Anda di halaman 1dari 2

PENGARUH TEKNOLOGI TERHADAP KESADARAN BELA NEGARA

Hans J Morgenthau dalam bukunya Politics Among Nations : The Struggle for Power and
Peace melakukan observasi atas tata kehidupan nasional secara makro dilihat dari luar, sehingga
ketahanan masyarakat bangsa tertampilkan sebagai kekuatan nasional. Menurut Morgenthau (1989;
107-219), ada 2 faktor yang memberikan kekuatan bagi suatu negara, yaitu: pertama, faktor-faktor
yang relatif stabil (stable factors), terdiri atas geografi dan sumber daya alam; dan kedua, faktor-
faktor yang relatif berubah (dinamic factors), terdiri atas kemampuan industri, militer, demografi,
karakter nasional, moral nasional, kualitas diplomasi dan kualitas pemerintah.
Berdasarkan hal tersebut, mari kita memfokuskan diri pada beberapa faktor yang relatif
berubah seperti kemampuan industri, militer, karakter nasional, dan lain sebagainya yang sejatinya
dapat terus dikembangkan. Salah satu cara terbaik dan tercepat untuk mengembangkan faktor-faktor
tersebut ialah dengan penguasaan teknologi yang baik, sebab akan berujung pada peningkatan
kemampuan, yang berakibat pada kuatnya pertahanan nasional dan kemampuan bela negara.
Sebagaimana diketahui bahwa konsepsi bela negara sebagai kondisi dan pendekatan
semakin penting di era global. Mengapa demikian? Ini disebabkan karena bertambah banyaknya
bentuk ancaman, sebagai akibat dari semakin tingginya intensitas hubungan antar bangsa dan antar
individu dari berbagai negara. Kemajuan global ini sebenarnya tidak dimaksudkan agar berdampak
negatif bagi manusia. Dampak negatif yang kemudian dipersepsi sebagai ancaman hakekatnya
merupakan akses dari pengaruh gejala global tersebut.
Globalisasi yang dipicu oleh kemajuan di bidang teknologi komunikasi,transportasi dan
perdagangan berpengaruh besar terhadap kehidupan manusia dan bangsa di segala bidang. Malcolm
Waters menyebut ada 3 tema atau dimensi utama globalisasi, yaitu : economic globalization,
political globalization, dan cultural globalization. Masing-masing dimensi tersebut membawa
pengaruh bagi suatu bangsa. Pengaruh globalisasi terhadap ideologi dan politik ialah semakin
menguatnya pengaruh ideolgi liberal dalam perpolitikan negara-negara berkembang, yang ditandai
oleh menguatnya ide kebebasan dan demokrasi.
Glbalisasi juga berdampak terhadap aspek pertahanan dan keamanan negara. Menyebarnya
perdagangan dan insustri di seluruh dunia akan meningkatkan kemungkinan terjadinya konflik
kepentingan yang dapat menggangu keamanan bangsa. Globalisasi juga menjadikan suatu negara
perlu menjalin kerjasama pertahanan dengan negara lain, seperti : latihan perang bersama,
perjanjian pertahanan dan pendidikan militer antar personel negara. Hal ini dikarenakan ancaman
dewasa ini bukan lagi bersifat konvensional, tetapi kompleks dan semakin canggih. Contohnya
ialah : ancaman terorisme, pencemaran udara, kebocoran nuklir, kebakaran hutan, ilegal fishing,
ilegal logging, dan sebagainya.
Di sisi lain globalisasi jga memberikan peluang yang akan berdampak positif bagi kemajuan
suatu bangsa. Oleh karena itu, dalam era global ini perlu kita ketahui macam ancaman atau
tantangan apa yang diperkirakan dapat melemahkan posisi bangsa dan negara. Semua hal yang
tersebut diatas, tentu dapat dilakukan dengan baik dan optimal apabila anggota dari suatu negara
menguasai teknologi dengan sebaik-baiknya. Semakin tinggi penguasaan terhadap teknologi, maka
semakin tinggi potensi untuk melindungi dan membela tanah air dari berbagai ancaman yang
muncul.
Menurut Buku Putih Pertahanan tahun 2008, ancaman yang membahayakan keamanan dan
kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara itu ada dua, yaitu ; 1) Ancaman militer dan 2)
Ancaman non militer. Yang dimaksud dengan ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan
kekuatan bersenjata yang terorganisasi, yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman militer
dapat berupa agresi, pelanggaran wilayah, pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror
bersenjata, ancaman keamanan laut dan udara, serta konflik komunal. Adapun ancaman non militer
adalah ancaman yang menggunakan faktor-faktor non militer, yang dinilai mempunyai kemampuan
yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap
bangsa. Ancaman non militer dapat berupa bentuk ancaman berdimensi ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, teknologi informasi, serta ancaman yang berdimensi keselamatan umum.
Apabila kita memahami dan menghayati dengan benar, maka akan terlihat dengan sangat
jelas bahwa seluruh ancaman baik yang berupa ancaman militer maupun ancaman nonmiliter dapat
dihadapi dengan penguasaan teknologi yang baik. Dengan teknologi informasi misalnya, kita dapat
mengetahui siapa saja yang melakukan upaya-upaya negatif terhadap kelangsungan NKRI. Dengan
penguasaan teknologi senjata modern maka upaya bela negara atas ancaman dari luar dapat
ditegakkan ketika melalui jalan diplomasi sudah tidak memungkinkan, dan masih banyak lagi
manfaat dari majunya penguasaan teknologi terhadap upaya bela negara bagi setiap individu.
Pada kenyataannya, banyak hal yang terjadi di dunia yang menuntut kita untuk mengusai
teknologi dengan sebaik-baiknya. Sebagai contohnya, ada kasus yang pernah terjadi pada negeri
kita yang tercinta ini. Adapun kasus terjadi adalah:
Hubungan bilateral Indonesia dan Australia terganggu akibat kasus penyadapan telepon
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh badan intelijen Australia. Pemerintah Australia telah
sekali lagi menolak untuk meminta maaf atas kasus tersebut. Pemerintah Indonesia kemarin
mengumumkan keputusan untuk menurunkan level hubungan diplomatik dengan Australia terkait
skandal tersebut. Aksi yang diambil Indonesia termasuk menghentikan kerja sama di bidang latihan
militer dan penampungan pengungsi. Sebelumnya Indonesia telah memanggil Duta Besar RI di
Australia untuk kembali ke tanah air. Hubungan kedua negara kini anjlok hingga ke titik terendah
dalam beberapa tahun terakhir.
Pemerintah Indonesia pernah meminta Australia memberikan penjelasan mengenai
penyadapan telepon, namun Australia gagal memberikan jawaban yang memuaskan. Perdana
Menteri Australia Tony Abbott mengatakan tidak akan menyampaikan permintaan maaf kepada
Indonesia sebab segala hal yang dilakukan Australia adalah demi kepentingan negara.
Kalau kita pikirkan, hal itu tidak akan terjadi pada negara kita apabila seluruh rakyat
Indonesia lebih memahami dan menguasai teknologi daripada bangsa lain di dunia. Dan itu
merupakan wujud bela negara yang sebenarnya, yaitu dengan melindungi bangsa Indonesia dari
berbagai ancaman dari dalam maupun dari luar terutama di zaman global ini di mana kejahatan
dapat dengan mudah dilakukan melalui teknologi .

Anda mungkin juga menyukai