Anda di halaman 1dari 16

TUGAS EMBRIOLOGI MANUSIA

SPERMATOGENESIS

Dosen Pengampu :
dr. Sutrisno SpOG(K)

Oleh :

Irma H Pasaribu (156070400111014)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem reproduksi laki-laki atau sistem kelamin laki-laki terdiri dari


sejumlah organ seks yang merupakan bagian dari proses reproduksi manusia. Pada
laki-laki, organ-organ reproduksi ini terletak di luar tubuh manusia. Organ utama
pada laki-laki adalah penis dan testis yang memproduksi air mani dan sperma.
Testis adalah pabrik penghasil dua macam produk, yaitu sel kelamin
jantan atau spermatozoa dan hormon kelamin jantan atau testosteron.
Spermatogenesis berasal dari kata sperma dan genesis. Spermatogenesis
adalah proses dimana sel-sel germinal primordial pria yang disebut
spermatogonium menjalani meiosis, dan menghasilkan sejumlah sel yang disebut
spermatozoa. Spermatogenesis pada sperma terjadi di epididimis, sedangkan
tempat menyimpan sperma sementara terletak di vas deferens. Spermatogenesis
merupakan tahap atau fase-fase pendewasaan sperma di epididimis
Ada dua jenis proses pembelahan sel yaitu mitosis dan meiosis. Bila ada
sel tubuh kita yang rusak maka akan terjadi proses penggantian dengan sel baru
melalui proses pembelahan mitosis, sedangkan sel kelamin atau gamet sebagaia
gen utama dalam proses reproduksi manusia menggunakan proses pembelahan
meiosis. Mitosis menghasilkan sel baru yang jumlah kromosomnya sama persis
dengan se induk yang bersifat diploid (2n) yaitu 23 pasang atau 46 kromosom,
sedangkan pada meiosis jumlah kromosom pada sel baru hanya bersifat haploid
(n) yaitu 23 kromosom.

2
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah spermatogenesis
2. Apa Hormon dan Fungsinya Dalam Pembentukan Sperma
3. Bagaimana proses pembentukan sperma
4. Bagaimana tahap spermatogenesis
5. Bagaimana anatomi sel sperma
6. Bagaimana kecacatan pada spermatogenesis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1. Definisi Spermatogenesis

Spermatogenesis adalah proses di mana sel-sel germinal primordial pria


yang disebut spermatogonium menjalani meiosis, dan menghasilkan sejumlah sel
yang disebut spermatozoa. Salah satu sel awal dalam jalur ini disebut spermatosit
primer. Setiap spermatosit primer membelah menjadi dua spermatosit sekunder,
dan masing-masing spermatosit sekunder menjadi dua spermatid atau
spermatozoa muda. Sel ini berkembang menjadi spermatozoa matang, yang
disebut sel sperma. Dengan demikian, spermatosit primer menghasilkan dua sel,
spermatosit sekunder, dengan subdivisi yang menghasilkan empat spermatozoa.

2.2. Hormon dan Fungsinya Dalam Pembentukan Sperma


a. Hormon
1. Hormon hipotalamus: GnRH
2. Anterior hipofisis: LH dan FSH
3. Testis: testosteron, estradiol, dan inhibin
Testosteron disintesis oleh sel-sel Leydig, estradiol dan inhibin
oleh sel Sertoli
Tidak ada pusat lonjakan hipotalamus dari laki-laki dan pusat
tonik GnRH, GnRH secara berdenyut untuk merangsang LH dan
FSH

b. Fungsi Hormon

4
1. LH (glikoprotein):
Bertindak merangsang produksi testosteron pada sel-sel Leydig
Beberapa testosteron diangkut melalui membran basal ke sel Sertoli
dan beberapa hormon testosteron juga masuk ke sirkulasi sistemik
2. FSH (glikoprotein)
Bertindak pada sel Sertoli untuk merangsang spermatogenesis dan
fungsi sel Sertoli
Sertoli bertanggung jawab untuk aktivasi enzim aromatase untuk
konversi testosteron menjadi estradiol.
Jika FSH berkurang maka fungsi sel Sertoli dan spermatogenesis akan
terganggu
3. Testosteron (steroid)
Dalam sel-sel Sertoli:
Diikat oleh protein yang mengikat androgen dan dibawa ke dalam
lumen tubulus seminiferus, untuk transportasi ke epididimis
Diubah menjadi estradiol oleh enzim aromatase dan melintasi ruang
bawah membran dan masuk ke sirkulasi
Dalam sirkulasi sistemik:
Umpan balik testosteron dan estradiol pada hipotalamus memperlambat
pelepasan GnRH, yang mengakibatkan output FSH dan LH berkurang.

4. Inhibin (glikoprotein)
Sel-sel Sertoli juga memproduksi inhibin, dimana umpan balik negatif
kembali pada hipofisis anterior yang secara selektif menekan FSH.

5
2.3. Proses Pembentukan Sperma

Pembentukan sperma berlangsung di dalam testis. Proses pembentukan


atau pemasakan sperma ini disebut spermatogenesis. Spermatogenesis berawal
dari sel spermatogonia yang terdapat pada dinding tubulus seminiferus. Setiap
spermatogonia yang mengandung 23 pasang kromosom, mengalami pembelahan
mitosis menghasilkan spermatosit primer yang juga mengandung 23 pasang
kromosom. Spermatosit primer ini kemudian mengalami pembelahan meiosis
pertama menghasilkan 2 spermatosit sekunder yang haploid. Kemudian tiap
spermatosit sekunder membelah lagi secara meiosis (meiosis kedua)
menghasilkan 2 spermatid yang juga haploid. Spermatid kemudian berdiferensiasi
menjadi sperma yang telah matang, perma ini bersifat haploid.

Proses Pembentukan Spermatozoa (Spermatogenesis) merupakan proses


pembentukan dan pematangan spermatozoa (sel benih pria). Spermatogenesis
dimulai dengan pertumbuhan spermatogonium menjadi sel yang lebih besar
disebut spermatosit primer. Sel-sel ini membelah secara mitosis menjadi dua
spermatosit sekunder yang sama besar, kemudian mengalami pembelahan meiosis
menjadi empat spermatid yang sama besar. Spermatid adalah sebuah sel bundar

6
dengan sejumlah besar protoplasma dan merupakan gamet dewasa dengan
sejumlah kromosom haploid. Proses ini berlangsung dalam testis (buah zakar) dan
lamanya sekitar 72 hari. Proses spermatogenesis sangat bergantung pada
mekanisme hormonal tubuh.

Spermatogenesis merupakan proses pembentukan dan pematangan


spermatozoa (sel benih pria). Spermatozoa (sperma) yang normal memiliki kepala
dan ekor, di mana kepala mengandung materi genetik DNA, dan ekor yang
merupakan alat pergerakan sperma. Sperma yang matang memiliki kepala dengan
bentuk lonjong dan datar serta memiliki ekor bergelombang yang berguna
mendorong sperma memasuki air mani. Kepala sperma mengandung inti yang
memiliki kromosom dan juga memiliki struktur yang disebut akrosom.

Akrosom mampu menembus lapisan jelly yang mengelilingi telur dan


membuahinya bila perlu. Sperma diproduksi oleh organ yang bernama testis
dalam kantung zakar. Hal ini menyebabkan testis terasa lebih dingin dibandingkan
anggota tubuh lainnya. Pembentukan sperma berjalan lambat pada suhu normal,
tapi terus-menerus terjadi pada suhu yang lebih rendah dalam kantung zakar.

Pada tubulus seminiferus testis terdapat sel-sel induk spermatozoa atau


spermatogonium. Selain itu juga terdapat sel Sertoli yang berfungsi memberi
makan spermatozoa juga sel Leydig yang terdapat di antara tubulus seminiferus.
Sel Leydig berfungsi menghasilkan testosteron.

Spermatogonium berkembang menjadi sel spermatosit primer. Sel


spermatosit primer bermiosis menghasilkan spermatosit sekunder. Spermatosit
sekunder membelah lagi menghasilkan spermatid. Spermatid berdeferensiasi
menjadi spermatozoa masak. Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP
(Androgen Binding Protein) testosteron tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan
menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hiposis agar
menghentikan sekresi FSH dan LH.

Kemudian spermatozoa akan keluar melalui uretra bersama-sama dengan


cairan yang dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan

7
kelenjar Cowper. Spermatozoa bersama cairan dari kelenjar-kelenjar tersebut
dikenal sebagai semen atau air mani. Pada waktu ejakulasi, seorang laki-laki dapat
mengeluarkan 300 - 400 juta sel spermatozoa. Pada laki-laki, spermatogenesis
terjadi seumur hidup dan pelepasan spermatozoa dapat terjadi setiap saat.

Pada akhir proses, terjadi pertumbuhan dan perkembangan atau


diferensiasi yang rumit, tetapi bukan pembelahan sel, yaitu mengubah spermatid
menjadi sperma yang fungsional. Nukleus mengecil dan menjadi kepala sperma,
sedangkan sebagian besar sitoplasma dibuang. Sperma ini mengandung enzim
yang memegang peranan dalam menembus membran sel telur.

Spermatogenesis terjadi secara diklik di semua bagian tubulus seminiferus.


Di setiap satu bagian tubulus, berbagai tahapan tersebut berlangsung secara
berurutan. Pada bagian tubulus yang berdekatan, sel cenderung berada dalam satu
tahapan lebih maju atau lebih dini. Pada manusia, perkembangan spermatogonium
menjadi sperma matang membutuhkan waktu 16 hari. Spermatogenesis
dipengaruhi oleh hormon gonadotropin, Follicle Stimulating Hormone (FSH),
Luteinizing hormone (LH), dan hormon testosteron.

Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa sperma diproduksi oleh tubulus


seminiferus. Hal yang mengagumkan dari kerja tubulus seminiferus ini adalah
mampu memproduksi sperma setiap hari sekitar 100 juta spermatozoa. Jumlah
yang normal spermatozoa berkisar antara 35 200 juta, tetapi mungkin pada
seseorang hanya memproduksi kurang dari 20 juta, maka orang tersebut dapat
dikatakan kurang subur. Biasanya faktor usia sangat berpengaruh terhadap
produksi sperma. Seorang laki-laki yang berusia lebih dari 55 tahun produksi
spermanya berangsur-angsur menurun. Pada usia di atas 90 tahun, seseorang akan
kehilangan tingkat kesuburan.

Selain usia, faktor lain yang mengurangi kesuburan adalah frekuensi


melakukan hubungan kelamin. Seseorang yang sering melakukan hubungan
kelamin akan berkurang kesuburannya. Hal ini disebabkan karena sperma belum
sempat dewasa sehingga tidak dapat membuahi sel telur. Berkebalikan dengan hal

8
itu, apabila sperma tidak pernah dikeluarkan maka spermatozoa yang telah tua
akan mati lalu diserap oleh tubuh.

2.4. Tahap Spermatogenesis

1. Spermatocytogenesis (Proliferation)
- Terjadi di basal tubulus seminaferus
- Pembelahan sel mitosis dan proliferasi dan pemeliharaan
spermatogonium
- Spermatogonia menjalani beberapa pembelahan mitosis dengan
pembelahan terakhir yang menghasilkan spermatosit primer
- Ada tiga jenis spermatogonium ditemukan di basal adalah
spermatogonia A, spermatogonium intermediate,dan spermatogonium B
- Durasi spermatocytogenesis bervariasi pada spesies yang berbeda:

Kerbau : 21 hari, domba : 18 hari, kuda: 21 hari


2. Meiosis
- Terjadi di kompartemen adluminal dari tubulus seminiferus

9
- Pengurangan jumlah kromosom pada gamet menjadi setengah (dari
diploid ke haploid)
- Spermatosit primer mengalami meiosis I dan menjadi spermatosit
sekunder dan kemudian menjalani meiosis II menghasilkan putaran
spermatid
- Masa hidup dari spermatosit adalah yang paling lama dari semua jenis
sel
- Spermatosit sekunder adalah berumur pendek (1-2 hari)
3. Spermiogenesis
- Terjadi di kompartemen adluminal dari tubulus seminiferus
- Spermatid matang mengalami elonginasi
- DNA menjadi sangat kental, akrosom terbentuk, flagela (ekor)
dibentuk, dan sel menjadi berpotensi motil.
- Spermatid memanjang bergerak lebih dekat ke lumen tubulus
seminiferus
4. Empat Fase Spermiogenesis
a. Fase Golgi: pembentukan vesikel akrosom
b. Fase Cap: vesikel akrosom menyebar diatas inti dari spermatid da flagel
mulai membentuk
c. Fase akrosom: inti spermatid dan sitoplasma memanjang, akrosom
menutupi sebagian besar nukleus anterior
d. Fase pematangan: Mitokondria dirakit sekitar flagela dan flagela benar-
benar terbentuk

10
2.5. Anatomi Sel Sperma
1. Terdiri dari 3 bagian

11
a. Kepala (nukleus, akrosom, post nyclear cap)
b. Capitulum
c. Tail (Bagian tengah, Bagian utama, Bagian akhir)
2. Kepala Sperma
a. Nukleus (Inti)
- Berisi materi genetik
- Jumlah kromosom haploid
- Seluruh tujuan dari sel
b. Akrosom
- Terletak di ujung kepala
- Kantung enzim
- Digunakan untuk membantu sperma masuk ke telur
c. Apical Ridge
- Ridge terbentuk pada ujung sperma
d. Perforatorius
- Terletak di apikal ridge
- Besar dan berkaitan dengan sperma hewan pengerat
- Tidak membutuhkan pendorong
- Fungsi sesungguhnya tidak diketahui
e. Post nuclear cap
Terletak di bawah akrosom dan lateral nukleus
f. Plasma membrane
Membran sel yang mengelilingi kepala
3. Capitulum
4. Sperm Middle piece
a. Mitokondria
Menyediakan energi untuk bergerak ke filamen aksial
b. Annulus
Persimpangan bagian tengahan dan bagian kepala
5. Principal piece
Bagian terbesar dari ekor dan memberikan motilitas sperma ke bagian
tengah.

12
2.6. Kecacatan Pada Spermatogenesis

1. Nondisjunction

Pada SyndromTurner, penyebab kelainan sindrom turner adalah tidak


mendapatkan kromosom Y, terjadi karena ada nondisjunction pada
spermatogenesis sehingga sperma yang dihasilkan adalah sperma XY dan sperma
yang tidak mempunyai kromosom kelamin kemudian membuahi ovum X.
2. Sperma berkepala dua
Faktor lingkungan dapat mengubah proses pembentukan sperma normal.
Sebagai contoh, beberapa antibiotik umum seperti penisilin dan tetrasiklin dapat
menekan pembentukan sperma. Radiasi, timbal, pestisida tertentu, ganja,
tembakau, dan alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan produksi sperma yang
abnormal (dua berkepala, dll beberapa ekor).
3. Sperma tanpa akrosom
4. Oligospermia

Oligospermia adalah suatu keadaan dimana sel sperma berkurang dalam


cairan semen, disebabkan oleh karena varicocele, diet yang terlalu ketat, merokok,
minum alkohol, menggunakan obat-obat psikotropika, menggunakan pakaian
dalam yang terlalu ketat, stress, terlalu sering melakukan hubungan seksual
sehingga kuaalitas sperma kurang baik.

5. Azoospermia

13
Azoospermia adalah tidak adanya spermatozoa pada cairan ejakulasi (semen).
1-5 Azoospermia ditemukan dalam 10% dari kasus infertilitas pria. Azoospermia
terjadi karena adanya obstruksi saluran reproduksi/vas deferens (azoospermia
obstruksi) atau adanya kegagalan testis memproduksi spermatozoa
(azoospermianon-obstruksi).

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Spermatogenesis adalah proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa.


Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup
pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel,
yang bertujuan untuk membentuk spermafungsional..Spermatogenesis terjadi di
tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal
melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk
membentuk spermafungsional. Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga
tahap yaitu, spermatocytogenesis, tahapan meiois, tahapan spermiogenesis.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ferial, Eddyman. 2013. Biologi Reproduksi. Jakarta : Erlangga


Fried, H. George dkk.(2005). Schaums Outlines BIOLOGI edisi kedua. Jakarta:
Erlangga
Heffner, Linda & Schust Danny. 2006. At a Glance Sistem Reproduksi. Jakarta:
Erlangga.
Langman, Sadler T. 2010. Embriologi Kedokteran. Edisi 10. Jakarta: EGC
Rohen, Johannes & Drecoll, Elke. 2003. Embriologi Fungsional, Perkembangan
Sistem Fungsi Organ Manusia. Edisi 2. Jakarta : EGC
Soenardihardjo & Bambang, dkk. 2011. Buku Ajar Embriologi. Suarabaya: Pusat
Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga.

15
16

Anda mungkin juga menyukai