehingga abu
terbang mempunyai potensi pula untuk dimanfaatkan. Dalam edisi kali ini, terdapat dua buah tulisan yang berkaitan dengan
masalah penanganan dan pemanfaatan abu terbang tersebut. Tulisan utama memaparkan kemungkinan pemanfaatan abu
terbang untuk bahan baku pembuatan refraktori cor, dan tulisan yang lain menjelaskan kemungkinan menggunakan abu
terbang sebagai bahan pembenah tanah ( soil conditioner) dan sumber beberapa hara mikro pada tanah ampas (tailing).
Upaya-upaya penelitian tersebut dilakukan dengan harapan, bukan saja dapat mengatasi masalah lingkungan di PLTU
berbahan bakar batu bara, tetapi sekaligus dapat memberi nilai tambah terhadap limbah. Hal itu merupakan bagian penting
dari konsep sustainable production.

Sebuah tulisan lain, berjudul Penelitian pemisahan dan ekstraksi zirkon-hafnium dari tailing pencucian timah
Bangka masih terkait erat dengan konsep sustainable production , yaitu mencoba memanfaatkan dan memberi nilai
tambah kepada tailing pencucian timah dengan cara mengambil mineral -mineral dan logam berharga di dalamnya.
Konsep sustainable production adalah konsep industri masa depan yang sangat penting, terutama bagi industri
pengolahan mineral karena selalu menghasilkan berbagai produk samping yang menjadi masalah bagi lingkungan.

Di samping itu, terdapat masalah yang dihadapi oleh kegiatan pertambangan ketika memasuki masa
pascatambang, yaitu banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan atau pindah kerja ke sektor lain. Sebuah
tulisan menyajikan hasil observasi dan studi mengenai pola alih kerja pada pascatambang dengan studi kasus
di UPB Bauksit Kijang PT Antam Tbk dan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Studi ini cukup penting bagi
langkah antisipasi yang pasti akan dihadapi oleh setiap kegiatan pertambangan.

Penggunaan batu bara untuk industri tekstil di Kota/Kabupaten Bandung, didatangkan dari luar Jawa melalui
Cirebon. Namun, untuk mencapai Bandung melalui jalur konvensional, terdapat kendala yang dikhawatirkan
dapat menghambat pasokan batubara, yaitu kepadatan lalulintas dan rawan longsor di beberapa tempat. Oleh
karena itu, sebuah tulisan mencoba memberi hasil kajian alternatif transportasi batu bara ini untuk menjamin
kelancaran pasokan batu bara untuk wilayah Kota dan Kabupaten Bandung.

Selamat membaca.

Salam Redaksi
ii
KARAKTERISASI ABU TERBANG PLTU SURALAYA DAN
EVALUASINYA UNTUK REFRAKTORI COR

MUCHTAR AZIZ, NGURAH ARDHA DAN LILI TAHLI

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

SARI

Abu terbang dari PLTU berbahan bakar batu bara dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai produk, di
antaranya untuk pembuatan refraktori cor. Hasil karakterisasi dan evaluasi abu terbang PLTU-Suralaya
menunjukkan abu terbang tersebut secara teknis memiliki prospek untuk dijadikan sebagai salah satu komponen
bahan baku refraktori cor, yang dapat saling melengkapi dengan komponen bahan baku refraktori cor lainnya,
sehingga dapat memenuhi spesifikasi sebagai refraktori cor. Hasil evaluasi melalui rekayasa komposisi yang
dibuat dengan beberapa perbandingan komponen komposit mentah, menghasilkan tipikal komposisi kimia yang
memiliki nilai Al2O3/SiO2 tertinggi 1,69, yang dicapai pada komposisi abu terbang/grog/aloxi/Ca-aluminat=3/2/3/2.
Nilai ini memenuhi salah satu karakteristik refraktori cor komersial tipe CAJ- 16 (Al 2O3/ SiO2=1,62). Semakin
tinggi nilai Al2O3/SiO 2, semakin tinggi sifat kerefraktoriannya (kestabilan pada suhu tinggi). Komposisi komposit
mentah lainnya dapat memenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-14 (Al 2O3/ SiO2=0,9), yaitu 1,24 dan 1,31,
dengan perbandingan komposit mentah 3/3/3/1 dan 4/2/3/1.

ABSTRACT

Characterization and evaluation of fly ash of Suralaya coal-fired power station indicate that the fly ash
techni-cally has good prospect as a component of castable refractory raw material. The mixing of fly
ash and other components would react to form certain specification of castable refractory. A mixing of
fly ash/grog/aloxi/Ca-aluminate with composition of 3/2/3/2 by volume yielded the highest typical grade
of Al2O3/SiO2 = 1.69. This value could be comparable to the grade of the commercial castable
refractory of CAJ- 16, in which the typical grade of Al 2O3/SiO2 is 1.62. The higher the value of
Al2O3/SiO2, the higher the value of refractoriness. Other compositions, 3/3/3/1 and 4/2/3/1 by volume
yielded the grade of Al2O3/SiO2 of 1.24 and 1.31 respec-tively, which were comparable to the
commercial castable refractory of CAJ-14, with typical grade of Al 2O3/ SiO2 is 0.9.

Keywords : fly ash, castable refractory, mixing, waste management


1. PENDAHULUAN pada tahun 2009. Khusus untuk PLTU Suralaya,
sejak tahun 2000 hingga 2006 diperkirakan ada
Abu terbang (fly ash) dan abu dasar (bottom ash) akumulasi jumlah abu sebanyak 219.000 ton per
merupakan limbah padat yang dikeluarkan oleh PLTU tahun. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1
berbahan bakar batu bara. Menurut laporan teknik PT dan Tabel 2. Jika limbah abu ini tidak ditangani akan
PLN (Persero) (1997), di Indonesia produksi limbah abu menimbulkan masalah pencemaran lingkungan.
terbang dan abu dasar dari PLTU diperkirakan akan Salah satu kemungkinan penanganannya adalah
mencapai 2 juta ton pada tahun 2006, dan meningkat dengan memanfaatkan abu terbang ini untuk bahan
menjadi hampir 3,3 juta ton baku pembuatan refraktori.
Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 1
Refraktori merupakan bahan tahan api sebagai penahan industri cenderung meningkat namun sampai saat
(isolator) panas pada tanur-tanur suhu tinggi yang banyak ini masih dipenuhi melalui impor (PT Indoporlen
digunakan oleh berbagai industri, seperti industri peleburan Re-fractories Indonesia, 2001). Salah satu bahan
logam, kaca, keramik, semen. Refraktori cor merupakan baku refraktori, mullite, pada tahun 1996 diimpor
bahan tahan api berupa bubuk yang jika dicampur dengan sebanyak 250 ton namun pada tahun 2000 jumlah
air dan dibiarkan beberapa saat akan mengeras (setting). impornya meningkat menjadi 700 ton. Bahan baku
Penggunaannya sebagai isolator panas dilakukan dengan lainnya meliputi chamotte, andalusite, kyanite, sil-
cara pengecoran adonan campuran bahan tersebut dengan limanite, zircon, diimpor sekitar 500 hingga 1000
air pada dinding tanur yang akan diisolasi. ton per tahun. Selain bahan baku juga masih
diimpor bahan pengikat (binder) seperti calcium
aluminate. Bahan - bahan tersebut diimpor dari
Ada 3 tipe refraktori cor berdasarkan kandungan India, Austra-lia dan Cina.
CaO-nya (Kumar et al,2003; Silvonen,2001) yaitu:
Menurut Hwang (1991), komponen mineral utama
- Low cement castables mengandung abu terbang adalah aluminosilikat, besi oksida,
maksimum CaO 2,5 % silikat densitas rendah, dan sisa karbon, serta
- Ultra - low cement castables mengandung CaO kemungkinan adanya mineral mullite.
< 1%
- No cement castables mengandung CaO Penelitian dan aplikasi pemanfaatan abu terbang
< 0,2 % sebagai bahan refraktori sudah dilakukan di
beberapa negara seperti India dan Cina. Abu
Menurut data produk perdagangan dari Sharada Ce- terbang PLTU-Suralaya diduga mempunyai
ramic Ltd, India (2000), refraktori cor yang bersifat potensi sebagai salah satu bahan baku refraktori.
asam mengandung Al2O3 65 - 95%, dan SiO 2 5 -

32%, tahan terhadap suhu 1750 - 1860 C, bulk den- Dalam rangka pemanfaatan abu terbang PLTU-
sity 2,1 - 2,8 g/ml. Bahan refraktori yang baik harus Suralaya untuk bahan baku pembuatan refraktori,
memiliki kadar Al2O3 lebih tinggi daripada SiO2 khususnya refraktori cor (castable refractory),
dengan perbandingan Al2O3 : SiO2 = 65% : 35% perlu terlebih dahulu dilakukan penelitian bahan
atau nilai Al2O3/SiO2=1,85. baku (raw materials) abu terbang tersebut untuk
mengetahui karakteristiknya melalui serangkaian
Kebutuhan akan refraktori dan bahan bakunya untuk penelitian dan pengujian.
Tabel 1. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU di
Indonesia

Kapasitas Konsumsi Produksi Produksi Jumlah abu


Tahun listrik PLTU batu bara abu dasar abu terbang
(Juta ton)
(MW) (Juta ton) (Juta ton) (Juta ton)
1996 2,66 7,3 0,04 0,25 0,29
2000 10,155 27,7 0,25 1,41 1,66
2006 12,22 33,3 0,30 1,70 2,00
2009 19,99 54,5 0,49 2,78 3,27

Tabel 2. Jumlah dan perkiraan produksi abu terbang dan abu dasar oleh PLTU Suralaya

1996 2000 2006 2009

Konsumsi batu bara (Juta ton/th) 4,36 9,27 9,27 9,27


Produksi abu dasar (Ribu ton/th) 44 93 93 93
Produksi abu terbang (Ribu ton/th) 175 175 175 175
Jumlah produksi abu (Ribu ton/th) 219 219 219 219
2 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 8
2. METODOLOGI PENGUJIAN/ memanjang adalah karakteristik khas dari
KARAKTERISASI mineral mullite, sedangkan kristal sugary
adalah khas corundum. Adapun kristal
Sampling contoh-contoh dilakukan dengan teknik yang berbentuk sugary tetapi bersudut
basung prapat (coning-quartering). Uji karakterisasi adalah mineral cristobalite. Mineral-mineral
abu terbang PLTU Suralaya dilakukan melalui mullite, cristobalite dan corundum adalah
analisis kimia, analisis fisik (distribusi ukuran, mineral-mineral yang tahan suhu tinggi.
porositas, berat jenis, analisis SEM). Hasil - hasil
analisis yang diperoleh kemudian dibandingkan Komposisi kimia : Komponen/senyawa kimia
dengan komposisi/ karakteristik yang dimiliki oleh yang terdeteksi dari analisis SEM untuk
refraktori cor komersial. Adapun alat/metoda yang butiran kasar terdiri atas Al 2O3=72,7%,
digunakan adalah sebagai berikut : SiO2=16,6%, CaO=1,18%, ZrO2=9,4% dan
FeO dan MoO3 dalam kadar rendah.
- Analisis kimia dengan AAS Adapun partikel halus terdiri atas senyawa
- Mineralogi dengan XRD
Al2O3=72,2%, SiO 2=8,9%, ZrO 2=5,71%,
- Uji struktur mikro dengan SEM
- Uji distribusi ukuran dengan Fritsch Ta2O5=13,2% dan CaO, MgO, C kadar
Particle Sizer, dan ayakan mesh Tyler rendah. Keberadaan senyawa Zirkonia dan
Tantalum menambah ketahanan refraktori
- Uji porositas berdasarkan SNI 13-3604-1994
terhadap suhu tinggi. Adanya komponen C
- Uji densitas berdasarkan SNI 13-3602-1994 (karbon) kemungkinan berasal dari bahan
abu terbang atau waktu proses sinterisasi
menggunakan bahan bakar batu bara.
3. HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis kimia terhadap contoh refraktori cor
3.1 Karakteristik dan Evaluasi komersial menunjukkan komposisi kimia seperti
tercantum pada Tabel 3.2. Tampak bahwa CAJ-14
Refraktori Cor Komersial
memiliki nilai Al2O 3/SiO2 = 0,9 dan CAJ-16
Refraktori cor (berupa bubuk) komersial yang dijual memiliki nilai Al2O3 /SiO2 = 1,6. Kandungan
di pasaran digunakan sebagai bahan pembanding pengotor Fe2O3, TiO2 dan CaO relatif tinggi.
atau kontrol terhadap hasil-hasil karakterisasi abu
terbang PLTU Suralaya. Bahan pembanding tersebut Data meliputi pH pada 10% padatan= 10,0 dan
adalah refraktori cor komersial tipe CAJ-14 dan tipe bulk density bubuk = 1,74 g/ml. Dari hasil
karakterisasi terlihat bahwa komposisi kimia
CAJ-16, masing-masing tahan terhadap suhu
utama bubuk refraktori cor tipe CAJ-16 adalah
o o
1400 C dan 1600 C. Al2O3, SiO2, Ta2O5 dan ZrO 2 dengan nilai
Komposisi mineral : komposisi mineral untuk Al2O3/SiO2 = 1,6 mengandung mineral-mineral
kedua tipe refraktori cor komersial tersebut mullite, cristobalite dan corundum. Tekstur dari
adalah sama yaitu Corundum (Al2O3), partikel-partikelnya adalah sugary dan needle
yang saling berikatan. Adapun tipe CAJ-14
Mullite (Al6Si2O13) dan Cristobalite (SiO2).
mempunyai nilai perbandingan Al2O3/SiO2 = 0,9.
Ukuran butir : distribusi ukuran butir ditunjukkan Semakin tinggi nilai perbandingan Al 2O3/SiO2
pada Tabel 3.1, terlihat bahwa sekitar 44% maka semakin tinggi sifat kerefraktoriannya.
butiran berukuran +30 mesh (lebih kasar
dari 30 mesh). 3.2. Karakterisasi dan Evaluasi Abu
Terbang PLTU-Suralaya
Tekstur : Uji spot EDS menggunakan SEM terhadap
butiran kasar (+30 mesh) dan butiran halus (-200 Distribusi ukuran butiran : Hasil analisis distribusi
mesh) menunjukkan, butiran kasar bertekstur ukuran menggunakan Fritch particle sizer
seperti butiran gula pasir (sugary) yang berukuran menunjukkan bahwa rentang ukuran partikel-
< 3 m, dan partikel halus (fine) menunjukkan partikel abu terbang berkisar antara 0,31 -
sugary dan tekstur jarum (needle) yang 300,74 mm, dengan distribusi 80% berukuran
panjangnya sekitar 3 m ( Gambar 3.1). 0,31 - 40.99 mm, atau d 50 = 6,22 mm.
Ukuran partikel yang sangat halus ini cocok
Berdasarkan pengamatan Supomo et al,(1997) dan sebagai bahan pengisi (fine grog) dalam
Soewanto et al,(1997), kristal menjarum atau sistem refraktori cor.
Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 3
Tabel 3.1 Distribusi ukuran butir refraktori cor komersial CAJ-14 dan CAJ-16

Mesh 30 30 40 40 60 -200 Total


Berat, % 44,33 14,86 7,75 5,10 3,67 24,47 100
Sample code : CAJ-16, Detected particle : Chunk; Sample code : CAJ-16; Detected particle : fine grain;
magnification, 10.000x magnification : 10.000x
Butiran kasar Partikel halus

Gambar 3.1 Mikrostruktur refraktori cor komersial (berupa bubuk)

Tabel Komposisi kimia refraktori cor


3.2 komersial

Kode %SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI
CAJ-14 38,2 35,3 1,48 1,28 3,64 0,53 0,88 0,7 0,58
CAJ-16 29,1 47,2 1,2 1,62 4,04 0,17 0,58 0,62 0,72
Komposisi mineral CAJ-14 dan CAJ-16 sama yaitu terdiri atas corundum, mullite dan cristobalite

Material : alumina silicate Material : alumina silicate

Gambar 3.2 Bentuk partikel mikro abu terbang PLTU-Suralaya


4 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 8
Bentuk partikelnya menunjukkan bentuk- mina lebih tinggi dengan nilai Al 2O3/SiO2 = 0,6.
bentuk membulat (spheres), berukuran <15 m Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena
komposisi batu bara yang digunakan dulu dengan
seperti terlihat pada Gambar 3.2. Partikel-
saat ini oleh PLTU -Suralaya sudah berubah. Saat
partikel yang membulat tersebut satu sama lain
ini batu bara yang digunakan berasal dari PT.
terlepas (tidak berikatan).
Adaro. Selain itu juga terlihat ada senyawa
Bentuk membulat kemungkinan disebabkan karena pengotor seperti Fe2O3, TiO2, CaO, K2 O dan
pada saat aluminosilikat mengalami pembakaran suhu
Na2O yang relatif tinggi, sehingga mungkin akan
tinggi dalam boiler PLTU, alkali di permukaan partikel
menurunkan kualitas refraktori. Dengan
meleleh. Terlihat pada Gambar 3.2 bahwa permukaan kandungan CaO sekitar 3,2% maka abu terbang
partikel membulat tersebut tidak merata yang ini termasuk klasifikasi ASTM kelas C yang lebih
menunjukkan kemungkinan proses pelelehannya tidak cocok berfungsi sebagai bahan cementing
sempurna. Partikel-partikel yang permukaannya castables refractory yang tahan suhu relatif
meleleh tidak sempurna dan berukuran halus ini rendah. Berdasarkan kandungan mineral dan
cenderung bergerak/berputar di dalam dapur komposisi kimianya seperti terlihat pada Tabel 3.4,
pembakaran batu bara akibat tekanan udara panas, dan maka abu terbang ini selain berfungsi sebagai
terbang melalui cerobong sehingga disebut sebagai abu bahan pengisi berbutir halus (fine grog) juga dapat
terbang. Bentuk partikel halus yang membulat cocok berfungsi sebagai binder dalam sistem refraktori.
untuk bahan tahan api cor karena memiliki sifat lambat
pengendapan dan self flowing yang lebih baik.
Keunggulan dari sifat pengendapan yang lambat adalah Data yang ditunjukkan pada Tabel 3.5 adalah
cenderung membentuk distribusi merata sehingga
komposisi kimia abu PLTU-Suralaya hasil pengujian
menurut laporan teknik PT PLN, 1977. Data tersebut
produk refraktori cor akan mempunyai struktur fisik yang
uniform dengan daya tahan abrasif yang lebih baik. memperlihatkan kandungan Al2O3 yang relatif lebih
tinggi yaitu 30,8% untuk abu terbang dan 24% untuk
abu dasar. Juga kandungan SiO2 yang lebih rendah
Mullite yang terdeteksi melalui XRD jumlahnya yaitu 54% untuk abu terbang dan 63,4% untuk abu
sangat kecil karena tidak nampak adanya tekstur dasar. Untuk abu terbang, nilai perbandingan
menjarum/memanjang (tekstur khas mullite ) seperti Al2O3 /SiO2 adalah 0,57. Kandungan CaO relatif
pada tekstur refraktori cor komersial. Selain itu juga tinggi yaitu sekitar 4%. Menurut klasifikasi ASTM,
tidak nampak adanya tekstur yang berikatan satu abu terbang dengan nilai kandungan CaO tersebut
termasuk kelas C, yang lebih cocok berfungsi
sama lain yaitu tekstur akibat perlakuan suhu tinggi/
sebagai bahan cementing castables refractory yang
pelelehan. Oleh karena itu, abu terbang-PLTU
tahan suhu relatif rendah. Untuk mencapai kualitas
Suralaya belum bersifat refraktori. refraktori yang tahan suhu tinggi, kandungan CaO
maksimum 1%. Kualitas ini termasuk low/ultra-low
Komposisi mineral : Hasil uji terhadap contoh abu cement castable refractory, yaitu klasifikasi ASTM
terbang PLTU-Suralaya menunjukkan kelas F (Hwang,1991). Oleh karena itu, untuk
mineral dominan kuarsa dan sedikit mullite. mencapai komposisi kimia refraktori diperlukan
Keberadaan mullite menunjukkan bahwa penambahan aluminium oksida atau bahan yang
aluminosilikat pada abu terbang telah mengandung Al2O3 tinggi ke dalam abu terbang
mengalami kontak dengan suhu tinggi di
dalam tungku pembakaran batu bara PLTU. guna mengurangi kadar SiO2, CaO, K2O, Na2O,
Fe2O3 sehingga dapat mendekati komposisi kimia
Mullite (3Al2 O3.2SiO2) adalah mineral
alumina silikat yang tahan terhadap suhu refraktori cor komersial, dan memiliki nilai Al2O3/SiO2
sekitar 1,6 1,85.
tinggi hingga sekitar 1875 C, tetapi karena
masih ada mineral kuarsa kemungkinan
3.3 Rekayasa dan Hasil
ketahanan terhadap suhu akan berkurang.
Penghitungan Komposisi
Komposisi kimia : komposisi kimia seperti tercantum
pada Tabel 3.3 menunjukkan nilai perbandingan Dari hasil karakterisasi abu terbang PLTU-Suralaya
yang telah dilakukan maka diperlukan penelitian
Al2O3/SiO2 = 0,16 berarti kadar aluminanya
untuk merekayasa dan menghitung komposisi bahan
sangat kecil dibandingkan dengan silikanya.
baku refraktori cor (komposit mentah) yang terdiri
Jika dibandingkan dengan data dalam Tabel 3.4
(PT PLN,1997), terlihat kadar alu- dari 4 komponen : abu terbang, grog aluminosilikat

Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 5
Tabel Komposisi kimia abu terbang PLTU-
3.3 Suralaya

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI


72,9 11,37 5,93 0,76 3,19 1,99 0,46 1,45 1,04

Tabel 3.4 Komposisi kimia abu pada Komponen lainnya adalah aluminium oksida (Aloxi)
limbah PLTU Suralaya
yang berfungsi untuk menambah kandungan Al2O3
sehingga sifat kerefraktorian dari refraktori cor
Senyawa Abu dasar Abu terbang
diharapkan menjadi meningkat. Komposisi kimia
% % salah satu tipikal Aloxi dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Al2O3 24,0 30,8
CaO 2,7 4,0 Kalsium aluminate (Ca-aluminate) berfungsi sebagai
Fe2O3 5,5 4,6 bahan pengikat, terutama saat pembentukan atau
K2O 0,17 0,18 pencetakan untuk mempercepat waktu pengeringan
MgO 1,3 1,9 dan pengerasan (setting time). Salah satu tipikal
Na2O 1,0 1,3 komposisi kimia Ca-aluminate ditunjukkan pada
P 2O 5 - - Tabel 3.7.
SO3 0,18 0,23
SiO2 63,4 54,0 Salah satu tipikal komposisi yang kemungkinan
TiO2 - - bisa dibangun dan diuji adalah seperti disajikan
Fe+Si+Al 92,9 89,4 pada Tabel 3.8.
CaO bebas <0,06 <0,06
Kand. Silika - 53,4 Rekayasa komposisi yang dibuat dengan
LOI 0,68 <0,5 perbandingan komponen komposit mentah seperti
D50 - 15,5 (m) ditunjukkan pada Tabel 3.9, menghasilkan tipikal
D90 - 67,9 (m) komposisi kimia seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 3.10. Nilai Al2O 3/SiO 2 tertinggi dicapai
pada komposit mentah kode A yaitu 1,69. Nilai
ini dapat memenuhi refraktori cor komersial tipe
(crushed brick), aluminium oksida, dan calcium CAJ-16. Komposit mentah kode B dan D dapat
aluminate (sebagai pengikat atau binder). Grog memenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-14.
adalah material granular yang dibuat dari bahan
tahan api hancur (crushed brick) sebagai pengisi
bodi berukuran kasar yang dapat berfungsi 4. KESIMPULAN DAN SARAN
mengurangi shrinkage dan thermal expansion,
meningkatkan stabilitas saat mengalami suhu tinggi. 4.1 Kesimpulan
Abu terbang mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai
grog, pengisi refraktori berbutir halus dan sebagai - Hasil karakterisasi dan evaluasi abu terbang
binder karena mengandung aluminosilika aktif. PLTU-Suralaya menunjukkan abu terbang
Sebagai bahan grog kasar digunakan aluminosilikat tersebut secara teknis memiliki prospek untuk
yang telah mengalami perlakuan suhu tinggi dan dijadikan salah satu komponen bahan baku
telah dipecah (crushed brick). Salah satu tipikal grog refraktori cor, yang dapat saling melengkapi
untuk refraktori cor biasanya dibuat berukuran 30 dengan komponen bahan baku refraktori cor
mesh, mempunyai komposisi mineral: corundum, lainnya sehingga dapat memenuhi spesifikasi
mullite dan cristobalite. Komposisi kimianya sebagai refraktori cor.
tercantum pada Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Tipikal komposisi kimia grog

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI


39,0 54,0 1,70 2,18 1,33 0,62 0,65 0,22 0,12
6 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 8
Tabel 3.6 Tipikal komposisi kimia aluminium oksida (Aloxi)

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI


0,12 98,5 0,094 0,12 0,44 0,004 0,004 0,35 0,23

Tabel Tipikal komposisi kimia Ca-


3.7 aluminate

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI


5,24 40,5 12,18 2,18 35,6 0,30 Tt 0,039 3,52

Tabel 3.8 Tipikal komposisi kimia grog, aloxi dan Ca-aluminate

%SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI


Grog 39,0 54,0 1,70 2,18 1,33 0,62 0,65 0,22 0,12
Aloxi 0,12 98,5 0,094 0,12 0,44 0,004 0,004 0,35 0,23
Ca-aluminate 5,24 40,5 12,18 2,18 35,6 0,30 Tt 0,039 3,52

Tabel 3.9 Tipikal rekayasa komposisi komposit mentah refraktori cor (abu terbang, grog,
Aloxi,
Ca-aluminate)

Komponen Kode komposit mentah (perbandingan berat)


komposit mentah A B C D
Abu terbang 3 3 4 4
Grog 2 3 3 2
Aloxi 3 3 2 3
Ca-aluminate 2 1 1 1

Tabel 3.10 Tipikal hasil penghitungan komposisi kimia komposit mentah refraktori cor

Kode %SiO2 %Al2O3 %Fe2O3 %TiO2 %CaO %MgO %K2O %Na2O %LOI Al2O3/
SiO2
CAJ-16 29,1 47,2 1,2 1,62 4,04 0,17 0,58 0,62 0,72 1,62
CAJ-14 38,2 35,3 1,48 1,28 3,64 0,53 0,88 0,7 0,58 0,9
A 30,8 52,0 4,5 1,0 8,5 1,9 0,2 0,6 1,1 1,69
B 34,1 42,2 3,5 1,0 5,1 2,4 0,3 0,7 0,7 1,24
C 41,3 34,4 4,1 1,1 5,4 2,6 0,3 0,8 0,7 0,83
D 37,4 49,0 3,9 0,9 5,2 2,0 0,2 0,7 0,8 1,31

Karakterisasi Abu Terbang PLTU Suralaya dan Evaluasinya ... Muchtar Aziz, Ngurah Ardha dan Lili Tahli 7
- Rekayasa komposisi yang dibuat dengan Kumar, D.S. Kumar, M.P. and Sankar R. 2003, Ef-fect
perbandingan komponen komposit mentah of Syntetic Aggregate on Alumina Castables
menghasilkan tipikal komposisi kimia yang Based on Fly Ash, Kyanite and Sillimanite,
memiliki nilai Al2O3/SiO2 tertinggi 1,69 yang Bulletin of American Ceramic Society,
dicapai pada komposit mentah kode A. Nilai Abstract on http://www.ceramicbulletin.org.28
ini dapat memenuhi salah satu karakteristik January. 2004.
refraktori cor komersial tipe CAJ-16.
Komposit mentah kode B dan D dapat PT.Indoporlen Refractories Indonesia 2001, (Brosur).
memenuhi refraktori cor komersial tipe CAJ-
14, bahkan nilainya lebih tinggi, yaitu 1,24 PT PLN (Persero) dan PT Kema Teknologi Indonesia
dan 1,31. Semakin tinggi nilai Al 2O3/SiO2, 1997, Pengelolaan Abu Terbang dan Abu
semakin tinggi sifat kerefraktoriannya Dasar Pembangkit Listrik Dengan Bahan Bakar
(kestabilan pada suhu tinggi). Batu bara di Indonesia, Laporan Teknik.

4.2 Saran Sharada Ceramic Ltd. 2000, Product data of


Castables Refractories, India, http://
Diperlukan penelitian lanjutan untuk melakukan www.castablerefractories.com. 4 Febr. 2004.
rekayasa komposit mentah refraktori cor serta
pengujiannya untuk mendapatkan komposisi Silvonen, J. 2001, Porous Ceramic Castable
bahan baku refraktori cor yang optimal dengan Refractories, Presentation Outline, TUT,
abu terbang sebagai salah satu komponennya. Institute of Materials Science, Ceramic
Materials Laboratory.

DAFTAR PUSTAKA Soewanto, R. dan Sagala, M. 1997, Karakterisasi


Kromit Sulawesi Tengah sebagai Bahan
J.Y. Hwang, 1991; Beneficial Use of Fly Ash, Refraktori, Prosiding Kolokium Pengolahan
Technical Report, Michigan Technologycal Mineral Untuk Industri di Indonesia,
University. http://www.ceramicbulletin.org, Puslitbang Teknologi Mineral, hlm. 165.
28 Jan.2004.
Supomo, Sagala, M. dan Pranggono, P. 1997,
Hwang, J.Y dan Huang, X. 1995, Refractory Pembuatan Mulit dari Topaz, Prosiding
Material Produced from Beneficiated Fly Ash, Kolokium Pengolahan Mineral Untuk
th Industri di Indonesia, Puslitbang Teknologi
Proceedings 11 International Symposium on
Use and Management of Coal-Combustion By- Mineral, hlm. 119.
Products, Orlando, January, Vol.1, pp.32-1-13.
8 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 1 8
PENELITIAN ABU BATU BARA SEBAGAI PEMBENAH
TANAH : PENGARUH WAKTU INKUBASI TERHADAP
PARAMETER KUALITAS TANAH
(DERAJAT KEASAMAN TANAH (pH-H2O),
Mn, Fe, P-TOTAL DAN P-TERSEDIA)

NIA ROSNIA HADIJAH DAN RETNO DAMAYANTI

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

SARI

Abu batu bara merupakan salah satu produk samping dari pembangkit tenaga listrik PLTU batu bara. Pada
penelitian ini abu batu bara digunakan sebagai pembenah tanah (soil conditioner) dan sumber beberapa
hara mikro pada tanah ampas (tailing), karena secara kimia abu batu bara mengandung unsur Fe, Ca, Al,
Si, K dan Mg dengan persentase tinggi, juga mengandung unsur Zn, B, Mn dan Cu dalam jumlah sedang,
serta sejumlah kecil unsur C dan N yang terdapat dalam bentuk silikat, oksida, sulfat dan karbonat. Ampas
yang digunakan berasal dari kegiatan pengolahan tembaga di Timika dan abu batu bara dari PLTU Asam-
asam di Kalimantan. Ampas dan abu batu bara, serta kompos dicampur dengan perbandingan A0
(200:25:25), A1 (225:0:25), A2 (225:25:0), A3 (175:0:75) dan A4 (175:75:0). Campuran diinkubasi selama 2,
4 dan 6 minggu. Metode percobaan yang digunakan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)
dengan 3 (tiga) ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama masa inkubasi berpengaruh terhadap
parameter pH, unsur Mn, Fe, P-total dan P-tersedia. Perubahan parameter tersebut optimum pada inkubasi
2 minggu. Terjadi penurunan Mn dan Fe, penurunan Mn rata-rata terbesar 4,14 ppm (99,7%) dan
penurunan Fe rata -rata terbesar 323,85 ppm (99,75%) terjadi pada ikubasi 2 minggu. Kenaikan P-total
dalam tanah berkisar 62,84 129,89 mg/100g sedangkan P-tersedia adalah 31,19 70,12 mg/100g.
Penambahan abu batu bara signifikan terhadap perubahan parameter Fe dan Mn, tetapi peningkatan P-
total dan P-tersedia hanya terjadi pada perlakuan penambahan kompos.

ABSTRACT

Fly ash is a by product of pulverized coal fired thermal power stations. As the fly ash contains high concentra-tion
of Fe, Ca, Al, Si, K and Mg, medium concentration of Zn, B, Mn and Cu and small amounts of C and N, it is
predicted that fly ash can be used as the soil conditioner and as a source of some micro nutrient for tailing
management. Most of those elements present in the forms of silicates, oxides, sulphates and carbonates. The
tailing is from Timika copper processing plant and the fly ash is from Asam-asam Power Plant. Compost must be
added to change the texture of tailing mixture. The composition ratio of tailing, fly ash and compost mixture were
A0 (200:25:25), A1 (225:0:25), A2 (225:25:0), A3 (175:0:75) and A4 (175:75:0). The mixtures then were incubated
for 2, 4 and 6 weeks. The experiment used Randomized Block Design (Rancangan Acak Kelompok) method
which repeated 3 times. Result showed that incubation time influenced the soil parameter such as pH, Mn, Fe
and P. The optimum changes occured in the 2 week of incubation. The Fe and Mn

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti 9
concentration reduced about 323.85 ppm (99.75%) and 4.14 ppm (99.7%) respectively. Increasing in
total P in soil was in the range of 62.84 129.89 mg/100 g and for the available P was 31.19 70.12
mg/100 g. It means that fly ash addition caused the significant reduction in soil Fe and Mn parameters
but changes in phosphor concentration mostly came from compost addition.

Keywords : fly ash, soil conditioner, incubation, waste management


1. PENDAHULUAN Penambahan abu batu bara meningkatkan pH tanah
terutama pada tanah asam daripada tanah yang
Salah satu produk samping dari pembangkit tenaga cenderung basa, karena CO2 bereaksi lebih reaktif
listrik PLTU batu bara adalah abu batu bara. Abu
dengan CaO menghasilkan CaCO3 sehingga pH
batu bara dapat dimanfaatkan karena berbentuk
tanah cenderung menjadi netral <http://
partikel halus amorf dan bersifat Pozzolan dan dapat www.dailynews.lk/2004/02/17/fea09.html>. Pada
bereaksi dengan kapur pada suhu kamar dengan penelitian ini telah dilakukan percobaan terhadap
media air dan membentuk senyawa yang bersifat kemungkinan pemanfaatan abu batu bara sebagai
mengikat. Hingga saat ini abu batu bara banyak bahan pembenah tanah (soil conditioner).
dimanfaatkan untuk keperluan industri semen dan
beton, bahan pengisi untuk bahan tambang dan
bahan galian serta berbagai pemanfaatan lainnya. 2. BAHAN DAN METODE
Salah satu pemanfaatan abu batu bara yang diteliti
di Puslitbang tekMIRA adalah untuk mengelola tanah 2.1 Bahan dan Peralatan
ampas (tailing) yang berasal dari kegiatan
pengolahan emas. Dalam hal ini, abu batu bara Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
digunakan sebagai pembenah tanah dan sumber
beberapa hara mikro. - Abu batu bara yang berasal dari PLTU
Asam-asam di Kalimantan
Secara fisik abu batu bara merupakan partikel yang - Ampas yang berasal dari kegiatan
sangat kecil, dengan diameter rata-rata 10 mm dan luas pengolahan tembaga di Timika
permukaan yang besar. Sifat kimia dan mineralogi abu - Bahan organik (kompos) yang diperoleh
batu bara bergantung pada komposisi batu bara asal, dari pasaran
kondisi selama pembakaran batu bara, penyimpanan
dan penanganan abu serta iklim. 2.2 Penentuan karakteristik contoh
abu batu bara dan ampas
Secara kimia abu batu bara mengandung unsur Fe,
Ca, Al, Si, K dan Mg dengan persentase tinggi, juga a. Analisis kimia contoh abu batu bara
mengandung unsur Zn, B, Mn dan Cu dalam jumlah Contoh abu batu bara yang berasal dari Asam-
sedang, serta sejumlah kecil unsur C dan N. Unsur- asam, dianalisis di Laboratorium Pengujian
unsur tersebut terdapat dalam bentuk silikat, oksida, Kimia Mineral dan Laboratorium Pengujian
sulfat dan karbonat. Abu batu bara sendiri dapat Kimia Lingkungan, Pusat Penelitian dan
bersifat sangat asam (pH 3 4) tetapi pada Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu
umumnya bersifat basa (pH 10 12). Secara fisika bara (Puslitbang tekMIRA), di Bandung.
abu batu bara tersusun dari partikel berukuran silt Pengujian abu batu bara meliputi analisis unsur-
yang mempunyai karakteristik kapasitas pengikatan unsur mayornya (SiO2, Al2O3, Fe2O3, TiO2,
air dari sedang sampai tinggi, sifat-sifat pembentuk 2-
K2O, Na2O, P2O5, CaO, MgO, MnO, SO3 dan
semen yang dapat menghambat perkembangan akar hilang pijar atau loss of ignition/LOI), dan
tanaman (Muhammad, 2004). analisis logam-logamnya (Cu, Pb, Zn, Cd, Cr,
As dan Hg). Disamping pengujian secara kimia,
Berdasarkan sifat-sifat fisika dan kimia abu batu bara dilakukan pula analisis mineralogi dengan
tersebut, abu batu bara digunakan untuk memperbaiki menggunakan XRD.
tanah asam dan basa serta memperkaya tanah.
Dengan ukuran partikel yang kecil, abu batu bara dapat b. Analisis kimia contoh ampas
memperbaiki tekstur tanah, meningkatkan porositas dan Contoh ampas dianalisis di Laboratorium
kapasitas penyimpanan air. Pengujian Kimia Mineral dan Laboratorium
10 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 17
Pengujian Kimia Lingkungan, Pusat terlihat bahwa di samping oksida-oksida di atas, abu
Penelitian dan Pengembangan Teknologi batu bara juga mengandung beberapa logam berat
Mineral dan Batu bara (Puslitbang tekMIRA), seperti Pb, Cu dan Zn dan lain-lain dengan konsentrasi
di Bandung. Pengujian terhadap contoh yang tidak terlalu tinggi (< 500 ppm). Perbandingan
ampas meliputi analisis logam-logamnya (Cu, silika dan alumina dalam contoh asal Asam-asam
Pb, Zn, Fe, Mn, As dan Al), pH, C -organik, N sebesar 3.08 sehingga diperkirakan akan dapat
total, P2O5, K2O, perbandingan C dan N, dihasilkan zeolit sintetis dari jenis faujasit atau NaP.
basa yang dapat dipertukarkan (K, Na, Ca,
Mg) dan kapasitas tukar kation/KTK atau 3.2 Karakteristik contoh ampas
cation exchange capac-ity/CEC.
Karakterisasi contoh ampas yang digunakan dalam
c. Percobaan inkubasi ampas sebagai mediapenelitian ini meliputi analisis logam-logamnya (Cu,
tanam Pb, Zn, Fe, Mn, As dan Al), pH, C- organik, N
Pada percobaan ini ampas dan abu batu bara total, P2O5, K 2O, perbandingan C dan N, basa
dicampur dengan berbagai perbandingan. yang dapat dipertukarkan (K, Na, Ca, Mg) dan
Metode percobaan yang digunakan kapasitas tukar kationnya (KTK). Hasil dari
menggunakan Rancangan Acak Kelompok analisis tersebut ditunjukkan pada Tabel 3.
(RAK) dengan 3 (tiga) ulangan. Variasi takaran
abu batu bara dan yang dicoba dapat dilihat Berdasarkan kriteria penilaian kesuburan tanah, dapat
pada Tabel 1. Selanjutnya campuran tersebut ini dikatakan bahwa ampas yang digunakan pada
percobaan ini secara umum kesuburannya rendah
diinkubasi selama 2, 4 dan 6 minggu dan pada
dengan kondisi pH cenderung alkali (> 8). Kandungan
masa tersebut kelembaban media diatur
P2O5 dan K 2O potensial (P2O5 dan K2O dalam HCl 25
dengan cara penyiraman hingga mencapai
kapasitas lapang. %) serta K2O tersedianya (K 2 O dalam sitrat 2 %)
cukup tinggi tetapi P2O5 tersedia rendah. Kandungan P
Analisis tekstur media tanam dilakukan pada potensial dalam contoh ampas sangat tinggi yaitu 105
akhir masa inkubasi. Selanjutnya analisis mg/100 g tetapi P tersedia (P2O 5 Sitrat 2 %) tergolong
kualitas media tanam hasil inkubasi sangat rendah yaitu 3,3 mg/100 g. Kandungan K
dilakukan di laboratorium pengujian kimia potensial (K2O HCl 25 %) dan tersedia (K2O Sitrat 2 %)
lingkungan untuk penentuan pH, P2O5 dan tergolong tinggi yaitu masing-masing sebesar 247
analisis logam-logamnya (Fe, Mn). mg/100 g dan 22,9 mg/100 g.

Kation- kation basa yang dapat dipertukarkan (K, Na,


3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Ca dan Mg) juga tergolong tinggi tetapi kation -kation
tersebut diperkirakan terdapat dalam bentuk garam-
3.1 Karakteristik abu batu bara garam bebas yang tidak tersedia bagi tanaman (tidak
terikat dalam kompleks jerapan). Hal ini juga
Karakterisasi abu batu bara PLTU Asam-asam yang ditunjukkan dengan nilai kejenuhan basa yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis melampaui 100 % tetapi nilai KTK sangat rendah.
komposisi oksida-oksida unsur-unsur mayor (SiO2,
Al2O3, Fe2O 3, TiO2, K 2O, Na2O, P2O5 , CaO, Perbandingan C/N ampas berdasarkan kriteria
2- kesuburan tanah tergolong sangat rendah yaitu 3,3.
MgO, MnO, SO3 dan hilang pijar atau loss of
ignition/LOI), analisis konsentrasi logam-logam Kandungan bahan organik yang rendah akan
berat (Cu, Pb, Zn, Cd, Cr dan As). Hasil dari mengurangi ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
analisis tersebut disajikan pada Tabel 2.
Konsentrasi Fe dan Al dalam ampas relatif cukup
Komposisi kimia dari contoh abu batu bara yang diteliti tinggi yakni untuk Fe: 1.61 12.78 % dan untuk
terutama berupa silika (SiO2) dan alumina (Al2O3) Al: 2.5 5.0 %. Konsentrasi Mn dalam contoh
dengan konsentrasi yang bervariasi masing-masing ampas adalah 0.14 %.
antara 55.3 59.3 % dan 19.40 30.9 %. Oksida-oksida
lain yang terdapat dalam abu batu bara adalah yang Logam Cu, Pb, Zn dan As dalam contoh ampas
mencapai 12.52 %. Oksida-oksida lain yang terdapat pada umumnya ada dalam jumlah kelumit ( 100
dalam abu batu bara adalah oksida-oksida asam seperti ppm) kecuali konsentrasi Cu dan Zn yang
SO3 dan P2O5. Pada Tabel 2 mencapai nilai 1800 ppm dan 287 ppm.

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti 11
Tabel 1. Takaran pemberian abu batu bara dan pupuk

Contoh Komposisi berat (gram)


Ampas Abu batu bara Pupuk
A0 200 25 25
A1 225 - 25
A2 225 25 -
A3 175 - 75
A4 175 75 -
Tabel 2. Hasil analisis komposisi kimia abu batu bara asal PLTU
Asam-asam

No. Parameter Satuan Abu batu bara


Asam-asam
1. pH 7,0
2. SiO2 % 59,3
3. Al2O3 % 19,40
4. Fe2O3 % 12,52
5. TiO2 % 0,98
6. CaO % 2,13
7. MgO % 2,50
8. K2O % tt
9. Na2O % 0,16
10. MnO % 0,19
11. SO3 % 0,53
12. P2O5 % 0,104
13. LOI % 1,30
14. Pb ppm 19
15. Cu ppm 298
16. Zn ppm 391
17. Cr ppm 224
18. As ppm 10
19. H2O % 0,033

Keterangan:
Contoh diperiksa dari bahan kering (105 110 C) kecuali
-
H2O yang ditentukan dari bahan asal.
tt : tidak terdeteksi
3.3 Karakteristik media tanam Contoh untuk pengujian sifat kimia media tanam
setelah inkubasi ini diperiksa dari bahan kering (105
Dengan berbagai komposisi media tanam, 110 C) . Data hasil pengujian sifat kimia
contoh-contoh ampas yang telah dicampur media perlakuan adalah sebagai berikut :
dengan bahan organik dan juga abu terbang diuji
melalui percobaan inkubasi. Hasil percobaan 3.3.1 Derajat Keasaman Tanah (pH-H2O)
inkubasi kemudian dibandingkan dengan kriteria
kesuburan tanah dan dievaluasi. Hasil analisis pH-H2O setelah diinkubasi selama 2,
12 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 17
Tabel 3. Hasil analisis ampas dan kompos
No. Parameter Satuan Ampas
Timika Kriteria
1. pH H2O 8,45 AA
2. pH KCl 8,24 SR
3. C-organik % 0,33 R
4. N total % 0,10 SR
5. Kejenuhan Basa % 4042 ST
6. P2O5 (HCl 25%) mg/100 gr 105 ST
7. P2O5 (Sitrat 2%) mg/100 gr 3,30 SR
8. K2O (HCl 25%) mg/100 gr 247 ST
9. K2O (Sitrat 2%) mg/100 gr 22,99 T
10. C/N - 3,3
11. KTK mg/100 gr 1,15 SR
Kation dapat dipertukarkan
12. K mg/100 gr 0,94 T
13. Na mg/100 gr 0,56 S
14. Ca mg/100 gr 42,06 ST
15. Mg mg/100 gr 2,89 T
Logam-logam
16. Fe % 12,78
17. Mn % 0,14
18. Al % 5,00
19. Cu ppm 1800
20. Pb ppm 18
21. Zn ppm 287
22. As ppm 21
Keterangan:

Data primer tahun 2004


Contoh diperiksa dari bahan kering (105 110 C)
AA: agak alkali SR: sangat rendah S: sedang
T : tinggi ST: sangat tinggi

4 dan 6 minggu mengalami perubahan yang secara 3.3.2 Unsur Mn


statistika perubahan itu signifikan pada uji varians.
Hasil uji BNJ taraf nyata 5 % atau pada tingkat Mineral Mn dalam tanaman berfungsi dalam
kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata. fotosintesis, dan memecahkan air. Mn diserap
2+
dalam bentuk Mn . Kelarutan Mn dikontrol
pH ampas yang berasal dari Timika bersifat agak al-kali oleh pH tanah, kelarutannya menurun 100 kali
(AA) yaitu sebesar 8.45. Pemberian abu terbang pada jika pH naik 1 unit
ampas (tailing) menyebabkan media cenderung menjadi http://www.tanindo.com/abdi12/ hal1501.htm.>.
netral. Peningkatan pH tertinggi terjadi pada contoh
tailing dengan penambahan abu batu bara sebanyak 75 Hasil uji BNJ taraf nyata a 5 % atau pada tingkat
g (A4) dengan inkubasi selama 6 minggu. kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata.

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti 13
Tabel 4. Uji varians taraf nyata 5 % atau pada tingkat
kepercayaan 95%

JK db KT Fhitung F tabel
Fk 2,429.84
Jktot 75.31
Jk kel 0.22 2 0.11
Jk perl 73.20 14 5.23 77.26 2.07
JK g 1.89 28 0.07
A4

A3

Contoh
A2
A1
Ao

4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00


pH-H2O

2 minggu 4 minggu 6 minggu


Gambar 1. Pola perubahan pH- H2O pada tanah
ampas (tailing) yang diberi dosis abu
batu bara dan kompos dan lama
inkubasi yang berbeda

Tabel 5. Uji varians taraf nyata 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT Fhitung F tabel
Fk 2,700.18
Jktot 352.18
Jk kel 1.20 2 0.60
Jk perl 317.59 14 22.68 19.02 2.07
JK g 33.40 28 1.19

Tabel 6. Kadar Mn rata-rata pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abu
batu bara dan kompos dan lama inkubasi yang berbeda

Kode contoh Waktu inkubasi (satuan ppm) Rata-rata


2 minggu 4 minggu 6 minggu
Ao 5,28 10,52 8,67 8,16
A1 3,4 9,11 9,75 7,42
A2 4,85 10,33 9,49 8,22
A3 4,05 9,05 9,79 7,63
A4 3,1 10,34 8,47 7,3
Rata-rata 4,14 9,87 9,23

14 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 17
Kadar Mn rata-rata pada inkubasi 2 minggu adalah Kadar Fe dalam tanah ampas (tailing) berdasarkan
4,14 ppm (99,7%) dan pada masa inkubasi 4 minggu hasil analisis adalah 127.800 ppm. Kadar Fe rata-
adalah 9,87 (99,3%) ppm, sedangkan pada inkubasi rata setelah inkubasi 2 minggu adalah 323,85 ppm,
6 minggu 9,23 (99,34%). Ini membuktikan lamanya pada inkubasi 4 minggu, yaitu sebesar 799,8 ppm,
inkubasi berpengaruh terhadap kadar Mn dalam sedangkan Fe rata-rata pada inkubasi 6 minggu
tanah yang secara statistika pengaruhnya signifikan. adalah 591,55 ppm. Persen penurunan Fe dengan
masa inkubasi 2, 4 dan 6 masing-masing sebesar
Dari Tabel 6 terlihat bahwa kadar Mn rata-rata 99,75 %, 99,54% dan 99,37%.
yang terendah terdapat pada A4, yaitu media
tanam dengan komposis ampas dan abu batu Dari Tabel 8 terlihat bahwa kadar Fe rata-rata
bara (175:75), sehingga abu batu bara cukup yang terendah terdapat pada A4, yaitu media
efekktif sebagai pembenah tanah. tanam dengan komposisi ampas dan abu batu
bara (175:75), sehingga abu batu bara cukup
3.3.3 Unsur Fe efekktif sebagai pembenah tanah.
2+ 3.3.4 P-total dan P-tersedia
Unsur Fe diserap akar dalam bentuk Fe atau
3+ 3+ 2+
Fe , umumnya Fe direduksi menjadi Fe
sebelum penyerapan. Kelarutan mineral Fe dalam Hasil analisis P-total (P dalam HCl 25%) dan P-
tanah sangat rendah, mineral amorf Fe(OH)3 tersedia setelah 2, 4 dan 6 minggu diinkubasi
mengatur kadar Fe dalam larutan tanah. Pada tanah mengalami perubahan. P-total dalam ampas adalah
dengan drainase baik, kondisinya teroksidasi kadar 105 mg/100g, peningkatan P total setelah inkubasi
3+ 2+
Fe lebih besar daripada Fe . Sebaliknya pada berkisar 62,84 129,89 mg/100g, kenaikan tertinggi
3+
tanah jenuh air Fe mengalami reduksi menjadi Fe terjadi pada inkubasi 2 minggu, pada contoh A3.
2+
. Kelarutannya juga berkurang 1000 kali lipat pada
tanah dengan pH tinggi. Hasil uji BNJ taraf nyata 5 % atau pada tingkat
kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata.
Hasil uji BNJ taraf nyata 5 % atau pada tingkat
kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata. P-tersedia (P dalam sitrat 2%) dalam ampas adalah

Tabel 7. Uji varians taraf nyata 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%

JK db KT F hitung F tabel
Fk 14,709,715.29
Jktot 2,923,513.46
Jk kel 35,589.21 2 17,794,61
Jk perl 2,325,260.20 14 166,090,01 8.27 2.07
JK g 562,664.05 28 20,095.14
Tabel 8. KadarFe rata-rata pada tanah ampas (tailing) yang diberi dosis abu batu bara
dan

kompos dan lama inkubasi yang


berbeda

Kode contoh Waktu inkubasi (satuan ppm) Rata-rata


2 minggu 4 minggu 6 minggu
Ao 527,99 860,12 690,32 686,14
A1 338,98 790,02 686,19 605,06
A2 361,71 787,10 429,92 526,24
A3 372,40 746,35 489,91 536,22
A4 18,18 815,43 681,43 505,01
Rata-rata 323,85 799,80 591,55

Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti 15
Tabel 9. Uji varians taraf nyata 5 % atau pada tingkat
kepercayaan 95%

JK db KT Fhitung F tabel
Fk 1,833,124.61
Jktot 930,116.74
Jk kel 4,248.06 2 2,124.03
Jk perl 899,422.67 14 64,244.48 68.02 2.07
JK g 26,446.00 28 944.50

Tabel 10. Kadar P-total rata-rata (P dalam HCI 25%) pada tanah ampas (tailing) yang
diberi dosis abu batu bara dan kompos dan lama inkubasi yang berbeda

Kode contoh Waktu inkubasi (satuan ppm) Rata-rata


2 minggu 4 minggu 6 minggu
Ao 164,99 206,6 187,8 186,46
A1 182,65 221,6 183,3 195,85
A2 91,197 102,2 95,068 96,16
A3 340,93 393,4 607,4 447,24
A4 59,41 89,6 100,9 83,30
Rata-rata 167,835 202,68 234,8936

Tabel Uji varians taraf nyata 5 % atau pada tingkat kepercayaan 95%
11.

JK db KT Fhitung F tabel
Fk 139,539.65
Jktot 264,483.90
Jk kel 1,171.00 2 585.80
Jk perl 255,473.70 14 82,248.12 65.18 2.07
JK g 7,839.19 28 279.97

Tabel 12. Kadar P-total rata-rata (P dalam sitrat) pada tanah ampas (tailing) yang
diberi dosis abu batu bara dan kompos dan lama inkubasi yang berbeda

Kode contoh Waktu inkubasi (satuan ppm) Rata-rata


2 minggu 4 minggu 6 minggu
Ao 58,4 28,76 69,1 52,09
A1 59,2 24,9 78 54,03
A2 3,8 2,97 2,33 3,03
A3 239,5 233,7 18,1 163,77
A4 6,2 4,9 4,93 83,30
Rata-rata 73,42 59,046 34,492

16 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 9 17
3,3 mg/100g. Peningkatan P-tersedia berkisar antara terjadi pada waktu inkubasi 2 minggu dan
31,19 70,12 mg/100g. Dengan nilai tertinggi terjadi perlakuan penambahan kompos sebanyak 30%.
waktu inkubasi 2 minggu, pada contoh A3. Ini
membuktikan bahwa P -total maupun P- tersedia 3. Penambahan abu batu bara signifikan terhadap
meningkat dengan adanya kompos atau zat organik, perubahan parameter Fe dan Mn, tetapi
karena ketersediaan hara organik dalam tanah ikut peningkatan P-total dan P-tersedia hanya
menstimulasi aktifnya mikroorganisme dalam tanah. terjadi pada perlakuan penambahan kompos.

Hasil uji BNJ taraf nyata 5 % atau pada tingkat Pada penelitian selanjutnya perlu diukur kadar
kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan nyata. ion logam yang terlindi setelah inkubasi,
dengan melakukan analisis ion logam dari abu
batu bara dan ampas.
4. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Dari hasil perhitungan secara statistika DAFTAR PUSTAKA


pada uji varians dapat dikatakan berbeda
nyata, menunjukkan bahwa lama masa Muhammad, B.C. 2004, Aplikasi Indeks Biokimia
inkubasi berpengaruh terhadap parameter Dalam Penentuan Karakteristik dan Kesuburan
pH, unsur Mn, Fe, P-total dan P-tersedia. Tanah yang Diberi Bahan Organik Terinkubasi,
J. Agroland 11(1): 65 - 72.
2. Penambahan abu batu bara menyebabkan pH
ampas (tailing) berubah dari agak alkali menjadi V. Thivahary, 2004, Fly ash- A potentialsoil amend-
netral. Terjadi penurunan Mn dan Fe, rata-rata ment for increasing corp yields, 7 Januari 2005,
penurunan Mn terbesar 4,14 ppm (99,7%) <http://www.dailynews.lk/2004/02/17/
terjadi pada ikubasi 2 minggu, dan rata-rata fea09.html.>
penurunan Fe terbesar 323,85 ppm (99,75%)
terjadi pada ikubasi 2 minggu. Kenaikan P-total Anonim 2005, Pentingnya Menjaga Keseimbangan
dalam tanah berkisar 62,84 129,89 mg/100g Unsur hara makro dan Mikro untuk tanaman, 3
sedangkan P-tersedia adalah 31,19 70,12 mg/ Februari, <http://www.tanindo.com/abdi12/
100g. Kenaikan P-total dan P-tersedia tertinggi hal.1501.htm.>
Penelitian Abu Batu bara sebagai Pembenah Tanah ... Nia Rosnia Hadijah dan Retno Damayanti 17
PENELITIAN PEMISAHAN DAN EKSTRAKSI ZIRKON-
HAFNIUM DARI TAILING PENCUCIAN TIMAH BANGKA

SUPRIYONO HS, RACHMAT YUSUF, DEDEN AMIRUDDIN, WAWAN PURNAWAN, MUTAQIN DAN
WAHYU AGUS S.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373

SARI

Limbah dari pengolahan bijih timah milik PT. Timah dan PT. Kobatin, Bangka, banyak mengandung
beberapa mineral berharga diantaranya adalah mineral zirkon, ZrSiO 4. Logam zirkonium yang berasal dari
mineral zirkon banyak digunakan sebagai bahan anti korosi dan penahan panas (refractory), dan bahan
pada industri keramik halus. Sampel dari limbah pengolah bijih timah, diambil dari PT. Timah dan PT.
Kobatin, telah berhasil ditingkatkan kadar zirkon dari 18,30% (bahan asal) hingga mencapai 94,76%. Hasil
ini diperoleh dengan cara peningkatan kadar dengan pemisah magnetik (magnetic separator) yang
dilanjutkan cara kimiawi melalui proses peleburan dengan Na 2O2 dan pelindian dengan HCl pekat. Produk
yang dihasilkan merupakan ZrO2 yang masih bercampur dengan hafnium dengan kadar ZrO 2 94,76%.

ABSTRACT

The tin ore processing waste at PT. Kobatin and PT. Timah (Persero), contains valuable minerals,
such as zircon, ZrSiO4. The zirconium metal that can be separated from zircon mineral has many
applications, as anti corrosion, refractories and also used in fine ceramic industry. The sampel in this
research was taken from PT. Timah and PT. Kobatin and the zircon was concentrated from 18,30% to
94,76%. Magnetic separator was used to separate zircon from the impurities, and followed by fusing
the zircon with sodium peroxide and then leached with concentrated hydrochloric acid. The final
separation to obtain hafnium (Hf) from zircon is still in progress.

Keywords : tin ore processing waste, zircon, hafnium, extraction, separation, waste processing
1. PENDAHULUAN bersama-sama dengan xenotim dan monasit
(Ce,La,Nd,Th)PO4 yang merupakan bagian dari
Penampilan suatu bahan atau material, dipengaruhi pemisahan senyawa yang non-konduktor dan
oleh komposisi unsur - unsur pembentuknya. non-magnetik. Zirkonia adalah bentuk antara
Penambahan sedikit unsur logam jarang ke dalam sebelum menjadi logam zirkonium melalui jalur
suatu bahan dapat memberikan karakteristik yang pelindian agitasi dengan media pelarut HCl.
khas terhadap bahan itu, misalnya menjadi kuat,
tahan terhadap korosi, keras dan mengkilap ataupun Zirkonium (Zr) dan Hafnium (Hf) masing-masing
kombinasi dari sifat-sifat tersebut. Begitu juga sifat- bernomor atom 40 dan 72, keduanya berada dalam
sifat yang dimiliki oleh zirkonium dan hafnium, dua golongan yang sama pada tabel periodik unsur kimia
unsur yang selalu berasosiasi di alam. (Faith, 1965). yaitu pada golongan IV B sehingga mempunyai
banyak kemiripan dalam sifat kimianya. Kedua unsur
Mineral zirkon (ZrO2.SiO2) banyak dikandung dalam ini selalu berasosiasi di alam yang secara empiris
tailing pengolahan bijih timah dan ditemukan mempunyai perbandingan 10:1. Karena sifat kimia
18 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 26
yang berdekatan, ekstraksi Zr dan Hf hanya dapat uji karakterisasi, peningkatan kadar (beneficiation)
dilakukan melalui cara kimiawi (ekstraksi pelarut). dan percobaan peleburan serta ekstraksi.

Mineral zirkon (umumnya 65 -66% ZrO2 + HfO2) Tujuan dari penelitian ini adalah pemisahan dan
terdapat bersama-sama dengan rutil dan ilmenit ekstraksi Zr-Hf dari mineral zirkon dengan pengamatan
pada pasir pantai, diolah melalui tiga tahap yang kondisi dan peubah yang mempengaruhi pelindian
meliputi penambangan dengan pengerukan mineral zirkon dengan media pelindi HCI.
(dredging) atau scraping, konsentrasi basah (wet
concentration) dengan proses gravitasi, kemudian Fokusnya adalah meningkatkan kadar zirkon
dilakukan pemisahan kering (dry separation) dari sampel yang ada, kemudian pemisahan
dengan proses pemisahan magnetik dan zirkon terhadap senyawa pengotor termasuk
elektrostatik. (Sukmadijaya, 2000). hafnium sebagai logam ikutan sehingga
diperoleh zirkon yang lebih murni.
Zirkon digunakan dalam bentuk butiran pasir, bentuk
gilingan (-200 mesh atau 300 mesh) dan tepung
(1,5 atau 10 mikron), digunakan terutama pada alat 2. METODE PENELITIAN
refractor, keramik dan paduan logam. Penggunaan
zirkonium pada paduan logam akan memberikan 2.1 Bahan yang digunakan
sifat tahan korosi sehingga banyak digunakan untuk
keperluan pabrik pengolahan kimia dan pesawat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ialah
terbang. Jika unsur hafnium dapat dipisahkan, maka sampel zirkon yang berasal dari PT. Timah dan PT.
zirkonium dapat digunakan pada peralatan reaktor Kobatin. Semua reagen dipakai dalam asam khlorida
nuklir. (Lynd and Lefond, 1975). p.a (pro analyses ) untuk pelindian, asam mandelat
untuk penetapan zirkon dan natrium peroksida yang
Guna memperoleh unsur zirkonium (Zr) dan hafnium dipakai sebagai bahan pelebur. Peralatan yang
(Hf) dari mineral zirkon dapat dilakukan dengan cara digunakan adalah pemisah magnetik untuk
pirometalurgi maupun hidrometalurgi. Dalam dunia pemisahan pengotor yang bersifat magnet, XRD
industri, proses Kroll telah dikenal sejak lama. Selain untuk penentuan struktur kristal mineral, SEM dan
itu telah dikenal juga proses ekstraksi mineral zirkon AAS digunakan untuk analisis kimiawi dan alat
melalui cara pelindian dengan asam kuat, HCl. mikroskopi digunakan untuk analisis mineralogi.

Proses ekstraksi mineral zirkon melalui jalur 2.2 Prosedur Percobaan


pelindian dengan media pelarut HCl dilakukan
setelah ikatan zirkonium dengan senyawa silikat - Dilakukan preparasi terhadap sampel
dilepaskan karena mineral zirkon tidak dengan
mudah terdekomposisi atau terurai secara
tailing pengolahan bijih timah dengan
langsung oleh HCl. Pemisahan ini dapat dilakukan menggiling halus dalam ball mill.
dengan penambahan Na2O2 sehingga akan - Seluruh ukuran sampel diratakan dan diayak
terbentuk senyawa sodium zirkonat dan sodium
silikat. Terhadap zirkonat ini kemudian dilakukan menggunakan ukuran 200 mesh hingga homogen.
pelindian dengan HCl. Walaupun demikian, jika
dilihat dari diagram Eh-pH pada range tertentu, - Dilakukan pemisahan secara fisika
menggunakan magnetic separator dan HTS
silikat (SiO2) tidak larut dalam HCl, sedangkan
2+ 4+ (High Tension Sepa-rator) untuk melepaskan
zirkonium larut sebagai ZrO dan Zr dan senyawa/mineral pengganggu yang bersifat
2+ 4+
hafnium larut pula sebagai HfO dan Hf magnetik, (zirkon tergolong mineral yang
sehingga kemungkinan mineral zirkon langsung bersifat non konduktor dan non magnetik).
dilindi dengan HCl tetap dapat berlangsung.
- Hasil pemisahan secara fisik dilanjutkan dengan
Kegiatan penelitian ini lebih menitikberatkan pada
proses kimia melalui peleburan dengan Na2O2
pemanfaatan tailing pengolahan bijih timah, Bangka dan proses pelindian dengan HCl untuk
khususnya yang berasal dari PT. Kobatin dan PT. memisahkan bagian zirkonat dan silikat.
Timah (Persero). Dengan menggunakan metoda
grab sampling, sampel asal diambil dari lokasi - Dilakukan pencucian dan kalsinasi
penimbunan tailing, lalu dilakukan preparasi lanjutan sehingga dihasilkan ZrO2 sebagai hasil
di Lab. Kimia tekMIRA dan selanjutnya dilakukan akhir dari penelitian tahap ini.

Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, dkk 19
2.2.1 Penetapan ZrO2 Cara Peleburan sedangkan natrium zirkonat dihidrolisis menjadi
dengan Na2O2 zirkon hidrat dengan reaksi sebagai berikut :

Prosedur : Na2ZrO3 + nH2O ZrO2 (n-1)H2O + 2NaOH


1. Ditimbang 0,2 gram sampel zirkon (kadar di
atas 70%) + 2 gram Na2O2 dalam cawan nikel/ Percobaan ini dilakukan terhadap sampel zirkon asal PT.
0 Kobatin hasil dari pemisahan bertingkat. Hal yang sama
2. Dilebur di atas nyala mekker ( 500 C)
selama 30 menit dilakukan terhadap sampel asal PT. Timah Bangka.
3. Setelah terjadi lelehan, diamkan sambil Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 berikut ini.
digoyang-goyang 20-25 menit
4. Diangkat, dinginkan kemudian dimasukkan
ke dalam beaker glass 250 ml yang berisi 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
100 ml H2O
5. Setelah terlindi dengan sempurna, Analisis terhadap bahan asal (tailing dari PT.
ditambahkan 25 30 ml HCl p.a, Kobatin) dilakukan untuk mengetahui
dipanaskan di atas hot plate sampai larut karakteristik dari pasir zirkon sehingga dapat
6. Dinginkan, lalu ditambahkan larutan ditentukan metoda pengolahan yang tepat.
NH4OH sampai terjadi endapan putih dari
campuran Si(OH) 4 dan Zr(OH) 4 3.1 Hasil Analisis Kimia Bahan Baku
7. Disaring dan diambil residu dan dicuci
0 Analisis kimia dilakukan dengan cara gravimetri,
dengan H2O panas ( 60 C) 10 kali.
Disemprotkan air di atas kertas saring sprektrofotometri dan AAS terhadap bahan asal.
langsung ditampung di dalam beaker glass Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3.
(hati-hati jangan sampai kertas saring
rusak). Lalu ditambahkan 100 ml air. 3.2 Hasil Analisis Difraksi Sinar-X Bahan Baku
8. Ditambahkan 5 ml H2SO4 1 : 1. Lalu
dipanaskan dan diuapkan larutan sampai keluar Terhadap bahan asal juga dilakukan analisis
asap putih (SO2) sampai terbentuk pasta. dengan alat difraksi sinar-X (XRD). Terlihat
9. Ditambahkan lagi 15 ml HCl pekat, dipanaskan bahwa 3 komponen utama yang dominan
sampai garam-garam zirkonat terlarut adalah kuarsa, zirkon dan monasit.
sempurna, hal ini akan terjadi dua fraksi :
Residu sebagai SiO2 3.3 Hasil Analisis SEM Bahan Baku
Larutan sebagai ZrOCl2 dan ZrCl4
10. Disaring, dan diambil filtrat, lalu dipanaskan Hasil analisis menggunakan SEM pada bahan asal
dan ditetapkan sebagai garam zirkonat dari menunjukkan terdapat tampilan coklat kemerahan
asam mandalat dengan menambahkan 16% dan hitam. Deteksi dengan SEM dan EDS (dengan
asam mandalat sebanyak 50 ml. Residu perbesaran 450 x ) menunjukkan bahwa partikel
ditetapkan sebagai SiO2 total yang hitam adalah rutil, sedangkan yang transparan
dan berwarna merah kecoklatan adalah zirkon.
2.2.2 Percobaan Peleburan Zirkon Tampak kristal zirkon bentuknya tetragonal.

Zirkon yang dilebur dengan natrium peroksida Beberapa pengotor yang terdekteksi adalah Mg, Ti, Mn,
0 Fe, Al, Cr, Be, dan U. Di antara kedelapan unsur
pada suhu 600 C selama 45 menit setelah dingin
kemudian dilindi dengan air. Setelah penyaringan pengotor tersebut yang paling dominan adalah Be
residu dilakukan pelindian langsung dengan asam (97,02%). Kehadiran unsur-unsur pengotor berpengaruh
klorida pekat dan ditambah sedikit dengan asam terhadap kuantitas zirkon. Partikel zirkon yang di
sulfat 1 M untuk menghilangkan pengaruh silika mapping terdapat unsur Zr hanya 21,14% sedangkan
bebas. Proses ini berlangsung selama 4 hari agar dalam bentuk oksida hanya 28,55%.
terjadi kontak pelindian antara sampel dengan
asam kuat. (Mohammad and Daher, 2002). 3.4 Hasil Analisis Mineralogi Bahan Baku
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Analisis mikroskopi terhadap bahan asal
ZrSiO4 + 4Na2O2 Na2ZrO3 + Na2SO3 memperlihatkan bahwa kuarsa adalah mineral yang
dominan sedangkan kandungan zirkon hanya sekitar
Selama pelindian natrium silikat dapat dipisahkan seperlimanya dengan beberapa pengotor diantaranya
20 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 26
Tailing Pengolahan Bijih Timah,
Bangka

Preparasi

Bijih magnet

Magnetik Separator
(Monasit & Xenotim)

Mineral Zirkon

Peleburan Na2O2

Pelindian dengan Air

Sodium Zirkonat Na2SiO3

Pelindian dengan HCl

ZrOCl2 NaCl
HfOCl2

Gambar 1. Bagan alir pengolahan mineral zirkon-hafnium

Tabel 1. Hasil analisis kimia proses peleburan

No Asal sampel Hasil (%)


ZrO2 SiO2
1 PT. Timah (Konsentrat) 26,15 18,35
25,25 20,50
2 PT. Kobatin 52,20 32,85
52,50 32,80
Tabel 2. Hasil analisis SEM proses peleburan

No Asal sampel Hasil (%)


ZrO2 SnO2 Al2O3
1 PT. Timah (Konsentrat) 94,76 0 5,24
2 PT. Kobatin 78,15 21,85 0

Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian


............................................................................................................Supriyono HS, dkk........................................21
ilmenit, kasiterit, monasit/xenotim, dan pirit. Terhadap sampel K-1 dan T-1 dilakukan
Komposisi mineral-mineral pada sampel bahan analisis seperti dilakukan terhadap bahan asal.
asal dapat dilihat pada fomikrograf, Gambar 2
dan 3 berikut ini. 3.5 Analisis Kimia Hasil Pemisahan Magnetik

Setelah dilakukan peningkatan kadar zirkon dengan Analisis kimia pada bahan yang telah dilakukan
menggunakan pemisah magnetik (magnetic separa- pemisahan magnetik, hasilnya dapat dilihat
tor) dengan meningkatkan perbesaran nilai gauss pada Tabel 4, dalam bentuk presen-berat.
(kekuatan magnet) di atas 10 ribu gauss, diperoleh
dua bagian hasil yang disebut sebagai Magnetik (M- 3.6 Analisis Difraksi Sinar-X (XRD)
1) dan Non Magnetik (NM-1). Hal ini dilakukan untuk Hasil Pemisahan Magnetik
memisahkan bagian yang lebih bersifat mag-net
(diantaranya mineral ilmenit, monasit/xenotim dan Analisis menggunakan alat XRD terhadap sampel M-
pirit) dan non-magnetik. Adapun bagian yang 1 dan NM-1 memperlihatkan bahwa telah terjadi
menjadi obyek penelitian ialah zirkon, masuk ke pemisahan yang relatif baik, karena pada sampel M-
dalam katagori non-magnetik dan non-konduktor, 1 (KS) terdapat mineral zirkon, kuarsa dan masih
sehingga proses pemisahan dilanjutkan dengan ada monasit. Pada sampel NM-1 (TL) hanya tinggal
menggunakan alat HTS (High Tension Separator). 2 mineral dominan yaitu kuarsa dan zirkon. Hasil

Tabel 3. Hasil analisis kimia bahan asal

SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 CaO MgO K 2O Na2O SnO ZrO2 LOI
66,55 1,86 2,25 2,33 0,17 0,096 0,044 0,14 0,62 18,3 7,64
Gambar 2. Fotomikrograf sayatan Gambar 3. Fotomikrograf sayatan
poles sampel pasir zirkon poles sampel pasir zirkon
(konsentrat). Tampak (tailing). Tampak mineral
mineral zirkon (Z) dan zirkon (Z), kuarsa (K),
kuarsa (K).Nikol Sejajar xenotime -monasit (XM)
142X dan limonit (L). Nikol
Sejajar 71X
Tabel 4. Analisis kimia hasil pemisahan magnetik

Kode SiO2 Al2O3 Fe2O3 TiO2 CaO MgO K 2O Na2O SnO ZrO2 LOI
M-1 7,55 2,34 3,57 2,10 0,16 0,093 tt 0,11 0,37 2,00 0,72
NM-1 59,5 1,41 0,63 0,66 0,26 0,10 0,04 0,17 0,80 21,2 0,46

22 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 26
selengkapnya dapat dilihat pada difraktogram perbesaran 10.000 x partikel zirkon coklat
XRD Gambar 4 dan 5. kemerahan memperlihatkan topografi yang tidak
rata menampilkan rona abu-abu dan putih.
3.7 Analisis SEM Hasil Pemisahan Magnetik Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 6, 7 dan 8.

Analisis terhadap hasil pengkayaan kadar dengan 3.8 Analisis Mineralogi Hasil
pemisah magnetik dan HTS, dilakukan pada sampel Pemisahan Magnetik
yang kandungan zirkonnya lebih besar, yaitu sampel
NM-1. Pada perbesaran 800x untuk zirkon transparan Analisis mikroskopi dilakukan terhadap sampel
menunjukkan sistem kristal tetragonal yang telah magnetik maupun non magnetik yang hasilnya
mengalami perubahan permukaan yang mungkin dapat dilihat pada Tabel 5.
karena pengaruh erosi, transportasi dan sedimentasi
yang berlangsung bertahun-tahun. Hal yang sama Untuk proses peleburan (dengan Na 2O2) perlu
terjadi pada permukaan zirkon coklat kemerahan yang ditingkatkan hasilnya hingga minimal mencapai
dideteksi pada perbesaran 170 x. Pada 60%. Oleh karena itu, sampel NM-1 ditingkatkan

Sample ident. : 9-Sep-2004 10:16


KS/1666/04 [%]
100

64

36

16

0
090904AZ 0 10 20 30 40 50 [20] 60
Zircon
06 - 0266 ZrSiO4
05 - 0490 Quartz, low SiO2
35 - 0731 Monazite - (La), syn LaPO4
Gambar 4. Hasil difraktogram sampel konsentrat
asal
PT. Kobatin, Bangka
Sample ident. : II/1665/04 14 Sep-2004 10:03

[%]
100
64

36

16

00
090904A1 10 20 30 40 50 [20] 60

05 - 0490 Quartz, low SiO2


06 - 0266 Zircon ZrSiO4

Gambar 5. Hasil difraktogram sampel tailing asal


PT. Kobatin, Bangka
Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, dkk 23
Gambar 6. Jenis zirkon coklat Gambar 7. Jenis zirkon transparan
kemerahan dengan (color-less) dengan
perbesaran 170x perbesaran 800x
menggunakan SEM menggunakan SEM
2 sampel yang selanjutnya diberi kode K-2
(konsentrat zirkon) dan TL-2 (tailing yang
banyak mengandung silika bebas).

3.9 Analisis SEM Hasil Pemisahan


Magnetik Bertingkat

Analisis terhadap sampel KS-2 adalah sebagai berikut:


Partikel yang dideteksi adalah zirkon jenis transparan
berukuran sekitar 0,4 mm masih memperlihatkan
struktur kristal tetragonal yang baik. Ada dua unsur yang
dominan dalam partikel tersebut yaitu zirkon dan silikon;
hanya dibandingkan silikon, zirkon terlihat mempunyai
kuantitas lebih banyak (52,30%) yang ditunjukkan pula
Gambar 8. Jenis zirkon coklat oleh gradasi warna pada permukaan partikel tersebut.
kemerahan dengan Selain kedua unsur di atas, terdeteksi pula oksigen.
pembesaran 10.000x Puncak pada kurva spektrum yang tidak ada notasinya
adalah karbon yang berasal dari carbon tape sebagai
perekat partikel.

kadar zirkonnya dengan menggunakan meja 3.10 Analisis Mineralogi Benefisiasi Bertingkat
goyang untuk memisahkan silika bebas yang
masih ada dalam sampel tersebut. Analisis mineralogi juga dilakukan terhadap sampel
KS-2 dan TL-2 guna mengetahui meningkatnya
Perbedaan spesifik graviti antara silika dan zirkon (4,7)
prosentase zirkon dalam sampel tersebut. Hasil
cukup besar sehingga diharapkan prosentase zirkon
analisis mineraloginya dapat dilihat pada Tabel 6.
bisa meningkat. Hasil dari pemisahan ini didapatkan

Tabel 5. Analisis mikroskopi hasil pemisahan magnetik

Kode Zirkon Kuarsa Monasit/xenotim Kasiterit Limonit Pirit

NM-1 20,61 35,16 34,30 2,61 6,78 0,54


M-1 20,51 15,05 59,69 1,62 1,96 1,17

24 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 26
Tabel 6. Hasil analisis mineralogi pemisahan magnetik bertingkat

Kode Zirkon Kuarsa Kasiterit Monasit/xenotim Ilmenit Pirit


TL-2 35,30 49,29 13,54 1,87 - -
KS-2 78,89 12,95 4,84 1,55 1,08 0,69

Gambar 9. Fotomikrograft sayatan poles sampel pasir zirkon


(magnetik). Tampak mineral kuarsa bebas (K)
mendominasi. Nikol Sejajar 8X

Gambar 10. Fotomikrograft sayatan poles sampel pasir zirkon (non-


magnetik). Tampak mineral kuarsa bebas (K) dan zirkon
(Z). Nikol Sejajar 8X
4. KESIMPULAN DAN SARAN penanganan yang lebih tepat guna
mendapatkan kadar zirkon yang lebih tinggi.
4.1 KESIMPULAN
- Peleburan dengan menggunakan Na-
Berdasarkan hasil yang telah dicapai pada seluruh peroksida dapat menghasilkan zirkon yang
proses penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa: lebih bersih dibandingkan dengan
menggunakan NaOH granular, seperti yang
- Pasir zirkon yang berasal dari tailing pencucian pernah dilakukan penelitian sebelumnya.
timah, Bangka masih banyak mengandung min-
eral ikutan yang perlu dipisahkan dengan cara - Kadar zirkon yang dapat dicapai dari proses
fisik (magnetic separator). peleburan menggunakan Na peroksida
adalah 94,76%. Peningkatan kadar ini
- Mineral ikutan tersebut antara lain, ilmenit, signifikan mengingat bahan bakunya hanya
monasit/xenotim dan kuarsa bebas, perlu mengandung zirkon 18,30%.
Penelitian Pemisahan dan Ekstraksi Zirkon-Hafnium dari Tailing Pencucian ... Supriyono HS, dkk 25
DAFTAR PUSTAKA Mohammed, N.A. and A.M. Daher, 2002, Prepara-
tion of High-Purity Zirconia from Egyptian Zir-
th con : an Anion-exchange Purification Process,
Faith, W.L. 1965, Industrial Chemical, 3
edition, John Willey and Sons, New York. Hydrometallurgy, Elsevier, hal. 1 - 6.

Lynd, L.E. and Lefond, S.J. 1975, Industrial Sukmadijaya, R.H.,S, 2000, Optimalisasi
th Pelindian Ilmenit dari Pasir Besi Cilacap
Mineral and Rock, 4 edition, New York. untuk Mendapatkan TiO2 dengan Media
Pelarut H2SO4, PPTM-FTUI, hal. 25 - 28.

26 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 18 26
TRANSFORMASI PEKERJA SEKTOR PERTAMBANGAN
SECARA SEKTORAL
STUDI KASUS : TENAGA KERJA UNIT BISNIS
PERTAMBANGAN (UBP) BAUKSIT KIJANG (PT. ANTAM Tbk.)

BAMBANG YUNIANTO DAN BINARKO SANTOSO

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 60304853, Fax. (022)
6003373 e-mail: yunianto@tekmira.esdm.go.id

SARI

Proses transformasi pekerja sektoral dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dan karakteristik
tenaga kerja sektor tersebut. Kegiatan pertambangan yang memasuki masa pascatambang, akan ditunjukkan
oleh penurunan produksi, lalu tanpa produksi sama sekali. Sementara itu, banyak tenaga kerja yang akan
menganggur, atau mengalami transformasi pekerja ke sektor lainnya. Pola alih kerja dalam kasus pascatambang
UBP Bauksit Kijang (PT. Antam Tbk.) cenderung ke arah bidang wiraswasta (Sektor Jasa dan Perdagangan)
sebesar 55,1% dan Sektor Industri (30,6%). Pergeseran pekerja ke Sektor Jasa dan Perdagangan dipengaruhi
oleh peranan sektor ini yang memiliki kontribusi terbesar di Kabupaten Kepulauan Riau, sedangkan pergeseran
pekerja ke Sektor Industri didasari oleh keterkaitan secara keahlian yang memiliki kesamaan teknologi dengan
Sektor Pertambangan. Latar belakang proses transformasi pekerja tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial
ekonomi, sosial spasial, dan persepsi mereka terhadap sektor non-tambang, tetapi dipengaruhi oleh kebutuhan
akan modal, pendidikan, peralatan, dan lainnya untuk alih kerja.

ABSTRACT

The transformation process of sectoral worker is influenced by the growth of economic sectors and characteristic
of the sectoral worker. Mining activity at post-mining period, will be indicated by product declining, and followed
gradually by zero production. Many workers will have no opportunity, or in condition of being transformed to other
sectors. A model of job transfer at post-mining of UBP Bauksit Kijang (PT. Antam Tbk.) indicates the percentage of
enterpreneur activity (Service and Trading Sectors) amounting 55,1% and Industry Sector 30,6%. Worker transfer
to Service and Trading Sectors is affected by the role of those sectors that have a great contribution in Kepulauan
Riau regency, meanwhile the worker transfer to Industry Sector is caused by an interrelated skill which has similar
tecnology with the Mining Sector. The causal factors of worker transformation to non-mining sectors are not
affected by social-economy, social-spatial and their perception factors, but are affected by the need of financial
capital, education, infrastructure and others.

Keywords : worker transformation, post mining, non-mining sector

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 27
1. PENDAHULUAN variabel terhadap variabel lainnya, baik pengaruh
langsung maupun tidak langsung (Hair, 1992). Besarnya
1.1 Latar Belakang Permasalahan pengaruh suatu variabel penyebab terhadap variabel
akibat disebut dengan koefisien jalur dan
Transformasi pekerja secara sektoral dipengaruhi diberi simbol pYX .
oleh pertumbuhan sektor-sektor perekonomian dan
karakteristik tenaga kerja tiap sektor tersebut, yaitu: Dalam kajian ini akan dilihat pola alih kerja dan latar
tingkat pendidikan (keahlian), produktifitas dan
belakang proses transformasi tenaga kerja di
kondisi sosial-demografisnya (Sigit, 1989). Sektor-
lingkungan UBP Bauksit Kijang dalam menghadapi
sektor yang tidak membutuhkan keahlian, biasanya
masa penutupan tambang, dengan beberapa variabel
menjadi tempat penampungan penganggur dan
penelitian: SES (Status Sosial Ekonomi), SPA (Kondisi
tenaga kerja tidak terdidik, seperti pertanian,
Sosial Spasial), PER (Persepsi Masyarakat), KEB
perikanan, perkebunan, transportasi, jasa serta
(Kebutuhan Masyarakat) dan AKS (Akseptabilitas
perdagangan. Tetapi, akibat terjadi pergeseran
Transformasi Struktural Pascatambang).
peranan sektoral akan diikuti oleh perubahan
kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja, seperti
Sementara itu rumusan konseptual mengenai
penurunan sektor agraris ke arah non agraris diikuti
kondisi tenaga kerja dalam masa menghadapi
oleh membengkaknya pekerja di sektor non-formal
pascatambang adalah sebagai berikut:
(Rachbini, 1989).
a) Antara SES dengan SPA membentuk suatu
Dalam kajian ini akan dicoba membahas pola alih kerja
hubungan korelatif.
dan proses transformasi tenaga kerja pertambangan
b) SES dan SPA sama-sama memberikan
pada saat terjadi penutupan tambang. Kajian ini
pengaruh terhadap PER dan AKS.
mengambil contoh kasus pergeseran kerja secara
c) SES, SPA dan PER secara bersama-sama
sektoral yang terjadi pada tenaga kerja Unit Bisnis
mempengaruhi KEB.
Pertambangan (UBP) Bauksit Kijang pada saat akan
d) SES dengan SPA, dan PER dan KEB secara
memasuki masa penutupan tambang. Sektor
bersama-sama mempengaruhi AKS.
pertambangan merupakan sektor yang membutuhkan
tenaga kerja terdidik dan memiliki keahlian khusus
dalam bidang pertambangan. Bagaimana pola 2. KONDISI WILAYAH
transformasi pekerjanya terjadi dan latar belakang apa
saja yang mendasari pola alih kerja dari sektor tambang 2.1 Lokasi Studi dan Kewilayahan
ke sektor lainnya? Apakah keahlian di sektor
pertambangan dapat dijadikan bekal untuk alih kerja ke Secara geografis, wilayah operasional kegiatan UBP
sektor non-tambang, ataukah tidak? Sementara itu, Bauksit Kijang terletak di wilayah Kabupaten
Propinsi Riau merupakan daerah yang penuh dengan Kepulauan Riau dalam 4 kecamatan, yakni:
hasil tambang (Purnama, dkk., 2000), apakah hal ini Kecamatan Bintan Timur, Teluk Bintan, Tanjung
akan mempengaruhi pergeseran alih kerja antar sektor? Pinang Timur dan Tanjung Pinang Barat.
Berdasarkan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999,
dan diperbaharui dengan UU No.13 Tahun 2000,
1.2 Metodologi keempat kecamatan tersebut termasuk dalam
wilayah Kabupaten Kepulauan Riau hasil pemekaran
Obyek dan lokasi penelitian adalah tenaga kerja menjadi 3 buah kabupaten, yakni Karimun, Natuna
UBP Bauksit Kijang yang berada di Pulau Bintan, dan Kepulauan Riau. Luas wilayah daratan
Kabupaten Kepulauan Riau, Propinsi Riau (Gambar Kabupaten Kepulauan Riau setelah pemekaran
1). Metode penelitian yang digunakan dalam kajian 2
4.303,3 km dengan 513 buah pulau, 153 pulau di
ini adalah dengan penelitian survai yang
antaranya sudah dihuni dan sisanya belum
mengoperasionalkan teknik observasi, wawancara,
berpenghuni, dimanfaatkan untuk pertanian dan
dan pendataan lapangan dengan kuesioner. usaha perkebunan. Secara administratif, kabupaten
Pengolahan dan analisis data menggunakan teknik ini terdiri atas 9 kecamatan dan 90 desa/kelurahan,
analisis jalur dengan didukung teknik deskriptif, tercatat tahun 1999 terdapat 83 desa (92,2%) yang
kompilasi dan tabelisasi. Teknik analisis jalur memiliki status swasembada dan 7 desa masih
digunakan untuk menentukan pengaruh suatu berstatus swakarya (Tabel 1).
28 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 40
Transformasi Pekerja Sektor Pertambanga Secara Sektoral ... Bambang Yunianto da Binarko 10330' BT 10400' 10430'

130'
RENCANA PENUTUPAN UBP BAUKSIT KIJANG
LU
PT ANEKA TAMBANG (PERSERO) Tbk.

SINGAPORE PETA ORIENTASI

1 Jam PULAU BINTAN


(Dengan Ferry)
U
Kec. Bintan Utara
0 10 20
Kec. Bintan Timur

Kilometer
n

Kec. Karimun BATAM PULAU BINTAN Keterangan

Batas Kabupaten
100' Batas Kecamatan

KEPULAUAN KARIMUN ! Ibukota Kabupaten


Kec. Moro TANJUNG. PINANG! Batas KP DU 21

PULAU REPANG KIJANG Batas KP DU 22

Kec. Kundur
PULAU GALANG
n

MALAYSIA

Prop. Riau

Prop.arat

Sumatera B
Santos

Prop. Jambi Prop Sumatera Selatan

030'
o

SUMBER :
- Peta Dasar Rupa Bumi Skala 1 :250.000
BAKOSURTANAL Datum WGS 84
PULAU SUMATERA - PT Aneka Tambang Kijang (Persero) Tbk

Gambar 1. Peta orientasi Pulau Bintan


29
Tabel 1. Kecamatan dan luasnya di Dari hasil penelitian sosial ekonomi kerjasama Bappeda
Kabupaten Dati II Kepulauan Riau dan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Universitas
Riau Riau, 1999, diketahui bahwa sebagian besar penduduk
Kecamatan Bintan Timur bekerja di Sektor Pertanian
Luas Jumlah
dalam arti yang luas, mencapai hampir 85%, sisanya
No. Kecamatan 2 Desa/ bekerja di Sektor Perdagangan, Industri dan Jasa. Mata
(km ) Kelurahan pencaharian penduduk Kecamatan Tanjung Pinang
1 Singkep 892,00 10 Timur umumnya di Sektor Industri dan Bangunan sekitar
2 Tambelan 169,42 6 16,9%, kemudian Sektor Pertanian 9,7%, Sektor
3 Senayang 396,00 7 Perdagangan 3,4%, Sektor Transportasi 2,1% dan
4 Bintan Timur* 964,12 11 pegawai pemerintahan 28,7%. Sedangkan sisanya
5 Tanjung Pinang bergerak di bidang jasa-jasa lainnya. Sementara itu,
Timur* 169,00 5 penduduk Kecamatan Tanjung Pinang Barat yang
6 Lingga 892,72 23 bekerja di Sektor Pertanian sangatlah sedikit dan
7 Bintan Utara 627,59 14 dianggap sebagai usaha sambilan masyarakat.
8 Tanjung Pinang Mayoritas penduduknya bergerak di Sektor Jasa dan
Barat* 70,50 5 Perdagangan. Sedangkan untuk daerah Kecamatan
9 Teluk Bintan* 185,00 10 Teluk Bintan, tidak diperoleh rincian mengenai
Jumlah 4.303,35 90 ketenagakerjaan.

Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Riau, Tahun 2000 Masalah tenaga kerja yang dihadapi bersumber dari
Keterangan : *) Wilayah Pengaruh Kegiatan UBP Bauksit adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan
Kijang (PT. Aneka Tambang Tbk.) penawaran tenaga kerja. Penawaran atau
penyediaan tenaga kerja sering kali lebih tinggi
daripada permintaan, sehingga tenaga kerja yang
2.2 Penduduk dan Ketenagakerjaan dapat disalurkan jauh lebih sedikit. Selain itu, adanya
ketidaksesuaian kualifikasi kerja sehingga tidak
Dari hasil sensus tahun 2000 yang dilakukan Biro Pusat
semua lowongan kerja yang ada dapat terisi.
Statistik (BPS), tercatat jumlah penduduk 318.566 jiwa.
Dari jumlah tersebut diperoleh tingkat kepadatan 2.3 Sosial Budaya dan Fasilitasnya
2
penduduk 74 jiwa/km . Penduduk yang tinggal di
daerah perkotaan tercatat 224.273 jiwa (atau 71,0%), Secara umum, kemajuan dan tingkat kesejahteraan
lebih besar dibandingkan yang tinggal di daerah sosial suatu daerah dapat dilihat dari berbagai
pedesaan sekitar 91.600 jiwa (Tabel 2). Laju indikator penting yang diturunkan dari kondisi
pertumbuhan penduduknya pada kurun 1990-2000 pendidikan, kesehatan, dan sosial lainnya.
adalah 2,9%. Dari segi perekonomian, hal ini dapat
dipandang sebagai suatu transformasi dari ekonomi Dari catatan BPS (2000), kondisi pendidikan di
pedesaan menjadi ekonomi yang bercirikan perkotaan.
Tabel 2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin per kecamatan

No. Kecamatan Laki-laki Perempuan Total

1 Singkep 18.354 18.068 36.422


2 Tambelan 2.044 1.914 3.958
3 Senayang 8.572 8.165 16.737
4 Bintan Timur 28.232 26.458 54.717
5 Tanjung Pinang Timur 42.748 41.506 84.254
6 Lingga 11.622 10.906 22.528
7 Bintan Utara 17.263 21.852 39.115
8 Tanjung Pinang Barat 26.888 26.258 53.146
9 Teluk Bintan 3.988 3.691 7.689
Kep. Riau 159.721 158.854 318.566
Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Riau, Tahun 2000

30 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 40
Kabupaten Kepulauan Riau pada tahun 1999/2000 serta Sektor Industri Pengolahan (24,9%-26%).
meliputi sekolah taman kanak-kanak sebanyak 34 Kedua sektor ini memberikan kontribusi setengah
unit dengan jumlah guru sebanyak 120 orang, untuk dari total pendapatan daerah (Tabel 3).
sekolah dasar (SD) terdapat 285 unit dan 2.099
orang guru. Pendidikan menengah terbagi atas dua Peranan Sektor Pertanian terlihat sangat kecil,
jenjang, yakni menengah pertama dan menengah hanya 6,8% pada tahun 1998 dan 1999, karena
atas. Pada tahun 1999/2000, tercatat ada 41 unit penduduknya sebagian besar bermukim di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) dengan daerah perkotaan dan kurangnya minat bekerja
jumlah guru sebanyak 756 orang. Untuk Sekolah di sektor ini. Nilai PDRB Sektor Pertambangan
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) terdapat 21 unit yang dan Penggalian sebagian besar berasal dari
13 unit di dalamnya berstatus sekolah negeri, dan kontribusi UBP Bauksit Kijang.
sisanya dikelola oleh swasta. Sarana pendidikan
setingkat SLTA belum tersedia di setiap kecamatan.
3. KONDISI TENAGA KERJA PERUSAHAAN
Selama UBP Bauksit Kijang melakukan kegiatan
penambangan, banyak sarana dan prasarana sosial Jumlah tenaga kerja UBP Bauksit Kijang pada
yang telah dibangun oleh pihak perusahaan. Sarana bulan Maret tahun 2001 adalah 524 orang, terdiri
dan prasarana yang yang dibuat tersebut tidak hanya atas pegawai tetap 208 orang dan pegawai tidak
untuk kepentingan perusahaan dan karyawannya, akan tetap 314 orang. Pegawai tidak tetap ini terdiri
tetapi manfaatnya banyak dirasakan oleh masyarakat atas : pegawai percobaan 1 orang, Tenaga Harian
sekitar perusahaan/lokasi kegiatan penambangan Tetap (THT) 19 orang, Honor Full Time (HNR. FT)
maupun oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan 7 orang, Honor Part Time (HNR. PT) 1 orang, dan
Riau. Sarana dan prasarana yang telah dibangun oleh Karyawan Penunjang Operasi (KPO) 286 orang.
pihak perusahaan tersebut antara lain jalan di lokasi Sementara itu jumlah tenaga kerja yang telah
penambangan dan jalan yang menghubungkan lokasi pensiun sebesar 607 orang (Tabel 4). Dilihat dari
perusahaan dengan daerah/lokasi lain. Dari sekian tingkat pendidikan, pegawai tetap paling besar
banyak sarana dan prasarana yang telah dibuat oleh berpendidikan setingkat SD (85 orang) dan SLTA
perusahaan sudah banyak yang telah diserahkan (60 orang) dari total pegawai sebesar 208 orang.
kepada Pemerintah Daerah. Dengan adanya prasarana
jalan tersebut telah menjadikan UBP Bauksit Kijang Pegawai tidak tetap, di luar KPO, umumnya
sebagai daerah pertumbuhan di Pulau Bintan. berpendidikan setingkat SD 12 orang. Untuk KPO

Tabel 3. Distribusi PDRB Kabupaten


Selain prasarana jalan, prasarana lain yang telah Kepulauan Riau atas dasar
dibangun oleh perusahaan adalah bendungan air untuk harga konstan 1993 menurut
menyediakan kebutuhan air bagi karyawan dan lapangan usaha (persen)
masyarakat sekitar perusahaan. Sekarang, penge-
No. Lapangan usaha 1998 1999
lolaannya telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten Kepulauan Riau melalui PDAM. Sedangkan 1. Pertanian, peternakan,
sarana yang dibangun untuk kebutuhan karyawan dan kehutanan dan perikanan 6,8 6,8
masyarakat sekitarnya adalah rumah sakit, sekolah, 2. Pertambangan dan
sarana peribadatan, perumahan karyawan dan sarana penggalian 6,5 6,3
lainnya. Di samping sarana yang dibangun oleh 3. Industri pengolahan 24,9 26,0
perusahaan, tumbuh juga sarana lain yang dibangun 4. Listrik, gas dan air bersih 1,0 1,4
oleh masyarakat sebagai akibat adanya kegiatan usaha 5. Bangunan/konstruksi 9,1 9,1
pertambangan di daerah ini, seperti Pasar Kijang yang 6. Perdagangan, hotel dan
menjadi pemasok kebutuhan bahan pokok bagi restoran 25,5 25,4
karyawan dan keluarganya serta masyarakat 7. Pengangkutan dan
sekitarnya. komunikasi 8,7 8,7
8. Keuangan, persewaan dan
2.4 Perekonomian jasa perusahaan 8,0 7,8
9. Jasa-jasa 9,0 9,0
Kondisi perekonomian Kabupaten Kepulauan Riau
selama tahun 1998 dan 1999, didominasi oleh Sektor Produk Domestik Regional Bruto 100,0 100,0
Perdagangan-Hotel dan Restoran (25,5%-25,4%) Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Riau, Tahun 2000
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 31
dan Pensiunan tidak diketahui tingkat pendidikannya. tenaga kerja KPO pada diarahkan untuk ditampung
Secara organisatoris, jumlah tenaga kerja terbanyak oleh perusahaan baru pasca pengakhiran tambang.
ada pada kegiatan pengapalan, penimbunan dan Penyaluran tenaga kerja tersebut dijadwalkan pada
pemuatan sebesar 58 orang, kemudian disusul tenaga tahun 2004, dengan beberapa tahapan sesuai
kerja bidang SDM dan Umum sebesar 24 orang. keinginan dari pegawai-pegawai tersebut.

Berdasarkan prediksi pada pascatambang yang telah


dilakukan oleh PT. Antam (Persero) Tbk. terhadap 4. PEMBAHASAN
jumlah pegawai di UBP Bauksit Kijang diperkirakan
berjumlah 194 orang dan KPO sebanyak 284 orang. 4.1 Karakteristik Responden
Komposisi pegawai UBP Bauksit Kijang tersebut
adalah; 19 orang diatas 55 tahun, 63 orang berumur 50 Dalam penelitian ini, didata tenaga kerja berjumlah
54 tahun, 68 orang berumur 45 49 tahun dan 44 98 orang sebagai responden, dengan karakteristik
orang dibawah umur 45 tahun. Bagi pegawai tetap di sebagai berikut. Dari sekian responden tersebut
bawah umur 50 tahun ditawarkan untuk pindah ke unit terdapat 89,8% orang berjenis kelamin laki-laki dan
lain, bagi pegawai tetap di atas umur 50 tahun 10,2% perempuan. Berdasarkan status perkawinan
ditawarkan untuk pensiun dini. Sedangkan ternyata 88,8% berkeluarga. Sementara itu, apabila

Tabel 4. Kekuatan tenaga kerja UPB Kijang menurut pendidikan (keadaan Maret 2001)

Status pegawai/ Pendidikan Total


peringkat S1 SM SLTA SLTP SD
A. Pegawai tetap:
1. I A 1 1
2. I B
3. II A 1 1 2
4. IIB
5. III A 2 2 4
6. III B 1 1 2
7. IV A 2 5 8 15
8. IV B 3 1 1 5
9. V 3 4 11 3 1 22
10. VI 28 15 10 53
11. VII 8 10 34 52
12. VIII 3 9 38 50
13. IX 2 2
JUMLAH (A) = 13 13 60 37 85 208
B. Pegawai tidak tetap
14. Pegawai percobaan 1 1
15. Tenaga harian tetap 4 5 10 19
16. Tenaga harian lepas
17. Honor FT 2 1 7
18. Honor PT 1 2 2 1
19. Karyawan penunjang operasi 286
20. Tenaga lain
JUMLAH (B) = 2 8 6 12 314
C. Pensiunan 607
JUMLAH (A+B+C) 15 13 68 43 97 921
Sumber : Laporan Kekuatan Pegawai UBP Bauksit Kijang Bulan Maret 2001

32 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 40
dilihat dari segi usia terdapat 28 orang (28,6%) yang menambah devisa daerah dan nasional (15 orang)
berusia dari 25-35 tahun. Sedangkan untuk usia antara dan 2 orang menjawab isu lingkungan, yang berarti
36-45 tahun terdapat 26 orang (sekitar 26,5%), rentang dapat membangun kesadaran masyarakat untuk
usia 46-56 tahun ada 44 orang (atau 44,9%). menanggulangi masalah-masalah lingkungan.

Dari segi pendidikan terlihat bahwa mayoritas Tanggapan mengenai masalah yang paling
karyawan yang menjadi responden adalah tamatan mengganggu ternyata 54 orang menjawab ada masalah
SLTA (hampir 55,1%), SLTP kurang lebih 18,4%. Di dan 34 menyebutkan tidak ada masalah yang berarti,
atas Akademi/Perguruan Tinggi (S1) masing-masing dan 10 orang menjawab kosong. Masalah limbah sisa
adalah 16,3%. Dari segi daerah asal, ternyata operasional tambang, polusi, dan debu merupakan 3
karyawan dari putra daerah (Kepulauan Riau) yang masalah utama menurut responden. Masalah lain yang
sebesar 54,0% hampir berimbang dengan dari luar timbul dalam kegiatan UBP Bauksit Kijang adalah
Propinsi Riau (44,9%). masalah ganti tanam tumbuh dan lahan penambangan.
Berbagai masalah tersebut, menurut sebagian besar
SES responden, dilihat dari segi pendapatan per responden, 95% sudah diselesaikan.
bulan pekerjaan pokoknya, ternyata rata-rata
berpendapatan di atas Rp 1.000.000,- ada sebanyak Dari aspirasi dan KEB ini, hampir 95,0% responden
42,9%. Sementara mayoritas pengeluaran keluarga mengakui bahwa UBP Kijang sudah membantu
mereka per bulannya adalah Rp 500.000,- pembangunan masyarakat setempat, dengan sekitar
1.000.000,-(52,0%). Sebagian besar dari responden 85,0% reponden menyebutkan bahwa bantuan
tidak memiliki pekerjaan sampingan untuk tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat
menambah pendapatan mereka, karena ada setempat. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang
kebijaksanaan perusahaan. dibutuhkan masyarakat pada dasarnya sudah dapat
dipenuhi/dibantu, dan bantuan tersebut dapat
SPA responden dilihat dari peluang berusaha di disebut efektif, sebab apa yang sudah diberikan
daerah Kijang dan sekitarnya terdapat 89,8% perusahaan ini sesuai dengan apa yang dibutuhkan
yang menyatakan tergantung situasi dan kondisi. oleh masyarakat setempat. Bentuk bantuan yang
Dari jajak pendapat ini juga diketahui bahwa ideal menurut responden adalah bantuan
bidang industri merupakan bidang yang potensial permodalan untuk usaha (69 orang menjawab
untuk dikembangkan lebih lanjut. Sebagian besar demikian). Mengenai saluran mana yang terbaik
responden tidak berkeberatan untuk pindah demi untuk menyalurkan bantuan tersebut, 59 orang
alasan pekerjaan yang lebih baik. menyebutkan saluran musyawarah antara
pemerintah, perusahaan dan masyarakat.
Permasalahan yang sering muncul di dalam
masyarakat, sebagian besar responden menyatakan 4.2 Pola Alih Kerja
berupa masalah pengangguran dan kenakalan
remaja menempati 2 peringkat utama. Dari sisi Pada bagian ini akan dikemukakan hasil pengamatan
kepemimpinan, peranan Ketua RT/RW setempat dan atas potensi alih program kerja karyawan sehubungan
tokoh agama ternyata masih cukup kuat. Hal ini dengan akan adanya penutupan operasional
ditunjukkan dengan banyaknya jawaban terhadap penambangan UBP Bauksit Kijang. Pengamatan ini
kedua tokoh ini, dan juga didukung bahwa saluran dimaksudkan untuk melihat tanggapan kesiapan tenaga
komunikasi yang sering dimanfaatkan adalah kerja untuk beralih kerja pada bidang-bidang yang
semacam rapat desa merupakan pilihan tertinggi, di diinginkan. Untuk keperluan tersebut telah dilakukan
samping media massa dan kumpulan keagamaan. survai terhadap 98 orang tenaga kerja perusahaan. Di
antara jumlah tersebut diketahui bahwa 63 orang adalah
Mengenai kemajuan daerah, responden umumnya pegawai tetap (64,3%) dan 35 orang lagi merupakan
menilai bahwa pembangunan sarana dan prasarana pegawai tidak tetap (35,7%). Dari data yang terkumpul,
pendidikan, tranportasi maupun perekonomian diketahui terdapat 8 orang (8,2%) yang ingin terus
masih kurang mendapat perhatian. Dari jawaban bekerja pada bidang pertambangan yang terdiri atas 6
terbuka mengenai pandangan atas keberadaan UBP pekerja tetap atau 6,1% dan 2 orang pegawai tidak
Bauksit Kijang mayoritas menjawab setuju, dengan tetap atau 2,0% (Tabel 5).
alasan utama mengurangi pengangguran/menyerap
tenaga kerja lokal (48 orang), alasan meningkatkan Untuk para pegawai tetap yang berjumlah 63 orang
perekonomian/kemakmuran daerah (37 orang), ini, terlihat bahwa bidang usaha alih kerja yang

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 33
paling banyak diminati adalah berwiraswasta, pegawai (55,1%), bidang non-tambang (di luar
yakni sebanyak 39 orang, dan bidang non- wiraswasta) ada 32 orang (32,6%), bidang lainnya
tambang (bukan wiraswasta) ada 16 orang. ada 4 orang (4,1%). Sementara yang ingin tetap
di bidang tambang ada 8 pegawai (8,2%). Untuk
Sementara itu, untuk pegawai tidak tetap yang para pegawai yang ingin tetap bekerja pada
berjumlah 35 orang, terlihat bahwa bidang usaha bidang tambang, distribusi bidang tambang yang
alih kerjanya antara berwiraswasta dan non- diinginkan adalah tetap tambang bauksit (6,1%),
tambang (di luar wiraswasta) sebanding, masing- batu bara (1,0%), dan minyak (1,0%).
masing 15 orang dan 16 orang (Tabel 6).
Sementara itu, distribusi bidang kerja baru bagi pegawai
Apabila dilihat dari keseluruhan pegawai, ternyata yang ingin berpindah kerja pada bidang non-tambang
yang memilih untuk berwiraswasta ada sebanyak 54 (di luar wiraswasta), wiraswasta dan lainnya

Tabel 5. Potensi alih kerja dari pegawai tetap

Tenaga kerja Bidang alih kerja yang diminati Total


Pegawai tetap Tambang Non-tambang Wiraswasta Lainnya
Perbengkelan 2 2 6 0 10
Transportasi 0 1 2 0 3
dimiliki

Pendidikan 0 2 3 0 5
Pertambangan 2 4 7 0 13
Pertanian 0 2 2 0 4
yang

Perkebunan 0 0 3 0 3
Perikanan 0 0 3 0 3
Keahlian

Kehutanan 0 0 0 0 0
Industri 0 0 0 0 0
Perdagangan 1 1 3 0 5
Keamanan 0 0 2 0 2
Lainnya 1 4 8 2 15
Jumlah 6 16 39 2 63
Sumber: Survai lapangan di UBP Bauksit Kijang, Kabupaten Kepulauan Riau, 2001
Tabel 6. Potensi alih kerja dari pegawai tidak
tetap

Tenaga kerja Bidang alih kerja yang diminati Total


Pegawai tetap Tambang Non-tambang Wiraswasta Lainnya
Perbengkelan 0 6 1 0 7
Transportasi 1 1 1 0 3
dimiliki

Pendidikan 0 4 1 0 5
Pertambangan 0 1 1 1 3
Pertanian 0 0 0 0 0
yang

Perkebunan 0 0 0 0 0
Perikanan 0 0 0 0 0
Keahlian

Kehutanan 0 0 0 0 0
Industri 0 1 1 0 2
Perdagangan 0 1 0 0 1
Keamanan 1 0 2 0 3
Lainnya 0 2 8 1 11
Jumlah 2 16 15 2 35
Sumber: Survai lapang di UBP Bauksit Kijang, Kabupaten Kepulauan Riau, 2001

34 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 40
sebagai berikut: industri (30,6%), perdagangan pendidikan 33,7%, sarana dan prasarana 23,7%, dan
21,4%, transportasi 11,2%, pariwisata 8,2%, dekat tempat tinggal 12,3%. Dalam mendorong upaya
perikanan 7,1%, PNS/ABRI 5,1%, perkebunan 3,0%, alih kerja ini ternyata hal yang paling banyak dibutuhkan
pertanian 2,0%, lainnya 10,2%, dan kosong (tidak atau yang paling banyak diminati adalah tersedianya
memilih) 10,2%. Dari jawaban atas bidang kerja modal, khususnya modal yang berbentuk uang (35,7%)
yang baru ini, 30,6% dari 98 orang menyatakan dan keterampilan melalui penyeleng-garaan pendidikan
bidang industri merupakan bidang yang diminati. Hal dan keahlian yang relevan (33,7%). Selain itu, para
ini adalah wajar, sebab Sektor Industri di Kepulauan pegawai juga menyarankan apabila terjadi konflik, maka
Riau memiliki pertumbuhan dan kontribusi yang jalur pemecahan yang terbaiknya dapat ditempuh
tinggi. Sedangkan bidang berikutnya banyak dipilih melalui musyawarah antara pemerintah-pekerja dan
adalah bidang perdagangan sekitar 21,4% juga perusahaan (82,6%), kemudian disusul cukup melalui
merupakan bidang usaha yang cukup menjanjikan di perusahaan (21,43%), melalui pemerintah/intansi terkait
Kepulauan Riau ini. saja (3,1%), dan jalur lainnya (1,0%).

Dari kajian pola alih kerja ini diperoleh informasi, bahwa


pola alih kerja cenderung ke arah bidang wiraswasta 4.3 Pola Transformasi Pekerja
(Sektor Jasa dan Perdagangan) sebesar 55,1% dan Sektor Pertambangan
Sektor-sektor Industri (30,6%). Pergeseran pekerja ke
Sektor Jasa dan Perdagangan menunjukkan perubahan 4.3.1 Pengujian
peranan sektor ini yang memilki kontribusi terbesar di
Kabupaten Kepulauan Riau. Sementara itu, pergeseran Untuk mengetahui latar belakang pola transformasi
pekerja ke Sektor Industri lebih banyak didasari oleh pekerja sektor pertambangan akan diuji dengan analisis
keterkaitan secara keahlian memiliki kesamaan dengan jalur. Data yang digunakan diperoleh dari kuesioner
Sektor Pertambangan. yang disebarkan. Dalam kuesioner ini terdapat 5 buah
variabel penelitian. Nilai untuk setiap variabel tersebut,
Secara implisit diketahui pula bahwa mental para diperoleh melalui cara menjumlahkan jawaban
pegawai sudah siap dalam menghadapi kemungkinan responden dalam tiap butir pada tiap variabel. Setelah
alih kerja yang merupakan suatu implikasi dari diperoleh nilai untuk setiap variabel tersebut, maka
penutupan tambang. Hal ini ditunjang juga oleh selanjutnya dilakukan pengubahan skala dengan
pernyataan sikap yang secara mayoritas bernada positif menggunakan metode suksesif interval. Kelima variabel
mengenai pandangan akan masa depan pekerjaan di tersebut diukur dengan menggunakan instrumen
sana. Sikap optimisme mengenai masa depan pengukuran berskala ordinal, ukuran sampel untuk
pekerjaan di Kepulauan Riau ini, secara men-tal, akan penelitian ini sebesar 98 orang. Oleh karena itu
sangat membantu para pegawai dalam menghadapi penghitungan koefisien korelasinya menggunakan Rank
program alih kerja ini. Dari hasil jajak pendapat, Spearman.
ternyata sikap optimisme dimiliki oleh tenaga kerja UBP
Bauksit Kijang, jumlah pegawai yang menyatakan sikap Matrik Korelasi Rank Spearman untuk Lima Variabel
optimistis ada 55 orang (sekitar 56,0%) dan ragu-ragu (r)
berjumlah 37 orang ini (atau sekitar 37,8%). Terlihat SES SPA PER KEB AKS
juga bahwa pegawai yang merasa pesimistis hanya SES 1 -0.1053 -0.0359 -0.0550 -0.1078
6,0%. Hal tersebut memberi gambaran bahwa dalam
SPA -0.1053 1 0.0682 0.0719 -0.0262
alih kerja tidak akan timbul potensi konflik yang berarti,
PER -0.0359 0.0682 1 0.1906 0.0091
namun dalam arti bahwa pihak-pihak yang terkait
KEB -0.0550 0.0719 0.1906 1 0.4249
(masyarakat, pemerintah dan perusahaan) tidak boleh
AKS -0.1078 -0.0262 0.0091 0.4249 1
berpangku tangan begitu saja, melainkan harus ada
tindak lanjut untuk mendukung program alih kerja ini
Inverse Matrik Korelasi Rank Spearman untuk
melalui penyediaan segala seuatu hal yang dibutuhkan
Lima Variabel (CR)
untuk keperluan program alih kerja ini.

SES SES SPA PER KEB AKS


Dari hasil survai juga didapat suatu umpan balik bahwa
1.0247 0.1093 0.0295 -0.0063 0.1157
SPA 0.1093 1.0235 -0.0492 -0.0912 0.0778
untuk membantu percepatan dan kelancaran program
PER 0.0295 -0.0492 1.0481 -0.2335 0.0916
alih kerja ini terdapat beberapa hal yang dibutuhkan
KEB -0.0063 -0.0912 -0.2335 1.2827 -0.5460
tenaga kerja UBP Bauksit Kijang menurut prioritasnya,
AKS 0.1157 0.0778 0.0916 -0.5460 1.2457
yakni modal dalam bentuk uang 35,7%,

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 35
Rumusan konseptual dalam Gambar 2 Setelah semua koefisien jalur pada substruktur ini
menyatakan bahwa diagram jalur terdiri atas 3 diketahui, maka langkah berikutnya adalah melihat
buah substruktur dan melalui substruktur ini keberartian secara statistik nilai koefisien-koefisien
koefisien jalur dihitung. Penghitungan koefisien jalur tersebut melalui uji signifikansi F sebagai
jalur untuk substruktur 1 (Gambar 3) adalah: berikut. Berdasarkan kerangka wacana konseptual
sebelumnya, akan dilihat apakah koefisien jalur pada
PPER-SES = (CRSES-SES x rPER-SES)+ (CRSES-SPA x rPER-SPA) substruktur 1 ini benar-benar berarti (secara statistik)
= (1.0247 x -0.0359 )+( 0.1093x atau tidak. Oleh karena itu dipasangkan perumusan
0.0682) hipotesis sebagai berikut:
= 0.0293
PPER-SPA = (CRSPA-SES x rPER-SES)+ (CRSPA-SPA x rPER- H0 : PPER-SES = PPER-SPA = 0 (artinya koefisien
SPA) = 0.0659 jalur tidak berarti)
H1 : PPER-SES PPER-SPA 0
Pengaruh variabel lainnya terhadap PER (di
luar SES dan SPA) dilambangkan dengan Statistik uji yang digunakan adalah :
PPER- 1, dihitung dengan cara
( n k 1) k P r x
x0xi x 0 i
PPER - 1 = 1-R2PER - SES - SPA i=1
F=
k
k (1 P r )
Di mana : x0xi x0xi
i=1
2 = ( 98 2 1) x ( 0.00635) = 0,3036
R PER - SES - SPA = 0,00635
Sehingga PPER-1 = 0,997
1 2(1 0.00635 )

Dari Tabel Distribusi F-Snedecor diperoleh:


SES PER
Fa;k;(n-k-1) = F0.05;2;(98-2-1) = 3,11
Karena F < Fa;k;(n-k-1), maka H0 diterima, berarti semua
AK
koefisien jalur pada Substruktur 1 ini tidak berarti.

SPA KEB 3
Atau dalam kata lain, variabel SES dan SPA
tidak memiliki pengaruh yang berarti terhadap
variabel PER.
2
Pada substruktur 2 (Gambar 4) tersebut, akan
dilihat bagaimana pengaruh variabel SES, SPA,
dan PER terhadap variabel KEB. Adapun
Gambar 2. Hubungan kausal antar penghitungan koefisien jalur untuk substruktur 2
variabel yang diteliti ini adalah sebagai berikut:

PKEB-SES = (CRSES-SES x rKEB-SES)+ (CRSES-SPA x


rKEB-SPA) +(CRKEB-PER x rKEB-PER)
SES PPER-SES = (1.0247 x 0.0550)+( 0.1093x-
PER 0.0719)+(-0.2335x0.1906) = -0.0429
PPER- 1 PKEB-SPA = (CRSPA-SES x rKEB-SES)+ (CRSPA-SPA x rKEB-
SPA)+ (CRPER-SPA x rKEB-PER)
rSES-SPA
= (0 . 1093x 0 . 0550)+(1 . 0235x -
PPER-SPA 1 0.0719)+(-0.0492x0.1906) = 0.0582
PKEB-PER = (CRSPA-PER x rKEB-SES)+ (CRSPA-SES x rKEB-
SPA)+ (CRPER-PER x rKEB-PER)
SPA
= 0.1946

Pengaruh variabel lainnya terhadap KEB (di luar SES,


Gambar 3. Substruktur
1 SPA dan PER), dilambangkan dengan PKEB -2, yang
36 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 40
PPERSES Pada substruktur 3 (Gambar 5) tersebut akan dihitung
SES PER semua koefisien jalur yang memberikan pengaruh
PKEB-SES terhadap variabel AKS. Penghitungan koefisien jalur
rSES-SPA PKEB -PER PPER-1 untuk substruktur 3 ini adalah sebagai berikut:
1 2
PAKS-SES = (CRSES-SES x rAKS-SES) + (CRSES-SPA x rAKS-
P PER-SPA
SPA) + (CRSES-PER x rAKS-PER) + (CRSES-
SPA KEB PKEB-2
KEB x rAKS-KEB) = -0.1157
PKEB-SPA PAKS-SPA =(CRSPA-SPA x r AKS-SPA) + (CRSES-SPA x rAKS-SES)
+ (CRSPA-PER x rAKS-PER) + (CRSPA-KEB x rAKS-

Gambar 4. KEB) = -0.0778


PAKS-PER = (CRKEB-KEB x rAKS-PER) + (CRPER-KEB x rAKS-KEB)
Substruktur 2
dihitung dengan cara : = -0.0876
PAKS-KEB = (CRKEB-KEB x rAKS-PER) + (CRPER-KEB x rAKS-KEB)
= 0.4432
2 KEB-SES-SPA-PER
PKEB-2 = 1 - R
2
R KEB-SES-SPA-PER = PKEB-SESrKEB-SES + PKEB-SPArKEB-SPA
+ PKEB-PERrKEB-PER = 0.0436 1

Sehingga diketahui PKEB-2 = 0.978. SES PER

AKS
Langkah berikutnya adalah melihat keberartian secara
statistik dari nilai koefisien-koefisien jalur tersebut, atau SPA
KEB
dengan kata lain melihat apakah variabel SES, SPA dan 3
PER tersebut memiliki pengaruh yang berarti terhadap
2
variabel KEB. Metode pengerjaannya hampir mirip
dengan pengerjaan pada substruktur 1, yakni:
Gambar 5. Substruktur 3
H0 : PKEB-SES = PKEB-SPA = PKEB-PER = 0 (artinya
koefisien jalur tidak berarti)
H1 : Sekurang-kurangnya ada satu koefisien jalur yang Sedangkan pengaruh variabel lainnya terhadap AKS
0 (diluar SES, SPA dan PER dan KEB), dilambangkan
dengan PAKS-3, yang dihitung dengan cara :
Statistik uji yang digunakan adalah :
Dari Tabel Distribusi F-Snedecor diperoleh: 2
PAKS-3 = 1 - R AKS-KEB-SES-SPA-PER
2 r r
R AKS-KEB-SES-SPA-PER = PAKS-SES AKS-SES + PAKS-SPA AKS-SPA
( n k 1) k
P r r r
X
0X
X X + PAKS-PER AKS-PER + PAKS-KEB AKS-KEB = 0.2020
F= i=1 I 0 I

k Diperoleh bahwa PAKS-3 adalah sebesar 0,8933.


r
k (1 PX
0X I
X X )
i=1 0 I
Langkah selanjutnya adalah menguji
= ( 98 3 1)( 0,0436) = 1,429
keberartian dari koefisien-koefisen tersebut
dengan cara seperti sebelumnya. Digunakan
3(1 0,0436)
pasangan hipotesis konseptual sebagai berikut:
Fa;k;(n-k-1) = F0.05;3;(98-3-1) = 3,1 H0 : PAKS-SES=PAKS-SPA=PAKS-PER=PAKS-KEB=0 (koefisien
Karena F < Fa;k;(n-k-1), maka H0 diterima, berarti semua jalur tidak berarti)
koefisien jalur pada Substruktur 2 ini tidak berarti. H1 : Sekurang-kurangnya ada satu koefisien jalur yang
0
Atau dalam kata lain, variabel SES, SPA dan
PER ini tidak memiliki pengaruh yang berarti
terhadap variabel KEB.

Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 37
Dari Tabel Distribusi F-Snedecor diperoleh:

Fa;k;(n-k-1) = F0.05;3;(98-3-1) = 3,1

Karena F > Fa;k;(n-k-1), maka H0 ditolak, artinya semua


koefisien jalur pada Substruktur 3 ini tidak sama
dengan nol. Atau dalam kata lain, ada beberapa
variabel dari SES, SPA, PER dan KEB ini memiliki
pengaruh yang berarti terhadap variabel AKS.

Karena hasil uji keberartian koefisien jalur pada


substruktur 3 ini menunjukkan hasil yang signifikan,
maka selanjutnya adalah mencari koefisien jalur
mana yang sebenarnya tidak sama dengan nol.
Langkah yang disarankan adalah dengan melakukan
uji individu terhadap semua koefisien jalur pada
substruktur 3 ini, dengan cara sebagai berikut:

Pengujian koefisien jalur SES ke AKS atau PAKS-SES


Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut:

H0 : PAKS-SES = 0 (artinya koefisien jalur tidak berarti)


AKS-SPA

H1 : PAKS-SES 0 (artinya koefisien jalur berarti)

Statistik uji yang digunakan adalah :


t = P
1 AKS SES
(1 R2 )(CR
AKS SES SPA PER KEB SESSES )
( n k 1)
= 0.1157 = 1.1055

(1 0.2020 )(1.0247)
( 98 4 1)

Kemudian nilai t tersebut dibandingkan dengan tabel


t untuk t(1-);93 , yang diperoleh untuk t (1-0.05);93
=1,989. Aturan keputusan : terima H0 jika t-hitung
berada dalam interval 1,989 <t-hitung< 1,989.
Karena t- hitung berada dalam interval 1,989 <t-
hitung< 1,989 maka H0 diterima. Atau dengan kata
lain koefisien jalur P bernilai nol atau tidak

berarti.

Pengujian koefisien jalur SPA ke AKS atau PAKS-SPA


Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut:

AKS-SES

Statistik uji yang digunakan adalah :


k r
( n k 1) P ( 98 4 1)( 0.2020)
i =1
F= x 0x i x 0 x i = = 11,77
k (1 k 4(1 0.2020 )
P x0xir x0xi )
i =1
berarti)
H0 : PAKS-SPA = 0 (artinya koefisien jalur tidak berarti) :
H1 PAKS-PER = 0 (artinya koefisien jalur berarti)
H1 : PAKS-SPA = 0 (artinya koefisien jalur berarti)
Statistik uji yang digunakan adalah :
Statistik uji yang digunakan adalah : t3= P
t = P AKS PER
2 AKS SPA (1 R2
AKS SES SPA PER KEB )(CRPER PER)
2 SES SPA PER KEB )(CRSPA SPA )
(1 R AKS ( n k 1)
( n k 1) = 0.0876 = 0.9236
0.0778 =
= 0.7436
(1 0.2020 )( 1.0481)
(1 0.2020 )( 1.0235 )
( 98 4 1)
( 98 4 1)
Dari hasil perbandingan dengan tabel t untuk t(1-
Kemudian nilai t tersebut dibandingkan dengan tabel
t untuk t(1-);93, yang diperoleh untuk t(1- 0.05);93 = );93, maka t-hitung berada dalam interval 1,989 <t-
1,989. Dengan aturan keputusan : terima H0 jika t- hitung< 1,989 sehingga H0 diterima. Atau
hitung berada dalam interval 1,989 <t-hitung< dengan kata lain koefisien jalur PAKS-PER
1,989. Karena t-hitung berada dalam interval 1,989 bernilai nol atau tidak berarti.
<t-hitung< 1,989 maka H0 diterima. Atau dengan
kata lain koefisien jalur P bernilai nol atau

Pengujian koefisien jalur KEB ke AKS atau PAKS-KEB

tidak berarti. Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut :

H0 : PAKS-KEB =0 (artinya koefisien jalur tidak


Pengujian koefisien jalur PER ke AKS atau PAKS-PER
berarti)
Digunakan pasangan hipotesis sebagai berikut:
H1 : PAKS-KEB = 0 (artinya koefisien jalur berarti)
H0 : PAKS-PER =0 (artinya koefisien jalur tidak

38 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 40
Dari hasil analisis pada substruktur 1 dan substruktur 2
di atas diketahui tidak ada koefisien jalur yang signifikan
secara statistik. Atau dengan kata umum, dapat
dikatakan bahwa pada penelitian pola transformasi
tenaga kerja sektor pertambangan pada masa
memasuki pascatambang ini tidak terdapat bukti yang
cukup dilatarbelakangi oleh variabel SES, SPA dan
PER, karena tidak ada hubungan pengaruh yang
signifikan dari SES, SPA, dan PER terhadap AKS.
Selain itu, juga tidak terdapat bukti yang memadai
(secara statistik) bahwa PER dipengaruhi oleh SES,
SPA dan KEB. Sementara itu, KEB tidak dipengaruhi

AKS-KEB

Statistik uji yang digunakan adalah :


t4 = P
AKS KEB

2
(1 R AKS SES SPA PER KEB )(CRKEB KEB )
( n k 1)
= 0.4432 = 3.786

(1 0.2020 )( 1.2827)
( 98 4 1)
Dari hasil perbandingan dengan tabel t untuk t(1-a);93,
maka t-hitung berada diluar interval 1,989 <t-
hitung< 1,989 sehingga H0 ditolak. Atau dengan
kata lain koefisien jalur P bernilai tidak nol

atau berarti.

4.3.2 Analisis

Wacana konseptual yang diajukan pada


penelitian ini tidak seluruhnya dapat dibuktikan.
Namun setidaknya ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yakni:

a) Variabel SES dan variabel SPA memiliki


hubungan korelasi sebesar 0,1053,
namun tidak signifikan. Artinya tidak
terdapat bukti yang cukup adanya
hubungan korelasional antara keduanya.
b) SES dan SPA tidak memiliki hubungan
pengaruh yang signifikan terhadap PER, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
c) Variabel SES, SPA dan PER tidak memiliki
pengaruh yang berarti terhadap KEB, baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
d) Variabel SES, SPA, dan PER tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap AKS baik
secara sendiri-sendiri maupun bersama-
sama, kecuali variabel KEB sendiri dengan
besar pengaruh yang sebesar 19,6%.
ke sektor non-tambang, atau masih membutuhkan
oleh SES, SPA dan PER. Kedua hal ini dapat tambahan pendidikan keahlian dan peralatan.
ditunjukkan dengan adanya pengaruh residu masing- Sementara itu, faktor-faktor sosial ekonomi, sosial
masing yang sangat besar, yakni masing-masing untuk spasial dan persepsi mereka tidak memiliki pengaruh
PER adalah sebesar 99,4% dan untuk KEB adalah sama sekali. Masalah ini muncul karena
sebesar 95,6%. Dalam kasus ini, ternyata faktor dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, antara lain:
kewilayahan tidak memiliki pengaruh terhadap kondisi banyak pekerja yang akan kembali ke daerah
sosial ekonomi pekerja. Begitu pula, faktor kewilayahan, asalnya (di luar Pulau Bintan), penghasilan sektor
sosial ekonomi, dan persepsi pekerja tidak memiliki non-tambang kurang menjanjikan, kecenderungan
pengaruh terhadap kebutuhan alih kerja para pekerja alih kerja ke Sektor Jasa dan Perdagangan yang
UBP Bauksit Kijang. Dalam proses transformasi tidak didukung faktor wilayah (spasial) dan lainnya.
sektoral, mereka justru hanya mengandalkan berbagai
macam kebutuhan yang diperlukan dalam proses alih
kerja tersebut. 5. KESIMPULAN

Dari hasil pengujian, hanya variabel KEB saja yang Dari hasil kajian diperoleh hasil pola alih kerja dan
memiliki cukup bukti dalam mempengaruhi AKS. latar belakang proses transformasi pekerja UBP
Besar pengaruhnya secara langsung adalah sebesar Bauksit Kijang pada masa memasuki pascatambang.
19,64%. Ini menjelaskan bahwa pergeseran pekerja
UBP Bauksit Kijang ke Sektor Pertambangan lainnya 1) Pola alih kerja cenderung ke arah bidang
(bukan bauksit) dan sektor non-tambang hanya wiraswasta (Sektor Jasa dan Perdagangan)
dipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan yang sebesar 55,1% dan Sektor Sektor Industri (30,6%).
diperlukan pada saat pascatambang, seperti: modal,
pendidikan, peralatan dan lainnya. Hal ini 2) Pergeseran pekerja ke Sektor Jasa dan
menunjukkan bahwa keahlian di sektor Perdagangan menunjukkan perubahan
pertambangan masih belum menjadi jaminan para peranan sektor ini yang memiliki kontribusi
pekerja UBP Bauksit Kijang dalam pola alih kerjanya terbesar di Kabupaten Kepulauan Riau.
Transformasi Pekerja Sektor Pertambangan Secara Sektoral ... Bambang Yunianto dan Binarko Santoso 39
3) Pergeseran pekerja ke Sektor Industri lebih DAFTAR PUSTAKA
banyak didasari oleh keterkaitan secara keahlian
memiliki kesamaan dengan Sektor Pertambangan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Riau
2000, Kabupaten Kepulauan Riau dalam Angka
4) Latar belakang proses transformasi pekerja 1999, Tanjung Pinang.
UBP Bauksit Kijang tidak dipengaruhi oleh
faktor - faktor sosial ekonomi, sosial spasial dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Riau
persepsi terhadap sektor non-tambang. Faktor - 2000, Monografi Kecamatan di Kabupaten
faktor yang berpengaruh adalah : modal kerja, Kepulauan Riau Tahun 2000, Tanjung Pinang.
pendidikan, peralatan dan faktor lain untuk
dapat siap kerja di luar tambang bauksit. Bappeda Kabupaten Kepulauan Riau dan Pusat
Penelitian Sosial Ekonomi Universitas Riau
Sementara itu, latar belakang proses transformasi 1999, Rencana Pembangunan Lima Tahun
pekerja UBP bauksit Kijang tidak dipengaruhi oleh 1999/2000-2003/2004 Kabupaten Dati II
faktor-faktor sosial ekonomi, sosial spasial dan Kepulauan Riau. Tanjung Pinang.
persepsi mereka terhadap sektor non-tambang.
Justru, dalam proses transformasi sektoral tersebut Hair, J.F. 1992, Multivariate Data Analysis. Max-
hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor kebutuhan yang well Mac Millan.
diperlukan pada saat pascatambang, seperti: modal,
pendidikan, peralatan dan lainnya. Faktor wilayah PT. Aneka Tambang (Persero) Tbk. dan PT. Bita
(sumber daya alam), sosial ekonomi dan persepsi Bina Semesta 2000, Studi Persiapan
pekerja terhadap sektor non-tambang bagi tenaga Pemanfaatan Aset-aset PT. Aneka Tambang
kerja UBP Bauksit Kijang tidak menjadi penentu (Persero) Tbk. di Pulau Bintan, Jakarta.
dalam menyelesaikan pola alih kerja dan proses
transformasi pekerja secara sektoral. Tetapi mereka Purnama, D. dkk. 2000, Menanam Harapan di
masih memerlukan berbagai kebutuhan dalam alih Bumi Riau, Badan Koordinasi Penanaman
kerjanya. Hal ini menunjukkan bahwa keahlian di Modal Daerah, Pekanbaru.
sektor pertambangan masih belum menjadi jaminan
bagi para pekerja UBP Bauksit Kijang dalam pola Rachbini, Didik J. 1989, Dilema Transformasi
alih kerjanya ke sektor non-tambang, masih Ketenagakerjaan, Prisma No. 5 Tahun XVIII,
membutuhkan pendidikan keahlian dan peralatan. 1989, LP3ES, Jakarta.
Masalah ini muncul karena beberapa faktor, antara
lain: banyak pekerja yang akan kembali ke daerah Sigit, Hananto 1989, Transformasi Tenaga
asalnya (di luar Pulau Bintan), secara sosial ekonomi Kerja di Indonesia Selama Pelita, Prisma
mereka termasuk di atas rata -rata penduduk No. 5 Tahun XVIII, 1989, LP3ES, Jakarta.
Kabupaten Kepulauan Riau, sementara itu
penghasilan sektor non-tambang kurang UBP Bauksit Kijang PT. Aneka Tambang (Persero)
menjanjikan, kecenderungan alih kerja ke Sektor Tbk. 2001, Program Penutupan dan
Jasa dan Perdagangan merupakan sektor unggulan Pascatambang UBP Bauksit Kijang, Bahan
yang tidak didukung faktor wilayah (sumber daya Presentasi pada DPRD dan Pemerintah
alam) dan lainnya. Kabupaten Kepulauan Riau. Kijang.
40 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 27 40
ANALISIS JALUR TRANSPORTASI BATU BARA UNTUK
INDUSTRI TEKSTIL DI KOTA/KABUPATEN BANDUNG

TRISWAN SUSENO

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara


Jalan Jenderal Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022)
6003373 e-mail: triswan@tekmira.esdm.go.id

SARI

Meningkatnya kepadatan lalu lintas jalur Cirebon-Sumedang-Bandung dan longsor adalah kendala
yang dapat menghambat pengiriman batu bara dari pemasok (Cirebon) ke penggunanya (industri
tekstil) di Bandung. Dalam upaya menjamin kelancaran pemasokan-kebutuhan batu bara dari Cirebon
ke Bandung, telah dilakukan pengkajian terhadap 5 jalur alternatif transportasi batu bara untuk dikaji
kelayakannya baik dari segi fisik jalan maupun biaya pengiriman. Berdasarkan hasil kajian tersebut,
ternyata dari 5 jalur alternatif hanya 3 jalur yang layak digunakan untuk mengirim batu bara ke industri
tekstil di Bandung, yaitu jalur Cirebon-Cikampek-Bandung dengan biaya Rp. 55.000,00 per ton-km,
jalur Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-Malangbong dengan biaya Rp. 81.000,00 per ton-km dan jalur
Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung dengan biaya Rp. 40.000,00 per ton-km.

ABSTRACT

A lot of textile industries in the Bandung area have been using coal to substitute fuel oil for their burners.
The coal is supplied by suppliers located at Cirebon which transport the coal by the dump trucks from their
stockyards at Cirebon to the textiles stockyards in Bandung area. Until now, the coal transportation passes
the conventional line of Cirebon-Sumedang-Bandung, but this line is very crowded and threatened with
landslides at two points, Cadas Pangeran and Nyalindung. To maintain sustainable coal supply, a study on
five alternatives of coal transportation lines has been done to decide the most feasible line. Based on this
study, besides the conventional line there are three feasible alternative lines that could be suggested :
Cirebon-Cikampek-Bandung line with cost of Rp 55,000.- per ton-km, Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis-
Malangbong-Bandung line with cost of Rp 81,000.- per ton-km, and Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung
line with cost of Rp 40,000.- per ton-km.

Keywords : coal transportation, conventional line, alternative line


1. PENDAHULUAN Nanjung dan Padalarang). Untuk wilayah Kota
Bandung penyebaran industri tekstil berbeda
Di wilayah Bandung terdapat lebih dari 300 dengan penyebaran dengan Kabupaten Bandung.
perusahaan tekstil yang tersebar di dua wilayah, Di Kota Bandung, penyebarannya cenderung
yaitu di Kota dan Kabupaten Bandung. Di Kabupaten tidak terkonsentrasi dalam satu sentra.
Bandung industri tekstil terkonsentrasi di tiga
wilayah, yaitu wilayah timur (sepanjang Jalan Sebagian besar bahan bakar yang digunakan untuk
CileunyiCicalengka), Leuwigajah dan wilayah boiler industri tekstil adalah bahan bakar minyak
tengah (sepanjang Jalan Mohammad Toha (solar atau residu) dan hanya sebagian kecil
DayeuhkolotMajalaya), dan wilayah barat (sekitar perusahaan yang sudah menggunakan batu bara
Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno 41
sebagai bahan bakar pada boiler. Berdasarkan data 3. PEMASOKAN-KEBUTUHAN BATU
yang diperoleh dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia BARA CIREBON-BANDUNG
(API) Bandung, pada tahun 2003 di wilayah
Bandung tercatat ada sebanyak 18 perusahaan yang 3.1 Pemasok Batu Bara
telah menggunakan batu bara dengan kebutuhan
sebesar 274.163 ton. Hingga tahun 2004, bertambah Pemasokan batu bara dimulai dari produsen batu
sebanyak 20 perusahaan tekstil yang menggunakan bara yang mengoperasikan tambangnya di lokasi-
batu bara sebagai bahan bakar untuk boilernya. lokasi penambangan di Kalimantan Selatan, seperti
Pemakaian batu bara hingga bulan Juni tahun 2004 PT. Arutmin, PT. Adaro dan Koperasi Unit Desa, di
tercatat sebesar 245.364 ton (Asosiasi Pertekstilan Kalimantan Selatan dengan kualitas yang diterima di
Indonesia, 2004). Tercatat 7 perusahaan yang pal- lokasi pemakai berkisar antara 5400-6600 kkal/kg
ing banyak menggunakan batu bara yaitu PT. (Sudarto, 2004). Melalui kontrak pembelian yang
Kahatex, PT. Panasia Filamen Inti, PT. Ayoe telah disetujui sebelumnya, batu bara hasil
Taihotex, PT. Bintang Agung, PT. Central Georgete penambangan ini dikirim ke lokasi yang telah
Nusantara, Dewasuteratex dan PT. Trisulatex (Dinas ditentukan oleh para pembeli. Untuk pembeli yang
Tenaga Kerja Kota dan Kabupaten Bandung, 2004). berlokasi di Cirebon maka tujuan pengirimannya
adalah pelabuhan Cirebon.
Untuk saat ini, pemasokan batu bara ke beberapa
industri tekstil masih tampak lancar. Akan tetapi, apabila Batu bara yang dihasilkan dari tambang, diangkut
seluruh perusahaan tekstil di Kota/Kabupaten Bandung dengan truk ataupun ban berjalan (belt coveyor)
telah menggunakan batu bara, maka kelancaran menuju terminal batu bara di pelabuhan. Di termi-
pemasokan batu bara harus tetap terjaga nal tersebut batu bara akan ditimbun sementara
ketersediaannya. Selain jaminan pemasokan batu bara, untuk menunggu dikirim ke lokasi pembeli. Pada
sarana transportasi seperti jalan dan kendaraan sangat saat akan dikirim ke lokasi pembeli, batu bara
mempengaruhi kelancaran pengiriman batu bara di tersebut dimuat ke atas tongkang untuk diangkut
masa mendatang sehingga penanggulangan sarana menuju pelabuhan Cirebon. Tongkang yang
transportasi harus dilakukan sejak dini. Oleh karena itu, digunakan mempunyai kapasitas angkut yang
penulis akan mencoba melakukan pengkajian/simulasi bervariasi antara 5000 MT - 8000 MT. Setelah
terhadap berbagai kemungkinan jalur transportasi tongkang tersebut bersandar di dermaga
pengiriman batu bara dari lokasi pemasokan (Cirebon) pelabuhan Cirebon, muatan batu bara dibongkar
ke lokasi pemakai (industri tekstil) di Kota dan dan diangkut menuju stockyard yang dimiliki oleh
Kabupaten Bandung. Model ini dapat dijadikan sebagai para pembeli. Secara keseluruhan jumlah batu
pedoman bagi pemerintah daerah dalam mengurangi bara yang diterima oleh pelabuhan Cirebon
tingkat kepadatan lalu lintas akibat bertambahnya mencapai 150.000 ton per bulan.
kebutuhan batu bara untuk industri tekstil di daerah ini.
Pengiriman dengan tongkang biasanya dilakukan
dengan menggunakan jasa perusahaan angkutan laut
yang dibiayai oleh pembeli. Hal ini dilakukan karena
2. DATA DAN MODEL ANALISIS perusahaan tambang biasanya hanya menyediakan
layanan pemuatan ke atas tongkang saja (Free on
Untuk mengetahui jalur transportasi yang akan Board). Demikian pula pembongkaran muatan batu bara
menjadi alternatif pengiriman batu bara dari Cirebon dari atas tongkang dan pengangkutannya menuju
ke Bandung, penulis menelusuri 5 jalur transportasi stockyard dibiayai oleh pembeli.
yang mungkin dapat dilalui. Data/informasi yang
berkaitan dengan perusahaan pemasok di Cirebon Setelah batu bara tersebut berada di stockyard,
dan keberadaan perusahaan tekstil di Bandung baru kemudian didistribusikan ke para
diperoleh dengan cara melalukan penelitian (survai) konsumen, yaitu industri- industri tekstil di
ke lokasi tersebut. Data sekunder diperoleh dari wilayah Jawa Barat dan wilayah lainnya.
Dinas Tenaga Kerja Kota/Kabupaten Bandung,
Untuk industri tekstil di wilayah Jawa Barat, pasokan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Asosiasi
Pertekstilan Indone-sia Propinsi Jawa Barat. Model batu bara dilakukan oleh pembeli yang berlokasi di
yang digunakan untuk menganalisis jalur alternatif Cirebon. Sebagian pembeli juga bertindak/merangkap
adalah Model Jaringan (Gaspersz, 1990). sebagai pemasok (supplier) bagi pabrik-pabrik tekstil
42 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 - 47
di wilayah Bandung, Cimahi, Purwakarta, dan Secara keseluruhan jumlah stockyard di Cirebon
wilayah Jawa Tengah. Oleh karena itu, pemasok mencapai 14 buah dengan kapasitas setiap stockyard
tersebut membangun lokasi penyimpanan berkisar antara 3000-5000 ton. Kalau kapasitas rata-
(stockyard) yang berlokasi tidak jauh dari pelabuhan, ratanya adalah 4000 ton, maka jumlah kapasitas
yaitu di tepi jalan raya Losari dengan kapasitas yang stockyard Cirebon akan mencapai 46.000 ton. Di sisi
bervariasi antara 3.0005.000 ton. Di samping itu, lain, konsumsi batu bara oleh pabrik tekstil rata-rata
lokasi tersebut berdekatan dengan gerbang tol Kanci mencapai 1.372 ton per hari atau 41.160 ton per bulan.
sehingga mempermudah pengiriman batu bara ke Angka ini lebih rendah dari konsumsi batu bara oleh
luar daerah. Di lokasi ini, tercatat 8 buah pemasok pabrik tekstil di wilayah Bandung yang tercatat di
berada di sebelah timur tol Kanci dan 2 buah Pelabuhan Cirebon, yaitu 45.000 ton per bulan. Selisih
pemasok di sebelah baratnya. Di samping itu, yang terjadi sebagai akibat dari adanya penimbunan
terdapat 4 buah pemasok lain yang memilih stock- batu bara di beberapa pabrik tekstil sebagai cadangan
yard yang berlokasi di pelabuhan Cirebon. Nama pada musim hujan. Namun demikian selain pabrik tekstil
dan lokasi para pemasoknya tertera pada Tabel 1. juga terdapat konsumen lain, di antaranya adalah :
pabrik semen, pabrik kertas, pabrik ban, dan industri
Sebagian besar perusahaan tekstil membeli peleburan baja. Besar konsumsi tiap pabrik tersebut
batu bara secara langsung ke agen-agen tertera pada Tabel 2.
penyedia batu bara di wilayah Cirebon,
harganya berkisar antara Rp.300.000 Dampak negatif yang ditimbulkan oleh stockyard
Rp.400.000 per ton sampai di tempat tujuan. batu bara adalah kebisingan dan debu di lokasi

Tabel 1. Pemasok batu bara dan lokasi Stock Yard

No Nama pemasok Lokasi

1 Ad Coal Sebelah timur tol Kanci


2 Dharma Jaya Putra Sebelah timur tol Kanci
3 Berdikari Inti Mandiri Sebelah timur tol Kanci
4 Puskopad Sebelah timur tol Kanci
5 Berkala Sebelah timur tol Kanci
6 Dharma Jaya Putra Sebelah timur tol Kanci
7 Bandung Ekspres Lestari Sebelah barat tol Kanci
8 Terminal Batu bara Indah (TBI) Pelabuhan Cirebon
9 Berdiri Inti Mandiri (BIM) Pelabuhan Cirebon
10 Budi Usaha Makmur (BUM) Pelabuhan Cirebon
11 Sentral Batu bara Jawa Pelabuhan Cirebon
Sumber : Berdasarkan hasil survai

Tabel 2. Distribusi batu bara dari Stock Yard Cirebon

No Konsumen Jumlah (ton/bln)

1 Pabrik Tekstil Bandung dan sekitarnya 45.000


2 Pabrik Tekstil Batang, Pekalongan 6.000
3 Pabrik Semen Palimanan 50.000
4 Pabrik Semen Cibinong dan Cilacap 30.000
5 Pabrik lain-lain (ban, kertas, peleburan, dll) 19.000
Jumlah 150.000

Sumber : Sudarto, PT. Terminal Batu bara Indah, 2004, Cirebon

Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno 43
bersangkutan dan sekitarnya. Kebisingan berasal Kemungkinan lainnya adalah terjadinya gangguan
dari deru mesin-mesin alat berat seperti buldoser, pada jalur pengangkutan batu bara dari tambang ke
loader, dan backhoe yang sedang bekerja pembeli di Cirebon, ke pemasok, hingga ke
mengumpulkan dan memuat batu bara. Di samping konsumen. Gelombang laut yang besar pada musim
itu, kebisingan juga berasal dari deru mesin-mesin hujan, merupakan penghambat perjalanan tongkang
truk pengangkut batu bara yang kesemuanya batu bara menuju Cirebon. Di samping itu, gangguan
bermesin diesel dengan kapasitas di atas 20 ton. keamanan yang pernah terjadi di lokasi stockyard
Cirebon sebagai akibat dari konflik/benturan
Debu batu bara berasal dari butiran batu bara kepentingan dengan masyarakat setempat serta
berukuran halus, 60 100 mesh. Selain berukuran semakin padatnya jalur lalulintas Cirebon-Bandung
halus, debu ini juga ringan sehingga sangat mudah merupakan faktor tambahan bagi keterlambatan
terbawa angin. Untuk mengurangi debu yang pasokan. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi
beterbangan, maka dilakukan penyemprotan air pada resiko gangguan pasokan dapat dilakukan melalui
stockpile maupun halaman stockyard pada periode peningkatan cadangan dan pembangunan stockyard
tertentu. Upaya lain adalah memasang dinding yang di wilayah Bandung dan sekitarnya. Stockyard
tinggi sekitar 3-4 meter di sekeliling stockyard untuk tersebut harus mampu memasok semua
mengurangi terpaan angin yang bertiup kencang. konsumennya di wilayah Bandung dan sekitarnya.
Keterlambatan pasokan dari lokasi tambang ke
Penyemprotan air selain bermanfaat bagi pelabuhan Cirebon pada musim hujan sekitar 2
pengurangan debu yang berterbangan juga berguna minggu. Dengan demikian, cadangan di stockyard
untuk menurunkan suhu stockpile. Intensitas Bandung harus mampu menopang operasi boiler
pemanasan yang berlebihan yang bersumber dari minimal selama 2 minggu. Jumlah minimal cadangan
terik sinar matahari dapat berakibat meningkatnya batu bara di stockyard tersebut adalah 14 x 1372 ton
suhu stockpile, sehingga beresiko terjadi swa bakar = 19.208 ton.
(self combustion) pada stockpile tersebut. Swabakar
tersebut adalah reaksi oksidasi yang berlangsung Pada umumnya industri tekstil yang telah
secara alami pada batu bara, biasanya untuk batu memanfaatkan batu bara tidak terlepas dari
bara peringkat rendah, sehingga batu bara tersebut kekhawatiran mengenai pemasokan batu bara dan
menjadi terbakar. masalah lingkungan. Berkaitan dengan masalah
lingkungan adalah abu dasar (bottom ash) dari hasil
3.2 Pemakai Batu bara pembakaran batu bara. Perusahaan mengalami
kesulitan untuk membuang abu batu bara tersebut
Selama ini, pabrik tekstil yang mengoperasikan boiler di mengingat tidak tersedianya lokasi-lokasi tempat
wilayah Bandung memiliki cadangan batu bara untuk pembuangan.
operasi selama 4 8 hari, terutama pada musim hujan.
Meskipun boiler tekstil di wilayah Bandung dan Jika di masa mendatang semua industri tekstil di
sekitarnya mengkonsumsi batu bara sebesar 41.160 ton Bandung menggunakan batu bara, maka bukan tidak
per bulan (Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung, 2004), mungkin akan menimbulkan permasalahan dalam
belum ada pemasok yang membangun stockyardnya di pemasokan batu bara dan juga transportasinya.
Bandung. Dengan demikian, seluruh boiler di wilayah ini
sangat bergantung pada pasokan batu bara dari para
pemasok di Cirebon. Apabila terjadi gangguan terhadap 4. PENGANGKUTAN BATU BARA
pasokan tersebut sehingga pasokannya terhenti selama
8 hari atau lebih, maka operasi semua boiler batu bara Dalam pengangkutan batu bara dari tambang
tersebut akan terancam berhenti. sampai ke konsumen diterapkan moda
transportasi yang beragam, yaitu transportasi
darat dan laut. Berikut adalah moda transportasi
Pasokan dari tambang sering mengalami keterlambatan yang sedang diterapkan untuk memasok batu
pada musim hujan antara bulan Oktober sampai bara dari tambang di Kalimantan Selatan sampai
Januari, terutama tambang berskala kecil yang dikelola di stockyard pabrik tekstil di Bandung.
oleh koperasi setempat. Gangguan hujan tersebut
berpengaruh langsung terhadap tingkat produksi batu Dalam bagian ini akan dibahas pengangkutan batu
bara, baik dalam operasi penggalian maupun bara dari stockyard Cirebon sampai stockyard di
pengangkutannya di daerah tambang. Bandung, sesuai dengan ruang lingkup kajian. Moda
44 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 - 47
transportasi seperti tertera pada Tabel 3 adalah 1) Jalur Cirebon-Sumedang-Jalan Cagak-Bandung
moda transportasi yang sedang dan telah diterapkan
pada saat ini. Dengan moda tersebut, jalur Panjang jalur ini 156 km melalui daerah pegunungan
transportasi dari Cirebon menuju Bandung dilakukan sehingga jalan yang dilalui berkelok-kelok, penuh
dengan truk melalui jalan raya. Kepadatan lalu lintas tanjakan dan turunan. Meskipun demikian, jalur dari
sepanjang jalan raya menyebabkan truk pengangkut Cirebon sampai Jalan Cagak dapat dilalui oleh truk
batu bara memerlukan waktu sekitar 6 jam untuk tronton pengangkut batu bara dengan mudah. Masalah
menempuh jalur Cirebon-Sumedang-Bandung. terbesar adalah jalur Jalan Cagak sampai Bandung,
karena jalur ini harus melalui tanjakan Emen, yaitu
Jarak tempuh truk adalah 128 km sehingga kecepatan tanjakan terpanjang dan tertinggi yang membentang
rata-ratanya adalah 21,3 km/jam. Dalam transportasi ini, dari Ciater sampai simpang tiga ke arah Tangkuban
gangguan yang sering terjadi adalah terjadinya Perahu. Truk tronton dengan muatan penuh 25 ton batu
kemacetan lalu lintas dan tanah longsor. Kepadatan lalu bara tidak akan mampu melalui tanjakan ini. Oleh
lintas pada jalur tersebut cenderung terus meningkat karena itu, jalur alternatif ini tidak dapat dipilih untuk
seiring meningkatnya kegiatan ekonomi di wilayah menggantikan jalur yang telah ada.
Bandung-Cirebon dan sekitarnya. Oleh karena itu,
kecepatan pengangkutan rata-rata terancam menurun 2) Jalur Cirebon-Indramayu-Pamanukan-
dari 21,3 km/jam pada tahun-tahun mendatang. Jalur Subang-Bandung
Cirebon Bandung menelusuri pinggang pebukitan,
sehingga jalan yang dibangun sempit dan berkelok- Panjang jalur ini 207 km, jauh lebih panjang dari jalur
kelok. Kondisi morfologis yang demikian sangat alternatif sebelumya. Jalur dari Cirebon Indramayu
menyulitkan pemerintah setempat untuk meningkatkan Pamanukan merupakan bagian dari jalur pantura,
dan melebarkan jalan raya yang ada. Di samping itu, sehingga jalannya relatif datar dan luas. Demikian
lereng pebukitan yang curam dan tersusun oleh pula jalur dari PamanukanSubang relatif datar
material lepas sangat rawan longsor. Daerah sehingga tronton dengan mudah melaluinya. Namun
Nyalindung (Kecamatan Paseh) dan Cadas Pangeran karena jalur yang tersisa yaitu Subang Bandung
(Kecamatan Rancakalong) di Sumedang merupakan harus melalui tanjakan Emen, maka tronton
titik-titik rawan longsor, terutama pada musim hujan. bermuatan penuh batu bara tidak akan mampu
Titik tersebut merupakan potensi gangguan terhadap melewatinya. Dengan demikian, jalur alternatif ini
pasokan batu bara ke Bandung dan sekitarnya. Pada tidak layak untuk dipilih untuk menggantikan jalur
saat terjadi longsor di titik-titik tersebut, maka jalur yang telah ada.
transportasi ke dua arah tertutup sehingga menghambat
pasokan sampai jalur normal kembali. 3) Jalur Cirebon-Cikampek-Bandung

Jalur ini jauh lebih panjang dari jalur yang telah ada,
yaitu 231 km. Pada jalur ini pengangkutan batu bara
5. ANALISIS JALUR ALTERNATIF tidak menggunakan truk tronton, namun menggunakan
TRANSPORTASI BATU BARA kereta api. Alternatif ini dimunculkan, karena selama ini
telah tersedia jaringan rel kereta api antara Cirebon
Dengan semakin padatnya jalur transportasi Cirebon, CikampekBandung. Bila jalur ini dapat digunakan,
Sumedang, Bandung menyebabkan truk pengangkut maka pengangkutan batu bara akan menjadi lebih
batu bara mengalami kesulitan dalam pengirimannya. mudah. Pengangkutan batu bara dapat dilakukan
Oleh karena itu, dicari beberapa jalur alternatif untuk dengan cara sebagai berikut: batu bara dari tongkang
menentukan jalur yang paling sesuai untuk dilalui : dibongkar ke atas truk, selanjutnya

Tabel 3. Moda transportasi pemasokan batu


bara
Jalur transportasi Moda transportasi Keterangan
1. Tambang - Pelabuhan Tambang Darat, truk, belt conveyor -
2. Pelabuhan Tambang Pelabuhan Cirebon Laut, kapal/tongkang -
3. Pelabuhan Cirebon - Stockyard Cirebon Darat, jalan raya, truk Stockyard pelabuhan dan losari
4. Stockyard Cirebon - Stockyard Bandung Darat, jalan raya, truk 128 km lewat Sumedang

Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno 45
truk bergerak menuju stasiun kereta api di pelabuhan. Dari ke lima jalur alternatif tersebut, ternyata
Batu bara dari atas truk dipindahkan ke atas gerbong, hanya ada 3 jalur yang layak sebagai jalur
selanjutnya diangkut ke Bandung melalui Cikampek. transportasi pengiriman batu bara, yaitu Jalur
Stasiun batu bara yang dipilih di Bandung adalah Cirebon-Cikampek-Bandung, jalur Cirebon-
stasiun Gedebage.Biaya pengiriman batu bara dengan Cikajang-Kawali-Ciamis-Malangbong dan jalur
menggunakan kereta api melalui Cikampek sebesar Rp. Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung.
55.000,00 per ton.

4) Jalur Cirebon-Cikajang-Kawali-Ciamis- 6. PENUTUP


Malangbong
Proses penyediaan dan pemanfaatan batu bara
Jalur ini merupakan jalur transportasi terpanjang untuk boiler dalam industri tekstil di Propinsi Jawa
dengan menggunakan truk, yaitu 230 km melalui Barat, bukanlah suatu hal yang mudah dan
jalur selatan. Jalur yang dilalui adalah dari Cirebon sederhana, sehingga memerlukan penanganan
menuju Cikijing (Kab. Kuningan), terus ke arah yang khusus mengingat berbagai hal yang dapat
Kawali (Kab. Ciamis) dan menuju ke Kota Ciamis menimbulkan permasalahan. Berdasarkan hasil
sehingga menembus jalur selatan Jawa. Selanjutnya analisis di lapangan, terdapat beberapa
mengikuti jalur selatan ini menuju ke Bandung. permasalahan yang mungkin timbul mulai dari
pemesanan hingga pengirimannya, antara lain :
Selain panjang, jalur ini juga melewati daerah
pebukitan dengan banyak kelokan dan tanjakan, - Kedatangan batu bara di Pelabuhan Cirebon, akan
terutama di daerah Panawangan (Kab. Ciamis), menyebabkan terjadinya pembongkaran batu bara.
Malangbong (Kab. Garut), dan Nagreg (Kab. Jika telah banyak batu bara yang dibutuhkan,
Bandung). Oleh karena itu waktu yang diperlukan maka bukan tidak mungkin kapal pengangkut batu
menjadi lebih besar dari jalur Cirebon- bara (tongkang) akan semakin banyak jumlahnya
Sumedang-Bandung yang panjangnya sekitar 128 merapat di pelabuhan ini. Akibat dari peristiwa ini
km dengan waktu tempuh 6 jam. Tranportasi akan menyebabkan antrian dari tongkang-
lewat jalur selatan akan memerlukan waktu tongkang yang akan melakukan pembongkaran.
tempuh antara 1012 jam, sehingga konsekuensi Untuk menanggulangi kemungkinan tersebut,
penggunaan jalur ini adalah meningkatnya waktu maka sebaiknya instansi yang terkait
tempuh antara 4-6 jam dan biaya transportasi. meningkatkan kapasitas bongkar dan
Dengan demikian, biaya transportasi batu bara meningkatkan kapasitas sandar pelabuhan.
lewat jalur ini menjadi sekitar Rp 81.000,-/ton.
- Terbatasnya jalur transportasi pengiriman batu
Harga batu bara melalui jalur Selatan ini bara menyebabkan kemacetan/tingkat kepadatan
menjadi berkisar antara Rp. 300.000 - Rp lalu lintas yang cukup tinggi. Penanganannya
450.000 per ton, namun demikian harga ini adalah dengan menyediakan jalur-jalur alternatif
masih tetap lebih ekonomis daripada harga yang dapat memperlancar pengiriman batu bara.
BBM untuk operasi boiler tekstil. Konsekuensi yang dihadapi adalah bertambahnya
biaya pengangkutan.
5) Jalur Cirebon-Cimalaka-Sumedang-Bandung
- Keterbatasan lahan penyediaan batu bara
Analisis pada jalur ini didasarkan pada asumsi di setiap perusahaan tekstil menyebabkan
bahwa rencana pembangunan jalan tol Cileunyi perusahaan mengalami kesulitan dalam
Cimalaka dapat segera diwujudkan. Oleh karena itu penyimpanannya. Salah satu alternatif
dengan melalui jalur ini, truk pengangkut batu bara penanggulannya adalah dengan membuat
dapat memperkecil jarak angkut dari 128 km menjadi atau mendirikan sentra-sentra penyediaan
113 km. Selain menghemat waktu dan jarak angkut, batu bara yang berdekatan dengan lokasi
jalur ini tidak melewati dua titik rawan longsor di penyebaran industri tekstil.
Sumedang, yaitu Cadas Pangeran dan Nyalindung.
Di samping itu, juga tidak dijumpai tanjakan-tanjakan - Meningkatnya permintaan batu bara akan
yang panjang dan tinggi, seperti Malangbong dan menyebabkan kesulitan dalam penyimpanannya.
Emen, sehingga biaya transportasi batu bara lewat Penanggulannya adalah dengan menentukan
jalur ini menjadi sekitar Rp 40.000,-/ton. lahan penyimpanan yang sesuai dengan lokasi
46 Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Nomor 36, Tahun14, Januari 2006 : 41 - 47
penyebaran industri tekstil berdasarkan 2004, Indonesian Textile and Garment,
luas, lokasi serta memperhatikan masalah- Guiding Book 2002 - 2004, Bandung.
masalah lingkungan.
Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung 2004, Daftar
- Kualitas batu bara sangat berpengaruh terhadap Perusahaan Tekstil Di Kota Bandung, Bandung.
daya tahan (life time) peralatan (boiler) yang
digunakan. Konsekuensinya adalah kerusakan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung 2004, Daftar
pada boiler dan penurunan kapasitas. Perusahaan Tekstil Di Kabupaten Bandung,
Penanganannya adalah dengan memilih/ membeli Soreang.
batu bara sesuai dengan spesifikasinya.
Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Bandung 2004,
- Proses pembakaran menjadi penyebab tingkat Statistik Industri Di Kabupaten Bandung,
pencemaran udara (gas, debu dan abu). Soreang.
Konsekuensinya adalah melampaui kadar abu
yang diijinkan (masalah lingkungan). Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung 2004, Statistik
Pananganannya dengan melakukan Industri Di Kota Bandung, Bandung.
pengawasan yang ketat terjadap kegiatan
industri tekstil oleh badan yang berwenang. Gaspersz, Vincent, 1990, Analisis Sistem Terapan,
Edisi pertama, Tarsito, Bandung, hal. 326 - 352.

DAFTAR PUSTAKA Sudarto 2004, PT. Terminal Batu bara Indah,


Pelabuhan Cirebon, Cirebon.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat
Analisis Jalur Transportasi Batu bara untuk Industri Tekstil ... Triswan Suseno 47
Petunjuk Bagi Penulis

1. Naskah dan berkas dalam file dikirim ke Pemimpin 7. Nama penulis diketik pada halaman pertama di bawah
Redaksi Jurnal tekMIRA, Jl. Jend. Sudirman No. judul naskah. Nama organisasi, alamat, nomor telepon
623 Bandung 40211. Naskah dalam file akan dan faksimili, serta alamat e-mail (bila ada).
sangat membantu dalam proses peredaksian.
8. Intisari naskah (abstract) memuat ringkasan
2. Naskah harus asli dan belum pernah diterbitkan yang jelas dari naskah tersebut serta ditulis
dalam publikasi lain. Judul naskah harus dalam Bahasa Indonesia dan Inggris.
bersifat deskriptif dan ringkas.
9. Hanya rumus matematika yang penting yang
3. Redaksi akan melakukan seleksi dan memberitahukan dimuat dalam naskah.
ke penulis, bila naskah sudah diterima atau naskah tidak
sesuai untuk penerbitan ini. 10. Daftar pustaka ditulis secara alfabet dengan huruf
pertama (bila penulis lebih dari seorang). Urutan
4. Naskah diketik dalam dua spasi menggunakan penulisan : nama penulis, judul referensi, penerbit,
kertas ukuran A4 dengan lebar margin kanan kota tempat buku diterbitkan dan tahun penerbitan.
dan atas 3 cm serta kiri dan bawah 2 cm.
11. Hanya artikel-artikel yang dipublikasikan yang
5. Gambar dan tabel harus diberi judul dengan jelas dimasukkan sebagai referensi. Bilamana mengacu
dan dalam kertas terpisah serta ditunjukkan kepada artikel yang tidak dipublikasikan agar
mengenai penempatan gambar dan tabel tersebut dijelaskan cara memperoleh bahan tersebut.
dalam naskah tulisan. Foto harus jelas dan siap
untuk dicetak (tidak dalam bentuk negatif film). 12. Catatan kaki supaya dihindarkan.
Peta maksimum berukuran A4 dan harus memakai
skala. Semua huruf dalam peta harus jelas dan 13. Izin untuk memproduksi hak cipta material adalah
bila ukuran peta harus diperkecil, tinggi huruf tanggung jawab penulis. Pengutipan seminimal
dalam peta tersebut tidak lebih kecil dari 1,5 mm. mungkin. Bila pengutipan melebihi 250 kata
penulis harus memperoleh izin tertulis dari
6. Jumlah halaman naskah tidak ditentukan. penerbit dan penulis referensi yang bersangkutan.
Naskah ditulis secara ringkas sesuai isinya.
48 Petunjuk Bagi Penulis

Anda mungkin juga menyukai