Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Manajemen Ziswaf
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
JURUSAN SYARIAH
EKONOMI SYARIAH
2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT berkat rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga
makalah ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam kami curahkan kepada Nabi
besar Muhammad SAW.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak akan berhasil
dengan baik tanpa adanya bimbingan dan sumbangan pemikiran dari berbagai pihak.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dosen mata kuliah Manajemen Ziswaf yang telah memberi ilmu dan
pengarahan dalam makalah ini.
2. Bapak dan Ibu yang telah memberikan doa sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
3. Sahabat-sahabat yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sebagai
balasan atas amal baik dari semua pihak yang telah disebutkan di atas.Sadar akan
kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki, kami mohon maaf jika ada penulisan
yang kurang berkenan di hati bapak dosen dan juga pembaca. Kritik dan saran sangat
kami harapkan untuk kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak awal, perbincangan tentang wakaf kerap diarahkan kepada wakaf benda
tidak bergerak seperti tanah, bangunan, pohon untuk diambil buahnya dan sumur
untuk diambil airnya, sedang wakaf benda bergerak baru mengemuka belakangan. Di
antara wakaf benda bergerak yang ramai dibincangkan belakangan adalah wakaf yang
dikenal dengan istilah cash waqf. Cash waqf diterjemahkan dengan wakaf tunai,
namun kalau menilik obyek wakafnya, yaitu uang, lebih tepat kiranya kalau cash waqf
diterjemahkan dengan wakaf uang.1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian dan hukum dari wakaf tunai?
2. Bagaimanakah pengelolaan dan perkembangan wakaf tunai di Indonesia ?
1
Kementerian Agama RI, Panduan Pengelolaan Wakaf Tunai, Jakarta :2013, Hal 1.
2
Ibid Hal 4.
BAB II
PEMBAHASAN
Ditinjau dari segi bahasa, wakaf berasal dari kata al-waqf yang berarti radiah
(terkembalikan), al-tahbis (tertahan), al-tasbil (tertawan), al-manu (mencegah) dan
menahan al-habs (menahan). Sedangkan menurut istilah terdapat beberapa pendapat,
di antaranya:
Namun pendapat yang dikeluarkan oleh imam Abu Hanifah berbeda dengan
para muridnya (Hanayah) termasuk Abu Yusuf dan Muhammad. Menurut beliau
wakaf adalah menahan harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan
bershadaqah dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-
orang yang dicintainya. Berdasarkan denisi dari Abu Hanifah ini, maka harta
tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia masih hidup,
dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik untuk dijual
atau dihibahkan.
Di antara dasar pelaksanaan wakaf (uang), secara umum dapat dipahami dari
penjelasan beberapa ayat dan riwayat hadis di bawah ini:
1. Surat Al Imran ayat 92: Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan
(yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang
kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah
mengetahuinya.(QS. Ali Imron/3:92).
Pada makna ayat di atas, terdapat redaksi harta yang kamu cintai. Redaksi
tersebut bermakna umum, tidak terbatas kepada harta tidak bergerak saja
(seperti tanah dan bangunan), akan tetapi juga menyangkut harta bergerak
seperti kendaraan dan juga uang.
3
Mohammad Mualim dan Abdurrahman, Menggiatkan Wakaf Uang (Tunai) sebagai Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat, Dalam Buku Jurnal Bimas Islam Vol 7 No 4, Jakarta, 2007, hal 732-733
dalam surat Ali Imran di atas, yaitu bermakna luas, termasuk juga harta
dalam bentuk uang.
3. Hadis Nabi s.a.w.: Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa Umar bin al-
Khatthab r.a. memperoleh tanah (kebun) di Khaibar; lalu ia datang
kepada Nabi s.a.w untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia
berkata, Wahai Rasulullah. saya memperoleh tanah di Khaibar; yang
belum pernah saya peroleh harta yang lebih haik bagiku melebihi tanah
tersebut; apa perintah engkau (kepadaku) mengenainya? Nabi saw.
menjawab: Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasil)-
nya. Ibnu Umar berkata, Maka, Umar menyedekahkan tanah tersebut,
(dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan
tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya kepada orang-orang fakir,
kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan
juga untuk tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk
memakan diri (hasil) tanah itu secara ma ruf (wajar) dan memberi makan
(kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. (H.R.
al-Bukhari, Muslim, al-Tarmidzi, dan al-Nasai).
Hadis di atas lebih bersifat kasuistik tentang keinginan Umar bin Khatthab
ra untuk mewaqafkan hartanya yang berupa tanah. Dengan demikian,
riwayat ini tidak dapat diberlakukan secara umum berkaitan dengan
ketentuan bentuk harta yang diwakafkan, karena tanah hanyalah salah satu
bentuk harta yang dapat diwakafkan dan bukan satu-satunya.4
4
Ibid hal 733-736
terjadi sengketa di pengadilan, maka sertifikat tersebut menjadi bukti yang sah dan
mengikat.
Meskipun wakaf tunai secara normative telah diatur dalam UU No. 41 Tahun
2004, namun dalam tataran operasional masih memerlukan peraturan pelaksanaanya.
Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 31 yang menegaskan bahwa wakaf uang akan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Tetapi tidak hanya masalah wakaf
uang yang perlu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. UU No. 41 Tahun
2004 tentang Wakaf mamuat beberapa ketentuan dalam pasal 14, pasal 21, pasal 31,
pasal 39, pasal 41, pasal 46, pasal 66 dan pasal 68 yang perlu diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam hal wakaf benda bergerak berupa uang, menurut ketentuan Pasal 22
Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf, menyebutkan sebagai berikut:
4. Dalam hal Wakif tidak dapat hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a,maka Wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
5. Wakif dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang
kepada Nadzir di hadapan PPAIW yang selanjutnya Nadzir menyerahkan
AIW tersebut kepada LKS-PWU.
Penjelasan Pasal 22 ayat (3) huruf b Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006,
dimana Wakif diwajibkan untuk menjelaskan kepemilikan dan asal usul uang yang
akan diwakafkan, ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin benda wakaf berasal
dari sumber halal, tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-
undangan, misalnya menghindari kemungkinan praktik pencucian uang (money
loundring) melalui wakaf.
Adapun format Sertifikat Wakaf Uang sebagaimana ketentuan pasal
26 Peraturan Pemerintah tersebut sekurang-kurangnya memuat :
a. Nama LKS-PWU;
b. Nama Wakif;
c. Alamat Wakif;
e. Peruntukan wakaf;
5
J asmani Muzayin, SELUK BELUK WAKAF TUNAI DI INDONESIA, Jurnal
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ditinjau dari segi bahasa, wakaf berasal dari kata al-waqf yang berarti radiah
(terkembalikan), al-tahbis (tertahan), al-tasbil (tertawan), al-manu (mencegah) dan
menahan al-habs (menahan).
Wakif diwajibkan untuk menjelaskan kepemilikan dan asal usul uang yang
akan diwakafkan, ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin benda wakaf berasal
dari sumber halal, tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-
undangan, misalnya menghindari kemungkinan praktik pencucian uang (money
loundring) melalui wakaf.
Mualim Mohammad dan Abdurrahman, Menggiatkan Wakaf Uang (Tunai) sebagai Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat, Dalam Buku Jurnal Bimas Islam Vol 7
No 4, 2007, Jakarta,