Anda di halaman 1dari 27

NOVELET

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia

dari guru Drs. Saepullah

Disusun oleh :

141510194 Ryan Ferdiansyah

XII IPA 6

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 11

KOTA BANDUNG
PROLOG

Malam itu yang kuingat hanyalah ketika aku terbangun diantara kerumunan orang-
orang. Mereka menangis sambil memandangiku. Namun mereka tersentak saat melihatku
membuka mata dan bangkit dari tidur. Mereka mengira aku terkena serangan sihir dari orang
jahat lalu aku meninggal. Padahal sebenarnya aku hanya tertidur tidak lebih dari 2 hari saja.
Kini orang-orang agak sedikit menjauh dariku. Mereka selalu menunjukan ekspresi ngeri dan
aneh ketika melihatku berkeliaran di komplek rumah.

Ini semua terjadi gara-gara Rama temanku. Dia memberiku obat yang katanya bisa
membuatku mendadak rajin dan pintar. Aku tertarik dengan tawarannya. Selama satu bulan
penuh aku membeli obat yang disediakan olehnya. Memang benar efeknya langsung terasa.
Aku jadi memiliki semangat yang berlebih, keinginanku untuk berbaur dengan orang lain pun
semakin meningkat. Tingkat emosi ku juga selalu naik, kadang aku selalu tertawa tanpa sebab.
Menurut kabar yang diberitakan teman sekelasku aku selalu pingsan disaat tidur. Dan
puncaknya terjadi disaat aku tertidur dan tidak bangun kembali selama 2 hari penuh.

Aku belum diizinkan untuk pergi ke sekolah oleh orangtuaku. Orang tuaku menulis
surat sakit bahwa aku tidak akan masuk sekolah selama satu minggu. Mereka khawatir kejadian
tersebut akan kembali lagi padaku. Mereka selalu membawaku ke dokter bertanya apa yang
sebenarnya terjadi padaku. Namun dokter selalu mengatakan bahwa aku sehat dan baik-baik
saja. Beruntung orangtuaku tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya.

Kedua orangtuaku memberikanku nama Skalar Putra Arjuna Ramadhan. Nama itu
muncul karena bukti cinta orangtuaku kepada bilangan-bilangan skalar. Putra menandakan aku
seorang laki-laki, Arjuna tokoh fiksi kesukaan ayahku dan Ramadhan bukan berarti aku
dilahirkan saat bulan Ramadhan, melainkan tanda kerinduan ayahku kepada bulan Ramadhan.
Karena menurut cerita yang diceritakan oleh ayahku dia bertemu sekaligus mengenal ibuku
disaat bulan Ramadhan. Dan setelah itu mereka terus menjalin hubungan baik, hingga akhirnya
menikah dan menghasilkan 4 orang anak. Skalar yaitu aku yang pertama. Shafa anak kedua.
Nabila anak ketiga. Dan Fauzan anak terakhir. Bukan tidak mungkin mereka akan kembali
melahirkan anak.

1
1

Halusinasi

Seminggu penuh aku menjalani hidup tanpa kegiatan, tanpa berinteraksi, dan tanpa
konsumsi obat. Benar-benar minggu yang berat dan melelahkan. Aku hanya diam di kamar,
tidur, bangun, makan, ibadah, dan duduk di depan layar. Aku benar-benar mencoba untuk
bersikap normal. Tidak gelisah, dan tidak pula ketakutan, meskipun kadang aku selalu meracau
karena sudah lama tidak diberi pasokan obat. Aku tidak mau orangtuaku tahu tentang
keadaanku ini, cukup diriku saja yang tahu.

***

Hari ini hari senin, akhirnya aku bisa kembali melakukan hal-hal seperti biasanya.
Motor putih kesayanganku sudah lama tidak keluar dari kandang. Butuh tenaga ekstra untuk
bisa kembali menghidupkan mesinnya. Setelah mesin motor hidup aku segera pamitan dan
pergi menuju warung tempat aku biasa berkumpul sebelum menuju sekolah. Disana tampak
ada pak Aceng pemilik warung, dan Rama temanku. Aku langsung menyapa mereka, mereka
pun menyapa balik. Mereka bertanya-tanya kemana aku selama seminggu ini. Tidak lama kami
berbincang, Rama segera menawarkan obat yang memang sudah ditunggu-tunggu olehku.
Uang 100 ribu ku keluarkan dan obat pun ada dalam genggaman.

Rama memberikan 4 butir obat cerdas yang tentunya harus ku hemat. Dia berkata
bahwa obat edisi hari ini memang benar-benar mempunyai efek yang hebat. Sekali makan
langsung masuk semua pelajaran. Tanpa basa-basi aku pun langsung memakan obat itu,
awalnya hanya pahit-pahit biasa. Lalu aku teguk segelas air dari pak Aceng. Dan efek obat
mulai terasa. Aku segera pamitan kepada Rama dan pak Aceng karena sudah hampir telat
masuk sekolah. Terlebih hari ini memang merupakan pekan ulangan. Aku benar-benar yakin
pelajaran yang sudah aku pelajari semalam bisa muncul dalam soal, dan aku bisa mengisi
semua jawaban tanpa beban.

***

Sial memang, obat yang ku makan tidak memberikan efek apapun. Baru pelajaran
pertama aku sudah sulit untuk mengisi jawaban. Bahkan aku tidak sadar kalau selama ulangan
aku selalu berbicara tidak jelas hingga tertawa terbahak-bahak sampai guru sempat menegurku.
Guru curiga kalau aku sedang memberikan kode jawaban kepada teman sekelas padahal
sebenarnya tidak.

2
Ulangan kedua dimulai, kini pelajaran Kimia. Pelajaran yang paling kubenci, terlebih
gurunya yang selalu membuatku tidak nyaman saat belajar. Baru saja membaca soal pertama
aku langsung merasakan pusing, seluruh isi kelas seakan-akan berputar. Aku sulit untuk
berkonsentrasi dan aku izin untuk pergi ke kamar mandi berharap pusing ini akan segera pergi.
Untuk berjalan lurus saja aku sulit hingga akhirnya aku terjatuh di lantai sambil mata
memandang ke langit-langit. Mungkin satu obat belum cukup untuk bisa membuatku kembali
berkonsentrasi, aku pun bangkit dan mencoba untuk memakan obat yang kedua. Namun
terdengar seorang perempuan berteriak dari kejauhan. Tidak terlihat apa-apa olehku. Aku tidak
menghiraukan teriakan itu dan obat kedua pun aku makan. Seketika aku kembali tenang.

Aku merasa kali ini aku bisa mengisi soal dengan mudah. Sepertinya aku menjadi orang
pertama yang mampu mengisi soal kimia ini. Aku berteriak dan melompat girang karena
berhasil menjawab semua pertanyaan. Namun tiba-tiba terdengar suara orang tertawa terbahak-
bahak. Lalu seseorang menamparku keras hingga akhirnya aku sadar. Aku sedang berada di
ruang UKS. Tidak ada guru, tidak ada kertas ulangan di tanganku, dan tidak ada pekan ulangan.
Aku hanya berhalusinasi.

Kamu kenapa Lar? Sepertinya Dianty yang menamparku dan berbicara padaku.

Hmm? Eh gapapa, makasih yah udah dibangunin. Jawabku sedikit bingung.

Dibangunin gimana lar? daritadi juga kamu sadar lar. Kamu gak tidur atau apapun.
Kamu sadar tapi kaya gak sadar. Ah sulit dijelasin lar. Ucap Dianty mencoba menjelaskan.

Loh kok bisa sih? Aku tentunya semakin bingung.

Gatau lar, pokoknya tadi pas kamu masuk kelas tuh kamu langsung tidur gitu kaya
biasanya. Aku sama temen-temen kamu udah nyoba bangunin kamu tapi kayaknya kamu
pingsan. Ya udah aku suruh si Roby cs untuk bawa kamu ke UKS. Jawab Dianty panjang
lebar.

Terus ulangannya gimana dong ty? tanyaku panik.

Gaada ulangan Skalaaaar. Ulangan mah mulainya minggu depan. Kayaknya kamu
masih belum sehat deh lar. Udah nanti pas pulang kamu jangan pulang sendiri. Biar aku yang
bawain motor kamu deh. Jawab Dianty bercanda.

Ah masa cewek yang bawa motor ty? Suka ngelawak kamu mah. Jawabku sedikit
malu.

3
Ya enggak lah laar, bercanda kali. Lagian aku gak bisa naik motor kok hehe. Yaudah
aku tinggal ke kelas ya lar, daaaah.

Eh iya lar lupa. Obat yang tadi kamu pegang obat apaan sih? Sisa 3 bentuknya kaya
permen lucu heheee. Obatnya tadi diambil anak PMR lar. Katanya obatnya udah kadaluarsa
jadi mereka buang. Udah ah lar. Dianty pergi meninggalkan ruangan UKS.

Kepalaku masih merasakan pusing, sebenarnya apa yang dari tadi Dianty bicarakan.
Obat apa pula yang dia katakan. Aku kembali berbaring di tempat tidur dan tertidur.

***

Pulang sekolah aku bergegas mencari Rama untuk mengetahui mengapa obat yang
kumakan tidak bereaksi apapun. Yang kurasakan hanyalah pusing dan mual. Rama, dia berbeda
sekolah denganku. Dia kutemukan saat aku membeli sesuatu di warung pak Aceng, lalu dia
menyapaku seakan dia sudah kenal lama denganku. Berberapa minggu kami selalu bertemu,
mulai dari bermain ps bareng, ngewarung bareng, dan hingga akhirnya dia menawarkanku obat
yang selalu dia tawarkan padaku. Rama memang misterius, kadang ada kadang tidak. Kadang
sedang membawa obat, kadang tidak. Benar-benar tidak bisa ditebak. Namun kali ini beberapa
kali aku mencari Rama dia masih tidak terlihat olehku. Dia seakan menghilang.

Motor yang ku kendarai tiba-tiba berhenti, terakhir kali ku ingat motor terisi penuh oleh
bensin. Keadaan mesin juga baik-baik saja, selama hidupku motor ini tidak pernah mengalami
mogok. Beberapa kali aku mencoba starter namun motor masih enggan untuk hidup. Terpaksa
aku mendorong motorku menuju bengkel terdekat. Namun tanpa disangka hujan turun dengan
deras, kurasakan angin berhembus begitu kencang, kulihat pohon dijalanan bergoyang-goyang.
Namun orang-orang disekitarku tampak terlihat biasa saja dan tampak tidak panik. Mereka
berjalan seperti tidak sedang terjadi apa-apa. Kini aku mulai kedinginan, kulihat bajuku basah
kuyup, begitupun dengan sepatuku, namun tidak dengan orang-orang di sekitarku. Tiba-tiba
klakson berbunyi keras kepadaku.

Oy, butuh tebengan? Rama berteriak dengan motor mio putih miliknya.

Lahh ini motor gue mau dikemanain Ram? Tanyaku padanya.

Udah ayo naik. Jangan banyak cakap. Ucapnya tegas.

Yaudah iya.

4
Seketika hujan berhenti, langit kembali cerah, angin sudah tidak lagi berhembus
kencang. Seperti biasanya Rama kembali menghilang dari hadapanku, dan tanpa kusadari kali
ini aku yang sedang mengendarai motor.

5
2

Matahari

Matahari

Dengan caramu sendiri, engkau membuat ku heran

Saat hujan kau pergi, saat panas kau datang

Matahari

Engkau membuatku meleleh

Namun entah mengapa aku selalu membutuhkan mu

Entah apa jadinya aku saat engkau tiada.

Matahari..

Sinar mu selalu memanjakan mata

Namun kadang juga berbahaya

Kau bisa indah, bisa juga tidak

Engkau memang selalu membuat teka-teki

Jam menunjuk ke angka 12. Ruangan masih gelap. Tidak ada awan, tidak ada matahari,
juga tidak ada cahaya, benar-benar gelap. Sunyi, sepi, hening. Tidak ada suara apapun. Hanya
terdengar suara napasku yang santai dan berirama. Perlahan aku bangkit dari tempat tidur.
Duduk diam dengan mata yang masih enggan untuk membuka. Kunyalakan lampu kamar,
kubuka gorden kamar, dan ternyata ini sudah jam 6.00. Sial, lagi-lagi aku salah melihat jam.
Lagi-lagi aku salah melihat keadaan.

Segera aku berlari menuju kamar mandi. Membasuh semua kotoran yang menempel
diwajahku. Cermin tepat berada di hadapanku. Ku lakukan ritual yang setiap hari kulakukan.
Yakni memandangi diriku, menatap wajahku, lalu bersyukur hari ini aku masih diberi
kehidupan dan diberi kekuatan untuk bangkit dari tidur dan kembali menatap wajahku lagi. Ku
buka keran air, ku siapkan sabun, dan aksiku dimulai.

6
Tidak perlu sarapan kali ini. Aku sudah benar-benar telat untuk menuju sekolah,
terutama menuju warung pak Aceng. Bergegas aku memakai seragam, menyiapkan buku dan
alat tulis, pamitan dan langsung berangkat dengan si putih kesayangan. Warung pak Aceng
tampak sepi, pagar masih digembok dan pintu rumah masih tertutup. Anak-anak tidak ada yang
berkumupul disana. Mungkin pak Aceng sedang tidak sehat. Aku pun segera berputar arah
menuju jalur sekolah.

Ku parkir motorku di tempat biasa aku parkir. Orang-orang terlihat sudah mulai
berlarian dengan wajah-wajah panik karena takut telat masuk kelas. Mereka umumnya anak-
anak kelas 10 yang memang masih takut untuk melanggar aturan. Kami para senior tentunya
sudah tahu betul bagaimana aturan di sekolah, dan tentunya sudah tahu pula bagaimana cara
melanggar aturan tersebut tanpa terkena hukuman.

Pagi pak. Ucapku pada satpam sekolah.

Eh si skalar, cepetan masuk keburu kesiswaan marah. Ucap satpam menyuruhku


untuk memasuki gerbang.

Iya pak bentar nunggu satu orang lagi. Kataku mencoba menahan satpam untuk tidak
menutup gerbang sekolah.

Siapa lar? Mana udah gaada orang? Tanya satpam tersebut heran.

Itu pak. Jawabku sambil menunjuk Dianty yang baru saja datang diantar sopir gojek.

Pagi Lar, pagi pak satpam. Sapa Dianty pada kami berdua, dia segera berlari menuju
kelas.

Udah pak silakan tutup gerbang nya, Suruhku pada satpam untuk segera menutup
gerbang.

Lah kamu gak akan masuk lar? satpam kembali bertanya.

Engga ah, tiba-tiba gak ada mood buat sekolah nih pak. Jawabku dan kembali menuju
tempat parkir.

Ku keluarkan sebatang rokok dari saku bajuku. Ku nyalakan dan ku hisap rokok
tersebut. Menikmati hisap demi hisap rokok di tanganku, kupejamkan mata sambil menikmati
kesendirian. Langit cerah kali ini, awan-awan terbang berhamburan. Menemani matahari yang
memang selalu sendiri memancarkan cahayanya yang tidak pernah padam. Kadang awan

7
menutupi cahaya matahari, mungkin untuk menjaga matahari agar tidak terlalu sombong.
Menjaga matahari agar bisa tetap bersama awan. Menjaga matahari agar tidak terlalu jauh dari
awan.

Khayalanku semakin aneh. Aku melihat awan berbentuk menyerupai diriku, kadang
juga ada yang menyerupai Dianty. Seketika aku tersenyum memandanginya. Aku tertawa
melihatnya, lucu. Karena langit memang benar-benar lucu kali ini.

Lar.

Hey lar. Sadar. Seseorang menamparku

Hm, ada apa? Jawabku linglung.

Ngapain ketawa-ketawa sendiri? Tanya Dianty sambil menampar-namapar wajahku.

Liat matahari ty. Jawab ku singkat.

Matahari dari mana? ayo ah masuk gerbang keburu telat. Dianty menarik bajuku dan
menggiringku untuk memasuki kelas.

Ternyata dari tadi aku berada di depan gerbang. Tidak pernah menuju parkiran, tidak
pernah berbincang dengan satpam. Di saku bajuku juga tidak pernah ada rokok. Dan Dianty
sedari tadi ada di hadapanku.

Lar, kamu kenapa sih? Tanya Dianty di perjalanan menuju kelas.

Gapapa, tadi Cuma liat awan sama matahari ty. Jawabku mencoba menjelaskan.

Gaada kerjaan banget ngeliatin awan sama matahari.

Soalnya mataharinya lagi deket ty, tepat di depan muka aku. Terus mataharinya bisa
senyum gitu. Kataku sambil menunjukan bagaimana matahari tersenyum.

Ah ngaco kamu lar. Ucap Dianty singkat.

Dianty mempercepat langkahnya untuk segera memasuki kelas dan meninggalkanku


yang mungkin terasa aneh baginya.

8
3

Bulan

Cahayanya kini menusuk tajam ke arahku. Aku yang sedang berbaring lemas di tempat
tidur pun tidak kuasa menahan sorotannya yang begitu tajam, benar-benar silau. Lagu
champagne supernova milik Oasis masih berputar berhubung laptop belum ku matikan sejak
terakhir kali ku gunakan. Kamarku berantakan. Korek ada dimana-mana, terlihat banyak sekali
tumpahan air di lantai. Terdapat juga beberapa pecahan kaca disana. Aku tidak ingat apa yang
telah kulakukan semalam.

Laaarrr, kamu gak sekolah hari ini? udah jam 7 loh. Mama berteriak dari luar kamar.

Hmm gatau ma lupa. Jawabku dari dalam kamar.

Lah kok lupa, kamu lagi ngapain di dalam? dari kemarin kamar kamu ditutupin terus
lar. Mama masuk kamar kamu yaa? Mama kembali bertanya.

Jangan ma jangan. Skalar gak lagi ngapa-ngapain ko ma. Sekarang Skalar gak akan
sekolah dulu ya ma, jangan bilangin si ayah.

Terserah ah.

Bergegas aku membereskan kamar sebelum si mama masuk ke kamarku. Benar-benar


kacau dan berantakan. Semuanya berserakan dimana-mana. Semuanya berada bukan pada
tempatnya. Sendok, garpu, pisau, silet, semuanya berserakan di kamarku. Apa yang sebenarnya
telah kulakukan semalam. Setelah 30 menit akhirnya kamar berhasil beres seperti sedia kala.
Tidak terlalu rapi, namun tidak akan membuat mama curiga padaku. Bergegas aku berganti
pakaian dan segera pergi menuju warung pak Aceng untuk mengetahui apa yang sebenarnya
telah terjadi pada kamarku.

Disana tampak sepi, tidak ada kumpulan anak-anak sama sekali. Warung pun terlihat
masih tutup. Aku mencoba bertanya pada pak Aceng sang pemilik warung, namun yang keluar
malah istrinya. Dia bercerita panjang lebar. Katanya semalam terjadi penggerebekan oleh polisi
setempat. Polisi tersebut mengincar orang-orang yang selalu bermain judi dan mabuk-
mabukan. Kebetulan polisi tersebut memeriksa warung milik pak aceng. Warung pak aceng
memang selalu dijadikan tempat nongkrong. Siang hari oleh kami anak sma, dan malam
harinya dikuasai oleh bapak-bapak. Polisi mencurigai kalau warung pak aceng ini selalu
dijadikan tempat berjudi dan pemasok minuman-minuman keras, bahkan polisi mengira

9
warung pak aceng adalah tempat porstitusi. Namun dugaan polisi memang benar, semalam pak
aceng memang mengadakan sebuah pesta minuman keras. Pesta yang bisa dibilang cukup besar
bagi ukuran warga biasa seperti pak aceng. Minuman keras sudah tersedia lengkap, beberapa
narkoba pun disediakan oleh pak Aceng. Pak aceng juga merupakan tersangka pembegalan
terhadap 2 anak SMA beberapa bulan yang lalu. Seketika aku merasa kasihan kepada istri pak
Aceng. Bagaimana perasaan sang istri saat mengetahui suami yang dia cintai dan kagumi itu
adalah seorang pemabuk dan terlibat kasus pembegalan.

Seketika terngiang-ngiang beberapa pertanyaan di kepalaku. Apakah mungkin


kerusakan yang terjadi di kamarku adalah akibat ulahku sendiri? Apakah mungkin aku
mengikuti pesta yang diadakan oleh pak Aceng semalam? Pertanyaan tersebut terus
mengganjal di kepalaku. Tanpa disadari Rama sudah berada disampingku dengan sebatang
rokok yang sudah menyala. Dia menatapku dengan mata lebam seperti telah dipukuli beberapa
orang. Rama membuang rokok miliknya ke tanah lalu dia meluncurkan tangannya kearahku.
Rama memukulku tanpa sebab. Aku hanya bisa menahan pukulan demi pukulan yang diberikan
oleh Rama dengan kedua tanganku. Pukulannya sangat keras dan cepat. Dia tidak memberikan
ku kesempatan untuk membalas. Lalu dia berhenti memukuliku, dia kembali mengambil rokok
yang telah dia buang lalu pergi begitu saja. Aku menghisap rokok yang tiba-tiba ada
ditanganku. Mataku agak sedikit kabur, tanganku bergetar sulit digerakan karena pukulan-
pukulan dari Rama. Ku kendarai motorku secepat mungkin menuju rumah, rasanya ingin
segera membaringkan tubuhku ini diatas kasur.

***

Lagi-lagi aku terbangun karena sebuah sorotan cahaya yang menyilaukan. Namun kali
ini cahaya lampu yang membangunkanku. Aku terbangun di sebuah ruangan berukuran kecil.
Terlihat seperti ruangan rumah sakit, di sekitarku ada orangtuaku, ketiga adikku, dan beberapa
temanku. Tubuhku sulit digerakan. Tangan dan kakiku dibalut oleh perban, sekujur tubuhku
terasa kaku.

Ma, kakak udah sadar ma. Ucap Nabila adik kedua ku sambil menarik-narik pakaian
mama.

Seketika orang-orang langsung mengerumuniku.

Aduh Skalar kenapa kamu ini nak? Tanya Mamaku padaku.

Harusnya aku yang nanya gitu ma dalam hati aku menjawab

10
Laarr kamu gapapa kan? Dianty bertanya padaku.

Jelas kenapa-kenapa lah ty, memangnya aku kenapa sih? Kenapa bisa tiba-tiba ada di
rumah sakit? Aku kembali bertanya pada Dianty.

Gini lar, tadi pas kita lagi di jalan pulang kita ngeliat kamu lagi ngomong sendiri gitu
di warung kumuh. Terus kamu tiba-tiba mukulin diri kamu sendiri lar, kita heran kamu kenapa.
Gak lama kamu naik motor kan sambil ngebut, pas tikungan arah ke jl. Pasir salam kamu nabrak
mobil kenceng banget lar. Kamu kebanting ke trotoar ya gini deh kamu sekarang lar. Ucap
Max teman sebangkuku.

Hah? Ngomong sendiri gimana? Orang aku ngomong sama ibu warung yang disana
kok. Ngaco kamu Max. Kamu pikir aku gila? Aku menanggapi pernyataan Max dengan
sedikit kesal.

Emang gitu kenyataannya Lar. Warung yang kamu datangi juga udah lama gadipake
lar. Warung itu gak pernah ada penghuninya Lar. Waarung itu kosong. Max membalasku
omonganku dengan nada tinggi.

Sembarangan ya lu kalau ngomong Max. Jawabku sambil mencoba bangkit dari


tempat ku berbaring dan mencoba menggapai kerah baju Max.

Udah-udah kok malah bertengkar gini sih. Kasian Skalar baru sadar, dia butuh
istirahat. Kalian harusnya bisa tenang. Kamu lagi Max, bikin masalah aja. Dianty mencoba
mengendalikan suasana.

Lagian dia tadi nanya dia kenapa kan? Ya udah gue.. Max kembali nyolot, namun
perkataan nya terpotong oleh mama.

Iya bener tuh kata Dianty. Udah, sekarang teman-temannya Skalar nunggu aja diluar
ya. Atau kalau yang mau pulang juga silakan. Kasian sudah malam, takut orangtuanya nyariin.
Skalar biar ibu aja yang nungguin ya. Kalau yang gak bawa kendaraan, biar Ayahnya Skalar
aja yang antar ya. Besok kalau gurunya Skalar nanyain tolong sampaikan ya Skalar nya lagi
dirawat. Ucap mama kepada teman-temanku.

Iya tante, maaf kita udah ngerepotin. Skalar cepet sembuh ya, bentar lagi UN, bentar
lagi kita lulus. Kamu harus sehat. Makasih ya tante, Assalamualaikum Ucap Dianty sembari
mencium tangan ibuku dan segera pergi meninggalkan ruanganku bersama teman-teman yang
lain.

11
Waalaikumsalam.Jawab aku dan keluargaku serentak.

Cepat sembuh lar, biar gue ada temen duduk lagi. Ucap Max sambil melambaikan
tangan padaku.

Tidak lama ruangan ini pun menjadi hening. Menyisakan diriku dengan ketiga adiku
serta mama. Sedangkan ayahku mengantar temanku keluar rumah sakit. Ada raut kesedihan di
wajah mereka, kecuali Fauzan adikku yang paling kecil. Dia masih belum mengerti apa-apa.
Dia menganggap ini sebuah hiburan baginya. Beberapa kali dia memainkan peralatan-peralatan
rumah sakit sambil tertawa riang.

Fauzan udah makan? Tanyaku pada Fauzan.

Udah dong A. Khusus untuk Fauzan dia memanggilku dengan sebutan Aa Skalar.

Kalau yang lain gimana? Udah pada makan belum? Besok sekolah kalian teh ya,
malah main ke rumah sakit malem-malem. Tanyaku kembali pada kedua adikku.

Ah kakak mah. Yaudah kalau gamau dijenguk mah bilang aja kak. Gausah pura-pura
gitu. Ucap Shafa dengan muka cemberut khasnya.

Iya ah kakak mah gitu jahat. Nabila juga mengikuti kakak perempuannya itu.

Hehee, iya maafin kakak. Cepet ah pulang kasian besok kalian sekolah. Ucapku
sambil mengusap rambut mereka.

Iya bentar atuh kak, main usir aja kakak mah.

Maaa si Kakak jahat nih ma, ngusir kita. Teriak Nabila dengan nada bercanda.

Ah kamu Nabila, mana mungkin si Kakak ngusir Mama. Yaudah Skalar, mama anter
adik-adik kamu pulang dulu ya. Ayah udah nungguin tuh dibawah, nanti si Ayah balik lagi
kesini buat jagain kamu. Cepet sembuh ya kamu nak. Biar bisa kumpul bareng lagi. Ucap
mamaku sambil mempersiapkan diri untuk pulang ke rumah.

Iya ma, hati-hati dijalan ya. Kataku sambil mencium tangan mamakku.

Iya lar, Assalamualaikum. Mamaku memberikan salam.

Asalamualaikum kak, ditunggu di rumah ya kak. Kata Fauzan adik terkecil ku.

12
Waalaikumsalam.

Kini aku benar-benar sendiri disini. Tidak ada siapa-siapa. Kini benar-benar sunyi,
hanya beberapa kali terdengar suara orang batuk-batuk, dan beberapa langkah kaki yang
berulang kali bolak-balik di sekitar ruanganku. Gorden Kamar belum tertutup. Bulan tampak
terlihat jelas dari sini. Bulan terlihat sendiri dengan cahayanya yang menghangatkan mata.
Cahayanya yang begitu indah diam di tengah langit malam yang sedang berduka. Langit malam
yang kebingungan mecari jati diri, langit malam yang kehilangan beberapa bintang, dan langit
malam yang kehilangan aura gelapnya.

Tetes demi tetes hujan mulai turun membasahi jalanan. Lampu jalanan mulai bernyala
menandakan hari semakin gelap. Cahaya lampu yang tercampur air hujan membuat jalanan
indah untuk dilihat. Pengendara motor mulai menepi untuk sekedar menggunakan jas hujan
atau berteduh menunggu hujan reda. Tukang becak terlihat masih semangat membawa
penumpang dengan ponco besar yang melindungi tubuhnya dari air hujan. Angkot-angkot
semakin ramai mengangkut penumpang yang enggan baju dan seragamnya terbasahi oleh air
hujan. Dan disinilah aku, sendiri mamandangi langit gelap, menantang hujan agar bisa
membuat diriku berhenti untuk menatapnya. Menantang hujan agar bisa membuat ku berhenti
kagum kepadanya. Dan menantang hujan agar bisa membuat ku berhenti jatuh cinta kepadanya.

Hari semakin larut, dan langit semakin gelap. Tidak ada bintang disana. Yang ada
hanyalah bulan, sendiri menghiasi langit sambil menyombongkan cahayanya yang begitu
sempurna. Hujan sudah reda, membuatku semakin nyaman memandangi keindahan langit
malam ini. Benar-benar tidak ada bintang disana. Bulan, sendiri menghadapi kenyataan dan
berdoa berharap bisa membawa bintang kembali bersamanya.

Bulan begitu kokoh diatas sana. Terus ku memandangi dirinya. Menyebut namanya,
mengagungkan namanya. Bulan, tetaplah hiasi malam ku, tetaplah hadir di mimpiku, dan
tetaplah tidur bersamaku.

13
4

Skalar

Dalam ilmu Matematika, skalar selalu dikaitkan dengan bilangan real atau bilangan
kompleks. Dalam ilmu Fisika, skalar dijadikan versi yang lebih konkret lagi daripada versi
matematika. Di fisika, skalar adalah kuantitas yang bisa dijelaskan dengan suatu angka. Entah
itu tanpa dimensi, atau dalam suatu kuantitas fisika. Kuantitas skalar mempunyai besar, namun
tidak mempunyai arah.

Ya, itulah skalar berdasarkan definisi yang kudapatKAN dari google. Skalar memiliki
banyak arti, berasal dari berbagai sumber, sulit dimengerti, serta punya dua sisi yakni sisi fisika
ataupun sisi matematika. Begitu juga denganku. Terkadang aku sulit dimengerti, kadang juga
mudah dimengerti. Kadang aku bisa berperan sebagai 2 orang, kadang bisa 3 orang, kadang
juga bisa hanya memerankan satu orang Skalar saja. Hanya Skalar. Kini aku bisa jadi Skalar,
namun besok belum tentu bisa. Saat ini memerankan tokoh lain, namun beberapa jam kemudia
aku bisa berganti memerankan tokoh lainnya. Kadang aku tersadar, namun kadang tidak.
Banyak sumber yang bisa melihat ku sebagai Skalar, sebagai orang lain, dan sebagai orang lain
yang lainnya. Namun yang aku herankan aku selalu lupa kapan aku memerankan selain Skalar
seorang.

***

Saat aku terbangun kulihat ayahku tertidur pulas disampingku. Dia tertidur dengan
posisi duduk, dengan tangan yang dijadikannya sebagai bantal. Tubuhku masih sakit untuk
digerakkan, hari ini lagi-lagi aku harus menjalani hari dengan berbaring diatas kasur. Mungkin
karena gerakanku yang mencoba bangkit tadi sedikit mengganggu ayahku. Hingga dia
terbangun dari tidurnya.

Kenapa Lar? Kamu lapar? Atau butuh minum? Biar ayah yang ambilin. Ayahku
begitu perhatian padaku.

Engga kok yah, tadi Skalar cuma nyoba buat bangkit dari sini aja, eh tapinya masih
sakit yah. Kataku mencoba menjelaskan.

Iya kata dokter, beberapa hari ini kamu memang belum bisa kemana-mana dulu lar.
Kamu masih harus berbaring seperti itu dulu lar. Mungkin besok deh kamu bisa keluar dari
sini. Kata ayahku sambil mengambilkan segelas air untukku.

14
Nih lar minium dulu.

Terimakasih Yah. Ayah gak kerja hari ini? Skalar udah gede kok yah gak masalah
ditinggal sendiri juga yah. Kataku sambil meminum segelas air yang diberikan oleh ayahku.

Iya ini bentar lagi juga mau berangkat kerja kok lar, sekalian mau antar adek-adek
kamu berangkat sekolah. Kamu nanti ayah tinggal yah. Awas jangan coba-coba turun dari
tempat kamu tidur. Kalau butuh apa-apa panggil dokter atau suster ya lar.

Sekarang ayah mau pergi lar, hati-hati yaaa. Assalamualaikum.

Iya yah hati-hati juga. Bilangin ke yang di rumah Skalar udah sedikit mendingan ya
yah. Waalaikumsalam.

Aku masih teringat bagaimana hari-hariku bersama keluarga ketika aku kecil.
Tangisanku, sikap manjaku, permintaanku yang membuat orangtuaku geleng-geleng kepala
tentu masih ku ingat. Saat aku pertama kali merayakan ulang tahun, saat aku pertama masuk
taman kanak-kanak lalu menangis saat ditinggal oleh keduanya, lalu saat aku masuk SD dengan
seragam merah-putih kebanggaanku tentu masih ku ingat. Saat aku daftar memasuki SMP
dilanjutkan daftar ke SMA bersama ayahku tentu masih ku ingat juga. Seluruh hal-hal
menyenangkan bersama keluarga selalu ku ingat. Namun di umurku yang merasa sudah dewasa
ini, seakan aku ingin jauh dari mereka. Seakan-akan aku tidak butuh mereka, bahkan
meluangkan waktu untuk bersama mereka pun aku tak pernah.

***

Saat asyik menonton tayangan televisi tiba-tiba saja TV tersebut mati. Padahal remot
sedang ada dalam genggaman, dan tidak ada siapa-siapa disana. Lalu kulihat ada Rama di
depan pintu. Dia menghampiriku dengan senyum yang sangat mengerikan, mata bulatnya
memelototiku yang membuatnya seakan ingin keluar dari kelopak matanya. Tangannya sudah
dalam posisi siap mencekikku. Aku berteriak sekuat tenaga, namun tidak ada yang
menghiraukan teriakanku. Kini Rama semakin dekat denganku, dia tertawa sambil mematah-
matahkan lehernya. Tangannya sudah berada di leherku, dia menekan leherku keras. Seketika
aku sulit untuk bernafas. Beberapa kali aku mencoba menggerakan tubuhku namun tenaga
Rama terlalu kuat bagiku. Nafasku semakin terengah-engah, kini sekujur tubuhku mulai terasa
panas, mataku sudah melotot, aku hampir kehabisan nafas.

15
Kulihat seseorang memasuki ruanganku membawakan beberapa bungkus makanan
untukku, setelah dia menutup pintu dian langsung kaget. Dia segera menarik tanganku dari
leherku. Sekuat tenaga dia melepaskan tanganku, hingga akhirnya aku melepaskan tanganku
dengan sendirinya. Aku kembari terbaring lemas. Dan dia juga terduduk di kursi dengan lemas.

Lagi-lagi aku membuka mata, rasanya lelah sekali. Kulihat wanita yang tadi
menolongku masih ada di ruanganku. Dia sedang merapikan makanan yang tadi terjatuh akibat
kaget melihat keadaanku tadi.

Hei, kamu sudah sadar juga Skalar. Ucap wanita itu padaku.

Hmm, k-kamu siapa ya? Ucapku tergagap-gagap dengan suara sedikit lemas.

Hah? Bercanda kamu lar? Tanya dia heran.

Iya kamu siapa? Tanyaku semakin heran karena aku benar-benar tidak mengenal
siapa dirinya.

Kamu Siapa?! Aku kembali bertanya, kali ini dengan nada semakin keras.

Wahh parah kamu lar, nih bisa lihat di seragamku lar. L-A-R-A-S-Y-E-R-I-N-I-T-A,
dibaca Larasyerinita. Nama lengkapnya Larasyerinita Putri Anjani. Kamu biasa panggil aku
Laras. Kita selalu satu sekolah sejak SD hingga kini SMA. Kamu selalu bilang kalau kamu
melihat matahari ketika melihat wajahku. Waktu kamu pingsan aku yang bangunin kamu di
UKS, Roby temen sebangku kamu yang bawa kamu ke UKS. Gimana masih gak inget juga
lar? Perempuan itu menjelaskan panjang lebar yang tentunya semakin membuatku pusing
untuk mencernanya.

Gak aku masih gak inget. Jawabku datar.

Serius gak inget? Padahal baru kemarin aku sama Roby jenguk kamu malem-malem.
Aku ketemu mama kamu. Aku pulang diantar ayah kamu. Kalau gak salah kemarin aku ingetin
kamu masalah UN Lar. Lagi-lagi dia semakin membuatku pusing.

Lalu aku kembali melihat seseorang memasuki ruanganku, kali ini Dianty yang masuk
namun dia tidak berbicara sepatah kata pun.

Lah kamu yang ngaco kali, yang selalu satu sekolah denganku itu Dianty, yang aku
gambarkan sebagai matahari itu Dianty. Yang bantu aku pas pingsan pun itu Dianty. Aku
menyangkal semua penjelasannya yang mengaku-ngaku sebagai Dianty.

16
Ya Allah, itu aku Lar akuu bukan Dianty. Larasyerinita kembali menekankan bahwa
selama ini yang selalu bertemu dengan Skalar adalah dirinya bukan Dianty.

Dianty, aku bener-bener inget nama itu. Aku gak akan pernah lupa nama Dianty, terus
teman sebangku ku itu Max bukan Roby. Kalau kamu gak percaya liat deh dibelakang kamu
ada Dianty. Volume suaraku semakin tidak terkontrol, aku semakin mengeraskan suaraku.

AAAAAAAHHHH. AAAAAAHHHHHH. AAAAHHHH. Aku terus berteriak


tanpa henti.

Mana gak ada siapa-siapa Skalaaaar?! Dia tidak melihat keberadaan Dianty.

Oh iya aku lupa, waktu itu kamu pernah cerita sama aku soal Dianty. Iya bener aku
inget. Waktu kita jalan berdua, gatau kenapa tiba-tiba kamu ngomong sendiri gitu. Kalau gak
salah kamu sebut-sebut nama Rama. Lalu kamu panggil aku Dianty. Iya bener. Waktu kita telat
pun, kamu panggil aku Dianty.

Lar sadar lar, kamu harus sadar. Yang selama ini kamu sebut-sebut itu sebenarnya gak
ada lar. Itu cuma khayalan kamu saja. Dan Dianty yang selama ini kamu pikir itu aku lar, Laras.
Larasyerinita. Teman kamu, yang sudah 9 tahun bareng kamu. Ingat itu lar. Dia kembali
menekankan bahwa wanita yang aku kenal adalah Larasyerinita bukan Dianty.

Lihat lar di belakangku gak ada siapa-siapa, gak ada Dianty, Max atau Siapapun. Oh
tadi yang kamu lihat sebenernya siapa yang mencoba mencekik kamu? Tanya dia menasaran.

Rama. Jawabku singkat.

Benar dugaanku, Rama dari tadi gak ada di ruangan ini Lar. Kamu hampir mau bunuh
diri kamu sendiri Lar. Kamu nyekik leher kamu dengan tangan kamu sendiri lar. Sadar lar
sadar. Sadar Skalaaaaar! Dia tiba-tiba menamparku keras.

***

Seketika kepalaku pusing, kulihat perempuan sedang menatapku penuh kecemasan.


Pandanganku masih buyar. Berulang kali aku mengedipkan mataku hingga aku bisa melihat
dengan jelas.

Laras? Ucapku padanya. Tampak wajahnya kini mengucurkan air mata. Ku usap air
matanya yang hampir terjatuh.

Iya lar, kamu udah mendingan? Tanya Laras dengan suara yang tersedu-sedu.

17
Aku kenapa emang? Aku kembali bertanya pada Laras.

Enggak Lar kamu enggak kenapa-kenapa, nih minum dulu. Kelihatannya kamu lelah
hari ini Lar. Laras menawarkanku botol air minum, lalu aku segera meminumnya.

Terimakasih Ras. Ucapku sambil memberikan botol air minum padanya.

Iya Lar. Kali ini raut wajahnya berubah menjadi raut bahagia. Tidak lama dia
memeluku erat, air matanya kembali terjatuh, menempel di bajuku. Lalu dia terisak-isak
menangis di pundakku.

Lar, kamu jangan sakit lagi ya lar. Kamu harus tetap sehat lar. Jauhi orang-orang yang
memang kamu anggap itu berbahaya lar. Dan ingat, kamu harus terus dekat sama orangtua
kamu lar. Laras berkata sambil menangis, sesekali ia mengusap air matanya dengan sweater
yang sedari tadi digenggamnya.

Oh iya lar, semangat ya bentar lagi kita bakal UN lar, bentar lagi kita lulus, kamu harus
cepet sehat yaaaa laaar. Semoga kita masih bisa bersama-sama ya Lar. Dia berkata padaku
sambil menempelkan jari kelingking nya jari kelingkingku. Rasanya aku sudah pernah
mendengar ucapan itu.

Lar, aku pamit dulu ya. Inget kamu harus cepet sembuh. Laras meninggalkanku
dengan beberapa pertanyaan yang masih menumpuk dikepalaku.

***

Malam telah tiba, ayahku kembali menemaniku di rumah sakit. Kabar gembiranya
besok aku sudah diperbolehkan meninggalkan rumah sakit ini. Kulihat ke arah jendela, kali ini
langit semakin terang. Aura gelapnya terasa namun dikalahkan oleh cahaya-cahaya yang
berada di sekitarnya. Bintang. Bintang kini telah kembali bersama Bulan. Menghiasi langit
dengan butiran-butiran cahayanya yang tidak kalah indah dengan bulan. Bintang mengisi
kekosongan langit dengan keberadaannya. Kulihat kini bintang berhasil membuat bulan
kembali tersenyum. Membuat bulan mengetahui siapa dirinya.

18
5

LARASYERINITA PUTRI ANJANI

Kabut masih menyelimuti seluruh kota. Selimut masih memeluk erat para insan
manusia agar mereka tidak beranjak dari tempat tidur. Hujan deras yang turun dipagi ini
semakin membuat tubuh enggan untuk bangkit dari tempat tidur. Jam beker emas berbunyi
membangunkan seorang wanita kecil yang tertidur bersama 2 orang kakaknya.

Larasyerinita Putri Anjani, putri kelahiran Bogor, 4 Februari 1999. Terbangun ditengah
dinginnya cuaca Bandung pada saat itu. Tubuh kecilnya berlari menuju kamar mandi untuk
membersihkan diri. Dia segera membangunkan kedua kakaknya yang masih tertidur pulas.
Sudah saatnya dia pergi menuju sekolah.

Kak, bangun kak. Laras sudah siap mau sekolah. Ucap Laras sambil menggoyang-
goyangkan tubuh kakaknya.

Hmm iya de. Sekarang udah jam berapa?

Udah jam 6 lebih kak cepetaaan. Laras gak mau terlambat di hari pertama sekolah.
Ucap Laras sambil terus menarik-narik baju kakaknya.

Iya dek iyaa, sabar yaa. Kakaknya pun bergegas bangkit dari tempat tidur dan segera
mempersiapkan diri untuk mengantarkan Laras

Tidak lama kemudian akhirnya Laras pergi menuju sekolah diantar oleh kakaknya.
Laras sudah tidak sabar bagaimana rasanya belajar di sekolah. Dia membayangkan guru-guru
yang akan ramah padanya, lalu memiliki teman yang sangat banyak, dan menjadi pintar. Laras
mengenakan seragam merah putih dengan rapi. Seragamnya sama sekali tidak terlaihat kusut.
Laras benar-benar sudah menyiapkannya dengan matang sejak malam.

Seluruh murid dikumpulkan di lapangan oleh guru. Ada yang bermalas-malasan, ada
yang sangat antusias, ada juga yang menangis karena enggan ditinggal oleh ibunya. Laras
begitu antusias. Dia langsung mencium tangan kakaknya dan segera berlari menuju barisan
dimana teman-temannya juga berbaris. Senyuman lebar terus diperlihatkan olehnya. Beberapa
kali Laras menyapa orang-orang, dia benar-benar antusias.

Hai aku Laras. Salam kenal. Semoga kita bisa berteman baik ya. Itulah kata yang
selalu diucapkan Laras ke semua temannya yang belum dia kenal. Namun tiba-tiba seorang
anak membuat kekacauan. Dia mendorong-dorong murid yang sedang berbaris, seketika

19
banyak murid yang merasa terganggu dan ikut mendorongi murid lainnya. Barisan yang
awalnya tersusun dengan rapi kini mulai bercerai-berai. Ada yang berlari karena ketakutan, ada
pula yang masih terus berbuat onar. Laras tanpa sengaja terjatuh karena terdorong oleh murid
yang lain, bukan hanya Laras saja tapi ada juga beberapa murid yang ikut terjatuh. Laras
mencoba untuk bangkit dan segera pergi mencari tempat aman.

Ayo ikut aku. Tiba-tiba seseorang menarik tangan Laras.

Sebisa mungkin kamu ambil tangan orang yang juga ikut terjatuh seperti kamu. Kita
akan melakukan penyelamatan besar. Ucap anak itu penuh semangat bagaikan seorang
pahlawan dalam peperangan,

Siap kapten. Jawab Laras mengikuti semangat ank tersebut.

Mereka satu persatu menyelamatkan murid yang terjatuh akibat terdorong-dorong.


Mereka membawa murid-murid tersebut keluar dari barisan agar bisa berdiri dengan tenang di
pinggir lapangan.

Hey kamu, tolong lapor ke ibu atau bapak guru kalau hari ini sedang terjadi kekacauan
besar. Lagi-lagi anak tersebut berlagak sebagai seorang pemimpin dalam sebuah perang.

Siap kapten. Namun Laras juga nampaknya mengikuti permainan yang sedang
dimainkan oleh anak tersebut.

Tidak lama guru pun berhasil mengatur anak-anak agar kembali berbaris dengan rapi
dan tidak saling dorong-dorong lagi.

Laras dan anak itu kini berdiri dalam sebuah barisan yang sama. Mereka tampak
kelelahan karena permainan yang mereka mainkan sejak tadi.

Hai, aku Laras. Nama kamu siapa? Ucap Laras sambil menyodorkan tangan kepada
anak itu tanda ingin berkenalan.

Iya aku udah tahu namu kamu kok. Dari tadi aku denger kamu terus saja bilang seperti
itu kepada orang-orang, padahal mereka bukan teman atau siapapun kamu. Kamu aneh. Ucap
anak itu dengan suaranya yang kecil.

Kamu gak mau ngasih tahu siapa nama kamu nih? oke aku pergi. Ucap laras sambil
memalingkan badan dari anak itu.

20
Okedeh, nama aku Skalar. Skalar Putra Arjuna Ramadhan. Salam kenal ya. Ucap
Skalar sambil tersenyum kepada Laras.

Panjang yah nama kamu hehe, aku panggil kamu Skalar ya.

Kamu belum sebutin nama lengkap kamu Laras. Kamu curang.

Hehe iya Aku Larasyerinita Putri Anjani, salam kenal juga Skalar.

***

6 tahun Laras selalu satu kelas bersama Skalar. Begitu juga saat masuk SMP mereka
selalu ditempatkan di kelas yang sama. Total sudah 9 tahun mereka selalu bersama. Tapi
mereka selalu akrab, tidak pernah ada pertengkaran antara mereka. Skalar yang semakin
dewasa pun mulai mengantar jemput Laras dengan motor yang selalu ia bawa ke sekolah. Tidak
terasa kini sudah tahun ke-12 mereka bersama. Bukan bersama dalam hal menjalin kasih,
namun bersama dalam hal sebenarnya. Bersahabat, berteman, dan tentunya sangat dekat,
melebih kisah dua orang yang sedang berpacaran. 12 tahun mereka ditempatkan di kelas yang
sama, berarti 12 tahun pula mereka selalu bersama.

Namun Laras merasa akhir-akhir ini sikap Skalar selalu berbeda, bukan hanya berbeda
tapi aneh. Skalar selalu berbicara sendiri, tertawa sendiri, dan bahkan Laras pernah melihat
Skalar memukul dirinya sendiri. Awalnya Laras mengira Skalar hanya bersandiwara, atau
mungkin hanya bercanda karena terlalu banyak pikiran. Namun kejadian itu kembali terulang.
Skalar sempat menyebut Laras adalah Dianty, Skalar juga menyebut teman sebangkunya itu
bernama Max. Padahal Skalar sudah 1 tahun lebih duduk satu bangku bersama Roby. Skalar
pernah masuk ruangan kelas dengan jalannya yang sempoyongan. Matanya lebam seperti
terkena pukulan yang sangat keras. Setiap pelajaran Skalar selalu tertidur dan tidak pernah
bangun kembali. Skalar selalu bolak-balik ke WC dan entah apa yang ia lakukan, seetahuku
dia tidak pernah merokok namun dalam tasnya kini selalu tersedia rokok yang sangat banyak
sekali. Skalar benar-benar berubah.

Pernah Laras melihat Skalar diancam oleh beberapa orang di sebuah gang, lalu Skalar
mengeluarkan beberapa butir obat yang ada di dalam sakunya lalu memberikannya kepada
orang-orang tersebut. Tidak lama orang-orang itu malah tertawa girang setelah memakan obat
yang diberikan Skalar. Orang-orang itu melompat kegirangan tanpa sebab, hingga akhirnya
tergeletak lemas di tanah dengan mata melotot memandangi langit sambil mengeluarkan tawa
yang sangat mengerikan. Seketika Skalar keluar dari gang dengan wajah yang sangat puas. Dia

21
lalu mengolok-ngolok orang yang telah lemas dan tidak berdaya tersebut. Tidak lama raut
wajah Skalar tiba-tiba seperti ketakutan, dia seperti melihat seseorang yang padahal sebenarnya
tidak ada siapapun dihadapannya. Skalar langsung berlari terbirit-birit seolah sedang dikejar-
kejar oleh aparat.

Skalar juga pernah bercerita kepada Laras bahwa sekarang dia semakin semangat untuk
melakukan hal-hal baru. Tanpa disadari kamar tidurnya juga selalu berantakan dengan barang-
barang yang berserakan di lantai. Itu tidak terjadi hanya sekali, tetapi berulang kali. Laras ingin
mencoba untuk membantu masalah yang sedang dialami oleh Skalar, karena mungkin Skalar
terpukul setelah kematian ayahnya saat dia baru masuk kelas 3 SMA. Skalar selalu berkhayal
seolah-olah dia melihat ayahnya, seolah-olah dia berbincang dengan ayahnya, seolah-olah
Skalar ada bersamanya. Padahal sebenarnya dia hanya berhalusinasi.

Kejadian ketika Skalar teridur 2 hari penuh pun bukan karena dicekoki obat oleh
temannya. Melainkan Karena memang dirinya sendiri lah yang memakan obat tersebut. Entah
darimana Skalar mendapatkan obat itu, yang pasti efek yang dihasilkan obat tersebut benar-
benar berbabahaya. Laras juga akhir-akhir ini selalu membuntuti kegiatan apa saja yang
dilakukan oleh Skalar, jangan sampai Skalar kembali berbicara sendiri dan membahayakan
dirinya sendiri. Laras bahkan sudah mengetahui kapan Skalar memanggilnya sebagai Dianty
dan kapan Skalar memanggilnya Laras. Jadi diwaktu tertentu Laras bisa berkamuflase sebagai
Dianty yang diinginkan oleh Skalar, Laras sebisa mungkin bersikap persis seperti yang Skalar
inginkan.

Laras tidak pernah lelah untuk memantau terus perkembangan Skalar, karena baginya
Skalar adalah bagian hidupnya. Laras sudah benar-benar menyayangi Skalar, karena Skalar
juga lah yang telah membantu Laras melewati masa-masa sulit yang diterimanya. Karena
Skalar sudah seperti adik, seperi kakak, seperti ayah, seperti pacar, dan seperti dirinya sendiri.

22
6

Ruang Imajinasi

Hari ini akhirnya aku bisa keluar dari ruangan ini. Aku sudah tidak sabar bertemu
teman-teman dan keluargaku kembali. Sakit di badanku sudah tidak terasa. Aku benar-benar
senang kali ini. Pintu kamarku tiba-tiba terbuka. Seluruh temanku datang menghampiriku
menjengukku sekaligus ingin menjemputku pulang. Kulihat disana ada Laras, Roby, dan masih
banyak lagi. Mereka bergantian bertanya kepadaku apa yang sebenernya terjadi. Sebenarnya
aku juga tidak tahu apa yang menimpaku selama ini. Aku baru tersadar ketika Laras
memberitahuku bahwa selama ini aku hanya berhalusinasi. Selama ini aku berkhayal seolah-
olah aku melihat seseorang atau apapun. Bahkan aku juga juga sempat tak yakin kalau temanku
ini nyata atau hanya khayalanku saja. Mereka merangkulku, membawaku menuju mobil yang
mereka bawa sendiri. Rencananya mereka mau mengantarkanku ke rumah, karena katanya
disana ibuku sudah mempersiapkan sebuah acara kecil untuk menyambut kedatanganku.

Dihalaman rumah adik-adikku sudah menungguku, sudah seperti acara kedatangan


pahlawan saja ini. padahal aku hanya pergi beberapa hari saja. Tetapi sampai dibuat acara
seperti ini. Laras lalu menuntunku memasuki rumah, didalam terlihat mama tersenyum bahagia
setelah melihatku datang. Aku langsung memeluknya erat.

Ayah dimana ma? Kenapa dari tadi gak kelihatan. Aku langsung bertanya pada
mama.

Seketika ruangan menjadi hening. Orang-orang yang tadinya bersuka ria dan saling
berbincang pun tiba-tiba menghentikan kegiatannya. Mereka seakan-akan tidak percaya
dengan pertanyaan yang aku ucapkan.

Skalar. Kamu gak tahu dimana Ayah? Tanya ibuku sambil mengusap rambutku.

Enggak ma, memangnya ayah kemana? Padahal baru kemarin ayah tidur nungguin
Skalar di rumah sakit. Ayah masih kerja?

Orang-orang semakin heran denganku yang tentunya membuatku bingung juga. Apa
yang salah dengan perkataanku. Kemarin memang aku masih bersama ayah. Ayah masih
berbicara denganku kemarin saat di rumah sakit. Perasaanku mulai tidak enak.

Mah, ini bohong kan mah? Ayah masih hidup kan mah? Ayah gak mati kan mah?
Ayah masih ada disini kan mah? Kemarin Skalar masih bareng sama ayah mah. Gak mungkin

23
mah gak mungkin. Aku menangis tidak percaya bahwa ayahku telah pergi meninggalkanku.
Aku berlari meninggalkan kerumunan orang dan menaiki tangga, mengunci pintu kamarku,
dan mengurung diriku sendiri.

Tidak lama seseorang menyusulku ke atas. Sudah dipastikan itu Laras.

Kak, sini keluar sebentar kak. Ada yang mau bicara nih sama kakak. Ternyata Nabila
yang menyusulku ke atas. Aku tidak menghiraukannya.

Tapi tiba-tiba pintu kamar bisa dibuka, padahal tidak ada yang mendobraknya. Ternyata
aku tidak mengunci pintuku dengan benar. Laras menghampiriku lalu duduk disampingku.

Lar, aku tahu apa yang kamu rasain sekarang. Aku tahu kamu kehilangan Lar, tapi ibu
kamu lebih kehilangan lagi. Ibu kamu shock Lar, ibu kamu gak nyangka kalau kamu lupa
dengan kematian ayah kamu sendiri.

Ayah kamu sudah meninggal sejak lama Lar, sejak kamu baru naik ke kelas 3 SMA.
Ayahmu meninggal karena serangan jantung. Kamu waktu itu nangis Lar persis seperti
sekarang ini. kamu juga sama mengurung diri di kamar seperti ini. Dan aku juga tahu kamu
pasti bakal lupa mengunci pintu kamar kamu. Aku udah tahu semua sikap kamu lar, semua
kebiasaan kamu. Aku udah 12 tahun bareng kamu, aku terus merhatiin kamu. Aku juga tahu
kalau kamu jadi seperti sekarang ini karena obat yang entah kamu dapat darimana. Makanya
kamu jadi sering ketawa sendiri, sering bicara sendiri, dan kamu sering berimajinasi
mengeluarkan tokoh-tokoh khayalan kamu. Kamu berharap ayah kamu ada di dekat kamu, ya
maka di penglihatan kamu pasti akan terlihat ada sosok ayah kamu yang sedang bersama kamu
tapi tidak dengan penglihatan orang lain.

Lar aku sayang sama kamu, aku kasihan sama kamu. Kamu harus cepet sembuh Lar.
Harus benar-benar sembuh. Lupain ayah kamu, lupain Rama yang entah siapa, dan lupain juga
Dianty. Dianty itu aku tapi aku bukan dainty. Ingat itu Lar! Yuk sekarang kamu berdiri, kita
turun bareng ke bawah. Orang-orang udah nungguin kamu.

Sebentar kalau kamu bilang aku melihat seseorang karena imajinasiku berarti kamu
juga adalah imajinasiku. Berarti Laras tidak pernah ada. Berarti Semua orang yang aku temui
disini adalah imajinasiku?

Iya Lar. Jawab Larasyerinita padaku.

***

24
Seketika aku tersentak, aku melihat sekeliling. Aku terkurung didalam sebuah ruangan
yang tertutup. Ruangan yang sangat kecil. Hanya ada sebuah ventilasi udara kecil. Di depanku
terlihat ada cermin. Aku memandangi wajahku, benar-benar terlihat kusam. Disekelilingku
berhamburan banyak kertas. Aku melihat ada gambar bulan, gambar matahari, gambar
keluarga yang sedang berbahagia. Aku terfokus pada sebuah tulisan di dekat cermin bertuliskan
berimajinasilah sesuka kalian. 60 menit kalian bebas berimajinasi. Keluarkan apa yang kalian
inginkan. Kalian akan tersiksa, kalian akan terpana, dan kalian akan merasa bahagia, Ternyata
ini adalah ruangan imjinasi. Sebuah ruangan yang memberikan siapapun yang masuk
kedalamnya kebebasan dalam berimajinasi. Ruangan yang membuat siapapun yang masuk
kedalamnya akan merasa semua imajinasi yang dia keluarkan terasa nyata. Tidak lama bel
berbunyi. Pintu otomatis terbuka. Setelah aku keluar aku melihat Skalar sudah ada di
hadapanku. Aku melihat raut wajahnya yang kesal mungkin lama menungguku di dalam.

Bentar lar, mau ambil hasilnya dulu di ruang pembayaran. Kataku pada Skalar.

Iya, cepetan ya Ras. Aku bentar lagi ada les nih. Skalar berteriak kepadaku.

Iya-iyaaa hehe, maaf nunggu lama yah sayang, Ucapku pada Skalar, dan segera pergi
menuju ruang pembayaran. Disana aku mendapatkan sebuah kertas yang sudah dijilid Rapi.
Semua tulisan-tulisanku dan imajinasiku yang kutulis di ruang imajinasi langsung di proses
oleh komputer dan langsung di print secara otomatis. Aku senang bukan main. Lalu aku
menunjukan hasil karyaku pada Skalar. Dia kaget karena judul yang kutulis disana adalah
namanya.

25

Anda mungkin juga menyukai