Anda di halaman 1dari 24

ASMAUL HUSNA

Assalamualaikum warohmatullahhi wabarokatuh...

99 Asmaul Husna adalah nama-nama Allah yang baik, mulia dan agung
sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang agung dan mulia itu
merupakan kebesaran dan kekuasaan Allah, sebagai pencipta dan
pemelihara alam semesta beserta segala isinya. Bagi umat muslim,
mengenal Allah adalah dengan mempelajari sifat-sifat Allah dan 99 nama
Allah. Rugi sekali yang belajar ilmu teknik mati-matian sampai sarjana
bahkan doktoral sekalipun, tapi tidak mau sekedar mengenal Allah
pencipta dirinya dan pemberi rezekinya.

No. Nama Arab Indonesia


Allah ‫هللا‬ Allah
1 Ar Rahman ‫الرحمن‬ Yang Maha Pengasih
2 Ar Rahiim ‫الرحيم‬ Yang Maha Penyayang
Yang Maha Merajai (bisa di artikan Raja
3 Al Malik ‫الملك‬
dari semua Raja)
4 Al Quddus ‫القدوس‬ Yang Maha Suci
5 As Salaam ‫السالم‬ Yang Maha Memberi Kesejahteraan
6 Al Mu`min ‫المؤمن‬ Yang Maha Memberi Keamanan
7 Al Muhaimin ‫المهيمن‬ Yang Maha Mengatur
8 Al `Aziiz ‫العزيز‬ Yang Maha Perkasa
9 Al Jabbar ‫الجبار‬ Yang Memiliki Mutlak Kegagahan
Yang Maha Megah, Yang Memiliki
10 Al Mutakabbir ‫المتكبر‬
Kebesaran
11 Al Khaliq ‫الخالق‬ Yang Maha Pencipta
Yang Maha Melepaskan (Membuat,
12 Al Baari` ‫البارئ‬
Membentuk, Menyeimbangkan)
Yang Maha Membentuk Rupa
13 Al Mushawwir ‫المصور‬
(makhluknya)
14 Al Ghaffaar ‫الغفار‬ Yang Maha Pengampun
15 Al Qahhaar ‫القهار‬ Yang Maha Memaksa
16 Al Wahhaab ‫الوهاب‬ Yang Maha Pemberi Karunia
17 Ar Razzaaq ‫الرزاق‬ Yang Maha Pemberi Rezeki
18 Al Fattaah ‫الفتاح‬ Yang Maha Pembuka Rahmat
19 Al `Aliim ‫العليم‬ Yang Maha Mengetahui (Memiliki Ilmu)
Yang Maha Menyempitkan
20 Al Qaabidh ‫القابض‬
(makhluknya)
21 Al Baasith ‫الباسط‬ Yang Maha Melapangkan (makhluknya)
22 Al Khaafidh ‫الخافض‬ Yang Maha Merendahkan (makhluknya)
23 Ar Raafi` ‫الرافع‬ Yang Maha Meninggikan (makhluknya)
24 Al Mu`izz ‫المعز‬ Yang Maha Memuliakan (makhluknya)
25 Al Mudzil ‫المذل‬ Yang Maha Menghinakan (makhluknya)
26 Al Samii` ‫السميع‬ Yang Maha Mendengar
27 Al Bashiir ‫البصير‬ Yang Maha Melihat
28 Al Hakam ‫الحكم‬ Yang Maha Menetapkan
29 Al `Adl ‫العدل‬ Yang Maha Adil
30 Al Lathiif ‫اللطيف‬ Yang Maha Lembut
31 Al Khabiir ‫الخبير‬ Yang Maha Mengenal
32 Al Haliim ‫الحليم‬ Yang Maha Penyantun
33 Al `Azhiim ‫العظيم‬ Yang Maha Agung
34 Al Ghafuur ‫الغفور‬ Yang Maha Memberi Pengampunan
Yang Maha Pembalas Budi
35 As Syakuur ‫الشكور‬
(Menghargai)
36 Al `Aliy ‫العلى‬ Yang Maha Tinggi
37 Al Kabiir ‫الكبير‬ Yang Maha Besar
38 Al Hafizh ‫الحفيظ‬ Yang Maha Memelihara
39 Al Muqiit ‫المقيت‬ Yang Maha Pemberi Kecukupan
40 Al Hasiib ‫الحسيب‬ Yang Maha Membuat Perhitungan
41 Al Jaliil ‫الجليل‬ Yang Maha Luhur
42 Al Kariim ‫الكريم‬ Yang Maha Pemurah
43 Ar Raqiib ‫الرقيب‬ Yang Maha Mengawasi
44 Al Mujiib ‫المجيب‬ Yang Maha Mengabulkan
45 Al Waasi` ‫الواسع‬ Yang Maha Luas
46 Al Hakiim ‫الحكيم‬ Yang Maha Maka Bijaksana
47 Al Waduud ‫الودود‬ Yang Maha Mengasihi
48 Al Majiid ‫المجيد‬ Yang Maha Mulia
49 Al Baa`its ‫الباعث‬ Yang Maha Membangkitkan
50 As Syahiid ‫الشهيد‬ Yang Maha Menyaksikan
51 Al Haqq ‫الحق‬ Yang Maha Benar
52 Al Wakiil ‫الوكيل‬ Yang Maha Memelihara
53 Al Qawiyyu ‫القوى‬ Yang Maha Kuat
54 Al Matiin ‫المتين‬ Yang Maha Kokoh
55 Al Waliyy ‫الولى‬ Yang Maha Melindungi
56 Al Hamiid ‫الحميد‬ Yang Maha Terpuji
Yang Maha Mengalkulasi (Menghitung
57 Al Muhshii ‫المحصى‬
Segala Sesuatu)
58 Al Mubdi` ‫المبدئ‬ Yang Maha Memulai
59 Al Mu`iid ‫المعيد‬ Yang Maha Mengembalikan Kehidupan
60 Al Muhyii ‫المحيى‬ Yang Maha Menghidupkan
61 Al Mumiitu ‫المميت‬ Yang Maha Mematikan
62 Al Hayyu ‫الحي‬ Yang Maha Hidup
63 Al Qayyuum ‫القيوم‬ Yang Maha Mandiri
64 Al Waajid ‫الواجد‬ Yang Maha Penemu
65 Al Maajid ‫الماجد‬ Yang Maha Mulia
66 Al Wahid ‫الواحد‬ Yang Maha Tunggal
67 Al Ahad ‫االحد‬ Yang Maha Esa
Yang Maha Dibutuhkan, Tempat
68 As Shamad ‫الصمد‬
Meminta
Yang Maha Menentukan, Maha
69 Al Qaadir ‫القادر‬
Menyeimbangkan
70 Al Muqtadir ‫المقتدر‬ Yang Maha Berkuasa
71 Al Muqaddim ‫المقدم‬ Yang Maha Mendahulukan
72 Al Mu`akkhir ‫المؤخر‬ Yang Maha Mengakhirkan
73 Al Awwal ‫األول‬ Yang Maha Awal
74 Al Aakhir ‫األخر‬ Yang Maha Akhir
75 Az Zhaahir ‫الظاهر‬ Yang Maha Nyata
76 Al Baathin ‫الباطن‬ Yang Maha Ghaib
77 Al Waali ‫الوالي‬ Yang Maha Memerintah
78 Al Muta`aalii ‫المتعالي‬ Yang Maha Tinggi
Yang Maha Penderma (Maha Pemberi
79 Al Barru ‫البر‬
Kebajikan)
80 At Tawwaab ‫التواب‬ Yang Maha Penerima Tobat
81 Al Muntaqim ‫المنتقم‬ Yang Maha Pemberi Balasan
82 Al Afuww ‫العفو‬ Yang Maha Pemaaf
83 Ar Ra`uuf ‫الرؤوف‬ Yang Maha Pengasuh
Yang Maha Penguasa Kerajaan
84 Malikul Mulk ‫الملك مالك‬
(Semesta)
Dzul Jalaali Wal ‫و الجالل ذو‬ Yang Maha Pemilik Kebesaran dan
85
Ikraam ‫اإلكرام‬ Kemuliaan
86 Al Muqsith ‫المقسط‬ Yang Maha Pemberi Keadilan
87 Al Jamii` ‫الجامع‬ Yang Maha Mengumpulkan
88 Al Ghaniyy ‫الغنى‬ Yang Maha Kaya
89 Al Mughnii ‫المغنى‬ Yang Maha Pemberi Kekayaan
90 Al Maani ‫المانع‬ Yang Maha Mencegah
91 Ad Dhaar ‫الضار‬ Yang Maha Penimpa Kemudharatan
92 An Nafii` ‫النافع‬ Yang Maha Memberi Manfaat
Yang Maha Bercahaya (Menerangi,
93 An Nuur ‫النور‬
Memberi Cahaya)
94 Al Haadii ‫الهادئ‬ Yang Maha Pemberi Petunjuk
Yang Maha Pencipta Yang Tiada
95 Al Badii’ ‫البديع‬
Bandingannya
96 Al Baaqii ‫الباقي‬ Yang Maha Kekal
97 Al Waarits ‫الوارث‬ Yang Maha Pewaris
98 Ar Rasyiid ‫الرشيد‬ Yang Maha Pandai
99 As Shabuur ‫الصبور‬ Yang Maha Sabar

Terima kasih

Wassalamualaikum warohmatullahhi wabarokatuh

AL- ALIM
‫العليم‬
( MAHA MENGETAHUI)
“Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah; kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di
bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah
mengetahui (cara) sembahyang dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka kerjakan”

Bagi Allah, tidak ada yang tersembunyi. Serapat-rapat manusia menyimpan rahasia,
Allah pasti mengetahuinya. Sekelebat mata yang berkhianat, Allah mengetahuinya. Niat
hati yang tersimpan rapi, Allahpun mengenalinya. Lebih jauh dari itu, rahasia di balik
rahasiapun, diketahui-Nya. Sesuatu yang sudah mengendap lama atau yang telah
terlupakan oleh manusia, serta segala yang kini telah berada di bawah sadarnya, Allah
tetap mengetahuinya. Dia berfirman :
“Jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia (mengetahuinya serta)
mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi (dari rahasia).” (QS. Thaaha: 19)

Lalu, dapatkah kita bersembunyi dari pantauan-Nya? Dapatkah kita merahasiakan


sesuatu di hadapan Allah? Dapatkah kita keluar dari monitoring-Nya?

Sungguh, Allah bahkan telah mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi, karena Dialah
yang membuat rencana, Dia pula eksekutornya.

“Tiada satu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfudz) sebelum Kami menciptakan-Nya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22)

Tidak hanya itu, bahkan Allah-lah sumber dari segala sumber ilmu. Dia tidak saja
sekadar tahu, tapi Dia adalah sumber pengetahuan. Perlu diketahui bahwa ilmu Allah
itu bukan hasil dari sesuatu, tapi segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini
merupakan hasil dari ilmu-Nya. Allah berfirman: “Allah mengetahui apa-apa yang di
hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari
ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqarah: 255)

Meskipun demikian, Allah tidak mau memonopoli ilmu-Nya sendiri. Dia mau berbagi
kepada makhluk-Nya, terutama kepada manusia. Khusus dalam hal ini, manusia
dibebaskan menyandang gelar aliim bagi mereka sampai pada kualifikasi tertentu.
Orang yang berpengetahuan boleh disebut aliim, sama dengan Asma yang disandang
Allah. Akan tetapi harus disadari bahwa ilmu manusia tetaplah tak sebanding dengan
ilmu Allah, bahkan tidak ada apa-apanya. “Tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit.” (QS. Al-Israa: 85)

Untuk menggambarkan betapa sedikitnya ilmu manusia, Al-Qur’an menegaskan:


“Katakanlah, sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku,
sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun
Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. Al-Kahfi: 109)

Itulah sebabnya Rasulullah diperintahkan agar senantiasa berdo’a agar diberi tambahan
ilmu. “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan.” (QS. Thaaha: 114)

Ilmu yang diharap tentu saja ilmu yang menimbulkan dampak positif dalam kehidupan,
yaitu ilmu yang melahirkan amal shalih yang sesuai dengan petunjuk Ilahi. Ilmu inilah
yang akan menimbulkan kesadaran tentang jatidiri manusia yang merasa dhaif di
hadapan Allah swt. Dalam pandangan islam, ilmu yang hakiki adalah ilmu yang
mengantarkan pemiliknya kepada iman, dan ketundukan kepada Allah swt.

Sebagaimana firman-Nya:

“Sesungguhnya orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan sebelumnya apabila al-


Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil
bersujud. Mereka berkata, Mahasuci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti
terlaksana. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka
bertambah khusyu’.” (QS. Al-Israa: 107-109).

As-Sami’
‫السميع‬
( MAHA MENDENGAR)
Apr 25, 2012 | Asy Syariah Edisi 071 |

(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc)

As-Sami’ (ُ‫س ِميع‬


َّ ‫ )ال‬adalah salah satu Asma’ullah al-Husna. Allah l menyebut nama-
Nya yang Agung ini dalam beberapa ayat Al-Qur’an semisal dalam firman-Nya:

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (asy-Syura: 11)

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan


gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (perkaranya) kepada
Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (al-Mujadilah:1)
Rasulullah n juga menyebut nama Rabbnya dalam beberapa haditsnya
sebagaimana dalam riwayat berikut.
Dari Abu Musa al-Asy’ari z, ia berkata:
‫ي ِ َم َُع كنَّا‬ُ ِ‫ النَّب‬n ‫سفَرُ فِي‬ َ ‫علَ ْونَا إِذَا فَكنَّا‬َ ‫ النَّبِيُ فَ َقا َُل َك َّب ْرنَا‬n ‫اربَعوا ال َّناسُ أَيهَا‬ ْ ‫علَى‬ َ ‫سك ُْم‬ ِ ‫ص َُّم تَدْعونَُ َُل فَ ِإنَّك ُْم أ َ ْنف‬
َ َ ‫غائِ ًبا َو َُل أ‬
َ
ُْ ‫س ِميعًا تَدْعونَُ َولَ ِك‬
‫ن‬ َ ‫يرا‬ ً ‫ي أَتَى ث َُّم بَ ِص‬ َ ‫سي فِي أَقولُ َوأَنَا‬
َُّ َ‫عل‬ َُِّ ِ‫ع ْب َُد يَا فَقَا َُل ب‬
ِ ‫اَلل إِ َُّل ق َّو ُةَ َو َُل ح َْو َُل َُل نَ ْف‬ َُِّ َُ‫ح َْو َُل َُل ق ُْل قَيْسُ بْن‬
َ ‫َللا‬
َُِّ ِ‫ن َك ْنزُ َف ِإنَّهَا ب‬
‫اَلل إِ َُّل ق َّو ُةَ َو َُل‬ ُِ ‫علَى أَدلكَُ أَ َُل قَا َُل أ َ ُْو ا ْل َجنَّ ُِة كن‬
ُْ ‫وز ِم‬ َ ُ‫ي َك ِل َمة‬َُ ‫ن َك ْنزُ ِه‬ ُْ ‫وز ِم‬ ُِ ‫اَلل إِ َُّل ق َّو ُةَ َو َُل ح َْو َُل َُل ا ْل َجنَّ ُِة كن‬
َُِّ ِ‫ب‬.
“Ketika kami safar bersama Rasulullah, jika kami menaiki jalanan menanjak,
maka kami mengucapkan takbir.1 Beliau berkata, ‘Wahai manusia kasihilah diri
kalian, karena kalian tidak menyeru Dzat yang tuli atau jauh. Akan tetapi, Ia Maha
Mendengar dan Maha Melihat.’ Lalu beliau n mendatangiku, sementara aku
sedang berucap dalam hatiku, ‘La haula wala Quwwata illa billah.’ Beliau pun
berkata, ‘Wahai Abdullah bin Qais (Abu Musa), ucapkan La haula wala quwwata
illa billah. Sesungguhnya hal itu adalah salah satu kekayaan yang tersimpan di
surga’, atau beliau berkata, ‘Tidakkah kamu mau saya tunjuki salah satu harta
kekayaan di surga? (Yakni) la haula wala quwwata illa billah’.” (Sahih, HR. al-
Bukhari no. 5905)
As-Sa’di t mengatakan bahwa di antara asma’ul husna-Nya adalah as-Sami’, yaitu
yang mendengar segala suara dengan berbagai bahasa dan beragam kebutuhan.
Yang rahasia bagi-Nya adalah nyata, yang jauh bagi-Nya adalah dekat. (Tafsir
Asma’ullah al-Husna)
Pendengaran Allah l ada dua macam:
Pertama: pendengaran-Nya yang umum terhadap seluruh suara yang lahir dan
batin, yang tersembunyi dan yang jelas, sehingga Allah l meliputinya seluruhnya
secara sempurna.
Kedua: pendengaran yang khusus, yaitu pendengaran beserta ijabah dari-Nya.
Pendengaran bagi orang-orang yang berdoa kepada-Nya serta hamba-hamba
yang beribadah kepada-Nya. Maka Allah l akan mengijabahi mereka dan memberi
mereka pahala seperti dalam firman-Nya:

“Ya Rabb kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan
kami telah mengikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan
orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah).” (Ali Imran: 35)
dan firman-Nya melalui lisan Ibrahim q, kekasih-Nya:

“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku)
Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Rabbku, benar-benar Maha Mendengar
(memperkenankan) doa.” (Ibrahim: 39)
Termasuk dalam hal ini ucapan seorang yang shalat, “Sami’allahu liman hamidah”
(yakni Allah l mendengar dan mengijabahi orang yang memuji-Nya). (Tafsir
Asma’llahul Husna karya as-Sa’di dan Syarah Nuniyyah karya al-Harras)
Al-Harras t menjelaskan bahwa makna as-Sami’ adalah yang mendengar seluruh
suara yang tersembunyi atau yang terang-terangan sehingga tidak ada yang
tersembunyi sedikit pun darinya. Bagaimanapun tersembunyinya seluruh suara,
bagi pendengaran-Nya jauh dekat sama saja. Pendengaran-Nya mendengar setiap
suara, tidak tersamar baginya dan tidak tercampur.
Dalam hadits Abu Hurairah z, ia mengatakan bahwa Nabi n membaca ayat ini:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang


berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat.” (an-Nisa’:58)
Lalu beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Melihat, lalu beliau meletakkan ibu
jarinya pada telinganya dan jari telunjuknya pada matanya.” (Sahih, HR. Abu
Dawud, “Kitab as-Sunnah Bab fil Jahmiyyah”. Disahihkan oleh asy-Syaikh al-
Albani)
Makna hadits ini adalah Allah l mendengar dengan pendengaran dan melihat
dengan mata. Hadits ini menjadi bantahan terhadap aliran Mu’tazilah dan
sebagian aliran Asy’ariyyah yang meyakini bahwa pendengaran Allah l artinya
pengetahuan Allah l terhadap sesuatu yang terdengar, sedangkan penglihatan
Allah l artinya pengetahuan-Nya terhadap sesuatu yang dapat dilihat. Tidak
diragukan lagi bahwa hal itu merupakan penafsiran yang salah. Karena masing-
masing dari pendengaran dan penglihatan adalah makna yang lebih dari sekadar
pengetahuan. Bisa jadi ada pengetahuan tanpa penglihatan dan pendengaran.
Seorang yang buta mengetahui adanya langit, sementara itu ia tidak melihatnya.
Demikian pula orang tuli mengetahui adanya suara, sementara itu ia tidak
mendengarnya. Lebih aneh lagi pendapat kelompok Asy’ariyah yang
berpandangan bahwa setiap pendengaran dan penglihatan terkait dengan semua
yang ada. Bagaimana bisa dikatakan bahwa pendengaran terkait dengan sesuatu
yang tidak didengar seperti orang atau warna? Bagaimana pula penglihatan
terkait dengan sesuatu yang tidak bisa dilihat semacam suara-suara yang
terdengar oleh telinga? (Syarah Nuniyyah)
Dengan demikian, kita harus mengimani nama Allah l, as-Sami’ yang berarti Maha
Mendengar serta sifat pendengaran Allah Mahaluas. Tidak ada suara apa pun dan
di mana pun kecuali Allah l mendengarnya dengan jelas. Makna ini harus benar-
benar kita sadari sebagaimana Aisyah x, istri Nabi n dan ibu kaum mukminin,
sangat merasakan makna tersebut. Perhatikan penuturannya terkait dengan
kisah seorang wanita yang mengadukan suaminya kepada Rasulullah n, Khaulah
bintu Tsa’labah x mengadukan kejelekan akhlak suaminya yang sampai
mengharamkan istrinya terhadap dirinya sehingga Allah l menurunkan ayat:

“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan


gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (perkaranya) kepada
Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah
Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (al-Mujadalah: 1)
Aisyah x bertutur:
ُ‫َلل ا َ ْلح َْمد‬ُِ ِ ‫س َُع الَّذِى‬ َ َُ‫ت لَقَ ُْد األَص َْوات‬
ِ ‫س ْمعهُ َو‬ ُِ ‫ النَّ ِب‬n ُ‫احيَ ُِة فِى َوأَنَا ت َك ِلمه‬
ُِ ‫ى ِإلَى ا ْلمجَا ِدلَةُ جَا َء‬ ْ َ‫تَقولُ َما أ‬
ُِ ‫س َمعُ َما ا ْلبَ ْي‬
ِ َ‫ت ن‬
‫َللا فَأ َ ْن َز َُل‬
َُّ ‫آخ ُِر ِإلَى )( َو َج َُّل ع ََُّز‬ ْ
ِ ‫اْل َي ُِة‬.
“Segala puji bagi Allah yang pendengaran-Nya meliputi segala suara. Sungguh
telah datang wanita kepada Nabi mengeluhkan dan berbicara dengannya,
sedangkan saya (saat itu) di salah satu sisi rumah. Saya tidak mendengar apa
yang dia ucapkan. Lalu Allah turunkan firman-Nya: ‘Sesungguhnya Allah telah
mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan tentang suaminya.’ (al-
Mujadilah: 1)” (HR. al-Bukhari secara mu’allaq [tanpa menyebutkan sanadnya
dari awal] dan Ahmad)

Buah Mengimani Nama Allah l, as-Sami’


Dengan mengimani nama Allah l, as-Sami’, kita semakin mengenal keagungan
Allah k yang Mahasempurna sifat-Nya. Pada saat yang sama, kita sangat
mengetahui kelemahan pendengaran kita yang terbatas dan mengetahui
kelemahan sesembahan selain Allah l yang tidak mampu mendengar. Oleh karena
itu, sesembahan selain Allah l dilarang diibadahi seperti nasihat Nabi Ibrahim q
kepada ayahnya:

Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku, mengapa engkau


menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat
menolongmu sedikit pun?” (Maryam: 42)
Allah l juga berfirman:

“Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam serta
menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang
ditentukan. Yang (berbuat) demikian Allah Rabbmu, kepunyaan-Nya lah kerajaan. Dan
orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun
setipis kulit ari biji kurma. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar
seruanmu. Kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan
permintaanmu. Di hari kiamat mereka akan mengingkari kemusyrikanmu dan tidak ada
yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang
Maha Mengetahui.” (Fathir: 13—14)
Sia-sialah mereka yang berdoa kepada selain Allah l dan takkan sia-sia orang yang
berdoa kepada Allah l. Ia Maha Mendengar terhadap doa yang kita mohonkan,
pengaduan yang kita panjatkan, dan ucapan yang kita bisikkan.
Dengan iman ini pula, seharusnya membuat kita berhati-hati dalam bertutur kata dan
menjauhi segala ucapan yang tidak Allah l ridhai, karena Allah l senantiasa
mendengarnya.
Wallahu a’lam.

AL-KHABIR
‫الكبير‬
(MAHATELITI)

Definisi “Al-Khabir”
Secara bahasa, Al-Khabir diambil dari mashdar al-khibru, al-khubru, al-khibrah, al-
khubroh, al-makhbarah, dan al-mukhbarah, yang semuanya berarti pengetahuan
terhadap sesuatu. Sedangkan al-khabir adalah yang mengetahui sesuatu itu.1

Sedangkan definisi yang disebutkan oleh para ulama adalah Dzat yang mengetahui hal-
hal yang mendetail pada segala sesuatu, Dzat yang ilmu-Nya sampai pada tingkatan
meliputi perkara-perkara batin dan yang tersembunyi, sebagaimana ilmu-Nya juga
meliputi perkara-perkara yang tampak. Allah Ta’ala berfirman,

‫ْال َخ ِبيرا اللَّ ِطيفا َوه َاو َخلَقَا َم ْا‬


‫ن يَ ْعلَما أَ َالا‬

“Sejatinya yang menciptakan itu sangat mengetahui. Dan Dia adalah yang Maha Lembut
dan Maha Mengetahui.” (QS. Al-Mulk: 14)

Al-Khabir Yang mengetahui mata-mata yang khianat dan juga perkara-perkara yang
disembunyikan dalam dada. Dan Dia Maha Mengetahui terhadap jiwa yang memiliki
dada.2

Ketika menafsirkan nama Allah Al-Khabir pada surah Al-An’am ayat 18, Syekh
Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata, “Ia adalah yang menyingkap pengetahuan
terhadap hal-hal yang bersifat rahasia, apa-apa yang ada dalam hati, dan perkara-
perkara yang tersembunyi.”3

Imam Ibnu Jarir rahimahullah berkata dalam kitab tafsir beliau, “Al-Khabir adalah Yang
Mengetahui maslahat dan mafsadat segala sesuatu, tidak tersembunyi darinya akibat
dari segala urusan.”4

Dalil-dalil yang menunjukkan Al-Khabir sebagai nama Allah Ta’ala

Dalam menetapkan suatu nama sebagai nama Allah Ta’ala, para ulama mensyaratkan
adanya penyebutan nama tersebut dalam Al-Qur’an atau hadis-hadis yang sahih. Karena
perkara-perkara yang berkaitan dengan Allah Ta’ala seperti ini bersifat tauqifiyyah atau
baku dari pembuat syariat, dan akal manusia sama sekali tidak memiliki peran untuk
berijtihad.5

Dalil dari Al-Qur’an

Syaikh Muhammad Al-Hamud dalam kitabnya An-Nahjul Asma mengatakan bahwa


nama “Al-Khabir” telah disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 45 kali. Di antaranya,

‫ْال َخ ِبيرا ْال َح ِكيما َوه َوا‬

“Dan Dia Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 18)

‫ْال َخبِيرا ْالعَ ِليما نَبَّأَنِ َا‬


‫ي قَا َلا‬
“Beliau berkata,“Saya diberitahu oleh Yang Maha Mengetahui lagi Maha teliti’.” (QS. At-
Tahrim: 3)

‫لَ َخبِيرا يَ ْو َمئِذا بِ ِه ْام َربَّه ْام إِ َّنا‬

“Sesungguhnya Rabb mereka pada hari itu benar-benar mengetahui tentang diri mereka.”
(QS. Al-‘Adiyat: 11)

Dalil dari Hadis

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Aisyah radhiyallahu


‘anha tatkala beliau menyembunyikan sesuatu dari Rasulullah,

‫ْال َخبِيرا اللَّ ِطيفا لَي ْخبِ َرنِي أَ ْاو لَت ْخبِ ِرينِي‬

“Engkau harus memberitahukanku atau Allah Yang Mahalembut dan Maha Mengetahui
yang akan memberitahukanku.” (HR. Muslim, no. 1625)

Perbedaan antara Al-‘Alim dengan Al-Khabir

Al-‘Alim dan Al-Khabir sama-sama berarti yang mengetahui. Akan tetapi dari sisi objek,
keduanya memiliki perbedaan. Al-‘Alim berasal dari kata al-‘ilmu, sedangkan Al-Khabir
berasal dari kata al-khibrah.

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan al-‘ilmu itu zhahir (bagian luar dari pengetahuan),
sedangkan al-khibrah merupakan batin (bagian dalam yang tersembunyi). Dan
merupakan kesempurnaan ilmu adalah ketika mampu menyingkap al-khibrah tersebut.
Dengan begitu al-khibrah merupakan bagian dalam dari ilmu serta kesempurnaannya.”6

Dan diantara kesempurnaan Allah ‘Azza wa Jalla adalah memiliki dua nama ini
sekaligus, Al-‘Alim dan Al-Khabir.

Kandungan nama Allah “Al-Khabir”

Para ulama telah membuat kaidah bahwa pada setiap nama Allah yang menunjukkan
sifat muta’addi (membutuhkan objek) atau yang berkaitan dengan sesuatu yang ada
atau berwujud, memiliki tiga kandungan.7Dan nama Allah “Al-Khabir” termasuk nama
yang menunjukkan sifat muta’addi. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa ada tiga hal
yang terkandung di dalamnya.

Pertama, penetapan “Al-Khabir” sebagai salah satu asmaul husna atau nama-nama
Allah yang maha indah.
Kedua, penetapan al-khibrah sebagai sifat bagi Allah, yaitu mengetahui perkara-
perkara yang tersembunyi.

Ketiga, konsekuensi dari nama Allah “Al-Khabir” ini adalah Allah mengetahui segala
sesuatu, baik itu yang tampak maupun yang tersembunyi. Allah mengetahui segala
perbuatan makhluk dan segala yang tebersit dalam lubuk hati mereka. Dan tidak ada
sesuatupun baik di langit ataupun bumi yang tersembunyi serta luput dari pengetahuan
Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Letak keindahan nama Allah “Al-Khabir”

Telah disebutkan diatas, bahwa “Al-Khabir” merupakan salah satu nama Allah Ta’ala.
Dan Allah Ta’ala telah menegaskan bahwa nama-nama yang dimiliki-Nya adalah nama-
nama yang memiliki keindahan. Allah Ta’ala berfirman,

‫ِب َها فَادْعوها ْالح ْسنَى ْاأل َ ْس َماءا َو ِ َّا‬


ِ‫لِل‬

“Dan Allah itu memiliki nama-nama yang maha indah. Maka berdoalah kalian dengan
nama-nama itu.” (QS. Al-A’raf: 180)

Sedangkan diantara letak keindahan pada nama Allah “Al-Khabir” adalah pada dua segi,
kandungan dan lafal.

Secara lafal, Allah Ta’ala tidak memilih Al-‘Arif sebagai nama-Nya walaupun artinya
sama, yaitu mengetahui. Namun, Dia memilih Al-Khabir dan Al-‘Alim sebagai nama-Nya
karena lebih mudah diucapkan dan lebih nyaman didengar.

Letak keindahan lain dari Al-Khabir adalah dari segi kandungannya. Padanya
terkandung sifat pengetahuan yang sangat sempurna. Dan kesempurnaan sifat tersebut
bersifat mutlak dari berbagai sisi. Pengetahuan-Nya tidak didahului dengan kebodohan,
tidak ternodai dengan kelupaan, dan tidak pernah berkurang ataupun hilang.

Pada nama Al-Khabir, terdapat kelaziman penetapan sifat-sifat lain (selain al-khibrah)
bagi Allah. Diantaranya adalah:

1. Al-‘ilmu (mengetahui)

2. Al-hayah (hidup)

3. As-sam’u (mendengar)

4. Al-bashar (melihat)

Pengaruh nama Allah “Al-Khabir” dalam ibadah


Ketika seorang muslim telah mengetahui bahwa Allah Ta’ala itu Al-Khabir dan
memahami maknanya dengan benar, maka ini akan memberikan efek positif dalam
ibadahnya. Diantara efek positif tersebut adalah:

1. Menumbuhkan rasa muraqabatullah (merasa diawasi Allah) yang sempurna


dalam jiwa seorang hamba. Karena ia mengetahui bahwa Allah Ta’ala itu Maha
Mengetahui segala perbuatan dan dosa-dosanya.8

2. Menumbuhkan pada jiwa seorang hamba keinginan untuk menyucikan hati dari
berbagai penyakit hati berupa hasad/iri, riya’ (ingin amalannya dilihat orang
lain), kemunafikan, dan yang lainnya.9

3. Menumbuhkan rasa takut kepada Allah Ta’ala. Karena Allah Ta’ala melihat dan
mengetahui segala sesuatu yang ada pada batinnya, sehingga ia menjaga lisannya
dari berbuat bohong, ghibah, adu domba, dan yang lainnya. Dan ia juga akan
menjaga anggota tubuhnya dari berbuat jahat kepada orang lain.10

Demikianlah ulasan singkat tentang makna nama Allah “Al-Khabir”. Semoga dengan
memahami nama Allah ini dapat membawa dampak positif bagi ibadah dan keseharian
kita.

Wallahu a’lam.

Daftar Pustaka:

 Syarhun Mujaz li Asma-illah Al-Husna. Dr. Ali Musri Semjan Putra, M.A
 An-Nahj Al-Asma. Muhammad Al-Hamud An-Najdi.
 Al-Qawaid al-Mutsla. Muhammad bin Shalih al-Utsaimin. Darul Aqidah.
 Taisir Karim ar-Rahman. Abdurrahman As-Sa’di. Maktabah Syamilah.
 Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Quran. Ibnu Jarir ath-Thabari. Maktabah Syamilah.
 Badai’ al-Fawaid. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah. Maktabah Syamilah.

Catatan Kaki

1An-Nahjul Asma, Muhammad al-Hamud an-Najdi, 1/267.

2Syarhun Mujaz li Asmaillah al-Husna, Dr. Ali Musri Semjan Putra, 22. Asalnya dari
Ta’liq Syaikh ‘Ali Nashir al-Faqihi ‘ala Kitab At-tauhid li Ibni Mandah, 2/117.

3 Taisir Karim ar-Rahman, Abdurrahman As-Sa’di, 251, Maktabah Syamilah

4 Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Quran, Ibnu Jarir ath-Thabari, 11/288, Maktabah Syamilah
5 Al-Qawaid al-Mutsla, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hal. 12

6 Badai’ al-Fawaid, Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, 2/131, Maktabah Syamilah

7 Al-Qawaid al-Mutsla, Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, hal. 10

8 Syarhun Mujaz li Asmaillah al-Husna, Dr. Ali Musri Semjan Putra, 22

9 Ibid

10 Ibid

Penulis: Muhammad Nurul Fahmi

Pemurajaah: Ust. Sanusin Muhammad, M.A

Al-Bashir
‫البصير‬
( MAHA MELIHAT)

Nov 17, 2011 | Asy Syariah Edisi 039 |


(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar ZA)
Al-Bashir (ُ‫صير‬ ْ adalah salah satu Al-Asma`ul Husna. Allah l menyebut nama-Nya ini
ِ َ‫)الب‬
dalam beberapa ayat, di antaranya dalam surat An-Nisa` ayat 58:
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”
Juga dalam Asy-Syura ayat 11:
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.”
Dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ari z, juga disebutkan:
‫ي ِ َم َُع كنَّا‬
ُ ‫ النَّ ِب‬n ‫سفَرُ ِفي‬ َ ‫علَ ْونَا ِإذَا فَكنَّا‬ َ ‫ل النَّ ِبيا‬ ‫ فَقَا َا‬،‫ َكب َّْرنَا‬n: ‫ال غَا ِئبًا‬ ‫ص َّام َو َ ا‬ َ َ‫ال تَدْعونَا أ‬ ‫ فَإِنَّك ْام َ ا‬،‫ار َبعوا َعلَى أَ ْنفسِك ْم‬ ْ ،‫أَي َها النَّاس‬
‫ل َا‬
‫ال‬ ‫ ق ْا‬،‫ يَا َع ْب ادَ هللاِا بْنَا قَيْس‬:‫ل‬ ‫ فَقَا َا‬.ِ‫لل‬
‫ال بِا ا‬ َّ
‫ال ق َّو اة َ إِ ا‬ ‫ل َو َ ا‬ ‫ال َح ْو َا‬‫ َ ا‬:‫ي َوأنَا أقولا فِي نَ ْفسِي‬ َ َ َ
‫ ث َّام أتَى َعلَ َّا‬.‫يرا‬ ً ‫ص‬ َ ‫ن ات َدْعونَا‬
ِ َ‫س ِميعًا ب‬ ‫َولَ ِك ْا‬
‫أَ ْاو قَا َا‬- ‫وز ْال َجنَّ ِاة‬
‫ل‬ ‫ن كن ِا‬ ‫للِ فَإِ َّن َها َك ْنزا ِم ْا‬
‫ال ِبا ا‬ ‫ال ق َّو اة َ ِإ َّ ا‬‫ل َو َ ا‬ ‫ َح ْو َا‬- ‫ِي َك ْنزا‬ ‫ال أَدلكَا َعلَى َك ِل َمةا ه َا‬ ‫ن أَ َ ا‬
‫وز ِم ْا‬ ْ ‫ال‬
‫ال َجنَّ ِاة كن ِا‬، ‫ل َا‬ ‫ِإ َّ ا‬
‫ال ق َّو اة َ َو َ ا‬
‫ال َح ْو َا‬
ِ‫لل‬
‫بِا ا‬
“Kami bersama Nabi n. Bila kami menaiki dataran tinggi, maka kami mengucapkan
takbir.1 Maka beliau mengatakan: ‘Wahai manusia kasihilah diri kalian, karena kalian
tidaklah menyeru Dzat yang tuli atau jauh, akan tetapi Ia Maha Mendengar dan Maha
Melihat.’
Lalu beliau mendatangiku, sementara aku sedang mengucapkan dalam diriku: ‘La haula
wala quwwata illa billah.’ Lalu beliau mengatakan: ‘Wahai Abdullah bin Qais (nama Abu
Musa), ucapkan La haula wala quwwata illa billah. Sesungguhnya itu adalah salah satu
kekayaan yang tersimpan di surga.’ Atau beliau mengatakan: ‘Tidakkah kamu mau aku
tunjuki salah satu harta kekayaan di surga? La haula wala quwwata illa billah’.” (Shahih,
HR. Al-Bukhari no. 5905, 7386)
Dengan demikian, maka kita mengimani bahwa salah satu Al-Asma`ul Husna adalah Al-
Bashir (‫صير‬ ِ َ‫)الب‬, artinya Yang Maha Melihat. Dan dengan demikian, berarti salah satu sifat
Allah l adalah Al-Bashar (‫صر‬ ‫ )البَ َا‬yakni melihat.
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di t mengatakan: “Al-Bashir maknanya adalah Yang
melihat segala sesuatu walaupun lembut dan kecil. Maka, Ia melihat langkah semut kecil
yang hitam di malam yang kelam di atas batu yang keras. Ia juga melihat apa yang di
bawah tujuh bumi sebagaimana melihat apa yang di atas langit yang tujuh. Ia juga
mendengar dan melihat siapa saja yang berhak mendapatkan balasan-Nya sesuai
hikmah-Nya. Dan makna yang terakhir ini kembali kepada hikmah-Nya.” (Tafsir As-
Sa’di)
Dalam ayat dan hadits yang lain, Allah l menyebutkan sifat melihat dengan sebutan
ru`yah (‫ َي َرى‬-‫)رأْ َيةًا‬, sebagaimana Allah l sebutkan dalam surat Thaha ayat 46:
“Allah berkata: Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku bersama kamu
berdua, Aku mendengar dan melihat.”
Dan dalam surat Al-‘Alaq ayat 14:
“Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?”
Dalam hadits Nabi n disebutkan:
‫قَا َا‬: ‫ن فَأ َ ْخ ِب ْر ِني‬
‫ل‬ ‫ان َع ْا‬
‫س ِا‬ ِْ ‫ل‬
َ ْ‫اإلح‬. ‫قَا َا‬: ‫ن‬ ‫هللاَ تَ ْعب ادَ أ َ ْا‬ ‫ت ََراها َكأ َ َّنكَا ا‬، ‫ن‬ ‫ن لَ ْام فَاإ ِ ْا‬
‫َي َراكَا فَإِنَّها ت ََراها ت َك ْا‬
“Malaikat Jibril mengatakan kepada Nabi: ‘Apakah ihsan itu?’ Beliau menjawab: ‘Yaitu
engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan jika engkau tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihatmu’.” (Shahih, HR Al-Bukhari dan
Muslim)
Qiwamussunnah Al-Ashfahani t mengatakan: “Maka, penglihatan Sang Pencipta tidak
seperti penglihatan makhluk, dan pendengaran Sang Pencipta tidak seperti
pendengaran makhluk… Sehingga Allah k melihat apa yang di bawah tanah dan apa
yang di bawah bumi yang ketujuh, serta apa yang di langit-langit yang tinggi. Tidak ada
sesuatupun yang luput atau tersembunyi dari pandangan-Nya. Ia melihat apa yang
berada di dalam lautan berikut kegelapannya, sebagaimana ia melihat apa yang di
langit. Sementara manusia hanya melihat apa yang dekat dengan pandangannya,
adapun yang jauh tidak mampu mereka lihat. Dan manusia tidak mampu melihat
sesuatu yang tertutupi antara dia dengannya…
Terkadang nama itu sama, akan tetapi maknanya berbeda.” (Al-Hujjah, 1/181)
Allah l menyebutkan pula dalam Al-Qur`an sifat An-Nazhar (‫ظر‬ َ َ‫ )الن‬yang artinya juga
melihat. Firman-Nya:
‫ﰀ ﰀ ﰀ ﯿ ي‬
“Dan Allah tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat.” (Ali ‘Imran: 77)
Sifat ini juga disebutkan dalam hadits Nabi n, dari Abu Hurairah z, dia berkata:
‫هللاِ َرسولا قَا َا‬
‫ل‬ ‫ ا‬n: ‫ن‬ ‫هللاَ ِإ َّا‬
‫ال ا‬ ‫ن َوأ َ ْم َوا ِلك ْام ص َو ِرك ْام ِإلَى يَ ْنظرا َ ا‬
‫َوأَ ْع َما ِلك ْام قلو ِبك ْام ِإلَى يَ ْنظرا َولَ ِك ْا‬
Rasulullah n bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa-rupa dan harta
benda kalian, akan tetapi melihat kepada kalbu dan amal kalian.” (Shahih, HR. Muslim)
Dalam ayat dan hadits yang lain juga disebutkan bahwa Allah l memiliki mata. Dan ini
adalah sifat Allah l yang berkaitan dengan Dzat-Nya. Tentunya mata Allah l sesuai
dengan keagungan dan kebesaran-Nya, tidak sama dengan mata makhluk yang identik
dengan kelemahan dan kekurangan. Nama bisa sama, akan tetapi hakikatnya berbeda.
Karena Allah l berfirman:
“Tidaklah ada yang serupa dengan-Nya sesuatu apapun, dan Ia Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.” (Asy-Syura: 11)
Tentang sifat ini, telah Allah l sebutkan dalam beberapa ayat:
“Dan buatlah bahtera itu dengan penglihatan mata Kami dan petunjuk Kami.” (Hud: 37)
“Dan aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku, dan supaya
kamu diasuh di bawah pengawasan mata-Ku.” (Thaha: 39)
“Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan dari Rabbmu, maka sesungguhnya kamu
dalam penglihatan mata Kami.” (Ath-Thur: 48)
Dalam hadits Abu Hurairah z disebutkan:
َ‫هللاِ َرسولا قَ َراأ‬‫ ا‬n:{‫ض َاع } ﯯ ﯰ ﯱ ﯲ ﯳ‬ َ ‫صبَعَها فَ َو‬ ْ ِ‫اء إ‬ ‫لى الد َع ِا‬ ‫لى َوإِ ْب َها َمها َع ْينَ ْي ِاه َع َا‬‫أذنَ ْي ِاه َع َا‬
“Nabi n membaca ayat ini (artinya): ‘Sesungguhnya Allah Maha Mendengar dan Melihat.’
Lalu beliau meletakkan jari telunjuknya pada kedua matanya dan ibu jarinya pada pada
dua telinganya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dalam Kitabut Tauhid hal. 43, Ad-
Darimi dalam Radd ‘alal Marisi hal. 47, Ibnu Hibban no. 265, Al-Baihaqi dalam Al-Asma`
wash Shifat no. 390. Dan lafadz hadits di atas adalah lafadz Ad-Darimi t. Dishahihkan
oleh Al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud)
Al-Harras t berkata: “Makna hadits ini adalah Allah l mendengar dengan pendengaran
dan melihat dengan mata. Sehingga hadits ini merupakan bantahan terhadap Mu’tazilah
dan sebagian Asy’ariyyah yang berpendapat bahwa pendengaran-Nya artinya
pengetahuan-Nya terhadap sesuatu yang dapat didengar, dan penglihatan-Nya adalah
pengetahuan-Nya terhadap sesuatu yang dapat dilihat. Tanpa diragukan lagi, ini adalah
tafsir yang salah. Karena pendengaran dan penglihatan itu maknanya lebih dari sekadar
pengetahuan, karena pengetahuan terkadang dapat diperoleh tanpanya.” (Syarh
Nuniyyah, 2/72-73)
Dalam hadits yang lain disebutkan:
‫هللاَ إِ َّا‬
‫ن‬ ‫ال ا‬ ‫ن َعلَيْك ْام يَ ْخفَى َ ا‬ ‫هللاَ إِ َّا‬
‫ْس ا‬ ‫ ِبأَع َْو َار لَي َا‬-‫َارا‬
َ ‫ َع ْينِ ِاه إِلَى بِيَ ِادِاه َوأَش‬- ‫ن‬ ‫ح َوإِ َّا‬‫ل الـْ َمسِي َا‬ ‫ْن أَع َْورا الدَّ َّجا َا‬‫ن ْالي ْمنَى ْالعَي ِا‬
‫ِعنَبَةا َع ْينَها َكأ َ َّا‬
‫طافِ َيةا‬َ
“Sesungguhnya Allah tidak tersamarkan pada kalian. Sesungguhnya Allah tidak buta
sebelah (dan beliau mengisyaratkan kepada matanya). Dan sesungguhnya Al-Masih Ad-
Dajjal mata sebelah kanannya cacat, seolah matanya sebiji anggur yang menonjol.” (HR.
Al-Bukhari no. 4707 dari Ibnu ‘Umar c)
Ibnu Khuzaimah t mengatakan: “Maka wajib atas setiap mukmin untuk menetapkan
bagi Penciptanya, Pembentuk rupanya, apa yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta
dan Pembentuk rupa untuk diri-Nya, yaitu mata. Adapun selain mukmin, dia menolak
dan meniadakan dari Allah l apa yang Allah l tetapkan untuk diri-Nya dalam Al-Qur`an,
dengan keterangan dari Nabi n yang Allah l angkat sebagai penjelas apa yang datang
dari-Nya.
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur`an agar kamu terangkan kepada manusia apa
yang diturunkan kepada mereka.” (An-Nahl: 44)
Nabi n menerangkan bahwa Allah l memiliki dua mata, maka keterangan beliau sesuai
dengan keterangan Al-Qur`an….”
Beliau juga mengatakan: “Dan kami mengatakan: ‘Rabb kami, Sang Pencipta, memiliki
dua mata. Dengan keduanya, Ia melihat apa yang berada di bawah tanah dan bahkan di
bawah bumi yang ketujuh dan apa yang berada pada langit-langit yang tinggi.”
Demikian pula hal ini diterangkan oleh Al-Lalaka`i t dalam Ushulul I’tiqad.
Ibnu Utsaimin t mengatakan: “Ahlus Sunnah bersepakat bahwa mata Allah l ada dua.
Yang mendukung ijma’ (kesepakatan) ini adalah sabda Nabi n tentang Dajjal:
‘Sesungguhnya ia buta sebelah, dan Rabb kalian tidak buta sebelah’.” (‘Aqidah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah)

Buah Mengimani Nama Al-Bashir


Tentu buah mengimani nama ini sangat jelas, yaitu akan menumbuhkan sikap
muraqabah pada diri orang yang mengimaninya. Yakni, dia senantiasa merasa diawasi
Allah l. Sehingga ia selalu mawas diri dan mempertimbangkan segala langkah yang akan
ia tempuh dalam gerak-geriknya.

Sumber Bacaan:
q Shifatullah Al-Waridah fil Kitabi Was Sunnah
q Tafsir As-Sa’di
q Syarh Nuniyyah, dll.

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


99 Asmaul Husna
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

Nama : Novia Dwi Ramadhanella


Kelas : VIII.

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Asmaul Husna
AL-ALIM
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

Nama : Novia Dwi Ramadhanella


Kelas : 7.9

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Asmaul Husna
AS-SAMI’
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

Nama : Novia Dwi Ramadhanella


Kelas : 7.9

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Asmaul Husna
AL-KHABIR
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

Nama : Novia Dwi Ramadhanella


Kelas : 7.9

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Asmaul Husna
AL-BASIR
D
I
S
U
S
U
N

OLEH :

Nama : Novia Dwi Ramadhanella


Kelas : 7.9

Anda mungkin juga menyukai