BAB I
PENDAHULUAN
A. Latara Belakang
Adapun pembuatan makalah ini untuk mengetahui sejauh mana rasa nyeri dapat
dirasakan oleh penderitanya. Yang mana seperti yang kita ketahu bahwa pada penduduk
indonesia sering kita jumpai atau kita dengar yang terkena serangan nyeri, ini dikarenakan
penduduk indonesia pada sibuk melakukan aktivitas masing masing.
Nyeri merupakan problem yang sering terjdi pada orang yang selalu melakiukan
aktivitas, contohnya pada pekerja industri, pekerja yang melakukan gerakan tubuh,seperti
tangan, kaki, dan yang lainnya secara berulang tanpa istirahat, serta penyakit yang timbul
akibat proses penuaan atau degenerasi. Nyeri sangat menggangu aktivitas seseorang yang
melibatkan gerkan tersebut, sehingga mengalami hambatan dalam melakukan pekerjaan
sehari-hari.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang
berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut
juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada
juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer. Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat
dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam
(deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri
yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Proses terjadinya nyeri dan manifestasi fisiologi nyeri.
2. Tipe nyeri.
3. Respon nyeri.
4. Factor-faktor yang mempengaruhi nyeri.
5. Askep klien dengan gangguan rasa nyaman.
C. TUJUAN
1. Mengetahui Proses terjadinya nyeri dan manifestasi fisiologi nyeri.
2. Mengetahui tipe nyeri.
3. Mengetahui Respon nyeri.
4. Mengetahui Factor-faktor yang mempengaruhi nyeri.
5. Memahami askep klien dengan gangguan rasa nyaman.
BAB II
PEMBAHASAN
2. TIPE NYERI
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat
burning (seperti terbakar)
ex: terkena ujung pisau atau gunting
b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb. Darah, tendon dan
syaraf, nyeri menyebar & lbh lama drpd cutaneus
ex: sprain sendi
c. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan
thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
2. Berdasarkan lokalisasi/letak
a. Radiating pain
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
b. Referred pain
Nyeri dirasakan pd bagian tubuh ttt yg diperkirakan berasal dr jaringan penyebab
c. Intractable pain
Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
d. Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pd bag. Tubuh yg hilang
e. Berdasarkan penyebab:
Fisik
Psycogenic
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
f. Menurut Serangannya
Nyeri akut
Nyeri kronik
3. RESPON NYERI
Ada beberapa respon yang dialami penderita setelah merasakan sakitnya nyeri :
Responfisiologis terhadap nyeri
1. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irregular
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan keletihan
Respon tingkah laku terhadap nyeri
1) Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan
5) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak
sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
ama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat
individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri
hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam
mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman
seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut
dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam pengkajian
nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik.
a. Usia
Menurut Potter & Perry (1993) usia adalah variabel penting yang mempengaruhi
nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan
antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa
bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau
apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai
kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Anak belum bisa mengungkapkan
nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang
melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
b. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara
signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin
merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus
berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang
sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry, 1993
mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak dibandingkan
dengan pria.
c. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri.
Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.
Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).
Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari
budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi
nyeri yang berlebihan, seperti menangis atau meringis yang berlebihan. Pasien dengan latar
belakang budaya yang lain bisa berekspresi secara berbeda, seperti diam seribu bahasa
ketimbang mengekspresikan nyeri klien dan bukan perilaku nyeri karena perilaku berbeda
dari satu pasien ke pasien lain.
Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini
berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari mengevaluasi
perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui
perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan
akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga
efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
d. Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin
tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan
yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan
pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang
relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual
dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan
nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare,
2002).
f. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan
lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar benar bekerja. Menerima
pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek positif.
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau
intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima pasien tentang
keefektifan intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya. Individu yang diberitahu
bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti akan mengalami
peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya
tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien perawat yang positif dapat juga menjadi
peran yang amat penting dalam meningkatkan efek plasebo (Smeltzer & Bare, 2002).
h. Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal
yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu
untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk
mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping
individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga,
latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan
menurunkan nyeri klien.
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin tergantung pada
support emosional dari anak-anak, keluarga atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi
dapat meminimalkan kesendirian. Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan
untuk berdoa, memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang
(Potter & Perry, 1993).
Implementasi
1. mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidakpercayaan,
kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan kebosanan.
a. Ketidakpercayaan. Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang di derita pasien dapat
mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan
penuh perhatian mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan pada pasien bahwa perawat
mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya.
b. Kesalahpahaman. Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan mengurangi
nyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa nyeri yang dialami sangat
individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya. Ketakutan. Memberikan
informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien dengan menganjurkan pasien untuk
mengekpresikan bagaimana mereka menangani nyeri. Kelelahan
c. Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya, kembangkan pola aktivitas yang
dapat memberikan istirahat yang cukup.
d. Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat digunakan
pengalih perhatian yang bersifat terapeutik.
2. memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti : Tehnik latihan
pengalihan
a. menonton televise
b. berbincang-bincang dengan orang lain
c. mendengarkan music
Tehnik relaksasi
a. menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara,
menghembuskan secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung,
serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi sehingga didapat rasa nyaman,
tenang dan rileks.
Stimulasi kulit
a. menggosok dengan halus pada daerah nyeri
b. mengggosok punggung
c. menggunakan air hangat dan dingin
d. memijat dengan air mengalir.
3. pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi
stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri.
Jenis analgesiknya adalah narkotika yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan
menimbulkan depresi pada fungsi vital, seperti respirasi, dan jenis bukan narkotika yang
paling banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan antiinflamasi
nonsteroid.
4. pemberian stimulator listrik , yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri engan
stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk stimulator metode stimulus listrik meliputi:
a. Transcutanius Elecstrital Stimulator (TENS), digunakan untuk mengendalikan stimulus
manual daerah nyeri tertentu dengan menempatkan beberapa elektrode di luar.
b. Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat sum-sum tulang
belakang dan epidural yang diimplan di bawah kulit dengan transistor timah penerima yang
dimasukkan ke dalam kulit paa daerah epidural dan columna vertebrae.
c. Stimulator collumna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat penerima transistor
dicangkok melalui kantong kulit intraklavicula atau abdomen, yaitu elektroda ditanam
melalui pembedahan pada dorsum sum-sum tulang belakang.
Evaluasi keperawatan
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespons
rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri,
adanya respons fisiologis yang baik, dan pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan nyeri.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Nyeri mempengaruhi proses kenyaman di mana nyeri dapat menimbulkan
ketidaknyamanan pada seorang individu, karena nyeri merupakan sensori subyektif dan
emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual
maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadi. Nyeri merupakan campuran reaksi
fisik , emosi , dan perilaku . cara yang baik untuk memahami pengalaman nyeri , akan
membantu menjelaskan tiga komponen fisiologis
B. SARAN
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah ini dapat menambah
pengetahuan serta lebih bisa memahami tentang pokok bahasan makalah ini bagi para
pembacanya dan khususnya bagi mahasiswa yang telah menyusun makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua.
DAFTAR PUSTAKA