Anda di halaman 1dari 16

Proses keperawatan pascaoperatif pada praktiknya akan dilaksanakan

bedah.secara berkelanjutan baik di ruang pemulihan, ruang intensif, dan ruang


rawat inap
Untuk di ruang pemulihan akan dilaksanakan secara mandiri oleh penata anestesi.
Keahlian perawat pascaoperatif dibentuk dari pengetahuan keperawatan
profesional dan keterampilan psikomotor, yang kemudian dibaurkan ke dalam
tindakan keperawatan yang harmonis. Kemampuan dalam pengenalan masalah
pasien yang risiko atau aktual yang akan didapatkan pada setiap fase perioperatif
didasarkan atas pengetahuan dan pengalaman keperawatan prioperatif akan
mengarahkan perencanaan intervensi keperawatan untuk membantu penanganan
atau pencegahan Inasalah. Rencana keperawatan yang disusun sesuai dcngan
respons pasien dan dievaluasi keefekrifannya dalam memenuhi tujuan pasien dan
keperawatan.
Fase pascaoperatif adalah suatu kondisi di nnana pasien sudah masul< di
ruang pulih sadar sampai pasien dalalll kondisi sadar betul untuk clibawa kc ruang
rawat inap.

PROSESES KEPERAWATAN Dl RUANG PULIII SADAR

Ruang pulih sadar (recovery roont) atau Unit Perawatan Pascaancstesi (PACU)
merupakan suatu ruangan untuk pemulihan fisiologis pasien pascaoperatif. PACU
biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Pasien yang masih di bawah
pengaruh anestesI atau yang pulih dari anestesi ditempatkan di unit ini untuk
kemudahan akses ke: 1) perawat yang disiapkan dalam merawat pasien
pascaoperatif segera; 2) ahli anestesi dan ahli bedah; dan 3) alat pemantau dan
peralacan khusus, medikasi, dan penggantian cairan. Dalam lingkungan ini, pasien
diberikan perawatan spesialis yang disediakan oleh mereka yang sangat
berkualifikasl untuk memberikannya.
Ruangan dijaga agar tenang, bersih, dan bebas dari peralatan yang tidak
dibutuhkan. Ruangan juga harus dicat dengan warna yang lembat, menyenangkan,
dan mempunyai: 1) pencahayaan tidak langsung, 2) plafon kedap suara; 3)
peralatan yang mengontrol atau menghilangkan suara, dan 4) ruang terisolasi
(kotak berkaca) untuk pasien yang terganggu. Gambaran ini juga nnennberikan
nilai psikologis bagi pasien untuk menurunkan ansieras.
Alat pemantau tersedia untuk memberikan penilaian yang akurat dan cepat
tentang kondisi pasien. Peralatan khusus termasuk tipe alat bantu pernapasan,
yaitu: oksigen, laringoskop, set trakeostomi, peralatan kateter, ventilator mekanis,
dan peralatan suction. Peralatan lain diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
sirkulasi, seperri aparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma ekspander,
nampan berisi set intravena, set pembuka jahitan, peralatan henti jantung,
defibrilator, kateter vena, dan tourniqet. Bahan-bahan balutan bedh, narkotik,
medikasi kedaruratan, set kateterisasi, dan peralatan drainase. Tempat tidur
pemulihan memberikan akses mudah ke pasien, aman, dapat digerakkan dengan
mudah, dapat dengan mudah dan cepat ditempatkan dalam posisi syok, dan
mempunyai kelengkapan yang memudahkan perawatan, seperti tiang intravena,
pagar tempat tidur brankar beroda, dan rak penyimpan kertas cata tan.

PENGKAJIAN
Pengkajian dan Intervensi pada Saat Pemindahan
Pengkajian pascaanestesi dilakukan sejak pasien mulai (dipindahkan dari kamar
operasi ke ruang pemulihan. Pengkajian dilakukan saat memindahkan pasien yang
berada di atas brankar, perawat mengkaji dan melakukan intervensi tentang kondisi
jalan napas, tingkat kesadaran, status vaskuler, sirkulasi, pendarahan, suhu tubuh,
dan saturasi oksigen. Pengaturan posisi kepala pada saat pemindahan sangat penting
dilakukan dengan tetap menjaga kepatenan jalan napas.
Saat pasien masuk ke PACU, perawat dan anggota tim bedah menyerahkan
status pasien. Laporan tim bedah mencakup laporan tentang obat anestesi yang
diberikan, sehingga perawat PACU dapat mengantisipasi dengan mudah pasien
mana yang seharusnya sudah sadar. laporan pemberian cairan IV atau transfusi
darah selama pembedahan berlangsung mengingatkan perawat pada keseimbangan
cairan dan elektrolit. Dokter bedah sering melaporkan beberapa hal yang perlu
mendapat perhatian khusus (misalnya: pasien yang beresiko mengalami pendarahan
dan infeksi). Perawat menerima laporan adanya komplikasi yang terjadi selama
pebedahan berlangsung, seperti kehilangan darah yang berlebihan atau irama
jantung tidak teratur. Biasanya laporan ini di berikan saat petugas PACU menerima
kedatangan pasien. Perawat akan memasang berbagai jenis peralatan
monitor,seperti alat monitor tekanan darah noninvasif, alat monitor EKG, dan
oksimeter nadi. Pada priode pemulihan ini, sebagian besar pasien menerima
ooksigen melalui berbagai cara.

Pada saat pasien siap dipindahkan dari PACU, petugas memberitahu divisi
keperawatan tentang kedatangan pasien. Hal ini akan memudahkan petugas
keperawatan untuk memberi informasi kepada anggota keluarga pasien tentang
tindakan pembedahan yang telah dijalani. Perawat biasanya menganjurkan anggota
keluarga untuk tetap berada di ruang tunggu sehingga mereka dapat dengan mudah
ditemukan jika dokter bedah datang untuk menjelaskan kondisi pasien. Dokter
bedah akan memberi gambaran tentang status pasien, hasil pembedahan, dan
adanya komplikasi.

Patofsiologi Masalah Keperawatan di Ruang Pemulihan


Pasien pascaoperasi akan mengalami perubahan fsologis sebagai efek dari
anestesi dan intervensi bedah. Efek dari anestesi terlihat pada sistem
respras, di mana akan teriadi respons depresi pernapasan sekunder dari Sisa
anestes inhalasi, penurunan kemampuan terhadap kontrol kepatenan jalan
napas karena kemampuan memposisikan lidah secara fisiologis masih belam
optimal sehingga cenderung menutup jalan napas, dan juga penurunan
kemampuan utuk melakukan batuk efektif dan muntah yang masih belum
optimal. Kondisi ini menyebabkan adanya masalah keperawatan jalan napas
tidak efektif dan risiko tinggi pola napas tidak efektif.

Efek anestes akan memengaruhi mekanisme regulasi sirkulasi normal


sehingga mempunyai risko terjadinya penurunan kemampuan jantung dalam
melakukan stroke volume efektif yang berimplikasi pada penurunan curah
jantung. Efek intervensi bedah dengan adanya cedera vaskular dan banyaknya
jumlah volume darah yang keluar dari vaskular adalah terjadinya penurunan
perfusi perifer, perubahan elektrolit, dan metabolisme karena terjadi
mekanisme kompensasi pengaliran suplai hanya untuk organ vital. Efek
anestes juga memengaruhi pusat pengatur suhu tubuh sehingga kondisi
pascabedah pasien cenderung mengalami hipotermi.
Efek anestes pada sistem saraf pusat akan memengaruhi penurunan kontrol
kesadaran dan kemampuan dalam orentas pada lingkungan sehingga pasien
yang mulai sadar biasanya gelisah. Kondisi penurunan reaksi anestesi akan
bermanifestasi pada munculnya keluhan nyer akibat kerusakan
neuromuskular pascaoperasi. pasien pascaoperasi cenderung mengalami
kecemasan pascaoperasi sehubungan dengan penurunan kemampuan adaptasi
normal.
Secara umum, efek anestesi juga memengaruhi terhambatnya jaras
aferen dan eferen terhadap kontrol miks, sehingga berimplikasi pada
masalah gangguan pemenuhan eliminasi urine. Efek anestes akan
menimbulkan penurunan peristaltik usus dan berimplikasi pada peningkatan
risiko paralisis usus dengan ditensi otot-otot abdomen dan timbulnya gejala
obstruksi gastrointestinal. Efek anestesi juga memengaruhi penurunan
kemampuan pengosongan lambung, sehingga cenderung terjadinya refluks
esofagus dan makanan keluar ke kerongkongan yang memicu terjadinya
aspirasi makanan ke saluran napas.
Respons pengaturan posisi bedah akan menimbulkan peningkatan
risiko terjadinya tromboemboli, parastesia, dan cedera tekan pada beberapa
penonjolan tulang. Efek intervensi bedah akan meninggalkan adanya
kerusakan integritas jaringan dengan adanya luka pascabedah dan adanya
sistem drainase pada sisi luka bedah. Efek anestesi akan memengaruhi
penurunan kontrol otot dan keseimbangan secara sadar sehingga pasien
berisiko tinggi cedera.

Pengkajian Di Ruang Pemulihan


Pengkajian di ruang pemulihan berfokus pada keselamatan jiwa pasien.
Fokus pengkajiar meliputi: pengkajian respirasi, sirkulasi, status neurologi,
suhu tubuh, kondisi luka dan drainase, nyeri, gastrointestinal, genitourinari,
cairan dan elektrolit, psikologi, dan keamanan peralatan.

Tabel 5-1 Pedoman pengkajian pasca operatif


pengkajian Implikasi dari hasil pengkajian
Pengkajian Awal Pengkajianawal pasaperatifadalah sebagai berikut
Diagnosis medis dan jenis pembedahan Yang
dilakukan.
Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan
napas, tanda-tanda vital.
Anestesi dan medikasi Iain yang digunakan
(misalnya: narkotik, relaksan Otot, antibiotik).
Segala masalah yang terjadi dalam ruang
operasi yang mungkin memengaruhi perawatan
pascaoperatif (misalnya: hemoragi berlebihan,
syok, dan henti jantung).
Patologi yang dihadapi (jika malignansi, apakah
pasien atau keluarga sudah diberitahukan).
Cairan yang diberikan, kehilangan darah, dan
penggantian.
Segala selang, drain, kateter, atau alat bantu
pendukung Iainnya.
Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah
atau ahli anestesi yang akan diberitahu.
Sistem Pernafasan Kontrol pemapasan
Obat anestesi tertentu dapat menyebabkan
depresi pernapasan. Sehingga, perawat
perlu mewaspadai pernapasan yang dangkal
dan Iambat serta batuk yang lemah.
Perawat mengkaji frekuensi, irama,
kedalaman ventilasi pernapasan,
kesimetrisan gerakan dinding dada, bunyi
napas, dan warna membran mukosa.
Apabila pernapasan dangkal, letakkan
tangan perawat di atas muka atau mulut
pasien sehingga perawat dapat merasakan
udara yang keluar.

Kepatenan jalan napas


Jalan napas oral atau oral airway masih
dipasang untuk mempertahankan kepatenan
jalan napas sampai tercapai pernapasan
yang nyaman dengan kecepatan normal.
Apabila fungsi pernapasan sudah kembali
normal, maka perawat mengajarkan pasien
cara membersihkan jalan napas dengan cara
meludah. Kemampuan melakukan hal
tersebut menandakan kembalinya refleks
muntah normal.
Salah satu kekhawatiran terbesar perawat
adalah obstruksi jalan napas akibat aspirasi
muntah, akumulasi sekresi mukosa di
faring, atau spasme faring.

Status sirkulasi Respons TTV


Pasien berisiko mengalami komplikasi
kardiovaskular akibat kehilangan darah
secara aktual atau risiko dari tempat
pembedahan, efek samping anestesi,
ketidakseimbangan elektrolit, dan depresi
mekanisme regulasi sirkulasi normal.
Pengkajian kecepatan denyut dan irama
jantung yang teliti serta pengkajian tekanan
darah menunjukkan Status kardiovaskular
pasien.
Perawat membandingkan TTV praoperatif
dengan pascaoperatif. Dokter harus diberitahu
jika tekanan darah pasien terus menurun
dengan cepat pada setiap pemeriksaan atau
jika kecepatan denyut jantung menjadi
semakin tidak teratur. Perawat mengkaji
perfusi sirkulasi dengan melihat warna dasar
kuku dan mukosa kulit (Gambar 5-1).

Respons perdarahan pascaoperatif


Masalah sirkulasi yang sering terjadi adalah
perdarahan.
Kehilangan darah terjadi secara eksternal
melalui drain atau insisi, atau secara internal
pada luka bedah.
Perdarahan dapat mengakibatkan turunnya
tekanan darah; meningkatnya kecepatan
denyut jantung dan pernapasan; denyut nadi
lemah; kulit dingin, lembab, pucat; serta
gelisah.
Apabila pendarahan terjadi secara eksternal,
maka perawat memperhatikan adanya
peningkatan drainase yang mengandung
darah pada balutan atau melalui drain.
Apabila balutan basah, maka darah mengalir
ke samping pasien dan berkumpul di bawah
seprai tempat tiduc Perawat yang waspada
selalu memeriksa adanya drainase di bawah
tubuh pasien. Apabila pendarahan terjadi
secara internal, maka tempat pembedahan
menjadi bengkak dan kencang

Respons cedera sirkulasi


Pasien yang menjalani bedah pelvis atau
pasien yang diposisikan litotomi selama
pembedahan berlangsung berisiko
mengalami trombosis vena provunda.
Trombosis vena profunda (TVP) adalah
trombosis pada vena yang letaknya dalam
dan bukan superfisial. Dua komplikasi
serius dari TVP adalah embolisme
pulmonari dan sindrom pascafleblitis.
Respons trombosis vena profunda (TVP)
secara patofisiologi dimulai dengan
adanya inflamasi ringan sampai berat dari
vena yang terjadi dalam kaitannya dengan
pembekuan darah. Komplikasi dapat
terjadi dari sejumlah penyebab, termasuk
cedera pada vena yang disebabkan oleh
pengikat yang terlalu ketat atau penahan
tungkai pada waktu operasi, tekanan dari
gulungan selimut di bawah lutut,
hemokonsentrasi akibat kehilangan Giran
atau dehidrasi, atau yang lebih umum lagi
adalah melambatnya aliran darah dalam
ekstremitas akibat metabolisme yang
melambat dan depresi sirkulasi setelah
pembedahan. Kemungkinan juga beberapa
faktor ini berinteraksi untuk menghasilkan
trombosis. Tungkai kiri lebih sering
terkena dibanding yang kanan.
Pengkajian TVP adalah dengan melihat
tanda human

Kontrol suhu Lingkungan ruang operasi dan ruang pulih


sadar sangat dingin.
Penurunan tingkat fungsi tubuh pasien
menyebabkan turunnya metabolisme dan
menurunkan suhu tubuh. Apabila pasien
mulai sadar, mereka mungkin akan mengeluh
kedinginan dan tidak nyaman.
Perawat mengukur suhu tubuh pasien dan
memberikan selimut hangat. Apabila suhu
berada pada 350C, maka penghangat
eksternal dapat digunakan. Meningkatnya
suhu tubuh menyebabkan peningkatan
metabolisme, sirkulasi, serta pernapasan
pasien.
Menggigil mungkin bukan merupakan tanda
hipotermia, tetapi hanya efek samping dari
obat anestesi tertentu. Menggigil dapat
dikurangi dengan memberikan Demerol
dalam jumlah kecil.
Pada hipertermia maligna tertentu, mungkin
terjadi komplikasi akibat pemberian anestesi
yang dapat mengancam kehidupan.
Hipertermia maligna menyebabkan takipnea,
takikardia, tekanan darah tidak stabil, dan
kaku otot
Status neurologi Obat-obatan, perubahan elektrolit dan
metabolisme, nyeri dan faktor emosional
dapat memengaruhi tingkat kesadaran.
Bersamaan dengan hilangnya efek anestesi,
maka refleks, kekuatan otot, dan tingkat
orientasi pasien akan kembali normal.
Perawat mengkaji tingkat kesadaran pasien
dengan cara memanggil nama pasien dengan
suara sedang.
Perawat memperhatikan apakah pasien
berespons dengan tepat atau terlihat bingung
dan disorientasi.
Apabila pasien tetap tidur atau tidak
berespons, maka perawat (Oba mengkaji
pasien dengan cara menyentuh atau
menggerakkan bagian tubuh pasien dengan
lembut
Perawat dapat memeriksa refleks pupil,
refleks muntah, dan mengkaji genggaman
tangan serta pergerakan ekstremitas pasien.
Kaji tingkat respons sensibilitas dengan
membandingkan peta dermatom untuk
menilai kembalinya fungsi sensasi taktil.
Pengkajian dermatom (segmen area kulit
yang dipengaruhi segmen medula
spinalis) saraf spinalis dilengkapi saat
kedatangan, selama periode pemulihan di
ruang pulih sadar (recoveryroom), dan
saat pasien pindah dari ruang pulih sadar.
Biasanya perawat mengkaji level
dermatom dengan cara menyentuh pasien
secara bilateral dan mendokumentasikan
area tubuh yang sentuhannya dapat
dirasakan pasien. Sentuhan dapat
dilakukan dengan cara menekan tangan
atau mencubit kulit pasien dengan lembut.
Pengkajian orientasi pada lingkungan ruang
pulih sadar sangat penting dalam
mempertahankan kesadaran pasien. Perawat
mengorientasikan pasien kembali,
menjelaskan bahwa pembedahannya sudah
selesai, dan memberi gambaran tentang
prosedur dan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan di ruang pemulihan. Apabiia pasien
mempunyai persiapan yang baik sebelum
pembedahan, maka kecemasannya akan lebih
rendah pada saat perawat di ruang pulih sadar
mulai memberi perawatan.
Respons nyeri Saat pasien sadar dari anestesi umum, rasa
nyeri menjadi sangat terasa. Nyeri mulai
terasa sebelum kesadaran pasien kembali
penuh. Nyeri akut akibat insisi
menyebabkan pasien gelisah dan
menyebabkan tanda-tanda vital berubah.
Apabila pasien merasa nyeri, mereka sulit
melakukan batuk efektif dan napas dalam.
Pasien yang mendapat anestesi regional dan
lokal biasanya tidak mengalami nyeri
karena area insisi masih berada di bawah
pengaruh anestesi.
Pengkajian rasa tidak nyaman pasien dan
evaluasi terapi untuk menghilangkan rasa
nyeri merupakan fungsi keperawatan yang
penting. Skala nyeri merupakan metode
efektif bagi perawat untuk mengkaji nyeri
pascaoperatif, mengevaluasi respons pasien
terhadap pemberian analgesik, dan
mendokumentasikan beratnya nyeri secara
Objektif. Pengkajian nyeri praoperatif
digunakan sebagai dasar bagi perawat untuk
mengevaluasi efektivitas intervensi selama
pemulihan pasien.
Genitourinari Dalam waktu 6-8 jam setelah anestesi,
pasien akan mendapatkan kontrol fungsi
berkemih secara volunter, bergantung pada
jenis pembedahan.
Pasien perlu dibantu berkemih jika pasien
tidak dapat berkemih dalam waktu 8 jam.
Karena kandung kemih yang penuh dapat
menyebabkan nyeri dan sering menyebabkan
kegelisahan selama pemulihan, maka
pemasangan kateter mungkin diperlukan.
Apabila pasien telah terpasang kateter tetap,
maka urine harus mengalir sedikitnya 2
ml/kg/jam pada dewasa dan 1 ml/kg/jam
pada anak-anak
Perawat mengobservasi warna dan bau urine
pasien.
Pembedahan yang melibatkan saluran
perkemihan, biasanya akan menyebabkan
urine mengandung darah kurang lebih
selama 12-24 jam setelah pembedahan,
bergantung pada jenis pembedahan.

Sistem Anestesi memperlambat motilitas


gastrointestinal gastrointestinal dan menyebabkan mual.
Normalnya, selama tahap pemulihan segera
setelah pembedahan, bising usus terdengar
lemah atau hilang di ke keempat kuadran.
Inspeksi abdomen menentukan adanya
distensi yang mungkin terjadi akibat
akumulasi gas.
Pada pasien yang baru menjalani bedah
abdomen, distensi terjadi jika pasien
mengalami perdarahan internal. Distensi
juga terjadi pada pasien yang mengalami
ileac paralitik akibat pembedahan pada
bagian usus. Paralisis usus dengan distensi
dan gejala obstruksi akut ini mungkin juga
berhubungan dengan pemberian obat-obatan
antikolinergik.
Karena pengosongan Iambung berlangsung
lambat akibat pengaruh anestesi, maka isi
Iambung yang terakumulasi tidak bisa keluar
dan dapat menimbulkan mual dan muntah.
Normalnya, pasien tidak boleh minum saat di
ruang pulih sadar karena lambatnya
pergerakan usus berisiko menyebabkan mual
dan muntah karena pasien masih berada di
bawah pengaruh anestesi.

Keseimbangan Karena pasien bedah berisiko mengalami


cairan dan
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
elektrolit
maka perawat mengkaji status hidrasi dan
memonitor fungsi jantung dan neurologi
untuk melihat adanya tanda-tanda
perubahan elektrolit. Tanggung jawab yang
penting adalah mempertahankan kepatenan
infus IV. Satu-satunya sumber asupan
cairan untuk pasien segera setelah
pembedahan selesai adalah melalui infus.
Perawat menginspeksi tempat pemasangan
kateter IV untuk memastikan bahwa kateter
berada pada posisi yang tepat dalam vena
sehingga cairan dapat mengalir dengan
lancar. Dokter memberikan program
tentang kecepatan pemberian setiap Giran
infus. Untuk memastikan pemasukan Giran
yang adekuat, perawat menjaga jangan
sampai infus cairan berjalan lambat. Setelah
pembedahan, pasien mungkin juga
menerima produk darah yang jumlahnya
bergantung pada banyaknya kehilangan
darah selama pembedahan berlangsung.
Catatan intake dan output cairan yang
akurat membantu proses pengkajian fungsi
ginjal dan sirkulasi. Perawat mengukur
semua sumber pengeluaran, termasuk
urine, drainase Iambung, drainase Iuka,
serta mencatat adanya kehilangan cairan
yang tidak dirasakan akibat diaforesis.
Mukus yang diisap dari jalan napas tidak
termasuk perhitungan output cairan.

Integritas kulit, Di ruang pulih sadar, perawat mengkaji


kondisi Iuka, dan
kondisi kulit pasien, melihat adanya
drainase
kemerahan, ptekie, abrasi, atau Iuka bakar
Kemerahan dapat menunjukkan adanya
sensitivitas terhadap Obat atau alergi.
Abrasi atau ptekie dapat terjadi karena
posisi yang kurang tepat atau pengikatan
yang menyebabkan cedera pada lapisan
kulit.
Luka bakar dapat menunjukkan bahwa
bantalan arde kauter listrik tidak terpasang
dengan benar pada kulit pasien.
Setelah pembedahan, sebagian besar Iuka
bedah ditutup dengan balutan untuk
melindungi tempat Iuka dan
mengumpulkan drainase
Perawat mengobservasi, jumlah, warna,
bau, dan konsistensi drainase yang terdapat
pada balutan.
Perawat memperkirakan jumlah drainase
dengan cara mencatat jumlah kasa yang
basah.
Tldak optimalnya pengaturan posisi bedah
akan memicu terjadinya trombosis vena
ekstremitas bawah, kram otot ekstremitas
bawah, parastesia ekstremitas bawah,
distensi otot abdomen, cedera pleksus
brakialis, cedera tekan pada prosesus
spinalis vetebra torakalis, olekranon,
skapula, region sakrum, dan kalkaneus.

DIAGNOSA KEPERAWATAN PASCA OPERATIF


Perawat menentukan status masalah yang diidentifikasi dari diagnosis keperawatan
praoperatif dan mengelompokkan data baru yang relevan untuk mengidentifikaasi
diagnosis baru. Diagnosis sebelumnya, seperti gangguan integritas kulit, dapat
berlanjut menjadi masalah postoperative. Perawat juga dapat mengidentifikasi
factor resiko yang mengarah padaidentifikasi diagnosis keperawatan baru.
Misalnya pasien lansia yang telah menjalani bedah abdomen mayor dan
sebelumnya mempunyai masalah penurunan mobilitas pada pangkal paha akibat
cenderung mcngalami hambatan moblitas fisik. Pembedahannya sendiri cepat
menambah faktor risiko bagi pasten. Perawat juga mempertimbangkan kebutuhan
keluarga pasien saat membuat diagnosis, Misalnya, diagnosis ketidakmampuan
koping keluarga mcnghadapi kondisi pasien yang membutuhkan Intervensi
keperawatan.
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosis kcperawatan pascaoperatif
dapat mencakup beberapa diagnosis berikut ini.

1. Risiko tinggi pola napas tidak efcktif berhubungan dengan penurunan


kontrol pernapasan efek sekunder anestesi.
2. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol kepatenan
jalan napas (lidah), penurunan kontrol batuk efektif dan muntah efek
sekunder anestesi, efek depresan dari medikasi dan agen anestesi.
3. Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanisme regulasi
sirkulasi normal, perdarahan pascaoperatif, penurunan curah jantung,
hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokonstriksi.
4. Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak bedah urogenital,
kerusakan neuromuskular pascabedah.
5. Risiko terhadap cedera vaskular (trombosis vena profunda) berhubungan
dengan cedera vaskular, pembentukan trombus pada ekstremitas, efek
sekunder kompresi posisi bedah.
6. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus
selama periode intraoperatif.
7. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek
medikasi, dan penurunan masukan cairan.
8. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan efek depresan dari anestesi,
penurunan intoleransi aktivitas, dan pembatasan aktivitas yang diresepkan.
9. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tempat insisi bedah dan
drainase.
IO. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan kerentanan terhadap invasi
bakteri.
11. Kecemasan berhubungan dengan diagnosis pascaoperatif, kemungkinan
perubahan dalam gaya hidup, dan perubahan dalam konsep diri.
12. Gangguan konsep diri berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh,
kehilangan fungsi dan struktur organ pascabedah.

Anda mungkin juga menyukai