Anda di halaman 1dari 2

Diskusi 5

Jelaskan perkembangan parpol dewasa ini terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia!

Tanggapan Tutor Tuton


Perkembangan parpol di Indonesia dewasa ini semakin menunjukkan dinamika kehidupan
demokrasi di Indonesia. Bila pada pemilu 1977 sd 1997 terdapat 3 parpol (termasuk Golkar),
masa awal reformasi yang kemudian dilanjutkan dengan Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai
politik. Pemilu Legislatif 2004 diikuti oleh 24 Parpol, dan Pemilu Legislatif 2009 diikuti oleh
38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh.

Pada Pemilu Legislatif 2014 diikuti oleh 12 Parpol nasional dan 3 partai politik lokal Aceh.
Sesuai ketentuan perundangan apabila perolehan suara nasional Parpol pada Pemilu
Legislatif 2014 kurang dari 3,5% maka parpol tersebut dapat mengikuti pemilu legislatif
selanjutnya. Hal ini bisasa disebut Parliamentary Threshold. Parliamentary Threshold adalah
ambang batas perolehan suara minimal parpol dalam pemilu untuk diikutkan dalam
penentuan perolehan kursi di DPRD dan DPRD. Ketentuan ini pertama kali diterapkan pada
Pemilu 2009. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun Tahun 2012, ambang batas parlemen
ditetapkan sebesar 3,5% dan berlaku nasional untuk semua anggota DPR dan DPRD. Namun
ketentuan tersebut setelah digugat oleh 14 partai politik, maka Mahkamah Konstitusi
kemudian menetapkan ambang batas 3,5% tersebut hanya berlaku untuk DPR dan
ditiadakan untuk DPRD. Ketentuan ini direncanakan diterapkan pada Pemilu 2014. Dengan
demikian secara konstitusi, pada pemilu legislatif berikutnya hanya diikuti oleh parpol yang
lolos Parliamentary Threshold.

Sedangkan parpol yang dapat mengikuti pencalonan presiden pada pemilu presiden 2014
adalah parpol yang mendapat ambang batas suara perolehan minimal parpol minimal 20%.
Ketentuan tentang sistem Presidential Threshold ini diatur dalam Undang-Undang No.42
tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres).

Dari berbagai peraturan atau ketentuan tersebut, sebenarnya secara tidak langsung yang
akan disasar adalah peningkatan kualitas fungsi parpol dalam menjalankan fungsi-fungsi
politik, terutama pada fungsi rekrutmen politik dengan cara menyiapkan dan melatih kader-
kadernya sehingga mempunyai pengalaman yang mencukupi dalam menyiapkan
kepemimpinan nasional.

Di sisi lain, kualitas demokrasi juga dapat dilihat melalui indikator tingkat partisipasi pemilih.
Tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 1999 mencapai 93,33%, Pemilu 2004 turun menjadi
84,9%, dan Pemilu 2009 turun lagi menjadi 70,99%. Pemilu 2014 berdasar data CSIS dan
prediksi KPU, tingkat partisipasi pemilih 75,2 %, artinya meningkat dibanding pemilu
sebelumnya. Dengan demikian dari sekitar 236 juta penduduk Indonesia, kemungkinan calon
pemilih Pemilu 2014 adalah 191 juta orang.
Angka golput juga terus meningkat. Pemilu 1999 angka golput 10,21%, Pemilu 2004 naik
menjadi 23,34%, dan Pemilu 2009 naik lagi menjadi 29,01%. Bandingkan dengan angka
golput pada pemilu era Orde Lama dan Orde Baru (1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997) yang tak pernah lebih dari 10%. Untuk Pemilu Presiden dan Pemilu Kepala Daerah,
angka golput juga tinggi. Pilpres 2004 angka golput 21,5%, Pilpres 2009 naik menjadi 23,3%
(angka partisipasi pemilih Pilpres 2009 sebesar 72,09%). Angka golput pemilukada rata-rata
27,9%. (Sumber : http://indonesia-web.blogspot.com/2013/08/rakyat-tak-percaya-elite-
politik-2014.html).

Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa masyarakat sekarang semakin cerdas, oleh
karena itu rakyat juga diharapkan memilih legislatif secara cerdas pula. Bila hal ini ada
korelasi, maka ada harapan Indonesia ke depan lebih baik.

Belajar melalui pengalaman sebelumnya dimana dua masa pemerintahan presiden SBY
menunjukkan bahwa begitu rapuhnya koalisi baik di parlemen ataupun pemerintahan. Maka
ke depan, hendaknya dibangun sebuah sistem di mana koalisi hanya dibangun di parlemen,
sedangkan pemerintahan diisi oleh kabinet dengan latar belakang profesional di bidangnya;
bukan bagi-bagi kursi. Ingat berbagai kasus seperti : SKK Migas, mark up daging sapi, Kasus
Hambalang, dan banyak kasus lainnya yang membuka mata masyarakat ternyata partai
politik belum menjalankan fungsinya dengan baik karena minimnya kas parpol. Tentunya
kita dapat mengidentifikasi lagi secara mendalam dampaknya bagi perkembangan demokrasi
di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai