BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dzun Nun al-Misri adalah seorang tokoh sufi yang telah banyak memberikan sumbangsih
berharga bagi perjalanan tasauf di dunia Islam, Sesungguhnya faham sufi (sufisme) itu
berkembang dari waktu ke waktu mengikuti keadaan jaman. Sejak jaman Rasulullah saw hingga
sekarang, banyak diwarnai dengan keragaman. Adapun keragaman tersebut muncul dalam
beberapa tahapan perkembangan.
Sebagian ulama berpendapat, ayat-ayat Al-Qur`an yang turun di Mekkah -periode Makkiyah
sudah menekankan betapa pentingnya spiritual, dalam kaitannya tentang orientasi kenabian dan
tentang wahyu. Dikisahkan pengalaman spiritual kenabian yang dilalui Rasulullah saw (dikenal
dengan Isra` Mi`raj),
Sebagian ulama filosof mengatakan, bahwa pengalaman isra` mi`raj Nabi lebih kepada
pengalaman spiritual. Para yang mendapat cerita tentang isra` mi`raj langsung menerima dan
mereka tidak bertanya mengenai pengalaman-pengalaman tersebut. Ada sejumlah alasan
mengapa demikian, karena mereka dilatih untuk suatu tujuan moral atas dasar keagamaan. Lagi
pula aktifitas mereka telah membuat mereka cenderung untuk tidak bertanya-tanya tentang
rahasia metafisik itu. Kedua, mereka menganggap bahwa pengalaman-pengalaman spiritual Nabi
saw tersebut merupakan ciri khas seorang rasul atau utusan Tuhan. Sedangkan kewajiban mereka
hanya mengimani dan melaksanakan apa yang diyakininya itu.
Dalam masa ini, Rasulullah saw menanamkan kepada umatnya -walaupun pada tingkatan
yang berbeda- suatu keyakinan tentang ketuhanan, keesaanNya, kemahakuasaanNya, serta
perasaan mendalam pada pertanggungjawaban dihadapan pengadilan Tuhan menyangkut
perilaku selama di dunia.
Ajaran Rasulullah ini mendapat sambutan yang mendalam oleh para sahabat, terutama yang
sangat dikenal adalah Abu Dzar Al Ghiffari. Dimana sepeninggal Rasulullah, Abu Dzar
merupakan tokoh penting yang dikenal keshalihannya dimata penduduk Madinah. Keshalihan
Abu Dzar inilah yang kemudian menjadi pondasi bagi perkembangan zuhud (sufi) dua abad
pertama Hijriyah.
Pada perkembangan berikutnya, keshalihan beragama secara spiritual ini muncul dalam
bentuk kehidupan zuhud. Kemunculan kehidupan zuhud dipengaruhi oleh kondisi umat Islam
disaat itu yang tenggelam dalam menikmati kemewahan duniawi. Kemewahan duniawi itu
dipengaruhi oleh keberhasilan pemerintahan Islam dalam mengembangkan politik dan militer
hingga ke seluruh jazirah Arabia.1[1]
Menurut sebagian ulama, kehidupan zuhud semata-mata merupakan reaksi terhadap
kehidupan sekuler dan sikap penguasa Dinasti Umayyah yang dianggap kurang religius. Artinya,
Dinasti Umayyah telah meninggalkan keshalehan dan kesederhanaan hidup sebagaimana yang
pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw dan para sahabat empat.2[2]
Dua abad sesudah hijriyah, kemudian bermunculan tokoh-tokoh (ulama) zuhud
mengembangkan konsep spiritual (batiniah) dalam beribadah disamping konsep syariat. Lalu
muncullah istilah sufisme (gerakan sufi) sebagai protes terhadap kehidupan umat Islam yang
dianggap kurang religius karena tenggelam dalam kemewahan duniawi. Diantara dari para ulama
zuhud itu, salah satu yang sangat terkenal adalah Hasan al-Basri. Pengaruh konsep ajarannya
demikian kuat selama berabad-abad.
Setelah itu, tradisi hidup sufi dikenal sebagai cara tertentu. Pada masa itu konsep ulama
zuhud yang sangat populer adalah pemahaman tentang tawakkal (berserah diri kepada Tuhan).
Kemudian berubah menjadi dokrin-dokrin yang sangat mencolok. Mereka menempuh jalan sufi
dengan menyerahkan diri secara totalitas kepada Allah.
Dari sini kemudian muncul ulama-ulama sufi besar seperti Malik bin Dinar, Ibrahim bin
Adham, Rabi`ah al Adhawiyah dan masih banyak lagi. Kencenderungan pengaruh ajaran sufi
1[1] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grapindo Persada : 2010),
hlm.47
2[2] ibid
pada saat itu misalnya dapat dijumpai dalam cerita tentang bagaimana Malik bin Dinar mencari
nafkah (rejeki).
Malik bin Dinar memilih hanya memiliki sebidang tanah. Dimana, sebidang tanah itu dia
mengusahakan kehidupan tanpa menggantungkan dirinya kepada orang lain. Sementara Wasi`
lebih menyukai menjadi orang yang jika makan tidak peduli darimana dia akan memperoleh
makanan lagi nanti.
Ciri khas gerakan pada masa itu hanyalah pada zuhud dan rajin beribadah yang bertujuan
untuk membersihkan jiwa secara lahir bathin. Belum ada teori-teori khusus yang menonjol.Baru
pada abad ketiga hijriyah, muncul ulama-ulama besar dalam tradisi sufi, diantaranya ialah Al
Muhasibi, Dzun Nun Al Misri, Abu Yazid al Bistami, Junaid Al Baghdadi dan Abu Manshur al
Halajj.
Ulama-ulama sufi tersebut menggunakan kebiasaan (tradisi) berpikir yang berkembang pada
masa itu. Dzun Nun Al Misri memiliki konsep sufi yang dikenal "al ma`rifah" (pengetahuan).
Abu Yazid al Bistami merumuskan konsep yang disebutnya "Al Ittihad (penyatuan hamba
dengan Tuhan). Adapun Abu Manshur al Hallaj yang dikenal dengan Al Hallaj merumuskan
konsep yang disebut "Al Hulul" "(Tuhan mengambil tempat dalam diri seseorang).
Sesungguhnya konsep-konsep tersebut semula tidak dikenal dalam islam. Konsep tersebut
hanyalah pengaruh dari beberapa tradisi pemikiran yang ada. Namun dengan konsep tersebut,
para sufi meyakini bisa memperoleh pengetahuan tidak dengan alat indrawi atau akal
sebagaimana yang ditempuh oleh para filsuf dan teolog, melainkan dengan hati dan perasaan.
BAB II
PEMBAHASAN
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN DZUN AL MISRI TENTANG MARIFAT
Dzun-Nun Al-Mishri nama lengkapnya adalah Abu Al-Faid Tsauban bin Ibrahim, Ia
dilahirkan di Ikhmin, dataran tinggi Mesir, Pada tahun 180 H/796 M. Dan wafat pada tahun 246
H/856 M dan makam kan dekat makam Amr bin Ash dan Uqbah bin AL Harun.3[3] Ia adalah
4[4] Ibid
Baghdad selama 40 hari. Dan setelah bebas Dzun Nun pulang kenegeri asalnya dan
mengamalkan ilmu yang ia dapat. Dalam perjalanan hidupnya Al-Misri selalu berpindah dari
satu tempat ketempat yang lain, Ia pernah menjelajahi berbagai daerah di Mesir, mengunjungi
Bait Al-Maqdis, Bagdad, Mekah, Hijaz, Syria, Pegunungan Lebanon, Anthokiah dan Lembah
Kanan.5[5] Waliyullah yang bangga dan dibanggakan oleh Mesir ini berasal dari Nubay (satu
suku di selatan Mesir) kemudian menetap di kota Akhmim (sebuah kota di propinsi Suhaj). Kota
Akhmin ini rupanya bukan tempat tinggal terakhirnya. Sebagaimana lazimnya para sufi, ia selalu
menjelajah bumi mensyiarkan agama Allah mencari jati diri, menggapai cinta dan ma'rifatulah
yang hakiki.
Suatu ketika dalam perjalanan yang dilalui kekasih Allah ini, ia mendengar suara genderang
berima rancak diiringi nyanyi-nyanyian dan siulan khas acara pesta. Karena ingin tahu apa yang
terjadi ia bertanya pada orang di sampingnya : "ada apa ini?". Orang tersebut menjawab : Itu
sebuah pesta perkawinan. Mereka merayakannya dengan nyanyi-nyanyian dan tari-tarian yang
diiringi musik ". Tidak jauh dari situ terdengar suara memilu seperti ratapan dan jeritan orang
yang sedang dirundung duka. "Fenomena apa lagi ini ?" begitu pikir sang wali. Iapun bertanya
pada orang tadi. Dengan santai orang tersebut menjawab : "Oh ya, itu jeritan orang yang salah
satu anggota keluarganya meninggal. Mereka biasa meratapinya dengan jeritan yang
memekakkan telinga ". Di sana ada suka yang dimeriahkan dengan warna yang tiada tara. Di sini
ada duka yang diratapi habis tak bersisa. Dengan suara lirih, ia mengadu : "Ya Allah aku tidak
mampu mengatasi ini. Aku tidak sanggup berlama-lama tinggal di sini. Mereka diberi anugerah
tidak pandai bersyukur. Di sisi lain mereka diberi cobaan tapi tidak bersabar ". Dan dengan hati
yang pedih ia tinggalkan kota itu menuju ke Mesir (sekarang Kairo).6[6]
Tidak ada maksud paparan berikut ini supaya Dzunnun al-Misri menjadi lebih terpuji.
Sebab apa yang dia harapkan dari pujian makhluk sendiri ketika Yang Maha Sempurna sudah
memujinya. Apa artinya sanjungan berjuta manusia dibanding belaian kasih Yang Maha
Penyayang ?. Dan hanya dengan harapan semoga semua menjadi hikmah dan manfaat bagi
semua paparan berikut ini hadir Imam Qusyairy dalam kitab Risalah-nya mengatakan "Dzunnun
adalah orang yang tinggi dalam ilmu ini (Tasawwuf) dan tidak ada bandingannya. Ia sempurna
dalam Wara', Haal, dan adab". Tak kurang Abu Abdillah Ahmad bin Yahya al-Jalak mengatakan
"Saya telah menemui 600 guru dan aku tidak menemukan ada
seperti keempat orang ini : Dzunnun al-Misry, ayahku, Abu Turob, dan Abu Abid al-Basry".
Seperti berlomba memujinya sufi terbesar dan ternama Syaikh Muhiddin ibn Araby Sulton al-
Arifin dalam hal ini mengatakan "Dzunnun telah menjadi Imam, bahkan Imam kita".7[7]
Pujian dan penghormatan pada Dzunnun bukan hanya diungkapkan dengan kata-kata. Imam
al-Munawi dalam Tobaqoh-nya bercerita : Sahl al-Tustari (salah satu Imam tasawwuf yang
besar) dalam beberapa tahun tidak duduk maupun berdiri bersandar pada mihrab. Ia juga seperti
tidak berani berbicara. Suatu ketika ia menangis, bersandar dan bicara tentang makna-makna
yang tinggi dan Isyaraat yang menakjubkan. Ketika ditanya tentang ini, ia menjawab "Dulu
waktu Dzunnun al-Misri masih hidup, aku tidak berani berbicara tidak berani bersandar pada
mihrab karena menghormati beliau. Sekarang beliau telah wafat, dan seseorang berkata padaku
padaku : berbicaralah!! Engkau telah diberi izin".
Sebelum Al-Misri, sebenarnya sudah ada sejumlah guru sufi, tetapi a adalah orang pertama
yang memberi tafsiran terhadap isyaratisyarat tasawuf. Ia pun merupakan orang pertama di
Mesir yang berbicra tentang ahwal dan inaqwnal para wali dan orang yang pertama memberi
definisi tauhid dengan pengertian yang bercorak sufislik. Ia mempunyai pengaruh besar terhadap
pernbentukan pemikiran tasawuf. Tidaklah mengherankan kalau sejum lab penulis menyebutnya
sebagai salali seorang peletak dasar tasawuf.
Pendapat tersebut cukup beralasan mengingat AI-Mishri hidup pada masa awal
pertumbuhan ilmu tasawuf. Lagi pula, a seorang sufi pengembara yang memiliki kemampuan
dan keberanian untuk menyatakan pendapatnya. Keberaniannya itulah yang rnenyebab kannya
harus berhadapan dengan gelombang protes yang disertai dengari tuduhan zindiq. Akibatnya, a
dipanggil menghadap Khalifah AI-Mutawakkil, namun ia dibebaskan dan dipulangkan ke Mesir
dengan penuh penghormatan. Kedudukannya sebagai wali diakui secara umurn tatkala Ia
meninggalkan dunia yang fana ini.8[8]
8[8] Ibid
Al Ghazali dalam ihya memandang bahwa marifah datang sebelum mahabbah tetapi Al
Kalabadi dalam al Taarruf menyebut dan menjelaskan bahwa marifah sesudah mahabbah, ada
pula yang berpendapat bahwa keduanya merupakan kembar dua yang selalu disebut bersama,
keduanya menggambarkan keadaan dekatnya hubungan seorang sufi dengan tuhan, mahabbah
menggambarkan hubungan rapat dalam bentuk cinta dan marifah menggambarkan hubungan
rapat dalam bentuk pengetahuan dengan hati sanubari9[9],
Al-Misri adalah pelopor paham marifat, Penilaian ini sangatlah tepat karena berdasarkan
riwayat Al-Qathfi dan Al-Masudiyang kemudian dianalisis Nicholsondan Abd Al-Qadir
dalam falsafah Al-sufiah fi Al-Islam; Al-Misri berhasil mernperkenaikan corak baru tentang
marifat dalam bidang sufisme Islam. Pertama, a membedakan antara marifat sufiah dengan
marifat aqliyah. Marifat yang pertama menggunakan pendekatan qalb yang biasa digunakan
para sufi, sedangkan marifat yang kedua menggunakan pendekatan akal yang biasa digunakan
para teolog.
Kedua, menurut Al-Misri, marifat sebenarnya adalah musyahadah qalbiyah (penyaksian
hati), sebab mariat merupakan fitrah dalam hati manusia sejak azali. Ketiga, teori-teori marifat
Al-Misri menyerupai gnosisme ala Neo-Platonik. Teori-teorinya itu kemudian dianggap sebagai
jembatan menuju teori-teori wahdat asy-syuhud dan ittihad. Ia pun dipandang sebagai orang
yang pertama kali memasukkan unsur falsafah dalam tasawuf.10[10]
Pandangan-pandangan Al-Mishri tentang marifat pada mulanya sulit diterima kalangan
teolog sehingga a dianggap sebagai seorang zindiq dan ditangkap khalifah, tetapi akhirnya
dibebas Berikut ini beberapa pandangannya tentang hakikat marifat
1. Sesungguhnya marifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan Tuhan, sebagaimana yang
dipercayai orang-orang mukmin, bukan pula ilinuilinu hurliwi dan nazliar milik para hakim,
mutakalimin, dan ahii balaghah, tetapi marifat terhadap keesaan Tuhan yang khusus dimiliki
para wall Allah. Hal iiui karena mereka adalah orang yang nienyaksikan Al lab dengan hatinya,
sehingga terbukaia baginya apa yang tidak dibukakan untuk hamba-hamba-Nya yang lain11[11]
9[9]Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Bulan Bintang, Jakarta
:1973),hlm.75
10[10]Abdul Qadir Mahmud, Falsujulu .4 s/i /1 t/-I.v/wn. Dar ,Al-Fikr (Al-Arab. Kairo, 1966)
hIm. 306
11[11]Ibid
2. Marifat yang sebenarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya marifat yang
rnurni seperti matahari tak dapat dilihat kecuali dengan cahayanya. Salah seorang hamba
mendekat kepada Allah sehingga a merasa hilang dirinya, lebur dalarn kekuasaan-nya, mereka
merasa hamba, mereka bicara dengan ilmu yang telah diletakkan Allah pada lidah mereka,
mereka melihat dengan penglihatan Allah, mereka berbuat dengan perbuatan Allah.12[12]
Kedua pandangan AI-Mishri di atas menjelaskan bahwa marifat kepada Allah tidak dapat
ditempuh melalui pendekatan akal dan pernbuktian-pembuktian, tetapi dengan jalan marifat
batin, yakni Tuhan menyinari hati manusia dan menjaganya dari kecemasan, sehingga semua
yang ada di dunia ini tidak mempunyal arti lagi. Melalui pendekatan ini sifat-sifat rendah
manusia perlahan-lahan terangkat ke atas dan selanjutnya menyandang sifat-sifat luhur seperti
yang dimiliki Tuhan, sampai akhirnya Ia sepenuhnya hidup di dalam Nya dan lewat diri-Nya. Al-
Misri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi tiga macam yaitu:
a. Pengetahuan untuk seluruh muslim,
b. Pengetahuan khusus untuk para filosof dan ularna,
c. Pengetahuan khusus untuk para wali Allah.13[13]
Menurut Harun Nasution, pengetahuan jenis pertama dan kedua belum dimasukkan dalam
kategori pengetahuan hakiki tentang Tuhan. Keduanya belum disebut dengan marifat tetapi
disebut dengan ilmu, sedangkan pengetahuan jenis ketiga harus disebut dengan marifat Dan
ketiga macam pengetahuan tentang Tuhan di atas, jelaslah bahwa pengetahuan tingkat auliya
lah yang paling tinggi tingkatan nya, karena mereka mencapal tingkatan musyahadah, sebaiknya
para ulama dan filosofi tidak dapat mencapai maqam ini, sebab mereka masih menggunakan akal
untuk mengetahui Tuhan, sedangkan akal mempunyai keterbatasan dan kelemahan.
Dalam perjalanan rohani Al-Misri mempunyai sistematika sendiri tentang jalan menuju tingkat
marifat? Dari teks-teks ajarannya, Abdul Hamid Mahmud mencoba menggambarkan sistematika
Al-Misri sebaga berikut:
a. Ketika ditanya tentang siapa sebenarnya orang bodoh itu, Al-Misri menjawab, Orang yang tidak
mengenal jalan menuju Allah dan tidak ada usaha untuk mengenal-Nya.
12[12]Reynold A. Nicholson, The Mystics ofislan ( Routledge and Kegan Paul, London:1975), hIm. 115 .
14[14] Abd Nashr AI-Sarraj Ai-Thusj, Al-Lzuna , Dar Al-Kutub Ai-Haditsah. (Mesir: 1960). hlm. 61
Maqamat menurutnya adalah kedudukan hamba dalam pandangan Allah, menurut apa yang
diusahakannya berupa ibadah, perjuangan, latihan dan perjalanan menuju Allah Swt. Pandangan
Al-Mishri tantang maqamat, dikemukakan pada beberapa hal saja, yaitu At-taubah, Ash-shabr,
Al-tawakal, dan Ar-rida. Dalam Dairat Al-Marifat Al-Islamiyah terdapat keterangan yang
berasal dan Al-Mishri bahwa simbol-simbol zuhud adalah sedikit cita-cita, mencintai kefakiran,
dan memiliki rasa cukup yang disertai dengan kesabaran. Kendatipun demikian, dapat dikatakan
bahwa jumlah maqam yang disebut Al-Misri lebih sedikit dibandingkan dengan penulis
sesudahnya.
Untuk maqam pertama secara umum seseorang harus menempuh jalan tobat dimana
menurut Al-Mishri, ada dua macam tobat, yaitu tobat awam dan tobat khawas. Orang awam
bertobat karena kelalaian (dan mengingat Tuhan). Dalam ungkapan lain, ia mengatakan bahwa
sesuatu yang dianggap sebagai kebaikan oleh Al-abrar justru dianggap sebagai dosa oleh Al-
muqarrabin. Pandangan ini mirip dengan pernyataan Al-Junaidi yang mengatakan bahwa tobat
adalah engkau melupakan dosamu. Pada tahap ini orang-orang yang mendambakan hakikat tidak
lagi mengingat dosa mereka karena terkalahkan oleh perhatian yang tertuju pada kebesaran
A. Simpulan
Setelah uraian-uraian di atas maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Sesungguhnya marifat yang hakiki bukanlah ilmu tentang keesaan Tuhan,
2. Marifat yang sebcnarnya adalah bahwa Allah menyinari hatimu dengan cahaya
Al-Misri membagi pengetahuan tentang Tuhan menjadi tiga macam yaitu:
1. Pengetahuan untuk seluruh muslim,
2. Pengetahuan khusus untuk para filosofdan ularna,
3. Pengetahuan khusus untuk para wall Allah
Abdul Hamid Mahmud mencoba menggambarkan sistematika Al-Misri sebagal berikut:
a. Ketika ditanya tentang siapa sebenarnya orang bodoh itu, Al-Misri menjawab, Orang yang tidak
mengenal jalan menuju Allah dan tidak ada usaha untuk mengenal-Nya.
b. Al-Misri mengatakan bahwa jalan itu ada dua macam, yaitu Thariq Al-inabah. adalah jalan yang
harus dimulai dengan cara yang ikhlas dan benar, dan thariq ihtiba, adalah jalan yang tidak
mensyaratkan apa-apa pada seseorang karena merupakan urusan Allah semata.
c. Di sisi lain Al-Misri menyatakan bahwa manusia itu ada dua macam, yaitu Darij dan wasil. Darij
adalah orang yang berjalan menuju jaln iman, sedangkan wasil adalah orang yang berjalan
(melayang) di atas kekuatan marifat.
DAFTAR PUSTAKA
Abd Nashr AI-Sarraj Ai-Thusj, Al-Lzuna Dar Al-Kutub Ai-Haditsah.( Mesir, 1960 )
Abdul Qadir Mahmud, Falsujulu .4 s/i /1 t/-I.v/wn. Dar ,(Al -Fikr Al-Arab. Kairo : 1966)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, PT Raja Grapindo Persada : 2010)
Harun Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, (Bulan Bintang, Jakarta :1973)
Muhammad Syafiq Ghirb, Al-Mausuah Al-Arabiyyah, Al-Muyassarah, (Mesir: Dar Al-Qalam, tth)
Reynold A. Nicholson, The Mystics ofislan (Routledge and Kegan Paul. London:1975)
The Encyclopedia of islam, (E.J. Brill, Lieden : 1933)
Walijot.Com, http:/www.bloger.com/post-edit.9? (Diakses pada tanggal 10 November 2010
KATA PENGANTAR
.
Rasa syukur alhamdulillah saya haturkan kehadirat Allah Swt, sebab atas berkah rahmat
dan hidayah-Nya lah saya dapat menyusun makalah yang sederhana ini, salawat dan salam
juga tak lupa senantiasa saya curahkan keharibaan junjungan kita Nabi besar Muhammad
Saw
Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
oleh dosen pengasuh PROF. DR. H. Mahyudin Barni, M.Ag dan saya mengucapkan pula
terimakasih atas segala bimbingan yang diberikan kepada saya sehingga menemukan pola
dalam penyusunan makalah yang sangat sederhana ini
Dalam proses penyusunan makalah ini saya juga mengucapkan terimakasih kepada
seluruh rekan-rekan yang telah membantu sampai makalah ini dapat kami sajikan di forum
diskusi yang ilmiah ini
Saya juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat konstruktif untuk kesempurnaan
makalah ini
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin
Banjarmasin, Januari 2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Biografi Dzun Al Mishri.............................................. 4
B. Perjalanan Menuju Mesir ............................................. 5
C. Perjalanan Keduania Tasawuf ..................................... 6
D. Pujian Para Ulama Terhadap Dzunun Al Mishri ................ 6
E. Ajaran-Ajaran Tasawuf Dzunun Al Mishri ........................ 7
F. Pandangan Dzunun tentang Maqamat dan Ahwal .............. 11
G. Cinta dan Marifat ............................................................... 11
H. Konsep Marifat Dzunnun Al Mishri.................................. 12
BAB III PENUTUP
A. Simpulan ....................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
iii
Poskan Komentar
Pengikut
Arsip Blog
Mengenai Saya
2012 (6)
2011 (6)
o Juni (1)
o Mei (1)
o Februari (3) gustinabildaffa.blog.com
Pemikiran Dzunun Al Kuala Kapuas, Kal-Teng, Indonesia
Misri Saya adalah seorang tenaga pengajar pada
Makalah Metode Tafsir sebuah Sekolah dasar di Kapuas Kal-
Tematik dan Muqaran Tenga namanya adalah SDN 3 Selat Hilir,
Makalah Metode Tafsir dengan konsentrasi mengajar sebagai
Tematik dan Muqaran Guru PAI
o Januari (1) Lihat profil lengkapku
BAB I PENDAHULUAN
Pendidika...
Epistemologi Irfani
jadikanlah yang tebal itu Iman, yangg tipis
itu ...
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.