Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FILSAFAT ILMU

KONSEPSI DASAR KEFILSAFATAN

Oleh:

FADLI HIDAYAT

ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2017/2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang konsep dasar
kefilsafatan

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Parepare, 4 September 2017

FADLI HIDAYAT
DAFTAR ISI

JUDUL MAKALAH.. ...........................................................................................

KATA PENGANTAR ..........................................................................................

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................

a. Latar belakang.....

b. Rumusan masalah

c. Tujuan penulisan..

d. Manfaat penulisan

BAB II PEMBAHASAN...

Konsepsi dasar kefilsafatan..

A. Pengertian dan permasalahan filsafat..

1. Pengertian filsafat..

2. Ciri-ciri pemikiran filsafat.

3. Permasalahan filsafat

B. Asal mula filsafat

C. Manusia dan filsafat

BAB III PENUTUP

a. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA....
PENDAHULUAN

Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin
terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa
dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya. Filsafat memberi
penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus
mengembangakan dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal.
Proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh karena
itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat
dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak
memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal. Pada dasarnya filsafat
ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain
filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu
Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi
kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang tercakup
dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan berbagai pengembangan dan
pendalaman yang dilakukan oleh para akhli.
A. PENGERTIAN FILSAFAT

Perkataan Inggris philosophy yang berarti filsafat berasal dari kata Yunani philosophia yang
lazim diterjemahkan sebagai cinta kearifan. Akar katanya ialah philos (philia, cinta) dan sophia
(kearifan). Menurut pengertiannya yang semula dari zaman Yunani Kuno itu filsafat berarti cinta
kearifan. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata luas sekali. Dahulu sophia
tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi pula kebenaran pertama, pengetahuan luas,
kebajikan intelektual, pertimbangan sehat sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikkan
dalam memutuskan soal-soal praktis (The Liang Gie, 1999).

Banyak pengertian-pengertian atau definisi-definisi tentang filsafat yang telah dikemukakan oleh
para filsuf. Menurut Merriam-Webster (dalam Soeparmo, 1984), secara harafiah filsafat berarti
cinta kebijaksanaan. Maksud sebenarnya adalah pengetahuan tentang kenyataan-kenyataan yang
paling umum dan kaidah-kaidah realitas serta hakekat manusia dalam segala aspek perilakunya
seperti: logika, etika, estetika dan teori pengetahuan.

Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yangg dalam bhs Arab dikenal dengan
istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan istilah philoshophy adalah dari Bahasa
Yunani philoshophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan shopia yang berarti
kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan
(love of wisdom) dalam arti yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah
pecinta atau pencari kebijaksanaan.

Secara terminologi, menurut Surajiyo (2010: 4) filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki segala sesuatu yang ada secara mendalam dengan menggunakan akal sampai pada
hakikatnya. Filsafat bukan mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, tetapi yang dicari adalah
hakikat dari sesuatu fenomena. Hakikat adalah suatu prinsip yang menyatakan sesuatu adalah
sesuatu itu adanya. Filsafat mengkaji sesuatu yang ada dan yang mungkin ada secara
mendalam dan menyeluruh. Jadi filsafat merupakan induk segala ilmu.

Susanto (2011: 6) menyatakan bahwa menurut Istilah, filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
berupaya mengkaji tentang masalah-masalah yang muncul dan berkenaan dengan segala sesuatu,
baik yang sifatnya materi maupun immateri secara sungguh-sungguh guna menemukan hakikat
sesuatu yang sebenarnya, mencari prinsip-prinsip kebenaran, serta berpikir secara rasional-logis,
mendalam dan bebas, sehingga dapat dimanfaatkan untuk membantu menyelesaikan masalah-
masalah dalam kehidupan manusia.

Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama memakai istilah
philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni seorang ahli matematika
yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri yang menetapkan a2 + b2 = c2.
Pytagoras menganggap dirinya philosophos (pencinta kearifan). Baginya kearifan yang
sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-mata oleh Tuhan. Selanjutnya, orang yang oleh para
penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan
seorang Filsuf yang mendirikan aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan
Yunani. Menurut aliran filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta
untuk mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie, 1999).

Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh
Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk
terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah
kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran
(Soeparmo, 1984).

Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya
kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih
lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh
filsafat secara memuaskan. Jawaban yang diperoleh menurut Koento Wibisono dkk. (1997),
dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak
semua persoalan itu harus persoalan filsafat.
B. PENGERTIAN FILSAFAT ILMU DAN TUJUAN MEMPELAJARI FILSAFAT ILMU

Pengertian-pengertian tentang filsafat ilmu, telah banyak dijumpai dalam berbagai buku maupun
karangan ilmiah lainnya. Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran
reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu
maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan
suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada
hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.

Sehubungan dengan pendapat tersebut serta sebagaimana pula yang telah digambarkan pada
bagian pendahuluan dari tulisan ini bahwa filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan
filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap
saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan
pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan
baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan
(sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.

Filsafat ilmu menurut Surajiyo (2010 : 45), merupakan cabang filsafat yang membahas tentang
ilmu. Tujuan filsafat ilmu adalah mengadakan analisis mengenai ilmu pengetahuan dan cara
bagaimana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Jadi filsafat ilmu adalah penyelidikan tentang ciri-
ciri pengetahuan ilmiah dan cara memperolehnya. Pokok perhatian filsafat ilmu adalah proses
penyelidikan ilmiah itu sendiri.

Dalam perkembangannya filsafat ilmu mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan


ilmu yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk
menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi
kehidupan manusia (Koento Wibisono dkk., 1997).

Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu
pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu
kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan
kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari
sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari
sesuatu ada yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang
merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk
memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.

Lebih lanjut Koento Wibisono (1984), mengemukakan bahwa hakekat ilmu menyangkut masalah
keyakinan ontologik, yaitu suatu keyakinan yang harus dipilih oleh sang ilmuwan dalam
menjawab pertanyaan tentang apakah ada (being, sein, het zijn) itu. Inilah awal-mula sehingga
seseorang akan memilih pandangan yang idealistis-spiritualistis, materialistis, agnostisistis dan
lain sebagainya, yang implikasinya akan sangat menentukan dalam pemilihan epistemologi, yaitu
cara-cara, paradigma yang akan diambil dalam upaya menuju sasaran yang hendak
dijangkaunya, serta pemilihan aksiologi yaitu nilai-nilai, ukuran-ukuran mana yang akan
dipergunakan dalam seseorang mengembangkan ilmu.

Dengan memahami hakekat ilmu itu, menurut Poespoprodjo (dalam Koento Wibisono, 1984),
dapatlah dipahami bahwa perspektif-perspektif ilmu, kemungkinan-kemungkinan
pengembangannya, keterjalinannya antar ilmu, simplifikasi dan artifisialitas ilmu dan lain
sebagainya, yang vital bagi penggarapan ilmu itu sendiri. Lebih dari itu, dikatakan bahwa dengan
filsafat ilmu, kita akan didorong untuk memahami kekuatan serta keterbatasan metodenya,
prasuposisi ilmunya, logika validasinya, struktur pemikiran ilmiah dalam konteks dengan realitas
in conreto sedemikian rupa sehingga seorang ilmuwan dapat terhindar dari kecongkakan serta
kerabunan intelektualnya.

Adapun tujuan mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal Bakhtiar (2008:20) adalah:

a) Mendalami unsur-unsur pokok ilmu sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami
sumber, hakekat dan tujuan ilmu.

b) Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmudi berbagai bidang


sehingga kita dapat gambaran tentang proses ilmu kontemporermsecara historis.

c) Menjadi pedoman untuk membedakan studi ilmiah dan non ilmiah.

d) Mempertegas bahwa persoalan antara ilmu dan agama tidak ada pertentangan.

Bagi mahasiswa dan peneliti, tujuan mempelajari filsafat ilmu adalah

1) seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami persoalan ilmiah dengan melihat ciri dan
cara kerja setiap ilmu atau penelitian ilmiah dengan cermat dan kritis.
2) seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat melakukan pencarian kebenaran ilmiah dengan tepat
dan benar dalam persoalan yang berkaitan dengan ilmunya (ilmu budaya, ilmu kedokteran, ilmu
teknik, ilmu keperawatan, ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu ekonomi dan sebagainya) tetapi juga
persoalan yang menyangkut seluruh kehidupan manusia, seperti: lingkungan hidup, peristiwa
sejarah, kehidupan sosial politik dan sebagainya.

3) Seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat memahami bahwa terdapat dampak kegiatan ilmiah
(penelitian) yang berupa teknologi ilmu (misalnya alat yang digunakan oleh bidang medis,
teknik, komputer) dengan masyarakat yaitu berupa tanggung jawab dan implikasi etis. Contoh
dampak tersebut misalnya masalaheuthanasia dalam dunia kedokteran masih sangat dilematis
dan problematik, penjebolan terhadap sistem sekuriti komputer, pemalsuan terhadap hak atas
kekayaaan intelektual (HAKI) , plagiarisme dalam karya ilmiah.

C.ASAL MULA FILSAFAT

Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat
muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan
lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di
Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau
Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta
pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.Orang Yunani pertama yang bisa diberi
gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani
yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato
sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat
tidak lain hanyalah Komentar-komentar karya Plato belaka. Hal ini menunjukkan pengaruh
Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.

E.Manusia dan filsafat

Karenan manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak dan berpikir, dan
karena situasi dan kondisi alam di mana dia hidup selalu berubah-rubah dan penuh dengan
peristiwa-peristiwa penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk
menantang dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, termenung, memikirkan segala
hal yang terjadi di sekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, dilihatnya bahwa
segala sesuatu tumbuh di atasnya, berkembang, berbuah, dan melimpah ruah. Segala peristiwa
berlaku di atas permukaannya. Dan didalam siang dan malamnya dia menyaksikan kebaikan dan
keburukan, kebaktian dan kejahatan, sehat dan sakit, suka dan duka, malang dan senang, hidup
dan mati, dan sebagainya, yang meliputi dan melingkupi kehidupan manusia. Hal-hal seperti
itulah yang menakjubkan manusia, menyebabkan dia termenung, merenungkan segala sesuatu.
Dia berpikir dan berpikir, sepanjang masa dan sepanjang zaman. Dia memikirkan dirinya sebagai
mikro-kosmos dan memikirkan jagat raya sebagai makro-kosmos. Dia memikirkan juga alam
ghaib, alam di balik dunia yang nyata ini, alam metafisika. Dan diapun mulai membangun
pemikiran filsafat.

Di dalam sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuran manusia
meningkat tinggi, maka tampillah manusia-manusia unggul merenung dan memikir,
menganalisa, membahas dan mengupas berbagai problema dan permasalahan hidup dan
kehidupan, sosial kemasyarakatan, alam semesta, dan jagat raya. Maka lahirlah untuk pertama
kalinya filsafat alam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode kedua, lalu Shopisme,
kemudian filsafat klasik, yang bermula kurang lebih enam abad sebelum masehi.

Plato telah melahirkan filsafat yang bertolak pangkal kepada idea, dan filsafatnya disebut
Idealisme. Pokok pikiran yang terkandung dalam filsafat ini, ialah : bahwa apa saja yang ada di
dalam alam ini, bukanlah benda yang sebenarnya, yang berada dibalik benda itu, yang disebut
idea. Jadi benda yang berada dibalik benda itu, yaitu dunia idea, disitulah terletak hakekat benda
itu yang sebenarnya.

Sebaliknya, Aristoteles berlawanan dengan gurunya Plato, mengatakan bahwa semua benda-
benda yang kita saksikan setiap hari dalam pengalaman hidup kita, adalah benda-benda yang
betul-betul ada dan nyata, dan bukan bayangan atau khayalan belaka. Lalu Aristoteles membagi
membagi adanya benda-benda itu kepada berbagai macam lingkungan, seperti : Fisika, Biologi,
Etika, Politik, Psikologi, dan sebagainya. Oleh karena paham Aristoteles ini berpijak kepada
kenyataan yang berada di dunia nyata, maka dia disebut ; Aliran filsafat Realisme.

Kedua aliran filsafat ini kemudian dikembangkan oleh ahli-ahli filsafat yang datang kemudian,
terutama di Jerman, Inggris, dan Amerika. Dan kemudian muncul pula aliran-aliran filsafat
dengan nama dan versi baru, tapi masih berlandaskan kepada ajaran Idealisme atau Realisme,
seperti, Essensialisme, Existensialisme, Experimentalisme, dan lain-lain sebagainya. Hampir
semua aliran filsafat ini membicarakan masalah pendidikan dan memikirkan teori-teori untuk
melaksanakan pendidikan menurut pendapat dan paham yang mereka anut dan yakini dapat
membentuk dan membina akal pikiran anak didik yang akan mendatangkan kemajuan dan
kebahagiaan bagi mereka itu di belakang hari. Tetapi sejak kurang lebih dua puluh lima abad
yang lalu, seorang bijaksana unggul yang agung dalam pemikirannya, yaitu Aristoteles sendiri,
telah memperingatkan bahwa :

Orang tidak sama sekali setuju tentang hal-hal yang akan di ajarkan, apakah kita memandang
kepada kebaikan atau kehidupan terbaik. Tidak ada kepastian apakah pendidikan itu lebih
bersangkut paut dengan intelektualitas atau dengan kebajikan moral. Praktek yang berjalan
sekarang membingungkan, tidak seorang pun yang tahu atas landasan prinsip apa kita akan maju
apakah yang berguna dalam kehidupan, apakah kebajikan, ataukah pengetahuan yang lebih
tinggi, yang akan menjadi tujuan dari pengajaran kita, ketiga pendapat itu kesemuanya memikat
perhatian orang. Lagi pula, tentang cara-caranya, tidak terdapat kesepakatan, karena bagi orang-
orang yang berlain-lainan, memulai dengan ide yang berbeda-beda sudah tentu tidak akan
bersesuaian dalam prakteknya.

Di samping itu Aristoteles dan orang-orang yang semasa dengan dia, banyak berpendapat akan
sukarlah untuk setuju dengan semacam pendidikan yang tetap, untuk anak didik, karena kondisi
sosial dimasa itupun berada dalam keadaan perubahan yang tepat. Keadaan politik sedang dalam
situasi perubahan dari aristokratik ke demokrasi. Ekonomi dan perdagangan maju pesat yang
mengangkat derajat Yunani dengan cepat kepada kedudukan pemimpin di laut Mediterranean
sebelah timur. Keunggulan bangsa Yunani dimasa itu telah membawa bangsa itu ke dalam
kancah konflik internasional, yang akhirnya nanti, berkemungkinan besar akan menyeretnya ke
dalam peperangan internasional. Dalam bidang pendidikan, timbul pertanyaan yang mendasar,
apakah sistem pendidikan tradisional yang stereo type atau tiruan ini akan dapat menyesuaikan
diri dengan dunia baru ke arah mana pada masa itu bangsa Yunani sedang menuju, ataukah
zaman baru itu menuntut adanya perubahan di dalam system pendidikan mereka?.

Demikian pulallah proses kehidupan umat manusia di abad kedua puluh ini, semuanya
mengalami perubahan-perubahan yang drastis. Kebangunan ilmu pengetahuan dan teknolog telah
mendorong proses kehidupan umat manusia di atas permukaan plane bumi ini ratusan tahun
lebih maju dari abad-abad sebelumnya. Dua kali perang dunia telah merubah status permukaan
bumi secara drastis. Kemauan teknologi telah mendekatkan jarak jarak bumi menjadi dekat
sekali, seperti di sebelah rumah saja. Apa yang terjadi di suatu negara pada detik ini dan saat itu
juga telah diketahui oleh negara-negara lain di dunia ini. Penjajahan ruang angkasa telah
memungkinkan manusia bumi berkelana ke bulan dan ke planet-planet lain dengan peralatan
teknologi modern. Dengan teknologi komputer dan robot, kita seolah olah sudah berada di dunia
lain, dan banyak permasalahan yang sebelumnya mustahil rasanya dapat dipecahkan, sekarang
sudah bukan masalah lagi. Dunia semakin sempit dan jarak-jarak sudah tidak ada yang jauh lagi.
Di dalam teknologi persenjataan, kita mengetahui adanya peluru-peluru kendali yang dapat
ditembakan dimana saja dengan tujuan ke mana saja di seluruh penjuru dan pojok dunia ini. Dan
tidak ada suatu tempat pun yang dapat luput dari sasaran, betapapun jauh dan tersembunyinya
sasaran itu. Dengan persenjataan nuklir dan konsep perang bintang atau kartika yudha apakah
dunia mendekati akhirnya ? itulah pertanyaan besar yang belum ada seorangpun berani
menjawabnya.Jadi untuk menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu
pesat sudah jelas sistem pendidikan, teori pendidikan, dan filsafat pendidikan harus disesuaikan
dengan situasi dan kondisi dunia sekarang ini. Sistem pendidikan, teori pendidikan, filsafat
pendidikan dan peralatan pendidikan tradisional sudah jelas tidak akan dapat menjawab
tantangan zaman sekarang kita hadapi.Demikian pula dengan proses kehidupan manusia
Indonesia dewasa ini. Setelah usai perang dunia kedua, kita dipaksa oleh keadaan untuk berjuang
mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Dan kitapun akhirnya merdeka penuh, seratus persen. Dari bangsa jajahan kita menjadi bangsa
merdeka. Tanggung jawab kita menjadi bertambah berat, sebab segala urusan besar dan kecil
sydah berada di tangan bangsa kita sendiri. Sakit senang, suka duka, berat ringan tanggung jawab
sudah terpikul di atas pundak kita sendiri. Termasuk tanggung jawab kita yang berat adalah
bidang pendidikan. Banyak sekolah-sekolah dari segala jenis pendidikan harus kita adakan dari
yang rendah hingga pendidikan Universitas. Semuanya harus disesuaikan dengan suasana baru,
suasana bangsa yang merdeka, tapi dalam bidang pendidikan jauh tertinggal dari bangsa-bangsa
lain. Kurikulum harus dirubah, cara berpikir harus dirubah, sistem, teori, dan filsafat pendidikan
harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi baru, abad komputer dan teknologi maju.
DAFTAR PUSTAKA

Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Frondizi, Resieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai (Terjemahan oleh: Cuk Ananto Wijaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gandhi, Teguh Wangsa. 2011. Filsafat Pendidikan: Madzab-Madzab Filsafat Pendidikan.


Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Jalaluddin & Idi, Abdullah. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan (Terjemahan oleh: Mahmud Arif). Yogyakarta:
Gama Media.

Muhmidayeli. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: Refika Aditama.

Muslih, Muhammad. 2005. Filsafat Umum: Dalam Pemahaman Praktis. Yogyakarta: Belukar.

Salam, Burhanuddin . 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi Aksara.

Suhartono, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group.

Supriyanto, S. 2003. Filsafat Ilmu. Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Masyarakat.


Universitas Airlangga. Surabaya.

Surajiyo . 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Knight, George R. 2007. Filsafat Pendidikan (Terjemahan oleh: Mahmud Arif). Yogyakarta:
Gama Media.

http://pohanrangga.blogspot.com/2012/11/hakekat-manusia-dari-segi-sosiologi.html diunduh
tanggal 03 Nopember 2013 pkl 21.30

http://hanykpoespyta.wordpress.com/2008/04/19/manusia-antara-pandangan-antropologi-dan-
agama-islam/ diunduh tanggal 03 Nopember 2013 pkl 21.00

http://uphilunyue.blogspot.com/2013/01/manusia-dalam-pandangan-filsafat-teori.html diunduh
tanggal 03 Nopember 2013 pkl 22.00

Anda mungkin juga menyukai