Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Sehat Mental


1. Definisi
Menurut WHO (2001) dalam Efendi dan Makhfudi (2009),
Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-
mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan.
Kesehatan jiwa adalah kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan
perkembangan ini berjalan selaras dengan orang lain (UU Kesehatan Jiwa
No. 3 Tahun 1996 dalam Yosep dan Sutini, 2014).
2. Kriteria Orang Sehat Jiwa
World Health Organization (WHO) (2008) dalam Yusuf dkk (2015)
menjelaskan kriteria orang yang sehat jiwanya adalah orang yang dapat
melakukan hal berikut :
a. Menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan, meskipun
kenyataan itu buruk.
b. Merasa bebas secara relatif dari ketegangan dan kecemasan.
c. Memperoleh kepuasan dari usahanya atau perjuangan hidupnya.
d. Merasa lebih puas untuk memberi dari pada menerima.
e. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan saling
memuaskan.
f. Mempunyai daya kasih sayang yang besar.
g. Menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di
kemudian hari.
h. Mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian yang kreatif dan
konstruktif.
Sedangkan kriteria sehat mental menurut Wanda K. Mohr (2006)
dalam Yusuf dkk (2015) adalah :
a. Mampu mengatur diri sendiri.
b. Meneima diri sendiri dan mampu mengembangkan kemampuannya.

5
6

c. Fleksibel dalam menghadapi kehidupan.


d. Memiliki harga diri positif.
e. Berorientasi pada realitas.
f. Mampu mengendalikan lingkungan.
g. Memiliki kemampuan untuk mengelola stess.
3. Faktor faktor yang mempengaruhi kesehatan Jiwa
Sehat jiwa manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Keduanya saling mempengaruhi dan dapat menyebabkan mental yang
sakit sehingga bisa menyebabkan gangguan jiwa dan penyakit jiwa (Yusuf
dkk, 2015)
a. Faktor Internal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang
seperti sifat, bakat, keurunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu
seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, malu, pemberani, dan
lain sebagainya. Contoh bakat bakat yakni misalnya bakat melukis,
bermain musik, menciptakan lagu, akting dan lain-lain. Sedangkan
aspek keturuna seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri dan
sebagainya.
b. Faktor Eksternal.
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada diluar diri seseorang
yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal
yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti
orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek, nenek dan masih banyak
lagi. Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik,
sosial, budaya, agama, pendidikan, pekerjaan, masyarakat dan
sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental
seseorang, namun faktor eksternal yang buruk dapat berpotensi
menimbulkan mental yang tidak sehat.
4. Macam Masalah Kesehatan Mental
Gangguan jiwa mempunyai spektrum yang luas, mulai dari
gangguan konsentrasi hingga gangguan jiwa berat. Anggapan di
masyarakat selama ini, yang disebut gangguan jiwa adalah hanya
7

gangguan jiwa berat saja. Hal ini perlu diluruskan untuk memudahkan
penerimaan masyarakat terhadap orang dengan gangguan jiwa. Secara
umum, masalah kesehatan mental dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
a. Orang Dengan Gangguan Jiwa
Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) atau psikotik kehilangan
kemampuannya menilai realita sehingga tidak mampu menempatkan
diri pada situasi dan lingkungan. ODGJ meliputi :
1) Waham.
2) Halusinasi.
3) Perilaku kekerasan.
4) Harga diri rendah.
5) Defisit perawatan diri.
b. Orang Dengan Masalah Kejiwaan
Beberapa masalah kejiwaan yang termasuk golongan orang dengan
masalah kejiwaan adalah :
1) Gangguan mood.
2) Ansietas.
3) Depresi.

B. Konsep Keperawatan Kesehatan Jiwa Masyarakat


1. Konsep Keperawatan Jiwa
Stuart dan Sundeen memberikan batasan tentang keperawatan jiwa,
yaitu suatu proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan
mempertahankan perilaku, yang mengontribusi pada fungsi yang
terintegrasi. Sementara ANA (American Nurses Association)
mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa adalah suatu bidang
spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia
sebagai ilmunya dan penggunaan diri secara terapeutik sebagai kiatnya
(Stuart, 2007). Berdasarkan dua pengertian di atas, maka setiap perawat
jiwa dituntut mampu menguasai bidangnya dengan menggunakan ilmu
perilaku sebagai landasan berpikir dan berupaya sedemikian rupa sehingga
8

dirinya dapat menjadi alat yang efektif dalam merawat pasien (Depkes RI,
1998 dalam Yusuf dkk, 2015).
Keperawatan jiwa adalah suatu bidang spesialisasi praktik
keperawatan yang menerapkan teori perilaku sebagai ilmunya dan
penggunaan diri secara terapeutik sebagai kiatnya (Yusuf dkk, 2015).
2. Program Kesehatan Jiwa Masyarakat
Upaya kesehatan jiwa masyarakat meliputi seluruh level dan
tindakan keperawatan kesehatan jiwa. Merupakan pelayanan paripurna,
mulai dari pelayanan kesehatan jiwa spesialistik, integratif, dan pelayanan
yang berfokus masyarakat. Selain itu, memberdayakan seluruh potensi dan
sumber daya di masyarakat sehingga terwujud masyarakat yang mandiri
dalam memelihara kesehatannya (Yusuf dkk, 2015).
Pelayanan kesehatan jiwa integratif merupakan pelayanan kesehatan
jiwa yang dilaksanakan di rumah sakit umum. Pelayanan ini berbentuk
unit perawatan intensif kejiwaan (psychiatric intensive care unit ) dan
konsultan penghubung keperawatan kesehatan mental (consultant liaison
mental health nursing). Unit psikiatri di rumah sakit umum merupakan
sarana pelayanan keperawatan kesehatan jiwa jangka pendek (short term
hospitalization), sedangkan CLMHN (consultant leaison mental health
nursing) merupakan sarana merawat pasien gangguan fisik umum yang
mengalami masalah psikososial (Yusuf dkk, 2015).
Pelayanan kesehatan jiwa berfokus pada masyarakat dimulai dari
pelayanan tingkat kabupaten/kota, puskesmas, kelompok khusus sampai
keluarga. Pelayanan ini dikenal dengan keperawatan kesehatan jiwa
masyarakat (community mental health nursing). Pelayanan kesehatan jiwa
di CMHN ini dimulai dari level lanjut (advance), menengah
(intermediate), dan dasar (basic) (Yusuf dkk, 2015).
3. Tingkatan Program Kesehatan Jiwa Masyarakat
Pelayanan keperawatan kesehatan jiwa yang komprehensif
mencakup tiga tingkat pencegahan (Yusuf dkk, 2015), yaitu sebagai
berikut :
9

a. Pencegahan primer.
Fokus pelayanan keperawatan jiwa primer adalah pada peningkatan
kesehatan dan pencegahan terjadinya gangguan jiwa. Tujuan
pelayanan adalah mencegah terjadinya gangguan jiwa, serta
mempertahankan dan meningkatkan kesehatan jiwa. Target pelayanan
yaitu anggota masyarakat yang belum mengalami gangguan sesuai
dengan kelompok umur yaitu anak-anak, remaja, dewasa, dan usia
lanjut.
b. Pencegahan sekunder.
Fokus pelayanan keperawatan jiwa sekunder adalah pada deteksi dini
masalah psikososial dan gangguan jiwa serta penanganan dengan
segera. Tujuan pelayanan adalah menurunkan kejadian gangguan jiwa.
Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang
berisiko/memperlihatkan tanda-tanda masalah psikososial dan
gangguan jiwa.
c. Pencegahan tersier.
Fokus pelayanan keperawatan pada peningkatan fungsi dan sosialisasi
serta pencegahan kekambuhan pada pasien gangguan jiwa. Tujuan
pelayanan adalah mengurangi kecacatan/ketidakmampuan akibat
gangguan jiwa. Target pelayanan yaitu anggota masyarakat yang
mengalami gangguan jiwa pada tahap pemulihan.
4. Macam-macam Program Kesehatan Jiwa Masyarakat
Macam-macam program kesehatan jiwa komunitas yang dilakukan
tergantung dari tipe program kesehatan jiwa. Macam-macam program
kesehatan jiwa tersebut (Yusuf dkk, 2015), adalah :
a. Pencegahan primer.
1) Program pendidikan kesehatan, program stimulasi perkembangan,
program sosialisasi, manajemen stres, dan persiapan menjadi
orang tua. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain sebagai
berikut.
(a) Pendidikan kesehatan pada orang tua.
(1) Pendidikan menjadi orang tua.
10

(2) Perkembangan anak sesuai dengan usia.


(3) Memantau dan menstimulasi perkembangan.
(4) Menyosialisasikan anak dengan lingkungan.
(b) Cara mengatasi stres.
(1) Stres pekerjaan.
(2) Stres perkawinan.
(3) Stres sekolah.
(4) Stres pascabencana.
2) Program dukungan sosial diberikan pada anak yatim piatu,
kehilangan pasangan, kehilangan pekerjaan, serta kehilangan
rumah/tempat tinggal, yang semuanya ini mungkin terjadi akibat
bencana. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain sebagai
berikut.
(a) Memberikan informasi cara mengatasi kehilangan.
(b) Menggerakkan dukungan masyarakat seperti menjadi orang
tua asuh bagi anak yatim piatu.
(c) Melatih keterampilan sesuai keahlian masing-masing untuk
mendapatkan pekerjaan.
(d) Mendapatkan dukungan pemerintah dan LSM untuk
memperoleh tempat tinggal.
3) Program pencegahan penyalahgunaan obat.
Penyalahgunaan obat sering digunakan sebagai koping untuk
mengatasi masalah. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain
sebagai berikut.
(a) Pendidikan kesehatan melatih koping positif untuk mengatasi
stres.
(b) Latihan asertif yaitu mengungkapkan keinginan dan perasaan
tanpa menyakiti orang lain.Latihan afirmasi dengan
menguatkan aspek-aspek positif yang ada pada diri
seseorang.
11

4) Program pencegahan bunuh diri. Bunuh diri merupakan salah satu


cara penyelesaian masalah oleh individu yang mengalami
keputusasaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan program berikut.
(a) Memberikan informasi untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang tanda-tanda bunuh diri.
(b) Menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah bunuh
diri.
(c) Melatih keterampilan koping yang adaptif.
b. Pencegahan sekunder.
1) Menemukan kasus sedini mungkin dengan cara memperoleh
informasi dari berbagai sumber seperti masyarakat, tim kesehatan
lain, dan penemuan langsung.
2) Melakukan penjaringan kasus dengan melakukan langkah-
langkah sebagai berikut.
(a) Melakukan pengkajian dua menit untuk memperoleh data
fokus (format terlampir pada modul pencatatan dan
pelaporan).
(b) Jika ditemukan tanda-tanda berkaitan dengan kecemasan dan
depresi, maka lanjutkan pengkajian dengan menggunakan
pengkajian keperawatan kesehatan jiwa.
(c) Mengumumkan kepada masyarakat tentang gejala dini
gangguan jiwa (di tempat-tempat umum).
(d) Memberikan pengobatan cepat terhadap kasus baru yang
ditemukan sesuai dengan standar pendelegasian program
pengobatan (bekerja sama dengan dokter) serta memonitor
efek samping pemberian obat, gejala, dan kepatuhan pasien
minum obat.
(e) Bekerja sama dengan perawat komunitas dalam pemberian
obat lain yang dibutuhkan pasien untuk mengatasi gangguan
fisik yang dialami (jika ada gangguan fisik yang memerlukan
pengobatan).
12

(f) Melibatkan keluarga dalam pemberian obat, mengajarkan


keluarga agar melaporkan segera kepada perawat jika
ditemukan adanya tanda-tanda yang tidak biasa, dan
menginformasikan jadwal tindak lanjut.
(g) Penanganan kasus bunuh diri dengan menempatkan pasien di
tempat yang aman, melakukan pengawasan ketat,
menguatkan koping dan melakukan rujukan jika mengancam
keselamatan jiwa.
(h) Menempatkan pasien di tempat yang aman sebelum dirujuk
dengan menciptakan lingkungan yang tenang, dan stimulus
yang minimal.
(i) Melakukan terapi modalitas yaitu berbagai terapi
keperawatan untuk membantu pemulihan pasien seperti terapi
aktivitas kelompok, terapi keluarga, dan terapi lingkungan.
(j) Memfasilitasi kelompok swadaya-self-help group (kelompok
pasien, kelompok keluarga atau kelompok masyarakat
pemerhati) berupa kegiatan kelompok yang membahas
masalah-masalah yang terkait dengan kesehatan jiwa dan cara
penyelesaiannya.
(k) Hotline service untuk intervensi krisis yaitu pelayanan dalam
24 jam melalui telepon berupa pelayanan konseling.
(l) Melakukan tindak lanjut (follow-up) dan rujukan kasus.
c. Pencegahan tersier.
1) Program dukungan sosial dengan menggerakkan sumber-sumber
di masyarakat seperti sumber pendidikan, dukungan masyarakat
(tetangga, teman dekat, tokoh masyarakat), dan pelayanan
terdekat yang terjangkau masyarakat. Beberapa kegiatan yang
dilakukan meliputi hal se bagai berikut.
(a) Pendidikan kesehatan tentang perilaku dan sikap masyarakat
terhadap penerimaan pasien gangguan jiwa.
(b) Pentingnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam
penanganan pasien yang mengalami kekambuhan.
13

2) Program rehabilitasi dengan memberdayakan pasien dan keluarga


hingga mandiri. Fokus pada kekuatan dan kemampuan pasien dan
keluarga dengan cara berikut.
(a) Meningkatkan kemampuan koping yaitu belajar
mengungkapkan dan menyelesaikan masalah dengan cara
yang tepat.
(b) Mengembangkan sistem pendukung dengan memberdayakan
keluarga dan masyarakat.
(c) Menyediakan pelatihan kemampuan dan potensi yang perlu
dikembangkan oleh pasien, keluarga, dan masyarakat.
(d) Membantu pasien dan keluarga merencanakan serta
mengambil keputusan untuk dirinya.
3) Program sosialisasi
a) Membuat tempat pertemuan untuk sosialisasi.
b) Mengembangkan keterampilan hidup, seperti aktivitas sehari-
hari, mengelola rumah tangga, dan mengembangkan hobi.
c) Program rekreasi seperti nonton bersama, jalan santai, pergi
ke tempat rekreasi.
d) Kegiatan sosial dan keagamaan, seperi arisan bersama,
pengajian, majelis taklim, dan kegiatan adat.
4) Program mencegah stigma
a) Melakukan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang
kesehatan jiwa dan gangguan jiwa, serta sikap dan tindakan
menghargai pasien gangguan jiwa.

C. Konsep Dasar Harga Diri Rendah


1. Pengertian
Harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami
atau berisiko mengalami evaluasi diri negative tentang kemampuan atau
diri. Harga diri rendah adalah perasaan yang negative terhadap diri dan
kemampuan diri yang berkepanjangan.
14

Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap diri sendiri


termasuk kehilangan rasa percaya diri, tidak berharga, tidak berguna,
tidak berdaya, pesimis, tidak ada harapan dan putus asa.
2. Etiologi
Harga diri rendah sering di sebabkan karena adanya koping
individu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik, kurangnya
umpan balik yang positif, kurangnya sistem pendukung, kemunduran
perkembangan ego, pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi
sistem keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal, sehingga
individu yang mempunyai koping individu tidak efektif akan
menunjukkan ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri atau tidak dapat
memecahkan masalah terhadap tuntuan hidup serta peran yang dihadapi.
Penyebab terjadinya harga diri rendah antara lain :
a. Faktor predisposisi
1) Penolakan orang tua
2) Harapan orang tua yang tidak realistis
3) Kegagalan yang berulang kali
4) Kurang mempunyai tanggung jawab personal
5) Ketergantungan pada orang lain
6) Ideal diri tidak realistis
b. Faktor presipitasi
1) Faktor presipitasi dapat disebabkan oleh faktor dari dalam atau
faktor dari luar individu ( eksternal or internal sources )
2) Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis
transisi peran :
a) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif
yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk
tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga
dan norma-norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk
peyesuaian diri.
15

b) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau


berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau
kematian.
c) Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari
keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin
dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran,
bentuk, penampilan dan fungsi tubuh, perubahan fisik,
prosedur medis dan keperawatan. Trauma seperti
penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan
kejadian yang mengancam kehidupan.
3. Tanda dan Gejala
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penurunan produktivitas
e. Penolakan terhadap kemampuan diri
f. Sulit bergaul
g. Menghindari kesenangan yang dapat memberikan rasa puas
h. Berpakaian tidak rapih
i. Bicara lambat dengan nada suara lemah
4. Rentang Respon
Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kekacauan Depersonalisasi


diri positif rendah identitas

5. Proses Terjadinya Masalah


Menurut Stuart (2007) Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir,
tetapi di pelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya
sendiri, dengan orang terdekat dan dengan realitas dunia, dengan 5
komponen konsep diri yaitu citra tubuh, ideal diri, harga diri, performa
peran dan identitas pribadi. Individu dengan kepribadian yang sehat akan
16

mengalami hal-hal seperti citra tubuh yang positif, ideal diri yang
realistis, konsep diri yang positif, harga diri yang tinggi, performa peran
yang memuaskan, rasa identitas yang jelas. Awalnya individu berada pada
suatu situasi yang penuh stressor (krisis), individu berusaha
menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa
dirinya tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran,
seperti trauma yang tiba-tiba misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai
suami, putus sekolah, putus hubungan kerja.
Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan
menjalankan fungsi peran adalah kondisi harga diri rendah situasional.
Jika lingkungan tidak memberikan dukungan positif atau justru
menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis.
Harga diri rendah kronis juga dipengaruhi beberapa factor seperti
factor biologis, psikologis, social dan cultural. Factor biologis biasanya
karena ada kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon
secara umum yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contah kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi
kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien
dipengaruhi oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya. Faktor
psikologis berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan individu
menjalankan peran dan fungsi meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak, orang tua tidak percaya pada anak, tekanan teman
sebaya, peran yang tidak sesuai dengan jenis kelamin dan peran dalam
pekerjaan. Faktor sosial yaitu status ekonomi seperti kemiskinan, tinggal
di daerah kumuh. Faktor kultural seperti tuntutan peran
kebudayaan.seperti wanita sudah harus menikah jika umur mencapai dua
puluhan.
17

6. Pohon Masalah
Risiko tinggi perilaku kekerasan

Effect Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi social

Core Problem Harga diri rendah

Causa Koping individu tidak efektif

7. Penatalaksanaan
a. Chlorpromazine ( CPZ ) : 3 x100 mg
1) Indikasi
Untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan
menilai realitas, kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial
dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi
mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan dan perilaku yang
aneh atau tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dam
melakukan kegiatan rutin.
2) Cara kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak
khususnya sistem ekstra piramidal.
3) Kontra indikasi
Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit SSP, gangguan kesadaran yang
disebabkan CNS Depresi.
4) Efek samping
a) Sedasi
b) Gangguan otonomik (hypotensi, antikolinergik /
parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi dan
18

defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler


meninggi, gangguan irama jantung).
c) Gangguan ekstra piramidal ( distonia akut, akatshia, sindrom
parkinsontremor, bradikinesia rigiditas ).
d) Gangguan endokrin ( amenorhoe, ginekomasti ).
e) Metabolik ( Jaundice )
f) Hematologik, agranulosis, biasanya untuk pemakaian jangka
panjang
b. Halloperidol ( HP ) : 3 x 5 mg
1) Indikasi
Penatalasanaan psikosis kronik dan akut, gejala demensia pada
lansia, pengendalian hiperaktivitas dan masalah perilaku berat
pada anak-anak.
2) Cara kerja
Halloperidol merupakan derifat butirofenon yang bekerja sebagai
antipsikosis kuat dan efektif untuk fase mania, penyebab maniak
depresif, skizofrenia dan sindrom paranoid. Di samping itu
halloperidol juga mempunyai daya anti emetik yaitu dengan
menghambat sistem dopamine dan hipotalamus. Pada pemberian
oral halloperidol diserap kurang lebih 6070%, kadar puncak
dalam plasma dicapai dalam waktu 2-6 jam dan menetap 2-4 jam.
Halloperidol ditimbun dalam hati dan ekskresi berlangsung
lambat, sebagian besar diekskresikan bersama urine dan sebagian
kecil melalui empedu.
3) Kontra indikasi
Parkinsonisme, depresi endogen tanpa agitasi, penderita yang
hipersensitif terhadap halloperidol, dan keadaan koma.
4) Efek samping
Pemberian dosis tinggi terutama pada usia muda dapat terjadi
reaksi ekstapiramidal seperti hipertonia otot atau gemetar.
Kadang-kadang terjadi gangguan percernaan dan perubahan
hematologik ringan, akatsia, dystosia, takikardi, hipertensi, EKG
19

berubah, hipotensi ortostatik, gangguan fungsi hati, reaksi alergi,


pusing, mengantuk, depresi, oedem, retensio urine, hiperpireksia,
gangguan akomodasi.
c. Trihexypenidil ( THP ) : 3 x 2 mg
1) Indikasi
Semua bentuk parkinson (terapi penunjang), gejala ekstra
piramidal berkaitan dengan obat-obatan antipsikotik.
2) Cara kerja
Kerja obat-obat ini ditujukan untuk pemulihan keseimbangan
kedua neurotransmiter mayor secara alamiah yang terdapat di
susunan saraf pusat asetilkolin dan dopamin, ketidakseimbangan
defisiensi dopamin dan kelebihan asetilkolamin dalam korpus
striatum. Reseptor asetilkolin disekat pada sinaps untuk
mengurangi efek kolinergik berlebih.
3) Kontra indikasi
Hipersensitivitas terhadap obat ini atau antikolonergik lain,
glaukoma, ulkus peptik stenosis, hipertrofi prostat atau obstruksi
leher kandung kemih, anak di bawah 3 tahun, kolitis ulseratif.
4) Efek samping
Pada susunan saraf pusat seperti mengantuk, pusing, penglihatan
kabur, disorientasi, konfusi, hilang memori, kegugupan, delirium,
kelemahan, amnesia, sakit kepala. Pada kardiovaskuler seperti
hipotensi ortostatik, hipertensi, takikardi, palpitasi. Pada kulit
seperti ruam kulit, urtikaria, dermatitis lain. Pada gastrointestinal
seperti mulut kering, mual, muntah, distres epigastrik, konstipasi,
dilatasi kolon, ileus paralitik, parotitis supuratif. Pada perkemihan
seperti retensi urine, hestitansi urine, disuria, kesulitan mencapai
atau mempertahankan ereksi. Pada psikologis seperti depresi,
delusu, halusinasi, dan paranoid.
20

D. Konsep Asuhan Keperawatan Harga Diri Rendah


1. Pengkajian
a. Identitas klien
Biasanya meliputi nama klien ( idntitas ), umur, jenis, kelamin,
agama, alamat lengkap, tanggal masuk, No. MR, penanggung jawab,
keluarga yang bisa dihubungi.
b. Alasan masuk
Biasanya klien mengkritik diri sendiri, pearasaan tidak mampu,
pandangan hidup pesimis, tidak menerima pujian, penurunan
produktifitas, penolakan terhadap kemampuan diri, kurang
memprhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan
berkurang, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak
menunduk, bicara lambat dengan nada bicara lemah.
c. Factor predisposisi
Biasanya penolakan orang tua yang tidak realistis, kegagalan berulang
kali, kurang mempunyai tanggung jawab yang personal,
ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak realistis.
d. Fisik
1) Tekanan darah : biasanya tekanan darah normal
2) Pernapasan : biasnaya pernapasan normal
3) Nadi : biasanya nadinya normal
4) Suhu : biasanya suhnya normal
e. Psikososial
Biasanya klien mengalami HDR cenderung menarik diri dari
lingkungan sekitar,biasanya klien bersepsi terhadap dirinya,biasanya
klien memiliki rasa frustasi tidak mampu melakukan peran nya seperti
orang normal lainnya,biasanya pandangan dan keyakinan klien HDR
terhadap gangguan jiwa sesuai dengan budaya dan agama yg
dianut,biasanya klien tidak medekatkan diri dengan yang maha kuasa.
21

f. Kebutuhan persiapan pulang


1) Makan
Observasi frekuensi, jumlah, variasi, macam (suka/tidak
suka/pantangan) dan cara makan. Observasi kemampuan klien
dalam menyiapakan dan membersihkan alat makan.
2) BAB/BAK
Observasi kemampuan klien untuk BAB/BAK, pergi
menggunakan dan membersihkan WC dan merapikan pakaiannya.
3) Mandi
Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat
gigi, cuci rambut,gunting kuku,,observasi kebersihan tubuh.
4) Istirahat dan tidur
Observasi lama dan waktu tidur siang/tidur malam, persiapan
sebelum tidur seperti: menyikat gigi, cuci kaki dan berdo,
kegiatan sesudah tidur, seperti: merapikan tempat tidur,
mandi/cuci muka dan menyikat gigi.
5) Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat: frekuensi, jenis, dosis, waktu, dan
cara pemberiaan,serta reaksi obat.
g. Mekanisme koping
1) Koping adaptif
a) Bicara pada orang lain
b) Mampu menyelesaikan masalah
c) Teknik relaksasi
d) Aktifitas kontruksi
e) Olah raga dan lain lain
2) Koping maladaptive
a) Minum alcohol
b) Reaksi lambat/berlebihan
c) Bekerja berlebihan
d) Menghindar dan Mencerai diri
e)
22

2. Diagnosis Keperawatan
a. Isolasi sosial : menarik diri
b. Harga diri rendah
c. Gangguan citra tubuh

3. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

Tgl Dx Perencanaan
keperawaatan Tujuan Kreteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM: 1. Klien 1. Membina hubungan
konsep diri: Klien memiliki menunjukan saling percaya dengan
harga diri konsep diri ekspresi wajah menggunakan prinsip
bersahabat, komunikasi terapeutik :
rendah yang positif
menunjukan rasa - Sapa klien dengan
TUK: senang, ada ramah baik verbal
1. Klien dapat kontak mata, mau maupun non verbal.
membina berjabat tangan, - Perkenalkan diri
hubungan mau dengan sopan.
saling menyebutkan - Tanyakan nama
percaya nama, mau lengkap dan nama
dengan menjawab salam, panggilan yang
perawat klien mau duduk disukai klien.
berdampingan - Jelaskan tujuan
dengan perawat, pertemuan
mau - Jujur dan menepati
mengutarakan janji
masalah yang - Tunjukan sikap
dihadapi empati dan
menerima klien apa
adanya.
- Beri perhatian dan
perhatikan
kebutuhan dasar
klien.

2. Klien dapat 2. Klien 2. Diskusikan dengan


mengdentifik menyebutkan: klien tentang:
asi aspek - Aspek positif - Aspek positif yang
positif dan dan dimiliki klien,
kemampuan kemampuan keluarga,
yang dimiliki yang dimiliki lingkungan
klien - Kemampuan yang
- Aspek positif dimiliki klien.
keluarga Bersama klien buat
23

- Aspek positif daftar tentang:


lingkungan - Aspek positif klien,
klien keluarga,
lingkungan
- Kemampuan yang
dimiliki klien
- Beri pujian yang
realistis, hindarkan
memberi penilaian
negatif.

3. Klien dapat 3. Klien mampu 3. Diskusikan dengan


menilai menyebutkan klien kemampuan yang
kemampuan kemampuan dapat dilaksanakan
yang dimiliki yang dapat Diskusikan
untuk dilaksanakan. kemampuan yang dapat
dilaksanakan dilanjutkan
pelaksanaanya.

4. Klien dapat 4. Klien mampu 4. Rencanakan bersama


merencanaka membuat rencana klien aktivitas yang
n kegiatan kegiatan harian dapat dilakukan klien
sesuai sesuai dengan
dengan kemampuan klien:
kemampuan - Kegiatan mandiri
yang dimiliki - Kegiatan dengan
bantuan
Tingkatkan kegiatan
sesuai kondisi klien
Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan
yang dapat klien
lakukan.

5. Klien dapat 5. Klien dapat 5. Anjurkan klien untuk


melakukan melakukan melaksanakan kegiatan
kegiatan kegiatan sesuai yang telah
sesuai jadwal yang direncanakan.
rencana dibuat. Pantau kegiatan yang
yang dilaksanakan klien.
dibuat. Beri pujian atas usaha
yang dilakukan klien.
Diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan kegiatan
setelah pulang.
24

6. Klien dapat 6. Klien mampu 6. Beri pendidikan


memanfaatka memanfaatkan kesehatan kepada
n sistem sistem keluarga tentang cara
pendukung pendukung yang merawar klien dengan
yang ada ada dikeluarga harga diri rendah.
Bantu keluarga
memberikan dukungan
selama klien dirawat.
Bantu klien
menyiapkan
lingkungan dirumah.

Anda mungkin juga menyukai