Umar Toriq
Umar Toriq
UMAR TORIQ
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
2
Umar Toriq
NIM G44080094
2
ABSTRAK
ABSTRACT
Dragons blood, a resin exudated from rattan (Daemonorops draco) fruits has
many benefits so that prices and demand are always high. The National Standardization
Agency has issued Indonesia National Standard (SNI) for dragons blood based on
physical characteristics and visual parameters. Three qualities of this commodity from
the highest to the low quality are super , A , and B. However, these parameters are
prone to be manipulated by traders to add weight and purity of the resin. In this study, it
was discovered that all SNI parameters are not always correlated in determining the
classification of dragons blood. Analysis by ultraviolet-visible spectrophotometer at a
wavelength of 473.5 nm showed that the classification according to SNI was positively
correlated with the resin content and the absorbance. A quantitative analytical method
proposed for SNI revision is extraction through maceration using acetone. Compound
identification using gas chromatography-mass spectrometer showed the presence of
dracorhodin compounds in all resins samples was. Therefore, dracorhodin can be used as
a marker in dragons blood commodity.
UMAR TORIQ
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
2
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal lulus:
2
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul Senyawa Kimia Penciri Jernang untuk Pembaruan
Parameter Standar Nasional Indonesia. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga November 2012 di
Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih atas semua bimbingan, dukungan, dan
kerjasama yang telah diberikan oleh Ibu Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD selaku
pembimbing I dan Bapak Ir Totok K Waluyo, MSi selaku pembimbing II. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Budi Arifin, MSi, Fadli A
Muntaqo, SSi, dan Fanindra atas segala diskusi dan saran berkaitan dengan
penelitian. Terima kasih juga kepada Bapak Sabur, Ibu Yenni Karmila, Dumas,
Ani, dan Dwi atas bantuan yang telah diberikan selama penulis melakukan
penelitian di Laboratorium Kimia Organik. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, keluarga serta Aida atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Penelitian ini disponsori oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
melalui Hibah Kerja Sama Antarlembaga dan Perguruan Tinggi yang diraih oleh
Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Terima kasih.
Umar Toriq
3
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Jernang adalah resin hasil sekresi buah rotan jernang (Daemonorops draco)
yang endemik di Asia Tenggara. Resin tersebut menempel dan menutupi bagian
luar buah rotan, dan untuk mendapatkannya diperlukan proses ekstraksi. Getah ini
merupakan hasil hutan bukan kayu yang cukup penting bagi masyarakat di sekitar
hutan di Kabupaten Jambi, Aceh, dan Medan di Sumatra. Jernang memberikan
sumbangan yang cukup nyata pada pendapatan rumah tangga tradisional yang
dimanfaatkan oleh masyarakat lokal. Meskipun pada mulanya digunakan untuk
keperluan sendiri, tetapi sekarang jernang banyak diperjualbelikan dengan harga
cukup mahal, yaitu Rp700 ribu sampai Rp1 juta per kg. Hasil ekstraksi getah
jernang menjadi penting karena merupakan bahan komoditas ekspor.
Masyarakat memanfaatkan getah jernang sebagai bahan obat tradisional
seperti untuk pengobatan diare dan gangguan pencernaan, sebagai bahan pewarna
untuk memperindah peralatan rumah tangga dan kerajinan. Di samping itu, juga
sebagai bahan pewarna vernis, keramik, alat dari batu, kayu, rotan, bambu, kertas,
dan cat. Jernang juga digunakan sebagai serbuk untuk gigi, asma, sifilis, dan
berkhasiat afrodisiak (Grieve 2006).
Jernang termasuk kelompok resin keras, yaitu padatan yang mengilat,
bening sampai kusam, rapuh, meleleh bila dipanaskan, dan mudah terbakar
dengan mengeluarkan asap dan bau yang khas (Sumadiwangsa 2000).
Sumadiwangsa (1973) dan Coppen (1995) juga memasukkan jernang ke dalam
kelompok resin keras, berwarna merah, berbentuk amorf, bobot jenis 1.181.20;
bilangan asam rendah, bilangan ester sekitar 140, titik cair sekitar 120 C, larut
dalam alkohol, eter, minyak lemak, dan minyak atsiri, sebagian larut dalam
kloroform, etil asetat, metanol, karbon disulfida, dan tidak larut air.
Komponen kimia utama pada resin yang dihasilkan buah jernang adalah
resin ester dan drakoresino tanol (5782%). Selain itu, resin berwarna merah
tersebut juga mengandung berbagai senyawa seperti drakoresena (14%),
drakoalban (hingga 2.5%), resin taklarut (0.3%), residu (18.4%), asam
benzoilasetat, drakorhodin, dan beberapa pigmen terutama nordrakorhodin dan
nordrakorubin (Purwanto et al. 2005). Di perdagangan, jernang dikelompokkan
berdasarkan tingkat kebersihannya.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) membedakan dan mengelompokkan
jernang dalam 3 jenis mutu, yaitu Mutu Super, Mutu A, dan Mutu B (Tabel 1).
Parameter mutu suatu jernang didasarkan pada kadar air, kadar abu, kadar resin,
titik leleh, kadar pengotor, dan warna. Tidak jarang jernang yang diperdagangkan
dicampur dengan resin lain bahkan batu bata merah untuk meningkatkan
bobotnya. Pada dasarnya, parameter yang digunakan berdasarkan sifat fisis dan
tidak kuantitatif, sehingga cenderung banyak penyimpangan dalam penetapan
mutu. Parameter lainnya didasarkan pada pengamatan visual dan kekasaran resin
sehingga mutu ditetapkan secara subjektif. Rao et al. (1982) melaporkan bahwa
drakorhodin dan turunannya adalah senyawa aktif dari jernang dan merupakan
komponen utama. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menemukan
senyawa kimia penciri yang bersifat kuantitatif sehingga diperoleh kepastian dan
objektivitas dalam penentuan mutu jernang.
2
METODE
Penelitian ini terbagi dalam 3 tahap, yaitu tahap penentuan mutu sampel
jernang berdasarkan parameter SNI, tahap ekstraksi, serta identifikasi senyawa.
Senyawa diidentifikasi menggunakan kromatograf gas-spektrometer massa
(GCMS) Shimadzu. Bahan yang digunakan adalah jernang yang sudah diolah
dalam bentuk serbuk dan batangan yang didapat dari penjual di 3 kota.
Sampel jernang didapatkan dari pedagang yang tersebar di Provinsi Jambi
sebanyak 5 jenis, yakni daerah penghasil jernang terbaik. Sampel juga didapat dari
Aceh sebanyak 3 jenis dan Medan 1 jenis. Pemberian kode sampel pada penelitian
ini berdasarkan asal kota didapatkannya. Untuk sampel dari Jambi diberi kode
Sarolangun serbuk (Jambi 1), Sarolangun murni (Jambi 2), Sarolangun kota
(Jambi 3), Muarabungo (Jambi 4), dan Merangin (Jambi 5). Sampel dari Aceh
didapatkan dari pedagang yang berasal dari Jagakarsa (Aceh 1 dan Aceh 3) dan
Kranji (Aceh 2) serta sampel dari Medan (Medan). Semua sampel berasal dari
spesies D. draco.
desikator hingga dingin. Bobot sampel ditimbang kembali sebagai bobot kering.
Uji ini dilakukan duplo.
Identifikasi Senyawa
Kadar Air
Kadar air sampel ditentukan untuk mengevaluasi tingkat kekeringan
jernang. Tabel 2 menunjukkan rerata kadar air dari 2 penetapan. Jika menurut
standar SNI, informasi yang didapatkan dari pedagang mengenai kelas mutunya
berbeda. Hasil menunjukkan kecenderungan kelas mutu yang dihasilkan
berdasarkan SNI lebih rendah dibandingkan dengan informasi pedagang.
5
Kecocokan antara standar SNI berdasarkan parameter kadar air dengan informasi
pedagang sebesar 14%. Nilai kecocokan ditetapkan berdasarkan perbandingan
jumlah mutu yang sesuai antara SNI dan pedagang dengan 7 jumlah sampel yang
diketahui mutunya menurut pedagang.
Tabel 2 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
kadar air jernang
Kelas mutu Kelas mutu menurut
Sampel Kadar air (%)
menurut SNI pedagang
Jambi 1 17.00 B* B
Jambi 2 9.33 B Super
Jambi 3 4.67 Super Super
Jambi 4 12.67 B* Super
Jambi 5 9.00 B A
Aceh 1 11.59 B* A
Aceh 2 2.29 Super B
Medan 4.53 Super -
Keterangan: B* tidak memenuhi syarat kelas mutu B
Kadar Resin
Kadar resin ditetapkan dengan ekstraksi panas menggunakan soxhlet. Kadar
resin digunakan untuk mengetahui kemurnian jernang. Tabel 3 menunjukkan
rerata kadar resin dari 2 penetapan. Hasilnya menunjukkan bahwa informasi yang
diberikan oleh pedagang 71% cocok. Rendahnya kadar resin karena pada
umumnya pengolahan masih secara tradisional sehingga masih tercampur dengan
kulit buahnya (Waluyo 2008).
Tabel 3 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
kadar resin jernang
Kelas mutu Kelas mutu menurut
Sampel Kadar resin (%)
menurut SNI pedagang
Jambi 1 37.01 B B
Jambi 2 99.56 Super Super
Jambi 3 95.23 Super Super
Jambi 4 92.60 Super Super
Jambi 5 61.42 A A
Aceh 1 8.11 B* A
Aceh 2 81.67 Super B
Medan 50.9 B -
Keterangan: B* tidak memenuhi syarat kelas mutu B
Kadar Pengotor
Kadar pengotor mengindikasikan banyaknya campuran dalam jernang.
Tabel 4 menunjukkan hasil rerata penentuan kadar pengotor dari 2 penetapan.
Hasil analisis kembali menunjukkan perbedaan kelas mutu antara pedagang dan
standar SNI pada 2 jernang, yaitu Jambi 4 dan Aceh 1. Informasi yang diberikan
pedagang 42% cocok. Tingginya kadar pengotor yang dihasilkan diduga karena
proses pemisahan jernang dari buahnya tidak sempurna sehingga banyak kulit
buah ikut terbawa. Jernang memang masih diolah secara tradisional dengan cara
menumbuk buah rotan dan kemungkinan besar bagian kulit ikut terbawa. Bahkan
6
bila terlalu kuat menumbuk, buah rotan jernang akan pecah sehingga jernang
bercampur dengan buah rotan yang hancur (Waluyo 2008).
Tabel 4 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
kadar pengotor jernang
Kadar pengotor Kelas mutu Kelas mutu menurut
Sampel
(%) menurut SNI pedagang
Jambi 1 55.16 B* B
Jambi 2 12.64 Super Super
Jambi 3 9.75 Super Super
Jambi 4 20.09 A Super
Jambi 5 38.09 A A
Aceh 1 89.59 B* A
Aceh 2 76.67 B* B
Medan 57.82 B* -
Keterangan: B* tidak memenuhi syarat kelas mutu B
Kadar Abu
Penetapan kadar abu bertujuan mengukur kadar bahan anorganik yang ada
di dalam jernang. Parameter ini berkorelasi dengan banyaknya pengotor pada
parameter sebelumnya. Tabel 5 menunjukkan hasil rerata penetapan kadar abu
dari 2 penetapan. Jika menurut SNI, kelas mutu yang dihasilkan berdasarkan SNI
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan informasi pedagang. Kecocokan
standar SNI berdasarkan parameter kadar abu dengan informasi pedagang hampir
60%.
Tabel 5 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
kadar abu jernang
Kelas mutu Kelas mutu menurut
Sampel Kadar abu (%)
menurut SNI pedagang
Jambi 1 6.08 A B
Jambi 2 0.83 Super Super
Jambi 3 0.67 Super Super
Jambi 4 2.73 Super Super
Jambi 5 4.52 A A
Aceh 1 9.48 B A
Aceh 2 0.73 Super B
Medan 8.21 B -
Kelas mutu jernang berdasarkan kadar abu tidak memiliki perbedaan yang
nyata dengan kelas mutu berdasarkan parameter kadar pengotor. Menurut Waluyo
(2008), kadar abu berkorelasi positif dengan kadar pengotor, semakin tinggi kadar
pengotor, semakin tinggi pula kadar abunya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4
dan 5.
Titik Leleh
Titik leleh mengisyaratkan kemurnian senyawa yang ada dalam jernang.
Tabel 6 menunjukkan hasil penetapan titik leleh pada semua jernang. Hasil
penetapan titik leleh menunjukkan kesesuaian antara informasi dari pedagang dan
standar SNI. Namun, yang perlu diperhatikan adalah standar ambigu yang
7
tercantum SNI jernang, yaitu untuk mutu super titik leleh minimum 80 C dan
untuk mutu A minimum 80 C. Pernyataan ini membingungkan produsen
maupun konsumen. Pada jernang Jambi 1, Aceh 1, dan Aceh 2 titik leleh tidak
dicantumkan, karena sampai suhu 120 C sampel tidak juga meleleh sehingga
masuk kelas B seperti yang dinyatakan pada SNI. Perbedaan mutu antara SNI dan
pedagang terjadi pada jernang Aceh 1. Selain itu, kecocokan antara mutu menurut
pedagang dan SNI sebesar 85%. Titik leleh jernang juga berkorelasi positif
dengan kadar pengotor.
Tabel 6 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
titik leleh jernang
Rata-rata titik Kelas mutu Kelas mutu menurut
Sampel
leleh (C) menurut SNI pedagang
Jambi 1 - B B
Jambi 2 71-73 Super Super
Jambi 3 82-91 Super/A Super
Jambi 4 80-83 Super/A Super
Jambi 5 81-84 Super/A A
Aceh 1 - B A
Aceh 2 - B B
Medan 75-80 Super/A -
Warna
Warna ditetapkan secara visual. Tabel 7 menunjukkan perbedaan mutu
jernang berdasarkan SNI dengan pedagang untuk jernang Aceh 1. Selain itu,
kecocokan antara mutu pedagang dan SNI sebesar 85%. Menurut Winarni et al.
(2005), jernang dengan mutu yang baik harus jernih dan bila ditumbuk akan
diperoleh bubuk berwarna merah terang tembaga yang larut dalam metanol.
Namun, pengamatan warna sebagai salah satu parameter SNI masih diragukan
karena cara visual sifatnya subjektif. Oleh karena itu, warna dianalisis dengan
spektrofotometer UV-Vis dengan konsentrasi yang sama.
Tabel 7 Kecocokan antara kelas mutu menurut SNI dan pedagang berdasarkan
warna jernang
Kelas mutu Kelas mutu menurut
Sampel Warna
menurut SNI pedagang
Jambi 1 Merah pudar B B
Jambi 2 Merah tua Super Super
Jambi 3 Merah tua Super Super
Jambi 4 Merah tua Super Super
Jambi 5 Merah muda A A
Aceh 1 Merah tua Super A
Aceh 2 Merah pudar B B
Medan Merah muda A -
Larutan sisa hasil penentuan uji warna diencerkan sebesar 200 kali agar
larutan jernang dapat terbaca oleh detektor spektrofotometer UV-Vis mengingat
tingkat kepekatan larutan yang sangat tinggi. Hasil pemayaran menunjukkan
panjang gelombang maksimum 473.5 nm. Tabel 8 menunjukkan hasil penetapan
intensitas warna dengan spektrofotometer UV-Vis. Hasil tersebut menunjukkan
8
pola korelasi positif antara absorbans dan kelas mutu SNI. Semakin tinggi kelas
mutu jernang, semakin tinggi pula absorbans yang dihasilkan. Dari data tersebut,
dapat diusulkan rentang absorbans berdasarkan mutu, yaitu untuk mutu super
absorbans > 0.50, mutu A absorbans sebesar 0.300.43, dan mutu B absorbans
<0.26.
Rendemen resin dapat diperoleh dari proses ekstraksi dengan pelarut aseton.
Aseton adalah pelarut terbaik dibandingkan dengan dietil eter dan metanol
(Suwardi et al. 2003). Dalam penelitian ini, ekstrak aseton adalah 52.79%,
sementara ekstrak eter 33.62%, sedangkan menurut Suwardi et al. yang
menggunakan metanol, hanya 31.5%. Penentuan rendemen resin dengan ekstraksi
sangat penting karena salah satu parameter mutu dalam SNI adalah kadar resin.
Penentuan kadar resin pada SNI menggunakan cara soxhlet dengan pelarut
dietil eter, sedangkan ekstrak resin yang digunakan untuk analisis GCMS
menggunakan metode maserasi dengan pelarut aseton pada suhu kamar. Hasilnya
9
memperlihatkan bahwa kadar resin dari cara maserasi dengan aseton lebih tinggi
dibandingkan dengan cara yang tercantum pada SNI (Tabel 9). Penggunaan panas
pada cara soxhlet dikhawatirkan merusak senyawa-senyawa yang tidak tahan
panas (Gafar 2010); kelemahan lain cara soxhlet ialah pelarut dietil eter yang
sangat mudah menguap.
Tabel 10 Korelasi kandungan resin ekstrak aseton jernang dengan mutu SNI
Sampel Mutu jernang uji SNI Kadar resin (%)
Aceh 1 B 21.97
Jambi 1 B 52.79
Medan B 60.34
Aceh 2 B 80.17
Jambi 5 A 91.07
Jambi 3 Super 95.56
Jambi 4 Super 97.86
Aceh 3 Super 99.40
Jambi 2 Super 99.59
0.50, sedangkan Jambi 3 memiliki absorbans 0.54 yang sedikit lebih tinggi
dibandingkan Jambi 4. Selain sampel jernang Jambi 4 dan Jambi 3, sampel
jernang lainnya memiliki korelasi positif antara kadar resin dan absorbansnya.
Apabila diurutkan berdasarkan kelas mutunya, dapat ditentukan kisaran kadar
ekstrak dan absorbans tiap kelas mutu (Gambar 1).
1.2
0.8
Kadar
0.6
0.4
0.2
0
<B B B B A Super Super Super* Super
Kelas mutu
Keterangan: * tidak diuji parameter SNI karena keterbatasan sampel
Jika ditarik garis lurus perbandingan antara kadar resin dan absorbansnya,
terjadi kecenderungan positif. Terlihat peningkatan kadar resin dari sampel Aceh
1 sampai Jambi 2 pada grafik kadar resin. Namun, jika dibandingkan dengan
grafik absorbans yang dikaitkan dengan pola kenaikan kadar resin terjadi pola
tidak teratur pada titik jernang Jambi 4. Hasil korelasi kadar resin dengan
absorbans membuktikan adanya pola korelasi positif dengan kelas mutu. Semakin
tinggi kelas mutu suatu jernang, semakin tinggi pula kadar resin dan
absorbansnya.
pada hampir semua sampel jernang. Hal ini menunjukkan bahwa resin jernang
yang berasal dari pohon yang berbeda memiliki beberapa senyawa yang sama.
2,6,10,14-Tetrametilpentadekana
Gambar 2 Struktur 2,6,10,14-tetrametil-pentadekana
Asam linoleat
trendiona
Gambar 3 Struktur asam linoleat dan trendiona
7-pentadekuna 4-(4-etilsikloheksil)-1-
pentilsikloheksena
Gambar 4 Struktur 7-pentadekuna dan 4-(4-etilsikloheksil)-1-pentil-
sikloheksena
12
3,4-dihidro-5-metoksi-6-metil-2-
fenil-2H-1-benzopiran-7-ol drakorhodin
Gambar 5 Struktur 3,4-dihidro-5-metoksi-6-metil-2-fenil-2H-1-benzopiran-7-
ol dan drakorhodin
Simpulan
Penentuan kelas mutu jernang berdasarkan parameter SNI bersifat fisis dan
subjektif. Tidak ada kecocokan 100% antara parameter SNI dan mutu jernang
menurut pedagang. Hal tersebut terbukti karena tidak adanya pola yang jelas di
setiap mutu serta korelasi antara satu kelas mutu dan kelas mutu lainnya. Salah
satu parameter SNI, yaitu kadar resin berkorelasi positif dengan mutu jernang.
Semakin tinggi kadar resin semakin tinggi pula mutu jernang. Hal tersebut
dibuktikan juga dengan korelasi absorbans sampel dengan kadar resinnya.
Semakin tinggi kadar resin jernang, semakin tinggi pula absorbansnya. Cara
ekstraksi resin yang baik ialah dengan maserasi dalam aseton pada suhu kamar.
Senyawa penciri yang dapat dijadikan parameter mutu jernang adalah
drakorhodin dan turunannya. Selain itu, hasil analisis kandungan senyawa dengan
GCMS dapat membuktikan kemurnian suatu jernang. Akan tetapi, tinggi
rendahnya kadar resin jernang tidak berkorelasi positif dengan kandungan
drakorhodin.
Saran
diperlukan senyawa murni sebagai senyawa standar. Selain itu, temuan dalam
penelitian ini masih perlu dimantapkan untuk mutu jernang dari seluruh
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
16
Lampiran 1 Rekapitulasi sifat fisis-kimia jernang
Kadar resin Kadar air Kadar abu Kadar Titik leleh Mutu menurut
Sampel Warna Abs SNI
(%) (%) (%) pengotor (%) (C) pedagang
Jambi 1 37.01 17.00 6.08 55.16 - Merah pudar 0.23 B B
Jambi 2 99.56 9.33 0.83 12.64 71-73 Merah tua 0.72 Super Super
Jambi 3 95.23 4.67 0.67 9.75 82-91 Merah tua 0.54 Super Super
Jambi 4 92.60 12.67 2.73 20.09 80-83 Merah tua 0.50 Super Super
Jambi 5 61.42 9.00 4.52 38.09 81-84 Merah muda 0.43 A A
Aceh 1 8.11 11.59 9.48 89.59 - Merah tua 0.13 B A
Aceh 2 81.67 2.29 0.73 76.67 - Merah pudar 0.26 B B
Medan 50.9 4.53 8.21 57.82 75-80 Merah muda 0.20 B -
Keterangan : W1 : Bobot sampel awal (g) Keterangan: W1 : bobot kertas dan sampel dikeringkan
W2: Bobot sampel kering (g) W2 : bobot kertas
W : bobot sampel
Jenis Jernang
Rt
Senyawa Jambi Jambi Jambi Jambi Jambi Aceh Aceh Aceh Medan Jumlah Senyawa
(menit)
1 2 3 4 5 1 2 3 yang sama
(+)-spatulenol 8.235 0.05 1
(3a-,4,8a-)-(+)-3,3a,4,5,8,8a-Heksahidro-3a,4- 14.820 1.65 1.79 1.58 3
dihidroksi-8a-metil-7-(4-metilfenil)-1-(2H)-
azulenona
(4a-,7,8a-)-oktahidro-4a-metil-7-(1-metiletil)- 10.458 0.01 1
2(1H)-naftalenon
(E)- dan (Z)-15-n-Propil-7,13-labdadiena dan (E)- 10.643 0.01 1
dan (Z)-15-n-propil-8,13-labdadiena
(E)-9-Asam oktadekenoat 11.767 0.10 1.87 2
(R)-(-)-14-Metil-8-heksadekun-1-ol 13.243 0.32 1
(Z)-9,17-Oktadekadienal 13.629 1.50 0.09 2
[1aR-(1a- ,7- ,7a- ,7b- )]-1a,2,3,5,6,7,7a,7b- 7.229 0.01 1
Oktahidro-1,1,4,7-tetrametil-1H-sikloprop[e]azulena
[1S-(1, 2, 4)]-1-etenil-1-metil-2,4-bis(1- 6.725 0.01 1
metiletenil)sikloheksana
1,3-Difenilisobenzofuran 12.916 0.13 1
1,8-Dihidroksi-3-metoksi-6-metilantrakuinon 13.855 0.74 1
10,10-Dimetil-6-metilen-1-oksa-2- 13.688 0.43 1
fenilspiro(4.5)dekana
1-Metoksi-2-(2-metoksikarboniletil)-3,8- 16.188 23.15 1
dimetildipirin-9-karbaldehida
2,6,10,14-Tetrametilpentadekana 15.424 1.36 1.20 1.03 1.17 4
17
17
18
18
lanjutan lampiran 2
19
20
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Juni 1989 dari Ayah Candri
Rusja dan Ibu Munisah (Almh). Penulis merupakan anak kelima dari lima
bersaudara. Penulis menyelesaikan studi di SMAN 55 Jakarta pada tahun 2007.
Pada tahun 2008 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
SNMPTN pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti masa perkuliahan penulis pernah aktif dalam organisasi
kemahasiswaan Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika) pada tahun 20102011, Bina
Desa BEM KM IPB 20092010, dan Agrifarma IPB pada tahun 2009. Penulis
merupakan salah satu penyusun dari 2 karya tulis yang didanai oleh Dikti dalam
Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2012 yang berjudul Isolasi
dan identifikasi proanthocyanidin ekstrak biji anggur (Vitis vinifera) berpotensi
antioksidan dan Rekayasa proses produksi selulosa asetat dari limbah kulit
nanas menggunakan Acetobacter xylinum sebagai bahan baku plastik ramah
lingkungan. Judul PKM kedua berhasil lolos dan dipresentasikan di Pimnas ke-
25 tahun 2012 yang diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Selain itu, penulis pernah mengajar di Bimbel Quantum Bogor pada tahun
2009-2012, dan pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia TPB pada
tahun 2011-2012, mata kuliah Kimia Organik Layanan pada tahun 2011-2012,
Praktikum Kimia Organik Berbasis Kompetensi pada tahun 2012, dan mata kuliah
Kimia Pangan D3 Analisis Kimia pada tahun 2012. Penulis juga berkesempatan
menjalani praktik lapangan (PL) di PT Cisadane Raya Chemicals, Tangerang
dengan judul laporan Fraksinasi Crude Palm Oil Menjadi Fraksi Olein dan Fraksi
Stearin.