Anda di halaman 1dari 14

1.

Asmaul Husna: Daftar, Tulisan, dan Arti

Firman ALLAH SWT :


"Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai asmaa'ul husna (nama-nama
yang baik)" (Q.S. Thaha:8).
Dari Abu Hurairah r.a. ia berkata Nabi Muhammad Saw bersabda: "Sesungguhnya Allah Swt mempunyai 99 nama, yaitu
seratus kurang satu, barangsiapa menghitungnya (menghafal seluruhnya) masuklah ia kedalam surga" (HR. Bukhari).
Daftar dan Makna Asmaul Husna
Ke-99 Asmaul Husna atau Nama-Nama yang Baik itu adalah sebagai berikut:
No. Nama Arab Indonesia
Allah Allah
1 Ar Rahman Yang Maha Pengasih
2 Ar Rahiim Yang Maha Penyayang
3 Al Malik Yang Maha Merajai/Memerintah
4 Al Quddus Yang Maha Suci
5 As Salaam Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6 Al Mu`min Yang Maha Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin Yang Maha Pemelihara
8 Al `Aziiz Yang Maha Perkasa
9 Al Jabbar Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
10 Al Mutakabbir Yang Maha Megah, Yang Memiliki Kebesaran
11 Al Khaliq Yang Maha Pencipta
12 Al Baari` Yang Maha Melepaskan (Membuat, Membentuk, Menyeimbangkan)
13 Al Mushawwir Yang Maha Membentuk Rupa (makhluk-Nya)
14 Al Ghaffaar Yang Maha Pengampun
15 Al Qahhaar Yang Maha Memaksa
16 Al Wahhaab Yang Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq Yang Maha Pemberi Rezeki
18 Al Fattaah Yang Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
20 Al Qaabidh Yang Maha Menyempitkan (makhluk-Nya)
21 Al Baasith Yang Maha Melapangkan (makhluk-Nya)
22 Al Khaafidh Yang Maha Merendahkan (makhluk-Nya)
23 Ar Raafi` Yang Maha Meninggikan (makhluk-Nya)
24 Al Mu`izz Yang Maha Memuliakan (makhluk-Nya)
25 Al Mudzil Yang Maha Menghinakan (makhluk-Nya)
26 Al Samii` Yang Maha Mendengar
27 Al Bashiir Yang Maha Melihat
28 Al Hakam Yang Maha Menetapkan
29 Al `Adl Yang Maha Adil
30 Al Lathiif Yang Maha Lembut
31 Al Khabiir Yang Maha Mengenal
32 Al Haliim Yang Maha Penyantun
33 Al `Azhiim Yang Maha Agung
34 Al Ghafuur Yang Maha Pengampun
35 As Syakuur Yang Maha Pembalas Budi (Menghargai)
36 Al `Aliy Yang Maha Tinggi
37 Al Kabiir Yang Maha Besar
38 Al Hafizh Yang Maha Memelihara
39 Al Muqiit Yang Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib Yang Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil Yang Maha Mulia
42 Al Kariim Yang Maha Mulia
43 Ar Raqiib Yang Maha Mengawasi
44 Al Mujiib Yang Maha Mengabulkan
45 Al Waasi` Yang Maha Luas
46 Al Hakiim Yang Maha Maka Bijaksana
47 Al Waduud Yang Maha Mengasihi
48 Al Majiid Yang Maha Mulia
49 Al Baa`its Yang Maha Membangkitkan
50 As Syahiid Yang Maha Menyaksikan
51 Al Haqq Yang Maha Benar
52 Al Wakiil Yang Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu Yang Maha Kuat
54 Al Matiin Yang Maha Kokoh
55 Al Waliyy Yang Maha Melindungi
56 Al Hamiid Yang Maha Terpuji
57 Al Muhshii Yang Maha Mengkalkulasi
58 Al Mubdi` Yang Maha Memulai
59 Al Mu`iid Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60 Al Muhyii Yang Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu Yang Maha Mematikan
62 Al Hayyu Yang Maha Hidup
63 Al Qayyuum Yang Maha Mandiri
64 Al Waajid Yang Maha Penemu
65 Al Maajid Yang Maha Mulia
66 Al Wahiid Yang Maha Tunggal
67 Al Ahad Yang Maha Esa
68 As Shamad Yang Maha Dibutuhkan, Tempat Meminta
69 Al Qaadir Yang Maha Menentukan, Maha Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir Yang Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim Yang Maha Mendahulukan

72 Al Mu`akkhir Yang Maha Mengakhirkan


73 Al Awwal Yang Maha Awal
74 Al Aakhir Yang Maha Akhir
75 Az Zhaahir Yang Maha Nyata
76 Al Baathin Yang Maha Ghaib
77 Al Waali Yang Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii Yang Maha Tinggi
79 Al Barri Yang Maha Penderma
80 At Tawwaab Yang Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim Yang Maha Pemberi Balasan
82 Al Afuww Yang Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf Yang Maha Pengasuh
84 Malikul Mulk Yang Maha Penguasa Kerajaan (Semesta)
85 Dzul Jalaali Wal Ikraam Yang Maha Pemilik Kebesaran dan Kemuliaan

86 Al Muqsith Yang Maha Pemberi Keadilan
87 Al Jamii` Yang Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy Yang Maha Kaya
89 Al Mughnii Yang Maha Pemberi Kekayaan
90 Al Maani Yang Maha Mencegah
91 Ad Dhaar Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92 An Nafii` Yang Maha Memberi Manfaat
93 An Nuur Yang Maha Bercahaya (Menerangi, Memberi Cahaya)
94 Al Haadii Yang Maha Pemberi Petunjuk
95 Al Baadii Yang Indah Tidak Mempunyai Banding
96 Al Baaqii Yang Maha Kekal
97 Al Waarits Yang Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid Yang Maha Pandai
99 As Shabuur Yang Maha Sabar

2. KARAKTERISTIK AGAMA ISLAM


RABBANIYAH (BERSUMBER LANGSUNG DARI ALLAH
Islam merupakan manhaj Rabbani (konsep Allah ) , baik dari aspek akidah, ibadah, akhlak, syariat, dan
peraturannya semua bersumber dari Allah .
INSANIYAH ALAMIYAH (HUMANISME YANG BERSIFAT UNIVERSAL)
Islam merupakan petunjuk bagi seluruh manusia, bukan hanya untuk suatu kaum atau golongan. Hukum Islam bersifat
universal, dan dapat diberlakukan di setiap bangsa dan negara.
SYAMIL MUTAKAMIL (INTEGRAL MENYELURUH DAN SEMPURNA)
Islam membicarakan seluruh sisi kehidupan manusia, mulai dari yang masalah kecil sampai dengan masalah yang besar.
AL-BASATHAH (ELASTIS, FLEKSIBEL, MUDAH)
Islam adalah agama fitrah bagi manusia, oleh karena itu manusia niscaya akan mampu melaksanakan segala perintah-
Nya tanpa ada kesulitan, tetapi umumnya yang menjadikan sulit adalah manusia itu sendiri.
AL-ADALAH (KEADILAN)
Islam datang untuk mewujudkan keadilan yang sebenar- benarnya, untuk mewujudkan persaudaraan dan persamaan di
tengah-tengah kehidupan manusia, serta memelihara darah (jiwa), kehormatan, harta, dan akal manusia.
KESEIMBANGAN (EQUILIBRIUM, BALANS, MODERAT)
Dalam ajaran Islam, terkandung ajaran yang senantiasa menjaga keseimbangan antara kepentingan pribadi dan
kepentingan umum, antara kebutuhan material dan spiritual serta antara dunia dan akhirat.
PERPADUAN ANTARA KETEGUHAN PRINSIP DAN FLEKSIBILITAS
Ciri khas agama Islam yang dimaksud adalah perpaduan antara hal-hal yang bersifat prinsip (tidak berubah oleh apapun)
dan menerima perubahan sepanjang tidak menyimpang dari batas syariat.
GRADUASI (BERANSUR-ANSUR/BERTAHAP)
Hukum atau ajaran-ajaran yang diberikan Allah kepada manusia diturunkan secara berangsur-ansur sesuai dengan fitrah
manusia. Jadi tidak secara sekaligus atau radikal.
ARGUMENTATIF FILOSOFIS
Ajaran Islam bersifat argumentatif, tidak bersifat doktriner. Dengan demikian Al-Quran dalam menjelaskan setiap
persoalan senantiasa diiringi dengan bukti-bukti atau keterangan-keterangan yang argumentatif dan dapat diterima
dengan akal pikiran yang sehat (rasional religius).
________________
Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) (Ar-Rahman: 60)






Shared By: bicara.hidayah 2 ( .. buat diriku ..)
APA KARAKTERISTIK DAN KEISTIMEWAAN ISLAM?

Banyak keistimewaan dari karakteristik Islam yamg menjadikan tetap tinggi dan tidak tertandingi oleh suatu agama
manapun. Keistimewaan yang tak pernah lapuk oleh masa dan tidak pernah pudar oleh pergantian generasi. Karakteristik
yang dimiliki Islam adalah sebagai berikut:

1. Rabbaniyah; tercakup dua hal , yaitu Rabbaniyah Al Ghayah wal Wijhah atau rabbaniyyah dalam orientasi dan tujuan
akhir sasaraan jangka panjangnya adalah agar terjadinya hubungan baik dengan Rabbnya.
Rabbaniyah Al Mashdar wal Minhaj;; bahwa dalam mencapai tujuan dan sasarannya , Islam merupakan manhaj
(kurikulum) Rabbani yang murni karena bersumber dari Allah SWT ah dan campur tangan manusia.

2. Insaniyyah; berarti bahwa Islam sesuai dengan fitrah manusia.


3. Syumuliyyah; yaitu menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia.
... Dan kami turunkan kepada Al-Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segal sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang yang berserah diri. (QS. An Nahl: 89)
4. Wasathaniyah, yaitu bahwa aturanaturan Islam selalu berada dipertengahan dalam segala hal. Islam memberikan
porsi yang seimbang antara akal, jasad, dan ruhiyah; antara dunia dan akhirat; kebutuhan individu dan sosial; dan
sebagainya. Tidak kapitalis dan tidak juga sosialis. Tidak mengharamkan pernikahan seperti rahib Nasrani dan tidak juga
membebaskannya tanpa batas.
5. Memberikan prinsip yang teguh (tsabat) tapi juga memilki fleksibilitas (murunah).
islam adalah agama yang sempurna dan utuh, sempurna keanggotaannya dan utuh bangunannya dalam satu kesatuan.
Jika diteliti komponen-komponen bangunannya maka kita dapati saling masuk dan terkait yang pada akhirnya
membentuk satu anyaman yang utuh sempurna.
MENGAPA ISLAM MERUPAKAN AGAMA YANG SEMPURNA?
Islam merupakan satu-satunya agama yang sempurna karena kesempurnaan Islam terlihat dalam hal-hal berikut:
a. Sempurna sepanjang waktu.
Islam berlaku sepanjang zaman. Islam merupakan agama yang menyempurnakan agama-agama yang telah Allah
turunkan Allah sebelumnya.
b. Sempurna dalam tempat.
Islam berlaku disemua tempat dan kondisi. Islam tidak dibatasi oleh batas-batas geografi.
c. Sistem yang komprehensif.
Tak ada satu perkara pun dalam hidup ini yang terlepas dari perhatian agam Islam dengan landasan yang kokoh, yaitu
aqidah Islamiyah. Dari hal yang paling kecil sampai pada perkaraperkara besar sudah diatur sedemikian rupa dalam
aturan, etika-etika , dan adab-adab dalam Islam. Dari bangun sampai tidur lagi terdapat kaidah-kaidahnya.

SUDUT PANDANG

A) MAKA JIKA KITA LIHAT DARI SATU SUDUT PANDANG, MAKA ISLAM ITU MEMILIKI KARAKTERISTIK SEBAGAI BERIKUT:
1. Dia itu agama fitrah
2. Dia itu agama akal
3. Dia itu agama ilmu dan hikmah
4. Dia itu agama hati, rasa dan jiwa
B) DAN DARI SUDUT PANDANG YANG LAIN :
1. Dia adalah agama kesatuan kemanusian, dia adalah Islam yang memanjang dalam sejarah.
2. Agama persamaan antara semua manusia.
3. Agama kebebasan bagi setiap manusia.
4. Satu-satunya agama untuk manusia.
5. Tasyrinya satu untuk semua orang, di negeri Islam yang mukmin dan kafir tunduk kepadanya tanpa aniaya dan
penindasan.
6. Agama keadilan bagi semua manusia.
C) DARI SUDUT KETIGA KITA DAPATI ISLAM DIBANGUN DENGAN LIMA PILAR:
1. Syahadat tauhid dan risalah.
2. Menegakkan shalat.
3. Membayar zakat.
4. Puasa Ramadhan.
5. Melaksanakan Haji bagi yang mampu.
D) DAN DARI SUDUT KEEMPAT KITA LIHAT ISLAM TERSUSUN DARI TIGA WILAYAH:
1. Aqidah
2. Syariah (ibadah dan muammalah)
3. Akhlaq.
E) DARI SUDUT KELIMA GARIS-GARIS DAN ARSITEKNYA NAMPAK JELAS SEBAGAI BERIKUT:
1. Mudah (yusr, suhulah)
2. Pertengahan (wasathiyah)
3. Jembatannya menghubungkan dunia dan akhirat.
4. Seimbang (tarazun) antara aspek jiwa, ruh, akal dan jasad.
5. Seimbang antara individu dan masyarakat, laki-laki dan perempuan, penguasa dan rakyat dan lainya.
6. Mudah ajarannya dan jelas, bebas dari kerumitan falsafi. Seorang badui datang ke Madinah mengucapkan salam
kemudian diajari oleh rasulullah e tentang Islam hanya dalam satu majlis, lalu beliau mengambil janjinya agar
mengamalkannya, kemudian badui itu berkata: Saya tidak akan menambah, maka jawab Rasulullah e: dia beruntung
jika benar.
7. Menyeluruh (syumul, komperhensif) mencakup semua aspek, dia adalah din dan dunya.
8. Relevan untuk setiap ruang dan waktu, terbuka bagi akal sepanjang masa. Bagi yang memenuhi syarat ijtihad berhak
mempelajari , memahami dan berbicara, dan produk pemikirannya disebut Fiqih Islam. Dia bukan monopoli satu
kelompok namun bukan pula barang mainan, tidak diizinkan melainkan bagi sebagian akal manusia.
9. Terbagi menjadi azimah dan rukhshah. Sebagimana dikatakan oleh Muhammad Rasyid Ridha, maka Ibnu Abbas condong
pada sisi rukhshah danIbnu Umar condong pada sisi azimah, sedangkan manusia bertingkat-tingkat dalam kemalasan,
keseriusan dan keseimbangannya. Dia itu cocok untuk badui yang kasar, pemikir besar dan kelas-kelas manusia diantara
keduanya. Dia meliputi zaman onta dan zaman pesawat ruang angkasa, antara keduanya dan sesudahnya.
10. Dia adalah agama Syura dan Ijtihad dalam segala bidang, pemahaman pribadi dalam agama Islam dan kehidupan
bukanlah watak Islam.

Begitulah kompleksitas arsitek bangunan Islam, akan tetapi, semua bentuk, isi dan bagian-bagiannya terikat kuat. Tidak
ada keterputusan atau pembatas-pembatas diantaranya. Bahkan Islam ini menyatu bagaikan menyatunya air di sungai,
hawa di udara, dan ruh di jasad.

Sesungguhnya Islam adalah kehidupan dalam dunia ini, untuk alam ini dan untuk manusia yang dijadikan sebagai khalifah
di alam ini.

Wahai orang-orang yang beriman jawablah Allah dan rasul-Nya jika Dia mengajakmu kepada apa yang membuat kamu
hidup (Al-Anfal: 24)

KEMUDAHAN ISLAM

Dia sekali-kali tidak menjadikian untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. Demikian pernyataan Allah
dalam surat al-Hajj ayat 78. Rasulullah e juga telah bersabda: Dan sesungguhnya aku telah diutus untuk membawa
Hanifiyah Samhah.(HR. ahmad). Oleh karena itu Islam adalah agama yang paling dicintai oleh Allah e. Dalam sabdanya
Rasulullah e menyatakan dengan tegas: Agama yang paling dicintai oleh Allah satu adalah Hanifiyah Samhah (yang lurus
dan mudah). (HR. Bukhari, Iman 29). Yang dimaksud dengan Hanifiyah adalah Islam dan seorang hanif berarti seorang
muslim. Sejarah Islam membuktikan bahwa bangsa Arab yang buta aksara itu telah menerima kitab Allah dan sunnah
Rasul-Nya, karena mereka tidak memiliki falsafah keagaman yang akan dipakai untuk menghukumi agama tauhid dan
fadhilah, setelah Allah mencabut akar pohon syirik, dan tidak memiliki tradisi tasyri yang bisa merancui syariat Allah yang
bersih. Maka bangsa-bangsa di dunia dengan mudah bisa menyerap ajaran Islam dari bangsa Arab muslim. Tidak lama,
ribuan dari kaum mawali yang ajam itu semenjak abad I dan II dapat memahami bahasa agama ini dan memahami
kitabNya yang diturunkan. Sungguh telah kami mudahkan al-Qur`an itu untuk dipelajari, maka apakah ada orang yang
mengambil pelajaran. . demikian statemen Allah dalam salah satu ayat-Nya.

Akhirnya orang-orang ajam itu ambil bagian bersama-sama guru-guru mereka yang Arab itu dalam menyebarkan dakwah,
mengkodofikasi bahasa dan sunah. Kemudian seiring dengan pembukaan negeri-negeri dan penyebaran agama islam di
muka bumi, maka Islam terbentang dari timur hingga barat secara revolusioner, belum pernah ada bandingannya dalam
sejarah manusia. Maka dalam satu generasi kekuasaan islam telah mencapai wilayah yang tidak dicapai oleh imperium
Romawi dalam delapan abad. Maka Islam yang samhah itu menjadi negara terbesar dan termakmur dimuka bumi yang
sangat memperhatikan rahmah dan keadilan. Kemudian muncullah tanduk-tanduk bidah ditengah umat Islam, dan
falsafah bangsa-bangsa itu masuk mempengaruhi mereka dan tradisi-tradisi agama-agama itu ikut mewarnainya, dan
mereka memerlukan perluasan dalam tasyri sipil, hukum dan politik, maka mereka meletakkan dasar ilmu fiqih, karena
dorongan kebutuhan pemerintahan, ilmu kalam untuk menjaga akidah dari bidah dan teori-teori falsafah. Maka
bercampurlah dengan aqidah dan hukum Islam apa yang bukan menjadi bagiannya. Sejak itulah ajran-ajaran Islam keluar
dari wilayah kemudahan dan kesederhanaan, menuju kesulitan dan kerumitan.

Dahulu di zaman Nabi e seorang badui untuk menjadi muslim cukup belajar dengan belajar kepada nabi e tentang ibadah-
ibadah pribadi hanya dalam satu majlis. Kini sulit bagi seorang anak yang tumbuh ditengah-tengah kaum muslimin untuk
mempelajari agamanya yang diwariskan dalam beberapa tahun, karena hukum-hukum telah banyak oleh qias-qias
mazdhab dan pembagiannya, ditambah dengan sulitnya bahasa penulis kitab, akhirnya berkurang orang yang mengerti
dan yang minat untuk mengerti . Oleh karena itu Tidak akan menjadi baik umat ini, kecuali dengan berangkat dengan
ajaran yang telah mengantarkan kejayaan generasinya yang terdahulu. Yaitu bahasa Arab untuk memahami al-Qur`an
dan sunnah, sesuai dengan pehaman salaf ditambah dengan ulum kauniyah. Dengan begitu maka Ittiba Syariatillah tidak
terpisah dengan ittiba sunatillah.

4. Kaffah
Kaffahsecara bahasa artinya keseluruhan. Makna secara bahasa tersebut bisa memberikan gambaran kepada kita
mengenai makna dari Muslim yang Kaffah, yakni menjadi muslim yang tidak setengah-setengah atau menjadi muslim
yang sungguhan, bukan muslim-musliman. Muslim yang sungguhan (baca: kaffah) adalah Muslim yang mengamalkan
ajaran-ajaran Islam di setiap aspek kehidupan. Seorang Muslim belum bisa disebut Muslim yang kaffah jika ia belum
menjalankan ajaran Islam di segala aspek kehidupannya. Dengan demikian, Muslim yang kaffah tidak berhenti pada
ucapan kalimat syahadat saja. Muslim yang kaffah tidak berhenti pada ritual-ritual keagamaan saja, tetapi sudah
menjajaki substansi dari ritual-ritual tersebut.

Seringkali kita melihat di dalam keseharian kita yakni seorang Muslim yang rajin sholat berjamaah di Masjid,
rajin Itikaf,rajin berpuasa sunnah, rajin memutar tasbih, tetapi perilakunya terhadap sesama manusia kurang baik,
misalnya, sering menggunjing, melalaikan secara sengaja hutang di warung, dan semacamnya. Itu terjadi karena
ibadah ritual yang ia lakukan tidak sampai pada substansinya. Ia hanya berhenti pada ritual-ritual kosong tanpa makna.
Ibadah ritual, seperti sholat, puasa, zikir, itikaf, dan lain sebagainya, adalah sebuah simbol dari nilai-nilai Islam. Sholat
berjamaah menjadi simbol dari persatuan dan kebersamaan dalam menuju kepada Allah Swt, puasa menjadi simbol bagi
sama rasa di antara sesama Muslim sehingga bisa memunculkan rasa ingin menolong terhadap saudara kita yang
kekurangan. Oleh karena ibadah ritual itu adalah sebuah simbol, maka alangkah meruginya jika seorang Muslim berhenti
pada simbol-simbol tanpa bisa menggapai nilai-nilai di balik simbol tersebut. Alangkah tidak bermaknanya ritual-ritual
yang dilakukan setiap hari jika kita tidak mampu mengamalkan nilai-nilai di balik ritual itu.

Nilai yang ada di balik ritual-ritual tersebut berkaitan dengan kehidupan manusia di dunia. Manusia adalah makhluk yang
tidak dapat hidup sendiri (zoon politicon). Oleh karena itu, manusia harus mampu untuk saling berinteraksi dengan baik.
Nilai di balik ritual keagamaan itu adalah untuk menjadikan manusia bisa menjalin hubungan baik dengan manusia lainnya.
Ajaran persatuan di dalam ritual sholat berjamaah adalah sangat penting dalam kehidupan manusia. Itu adalah salah satu
contoh betapa pentingnya nilai-nilai yang ada di balik ritual keagamaan. Hendaknya seorang Muslim tidak terjebak pada
ritual-ritual yang tanpa makna, tetapi harus bisa mengaplikasikan nilai di balik ritual-ritual yang ia lakukan setiap hari.
Dengan begitu, peran agama Islam dalam kehidupan manusia akan sangat terasa. Islam tidak lagi menjadi sesuatu yang
jauh (transenden) tetapi sudah menjadi sesuatu yang melingkupi kehidupan manusia sehari-hari (imanen).
Kesimpulannya, Muslim yang kaffah adalah Muslim yang mampu menjalankan ibadah ritual sekaligus mampu menangkap
dan mengamalkan makna dari ibadah ritual tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Wallahualambishshawab [ ]

Apa makna Memahami dan Mengamalkan Islam secara Kaffah?, Kepada siapa diberlakukan Memahami dan
Mengamalkan Islam secara Kaffah?, Apa dampak positif dalam upayaMemahami dan Mengamalkan Islam secara
Kaffah; dan apa dampak negatif dari sikap mengabaikan dan tidak mau Memahami dan Mengamalkan Islam secara
Kaffah?
Islam kaffah maknanya adalah : Islam secara menyeluruh, yang Allah Azza wa Jalla perintahkan dalam Al-Qur`an surat
Al-Baqarah ayat 208. Perintah kepada kaum mu`minin seluruhnya. Allah Azza wa Jalla berfirman :






[/208]
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh), dan janganlah kalian
mengikuti jejak-jejak syaithan karena sesungguhnya syaithan adalah musuh besar bagi kalian. [Al-Baqarah : 208]
Memeluk dan mengamalkan Islam secara kaffah adalah perintah Allah Subhanahu wa Taala yang harus dilaksanakan
oleh setiap mukmin, siapapun dia, di manapun dia, apapun profesinya, di mana pun dia tinggal, di zaman kapan pun dia
hidup, baik dalam sekup besar ataupun kecil, baik pribadi atau pun masyarakat, semua masuk dalam perintah ini :
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian kepada Islam secara kaffah (menyeluruh) Pada ayat yang sama, kita
dilarang mengikuti jejak langkah syaithan, karena sikap mengikuti jejak-jejak syaithan bertolak belakang dengan Islam
yang kaffah. Sementara pada ayat yang lain, Allah Subhanahu wa Taala juga menyebutkan tentang kebiasaan kaum
Yahudi (Ahlul Kitab). Yaitu ketika Allah turunkan kepada mereka Kitab-Nya, Allah mengutus kepada mereka Rasul-Nya,
mereka tidak mau mengimani,menjalankan, dan mengamalkan syariat yang Allah Subhanahu wa Taala turunkan secara
kaffah. Ini adalah akhlak Yahudi. Allah Subhanahu wa Taala menyatakan tentang mereka:




(85) [/85]
Apakah kalian ini mau beriman kepada sebagian Al Kitab(Taurot) sementara kalian tidak mau beriman, tidak mau
mengamalkan dengan syariat yang lainnya,tidaklah balasan bagi orang-orang yang berbuat seperti ini diantara
kalian,kecuali kehinaan di dunia. Dan pada Hari Kiamat nanti mereka akan dikembalikan ke sekeras-keras adzab.
Tidaklah Allah sekali-kali lalai dari apa yang kalian lakukan. (Al-Baqarah : 85).
Ayat yang kedua ini sebagai peringatan : Bahwa kita dilarang meniru akhlak dan cara kaum Yahudi dalam beragama.
Yaitu mereka mau menerima syariat Allah Subhanahu wa Taala yang Allah turunkan dalam kitab Taurat atau
disampaikan Rasul-Nya pada waktu itu jika syariat tersebut tidak bertentangan dengan hawa nafsu mereka. Namun jika
syariat tersebut menurut pandangan mereka jika diterapkan dapat menghalangi kepentingan duniawi, kepentingan
hawa nafsu dan syahwat mereka, atau tidak bisa diterima oleh akal logika mereka yang sempit, maka mereka tidak mau
beriman dan mengamalkan syariat Allah Subhanahu wa Taala tersebut. Barangsiapa yang berbuat seperti itu, maka
sungguh balasannya adalah kehinaan didunia dan adzab di akhirat nanti lebih keras lagi. AllahSubhanahu wa Taala tidak
akan lalai terhadap apa yang kita lakukan ini.

Dua ayat dalam surah Al-Baqarah,yang pertama pada ayat ke 208, dan kedua pada ayat ke-185 merupakan dasar
pembahasan kita pada topik ini.
Islam kaffah maknanya adalah Islam secara menyeluruh,
dengan seluruh aspeknya, seluruh sisinya, yang terkait urusan iman, atau terkait dangan dengan akhlak, atau terkait
dengan ibadah, atau terkait dangan muamalah, atau terkait dangan urusan pribadi, rumah tangga, masyarakat, negara,
dan yang lainnya yang sudah diatur dalam Islam. Ini makna Islam yang kaffah. Apakah sudah pernah ada penerapan
Islam secara kaffah? Apakah pernah agama Islam ini, sejak awal diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Taala hingga hari
ini, pernahkah diterapkan secara kaffah ataukah belum? Islam sudah pernah diterapkan secara kaffah. Islam secara
kaffah sudah pernah dipahami dan diamalkan oleh generasi terbaik umat ini, yaitu generasi para shahabat Nabi
ridwanallahi alahi jamian baik secara zhahir maupun secara bathin.
- Secara zhahir : tampak dalam berbagai amalan mereka, baik dalam urusan ibadah, akhlak, maupun muamalah.
- Secara bathin : yakni dalam keikhlasan, kebenaran dan kejujuran iman, dan takwa. Semua itu telah diterapkan para
shahabat Rasulullah Shallahu alaihiwa Sallam di bawah bimbingan langsung Nabi Shallallahu alaihi wasallam secara
berkesinambungan dari hari ke hari, dari tahun ke tahun. Ayat demi ayat turun, surat demi surat turun untuk mereka
dengan disampaikan dan diajarkan langsung oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa Sallam kepada mereka. Ketika turun ayat
tentang ibadah, maka Rasulullah Shallahu alaihi wa Sallam langsung mempraktekkan ayat tersebut, yakni
mempraktekkan bagaimana cara beribadah yang dimaukan dalam ayat tersebut. Ketika turun ayat tentang iman, maka
Rasulullah Shallahu alaihi waSallam pun merinci makna yang terkait dengan iman tersebut. Semua itu beliau lakukan
dalam hadist- hadistnya, dalam keseharian bersama para sahabat. Selama kurang lebih 23 tahun Rasulullah Shallahu
alaihi wa Sallam mendidik mereka di atas iman yang kaffah, Islam yangkaffah, ibadah yang kaffah, sampai akhirnya
turunlah ayat:

[ /3]
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Ku-cukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan
telah Aku ridhai Islam itu jadi agama bagi kalian [Al-Ma'idah : 3] Ayat ini turun menjelang wafatnya Rasulullah Shallahu
alaihi wa Sallam. Pada tanggal 9 Dzulhijjah ketika hajjatul wada (haji penghabisan/perpisahan) Rasulullah Shallahu
alaihi wa Sallam. Ayat ini turun di padang Arafah, yang kemudian para sahabat memahami bahwa Rasulullah Shallahu
alaihi wa Sallam akan berpisah dengan turunnya ayat ini. Mereka bersedih bahwa wahyu sudah akan segera berakhir.
Allah Subhanahu wa Taala berfirman : Pada hari ini telah Ku-sempurnakan agama kalian dan telah Aku sempurnakan
pula bagi kalian nikmat-Ku, yakni nikmat Islam sempurna pada hari itu dan telah Aku ridhai Islam itu jadi agama bagi
kalian Islam yang mana yang Allah ridhai? Islam dengan syariat yang mana yang telah Allah ridhai?
Jawabannya adalah : Islam ketika Rasulullah Shallahu alaihi wa Sallam masih hidup menyampaikan ayat demi ayat
kepada para shahabatnya, difahamkan oleh Rasulullah Shallahu alaihi wa Sallam kepada mereka, kemudian difahami
oleh para shahabat dan diamalkan oleh mereka, demikian terus sampai turun ayat Al-Maidah : 3 ini. Itulah Islam kaffah,
islam yang diridhai oleh Allah Azzawa Jalla. Itulah bentuk Islam yang Allah Subhanahu wa Taala rela sebagai agama.
Itulah bentuk pamahaman Islam yang telah diridhai oleh Allah Subhanahu wa Taala. Yakni bentuk iman, bentuk ibadah,
bentuk muamalah, serta bentuk akhlak yang ada pada hari itu.

Bisa kita simpulkan, bahwa Islam kaffah, yang telah bersifat menyeluruh dari seluruh aspeknya, adalah Islam yang telah
diterima oleh para shahabat secara langsung dari Rasulullah Shallahu alaihi wa Sallam dan mereka amalkan di bawah
pengawasan Rasulullah Shallahu alaihi wa Sallam, bahkan pangawasan ilahi langsung. Kalau ada sesuatu yang tidak
benar atau salah, maka turun ayat mengingatkan tentang suatu peristiwa, atau turun ayat lagi merinci permasalahan
tersebut. Pengawasan langsung dari langit yang ke tujuh, yakni pengawasan langsung dari Allah Subhanahu wa Taala
yang menurunkan syariat ini.
Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: Sebaik- baik generasi adalah generasi di mana Aku
berada di sana. Maksudnya sebaik-baik dalam hal apa? Dalam seluruh urusan agama, akhlaknya para shahabat
terbaik,imannya juga yang terbaik. Ibadahnya, baik tingkat kualitas maupun tingkat kuantitas, para shahabat adalah
yang terbaik. Karena Rasulullah Shallallahu alaihiwa sallam tegas menyatakan, bahwa sebaik- baik generasi adalah
generasi di mana Aku berada disitu.
Itulah sekelumit tentang pengertian Islam kaffah, dan dengan ini pula kita mengetahui pula jawaban yang dikemukakan
tadi (apakah pernah Islam dipahami dan diterapkan secara kaffah?), maka jawabannya adalah pernah dan pasti pernah.
Oleh karena itu, kita diperintahkan dalam syariat ini, baik dalam Al-Quran maupun dalam sunnah Rasulullah Shallahu
alaihi wa Sallam, untuk senantiasa kembali kepada jejak mereka. Bagi yang ingin memahami Al-Quran, janganlah
memahami Al-Qur`an dengan logika kita semata. Maka kembalikanlah pemahaman Al-Quran itu kepada generasi
terbaik tersebut, yang lebik dari kita dari semua sisinya. Ketika orang hendak menerapkan sunnah Rasulullah Shallallahu
alaihiwa sallam, harus menengok bagaimana para shahabat menerapkannya.

Penerapan Islam secara kaffah adalah suatu kewajiban yang Allah Subhanahu wa Taala perintahkan kepada hamba-
hamba-Nya kaum muminin. Ini merupakan keharuskan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi oleh setiap individu mumin,
bahwa dia harus menerapkan Islam secara kaffah, siapapun dia, apapun profesinya. Masing-masing kalian adalah
pemimpin, dan masing- masing kalian akan dimintai pertanggunjawaban atas apa yang dipimpinnya. ). Seorang kepala
rumah tangga juga berlaku atasnya perintah yang Allah Subhanahu wa Taala sebutkan dalam surat Al-Baqarah ayat 208
Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke dalam islam secara kaffah (menyeluruh) . [Al-Baqarah ayat
208] juga Wahai orang- orang yang beriman, bentengi diri kalian dan keluarga kalian dari adzab neraka. [At-Tahrim : 6]
Demikian juga seorang istri, ayat tersebut berlaku juga atasnya. Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian ke
dalam islam secara kaffah (menyeluruh) . [Al-Baqarah ayat 208] juga Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan
masing- masing kalian akan dimintai pertanggunjawaban atas apa yang dipimpinnya. ) seorang wanita (istri) itu
sebagai penanggungjawab atas rumah suaminya serta putra-putrinya dan sekaligus dia (istri) tersebut akan dimintai
pertanggungjawaban. Istri punya kewajiban terkait dengan suami. Syariat telah menyebutkan, baik Al-Quran maupun
As-Sunnah, berbagai kewajiban tersebut, maka kaum wanita wajib mengetahuinya. Terkait urusan rumah tangga saja,
masih banyak kaum wanita muslimah yang belum tahu dan mengerti tentang Islam dengan benar. Jangankan secara
menyeluruh, terkait dengan kewajiban di rumah tangga saja, masih banyak perkara dia tidak mengerti. hal ini perlu
diperbaiki.

Keterkaitan masalah islam kaffah dengan umat dan kehidupan bernegara


Umat Islam sekarang ini sedang mengalami berbagai krisis dengan berbagai bentuknya. Mengalami kemerosotan di
berbagai bidang. Umat Islam mengalami kemerosotan dalam bidang ibadah,sehingga setiap hari semakin banyak orang
yang dengan terang-terangan tidak mau shalat. Semakin hari akhlaq kaum muda-mudi muslimin dan muslimat semakin
jauh dari bimbingan Islam,cenderung meniru dan mengekor kaum kuffar. Begitu pula keamanan negeri kita semakin hari
semakin tidak menentu, semakin tidak jelas arahnya. Begitu juga masyarakat mengeluh terkait dengan perekonomian
mereka. Terasa setiap hari semakin sempit rezki atau perekonomian ummat ini tidak barakah, semakin hari kita
menyaksikan hal yang seperti ini. Dari sisi aqidah, kaum muslimin juga mengalami kemerosotan. Semakin bermunculan
berbagai aqidah yang bertentangan dengan aqidah Islam yang haq. Ahmadiyah semakin berani, Syiahnya juga semakin
terang-terangan menyebarkan kebatilannya. Komunis pun berani sekarang, dan buku-buku komunissudah ada di toko-
toko buku. Paham liberalisme juga seperti itu,terus dijejelkan di tengah-tengah ummat ini kepada putra-putri muslimin.
Sungguh hanya Allah sajalah yang dapat memberikan jalan keluar bagi kita semuanya, bagi kaum muslimin. Allah
Subhanahu wa Taala berfirman:






( 55) [/55]
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang shalih,
bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya
untuk mereka. Dan Dia benar-benar akan mengganti (keadaan) mereka, setelah mereka dalam ketakutan menjadi aman
sentausa. Mereka tetap beribadah kepada-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan
barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. [An-Nur : 55]
Sifat Allah adalah (Laa yukhliful mii aad) : Allah tidak pernah menyelisihi janji-Nya. Allah sungguh telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman di antara kalian dan beramal shalih, yaitu:

Dia (Allah) pasti akan memberikan kepada orang-orang beriman dan beramal shalih kekuasaan di muka bumi, yakni
Kekhilafahan di muka bumi.
Dan Aku akan kokohkan posisi dan kedudukan agama mereka, yakni Islam ini, yang telah Aku ridhai untuk mereka
sebagai agama.
Dan pasti Aku akan menggantikan perasaan takut, yakni kecemasan, ketidak tentraman yang menimpa mereka,
dengan kondisi yang aman, tentram, tidak saling mencurigai hidup dengan penuh keharmonisan.
Perhatikan ayat ini dengan baik-baik.
Janji yang akan Allah berikan adalah kekuasaan di muka bumi ini untuk kaum muminin. Allah Subhanahu wa Taala
dalam surat Al-Araf ayat ke-96:


[ /96]

Kalau seandainya penduduk-penduduk negeri tersebut mau beriman dan bertaqwa kepada Allah maka pasti Kami akan
bukakan untuk mereka pintu-pintu barakah dari langit dan bumi. Apa syarat nya yang harus kita penuhi agar kita
mendapati pemenuhan janji Allah? Tidak lain adalah dengan ber-islam secara kaffah.

Jadi, yang dikehendaki Allah dalam surat 2;208 ini adalah: kembalinya kita dalam memahami dan menerapkan syariat
islam seperti Rasulullah dan para sahabat beliau menerapkanya Dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Demikianlah yang dimaksudkan masuk islam secara
keseluruhan/totalitas/kaffah.

Bismillahirrahmanirrahim
wa bihi nasta'in 'ala umurid dunya wad din

Dilihat dari asbabun nuzul ayat "udkhuluu fis silmi kaaffaah", Islam kaffah itu sebenarnya berkenaan dengan aqidah.
Jangan menyembah Allah dengan setengah-setengah; kita dituntut untuk bertauhid dengan penuh totalitas. BerIslam
secara kaffah itu artinya tidak sinkretisme: mencampurbaurkan berbagai ajaran agama.

Di luar persoalan aqidah, Islam kaffah itu masuk pada wilayah penafsiran. Contohnya, bagi mereka yang berpandangan
bahwa Islam itu mewajibkan bentuk dan sistem ketatanegaraan tertentu, maka ber-Islam secara kaffah artinya
mendukung dan berjuang untuk menegakkan sistem dan bentuk ketatanegaraan tsb.

Sebaliknya, bagi mereka yang bepandangan bahwa Islam tidak mewajibkan secara syar'i akan bentuk dan sistem
ketatanegaraan tertentu, maka mereka tidak merasa berkurang ke-kaffah-an mereka dalam ber-Islam hanya karena
tidak mendukung sistem dan bentuk ketatanegaraan tertentu.

Mereka berpandangan --sesuai dengan pemahaman mereka terhadap nash-- bahwa Islam hanya memberikan petunjuk
akan prinsip-prinsip tertentu yang dapat digunakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuk dan sistem
ketatanegaraan yang dipilih ummat tidaklah menjadi soal selama prinsip-prinsip tersebut terpenuhi.

Contoh lain, mereka yang berpandangan ber-Islam secara kaffah itu harus total mengikuti contoh yang diberikan Nabi
termasuk dalam bersiwak. Mereka membersihkan mulut dan gigi mereka dengan menggunakan siwak. Inilah salah stau
bentuk ke-kaffah-an mereka dalam berIslam. Sementara itu ada ummat Islam yang menganggap bahwa yang Nabi
perintahkan itu sebenarnya menjaga dan membersihkan mulut dan gigi kita. Apakah cara membersihkannya dengan
siwak atau dengan sikat gigi dan pasta gigi tertentu itu tidak menjadi masalah. kalau ada yang mau pakai siwak, silahkan
saja. Mereka yang menjaga kebersihan mulutnya dengan sikat gigi, pasta gigi, obat kumur-kumur, rutin ke dokter gigi
setiap 6 bulan sekali tidak akan merasa berkurang ke-kaffah-an mereka dalam berIslam, hanya karena tidak bersiwak.

Nabi memerintahkan agar membayar upah buruh sebelum keringat buruh mengering. Ada yang berpandangan bahwa
ber-Islam secara kaffah itu harus memperhatikan betul perintah Nabi ini. Ia selalu siap membayar upah buruh di saat
buruh baru saja selesai bekerja. Ada yang punya pandangan lain lagi. Menurut mereka perintah Nabi itu tidak sekedar
bicara soal "waktu" pembayaran upah buruh, apalagi sekedar bicara soal keringat buruh. Nabi sebenarnya sedang
melarang kita bertindak zalim dengan menahan upah buruh secara sewenang-wenang tanpa ada kejelasan
pembayarannya.

Itulah yang terjadi di masa silam. Nah, dalam konteks sekarang, yang disebut berIslam secara kaffah itu boleh jadi kita
harus membuat sistem penggajian secara profesional, baik untuk mereka yang bekerja mengeluarkan keringat maupun
mereka yang bekerja tanpa mengeluarkan keringat; baik pekerja itu dibayar di awal bulan, di akhir bulan atau minggu
sekali, yang penting ada sistem yang menjamin keadilan dan kesejahteraan buruh. Sabda Nabi di atas juga belum bicara
soal upah minimum. Buat sebagian ummat, membuat sistem penggajian yang modern dan professional tentu tidak bisa
dianggap sebagai berlebih-lebihan dalam berIslam, malahan ini sebuah pengayaan makna terhadap perintah Nabi sesuai
konteks zamannya. Ini bukan kebablasan dalam berIslam.

Kitab Hadis di bawah ini menunjukkan Rasul mendera peminum khamr 40 kali:

1. Shahih Bukhari, Hadis Nomor [HN} :275


2. Sunan Tirmidzi, HN: 1363
3. Musnad Ahmad, HN: 11696, 12341, 13375

Namun dalam Shahih Muslim (HN: 3318 dan 3319) Khalifah Umar telah mendera 80 kali, padahal Rasul mendera 40 kali.
Periksa juga Bidayatul Mujtahid (2:364) dan al-Mizan al-Kubra (2:171) yang menunjukkan bagaimana sunnah Nabi dan
sunnah Umar membuat para ulama berbeda dalam menetapkan cambuk 40 atau 80 kali. Abu Hanifah dan Malik
berpendapat 80 kali, sedangkan Syafi'i dan Ahmad berpendapat 40 kali.

Buat mereka yang berpandangan Islam kaffah itu tidak boleh kurang-tidak boleh lebih dari apa yang dipraktekkan Nabi,
tindakan Khalifah Umar boleh jadi dianggap bukan lagi kaffah, tapi sudah "kebablasan". Umar r.a boleh jadi dianggap
telah menambah-nambah hukum Allah.

Buat para "supporter" Umar r.a, tindakan beliau itu masih dalam koridor Islam kaffah. Yang dilakukan beliau adalah
"pengayaan makna" dari apa yang telah dilakukan Nabi. Alih-alih menyalahi ketentuan Nabi, apa yang dilakukan Khalifah
Umar justru dianggap sesuai dengan ruh dan jiwa dari pensyariatan had bagi peminum khamr. Kondisi dan situasi para
peminum khamr di jaman Nabi berbeda dengan di jaman Umar, selaku Khalifah, Umar telah melakukan apa yang
dikategorikan oleh Abdul Wahhab Khallaf sebagai "Wewenang waliy al-amri dalam mengerjakan sesuatu atas dasar
maslahah yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar agama meskipun tidak terdapat dalil khusus" [Khallaf, al-
Siayasah al-Syar'iyyah, h. 3]

Dari contoh-contoh di atas, di luar masalah aqidah, Islam kaffah itu melibatkan penafsiran. Semua penafsiran itu
sebenarnya dalam rangka ber-Islam secara kaffah juga, hanya mereka berbeda dalam memahami "wasa'il" dan
"maqashid" dari Nash. Wa Allahu A'lam bi al-Shawab

salam hangat,
=nadir=
Langkah Mempelajari Islam yang Kamil

MEMAHAMI Islam secara menyeluruh (kamil, mutakamil) adalah penting, sekalipun tidak secara terperinci.
Kesalahpahaman dalam memahami Islam berefek pada kerusakan dalam mengkomunikasikan
dan mengamalkannya pada realitas kehidupan pribadi, keluarga, bangsa dan negara. Semakin luas wawasan
dan mendalam pengalaman ruhani seseorang dalam menghayati dan mengamalkan Islam semakin lapang
(terbuka) pula dadanya untuk menerima kebenaran mutlak (Hakikah al Muthlakah). Sebelumnya diliputi
berbagai kegelapan, kesempitan dada, setelah itu berada pada cahaya (keimanan).

Orang-orang jahiliyah dahulu mudah terjangkiti berbagai penyakit moral; molimo lima perbuatan jahat - (mencuri, main
perempuan, memakan barang riba, membunuh) karena syaraf-syaraf otaknya telah mengalami kerusakan disebabkan
banyak minum-minuman keras. Kejahatan lain, selain kerusakan pola pikir masih mudah untuk diperbaiki. Sebaliknya,
menyembuhkan/mendiagnosa penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan pikiran memerlukan coast yang sangat mahal.
Karena, orientasi, cara berpikir dan cara pandang adalah titik tolak (dasar berpijak) aktifitas seseorang. Demikianlah cara
yang paling minimal untuk berinteraksi dengan agama Islam agar menjadi pengikut Islam yang komitmen, konsisten dan
konsekwen. Guna menghindari kesalahpengertian, kerancuan dan stigma negatif terhadap keunggulan Islam, maka untuk
memahaminya secara benar dan lurus perlu ditempuh lima cara-cara berikut:

Pertama, Islam harus dipelajari dari sumbernya yang masih orisinil dan otentik.
Yang wajib dipelajari adalah Al-Quran dan As Sunnah. Al-Quran adalah firman-Nya yang suci, dan As Sunnah adalah firman-
Nya yang kedua, sekalipun redaksinya bersumber dari Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam ( ) al
Mashum. Umat Islam yang hidup pada masa keemasan Islam, merekalah yang teruji otoritas keilmuannya, paling bersih
hatinya, paling sedikit neko-nekonya (sikap kepura-puraannya), mereka berada pada petunjuk yang benar, mereka yang
dipilih oleh Allah Subhanhu Wa Ta'ala untuk menemani Rasulullah Shalallaahu 'Alaihi Wasallam ( ) .
Karena itulah, Allah Subhanhu Wa Ta'ala langsung menjaminnya ke dalam surga.








Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah
menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di
dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS. At Taubah (9) : 100).
Di antara kekeliruan memahami Islam adalah orang hanya mengenalnya dari sebagian ulama dan pemeluk-pemeluknya
yang telah jauh dari pimpinan Al-Quran dan As Sunnah. Atau proses pengenalan dari sumber kitab-kitab fiqh dan tasawuf
dengan berbagai bidah dan khurafat yang muncul bersamanya. Mempelajari Islam dengan cara demikian menjadikan
orang tersebut sebagai pemeluk Islam singkritisme, hidup penuh bidah dan khufarat, yakni ibadah dan kepercayaannya
bercampur aduk dengan hal-hal yang tidak islami (dhannul jahiliyah, hukmul jahiliyah, hamiyyatul jahiliyah, tabarrujul
jahiliyah, dakwal jahiliyah, syakwal jahiliyah), jauh dari ajaran Islam yang murni dan lurus.

Kedua, Islam harus dipelajari secara integral, tidak dengan cara parsial (sebagian-sebagian)
Apabila Islam dipelajari secara sebagian saja dari ajarannya (kulitnya), bukan pokoknya (ushul), dan dalam bidang
khilafiyah (yang diperselisihkan) (furuiyah, cabang-cabang agama), tentu pemahaman keislamannya sangat dangkal.

Bukankah dari sisi kulitnya saja, Islam sekarang ini telah dicabik-cabik? Apalagi isinya.

Efeknya, ia akan bimbang terhadap hal-hal yang nampaknya antagonistic. Akhirnya bersikap ekstrim dalam beragama.
Baik ekstrim kanan, maupun ekstrim kiri. Misalnya, bersikeras dengan masalah furuiyah dan toleran dengan persoalan
ushul. Pemahaman Islam secara parsial juga akan membawa akibat seperti hikayat pengenalan dari empat orang buta
terhadap seekor gajah.
Bagi mereka yang kebetulan memegang ekornya berpendapat bahwa gajah itu panjang seperti cambuk. Bagi mereka yang
memegang kakinya berkata bahwa gajah itu ibarat pohon kelapa, dan yang kebetulan memegang telinganya mengatakan
bahwa gajah itu lembek dan lebar. Yang kebetulan memegang perutnya saja memahami gajah itu bagaikan barang
bergantung yang besar. Untuk menghindari kekeliruan semacam itu, Islam harus dipelajari secara menyeluruh. Dan
pekerjaan ini tidak cukup mudah. Islam adalah agama universal dan dapat diterima oleh segala macam
level intelektualitas manusia. Dengan mempelajari prinsip-prinsip ajaran Islam, mudah ditemukan pola ajaran Islam
dengan sebaik-baiknya sebagai agama yang mengajarkan tentang keseimbangan kehidupan duniawi dan ukhrawi.

KETIGA, Islam harus dipelajari dari referensi (maraji) yang ditulis oleh para ulama besar, para zuama dan sarjana-
sarjana Islam
Merekalah yang berjasa menyusun berbagai disiplin ilmu untuk menjaga keaslian Al-Quran dan As Sunnah. Mereka
berhasil memadukan kedalaman ilmu dengan pengalaman praktek kehidupan sehari-hari yang indah. Marifat (kedalaman
ilmu) mereka melahirkah khasyyatullah (ketakutan kepada Allah Subhanhu Wa Ta'ala).

Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap
golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan
kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya. (QS. At Taubah (9) : 122).







Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang yang mendalam ilmu
agamanya dan mengamalkannya dalam kehidupan). (QS. Fathir (35):28).

anyalah para ulama yang bisa menjadi pewaris para Nabi. Di saat yang sama, sering kita temui sekarang ini banyak
bertanya, bersandar atau belajar Islam justru pada orang yang dikenal bukan ulama atau fuqaha (ahli hukum Islam).
Bahkan yang lebih tersesat lagi mereka belajar pada kaum Orientalis, yang hanya menjadikan Islam sebagai obyek
penelitian, bukan untuk diyakini. Penulisan mereka tentang Islam bukan dengan tujuan suci (obyektif, ilmiah), tetapi
dengan dasar dengki sehingga banyak prinsip Islam yang sengaja dikaburkan dan diselewengkan. Kita juga sering keliru
dalam menyandarkan pendapat masalah Islam pada orang yang bukan ahlinya, fuqaha. Sebab tidak semua yang berjuluk
dosen IAIN atau UIN ia fuqaha (ahli fiqih). Bahkan yang mengerikan, dikenal pakar sejarah, pakar politik justru membahas
wilayah fiqh (hukum Islam) dan syariah. Bukan rahasia lagi. Adalah Snouk Hurgronye (1857-1936), seorang Orientalis
Belanda yang berpura-pura masuk Islam, yang ujungnya menjadi advisor Pemerintah Hindia Belanda dalam bahasa Timur
dan Hukum Islam. Ia bahkan mendalami Islam dan pernah tinggal di Jeddah, dengan memakai nama Abdul Gaffar Al-
Holandi. Namun ujungnya, semua kajiannya untuk menghancurkan Islam.

Keempat, jangan mempelajari Islam sekedar realitas sosial umat Islam an sich

Banyak yang mempelajari Islam sekedear menekuni realitas sosial umatnya, bukan agama (nilai) Islam itu sendiri. Sehingga
memunculkan kesan, sikap konservatif sebagaian kalangan Muslim, keterbelakangan bidang pendidikan, keterpurukan,
kemiskinan, itulah yang dinilai sebagai Islamnya. Padahal ini adalah kesalahan terbesar dalam melakukan pendekatan
dengan Islam. Dalam keadaan demikian, bisa terjadi orang non-Muslim secara lahiriyah seolah lebih islami. Dengan
hanya menjadikan ukuran tertib, disiplin memelihara kebersihan, kebiasaan antri dll dianggap lebih islami.
Bahkan, ada yang mengatakan mereka lebih shalih daripada seorang muslim. Naudzu billah. Padahal, tidak pernah orang
kafir dan musyrik itu dikategorikan Allah sebagai seorang shalih di mata Allah Subhanhu Wa Ta'ala? Inilah kesalahan
mempelajari Islam secara sosiologis, tetapi mengabaikan aspek teologis. Padahal, inti Islam itu pada tataran teologisnya,
disamping amal shalih pemeluknya. Dalam Islam, Iman yang tidak melahirkan amal shalih sama jeleknya dengan amal
yang tidak bertitik tolak dari keimanan. Inilah yang perlu dipahami dengan pikiran yang jernih. Agar memperoleh
gambaran yang benar dan positif terhadap Islam dan umat Islam.
Selama bertahun-tahun kaum muslimin terjajah baik secara pisik dan mental. Sejak saat itulah melahirkan sebuah generasi
yang memiliki kelayakan untuk dijajah (qabiliyyah littakhalluf). Ketika kaum kaum Muslimin dijajah secara fisik dan hasil
kekayaannya dikeruk secara membabi buta dan di boyong ke luar negeri, al Hamdulillah mereka memiliki alasan
keagamaan untuk bersatu. Dan ajaran jihad yang memelihara stamina ruhaninya, sehingga berhasil mengusir penjajah.
Ghirah keislaman umat Islam mengalami grafik kenaikan. Belajar dari pengalaman, penjajah merubah strateginya untuk
menguatkan pengaruhnya dalam tubuh umat Islam secara ideologi yang dikenal dengan Al Ghazwul Fikr (perang
pemikiran). Jika perang psisik kedua petarung sama-sama aktif, sedangkan perang ideologi, pihak lawan lebih aktif. Dalam
perang ini banyak kaum Muslimin menjadi kurban terutama dari kalangan akademisinya. Mereka dikerahkan untuk masuk
lembaga pendidikan penjajah. Sehingga ketika pulang ke negeri asalnya, ia menjadi tidak komunikatif dan tidak aspiratif.
Mereka menjadi jubir dan komunikator yang ulung bagi penjajah. Persoalan ushul (prinsip) Islam yang selama ini sudah
selesai dibahas dan diamalkan umat Islam, mulai dipersoalkan dan disalahpahami.

Anda mungkin juga menyukai